• Tidak ada hasil yang ditemukan

TIM PENYUSUN LAPORAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TIM PENYUSUN LAPORAN"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

TIM PENYUSUN LAPORAN

1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Drs. Oktorialdi, MA, Ph.D 3. Ir. Rinella Tambunan, MPA 4. Ir. Nana Apriyana, MT 5. Mia Amalia, ST, M.Si, Ph.D

6. Uke Mohammad Hussein, S.Si, MPP 7. Santi Yulianti, S.IP, MM

8. Hernydawaty, SE, ME 9. Aswicaksana, ST, MT, M.Sc 10. Raffli Noor, S.Si

11. Elmy Yasinta Ciptadi, ST 12. Zaharatul Hasanah, ST 13. Aulia Oktriana Latifiadji, SH 14. Andelissa Nur Imran, ST, M.Sc 15. Sylvia Krisnawati

16. Cecep Saryanto 17. Ujang Supriatna

18. Meddy Chandra Himawan 19. Maman Hadiyanto

(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) No. 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN), BKPRN memiliki tugas untuk melakukan koordinasi lintas sektor dalam bidang penataan ruang. Laporan Koordinasi Strategis BKPRN Semester I Tahun 2016 ini merupakan gambaran dari pelaksanaan kegiatan yang dikoordinasikan oleh Sekretariat BKPRN selama Semester I Tahun 2016. Pertama, jadwal dan rencana kerja kegiatan Tim Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN, yang memuat perkembangan pelaksanaan Agenda Kerja BKPRN Tahun 2016-2017 hingga Juni 2016.

Kedua, pengumpulan penyusunan dan penetapan bahan dan informasi dalam rangka koordinasi penataan ruang nasional. BKPRN telah berperan dalam berbagai kegiatan, antara lain: penyelesaian peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang, penyelesaian konflik pemanfaatan ruang, dan penguatan kelembagaan penataan ruang.

Ketiga, penyiapan laporan BKPRN selama Semester II Tahun 2015. BKPRN telah menyusun Laporan Kegiatan BKPRN Semester II Tahun 2015 dan Laporan Koordinasi Strategis BKPRN Semester II Tahun 2015.

Keempat, penyebaran informasi tata ruang melalui website, yang memuat gambaran berbagai kegiatan BKPRN, terutama yang diselenggarakan oleh seluruh kelompok kerja BKPRN.

Kiranya laporan ini dapat menjadi umpan balik untuk meningkatkan koordinasi BKPRN di masa mendatang dan menjadi masukan untuk perbaikan serta penguatan kelembagaan bidang penataan ruang.

Jakarta, Juli 2016 Plt. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Selaku Ketua Tim Pelaksana Sekretariat BKPRN

(6)
(7)

DAFTAR ISI

Tim Penyusun Laporan ... i

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... vii

BAB 1 Pendahuluan ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan dan Sasaran ... 2

1.3. Lingkup Kegiatan ... 2 1.4. Keluaran ... 3 1.5. Metodologi ... 3 1.6. Jangka Waktu ... 3 1.7. Dasar Hukum ... 3 1.8. Sistematika Laporan ... 4

BAB 2 Jadwal dan Rencana Kerja Kegiatan Tim Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN ... 5

2.1. Tugas Sekretariat BKPRN ... 5

2.2. Agenda Kerja BKPRN Tahun 2016-2017 ... 5

2.3. Rencana Kerja Sekretariat BKPRN Tahun 2016 ... 13

BAB 3 Pengumpulan, Penyusunan dan Penetapan Bahan, Data, dan Informasi Dalam Rangka Koordinasi Penataan Ruang Nasional ... 15

3.1. Penyusunan, Penetapan, dan Pemantauan Implementasi Peraturan Perundang-Undangan dan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) BIdang Penataan Ruang ... 15

3.1.1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ... 15

3.1.2. Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan Kabupaten/Kota ... 18

3.1.3. Peraturan Perundangan Lain dan NSPK ... 21

3.1.4. Penyiapan Informasi Geospasial atau Perpetaan Bidang Tata Ruang . 24 3.2. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Penataan Ruang Daerah dan Nasional . 34 a. Rapat Koordinasi BKPRD di Kabupaten Kudus ... 34

b. Persiapan Penyelenggaraan Rapat Kerja Regional (Rakereg) BKPRN 2016 ... 35

(8)

3.3. Perencanaan dan Program Penataan Ruang ... 37

a. Penerapan Kawasan Aetropolis Bandara Internasional Kertajati ... 37

b. Fasilitasi dan Sinkronisasi NSPK Bidang Penataan Ruang dalam Mendukung Penyelesaian Masalah Tata Ruang ... 40

3.4. Koordinasi Penyelesaian Sengketa dan Konflik ... 41

BAB 4 Penyiapan Laporan ... 47

4.1. Laporan Kegiatan BKPRN Semester II Tahun 2015 ... 47

4.2. Laporan Koordinasi Strategis BKPRN Semester II Tahun 2015 ... 48

BAB 5 Penyebaran Informasi Tata Ruang Melalui Web ... 51

BAB 6 Penutup... 53

6.1. Kesimpulan ... 53

6.2. Rekomendasi ... 54

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 1 BKPRN... 6

Tabel 2 Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 2 BKPRN... 10

Tabel 3 Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 3 BKPRN... 11

Tabel 4 Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 4 BKPRN... 12

Tabel 5 Rencana Kerja Sekretariat BKPRN Tahun 2016 ... 13

Tabel 6 Isu Strategis Penataan Ruang dalam Rakereg BKPRN 2016 ... 36

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Laporan BKPRN Semester II Tahun 2015 ... 47

Gambar 2 Surat dari Kemenko Perekonomian kepada Presiden ... 47

Gambar 3 Laporan Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN Semester II Tahun 2015 ... 48

(10)
(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) merupakan lembaga ad hoc yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan berbagai instansi pemerintahan dalam menyelesaikan isu penataan ruang bagi kebutuhan pembangunan secara terkoordinasi. Menindaklanjuti kebutuhan tersebut, maka ditetapkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional yang memiliki tugas mengkoordinasikan:

1) Penyiapan kebijakan penataan ruang nasional;

2) Penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang;

3) Pemaduserasian berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan penataan ruang;

4) Penanganan dan penyelesaian masalah yang timbul dalam penyelenggaraan penataan ruang dan memberikan pengarahan serta saran pemecahannya;

5) Fasilitasi kerjasama penataan ruang antarprovinsi;

6) Upaya peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang; dan

7) Pelaksanaan RTRWN, pemantauan pelaksanaan RTRWN, dan pemanfaatan hasil pemantauan tersebut untuk penyempurnaan Rencana Tata Ruang.

Dalam struktur organisasi BKPRN, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Menteri PPN/Kepala Bappenas) berkedudukan sebagai Sekretaris merangkap anggota BKPRN. Dalam Permenko No. PER-02/M.EKON/10/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja BKPRN Pasal 2 Ayat (4) disebutkan bahwa tugas Sekretaris adalah memberi dukungan kesekretariatan dalam pelaksanaan tugas-tugas BKPRN.

Pelaksanaan tugas Menteri PPN/Kepala Bappenas sebagai Sekretaris dibantu oleh Sekretariat BKPRN melalui Tim Koordinasi Strategis BKPRN yang dikoordinasi oleh Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah dibantu oleh Direktur Tata Ruang dan Pertanahan. Berdasarkan Keputusan Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas No.: KEP.89/SES/HK/05/2016 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Sekretariat BKPRN, tugas Tim pelaksana, meliputi:

1) Menyusun jadwal dan rencana kerja tahunan BKPRN; 2) Menyusun agenda dan bahan rapat BKPRN;

(12)

3) Mengumpulkan dan mengolah bahan, data dan informasi untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas BKPRN;

4) Fasilitasi pelaksanaan koordinasi;

5) Menyusun laporan pelaksanaan koordinasi penataan ruang nasional setiap 6 (enam) bulan untuk disampaikan oleh Ketua BKPRN kepada Presiden;

6) Mendistribusikan hasil-hasil kesepakatan BKPRN kepada anggota dan pihak terkait; 7) Menyusun jadwal dan rencana kerja kegiatan Tim Koordinasi Sekretariat BKPRN; 8) Menyusun laporan tentang pelaksanaan tugas Tim Koordinasi Sekretariat BKPRN; dan 9) Pelaksanaan kegiatan kehumasan.

Dalam memenuhi tugas pelaporan kegiatan pelaksanaan koordinasi penataan ruang, Sekretariat BKPRN menyusun Laporan Koordinasi Strategis yang merupakan penjelasan dari berbagai kegiatan Sekretariat BKPRN sepanjang bulan Januari sampai Juni 2016.

1.2. Tujuan dan Sasaran

Penyusunan Laporan Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN ditujukan untuk memberi gambaran pelaksanaan kegiatan koordinasi yang dilakukan oleh Tim Koordinasi Sekretariat BKPRN dalam kurun waktu Januari hingga Juni 2016. Dengan dilakukannya kegiatan-kegiatan koordinasi tersebut, diharapkan dapat menciptakan keefektifan dalam penyelenggaraan penataan ruang nasional serta mengurangi kemungkinan terjadinya konflik pemanfaatan ruang di tingkat pusat dan daerah. Sasaran dalam pelaksanaan kegiatan Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN, antara lain:

1) Pembangunan nasional yang berbasis penataan ruang untuk mengembangkan pola pembangunan berkelanjutan.

2) Peningkatan koordinasi pembangunan baik di tingkat kebijakan nasional maupun kebijakan yang lebih operasional pada bidang penataan ruang yang sifatnya lintas sektor dan multistakeholders.

3) Percepatan penyusunan peraturan pelaksana dari peraturan perundang-undangan yang telah diterbitkan serta implementasinya di bidang penataan ruang nasional. 4) Penguatan kelembagaan penataan ruang nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang

kuat dan efektif.

5) Peningkatan sinkronisasi dan integrasi antara sistem perencanaan pembangunan nasional dengan penataan ruang.

(13)

3) Pengumpulan dan pengolahan bahan, data dan informasi untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas BKPRN dan pengembangan e-BKPRN;

4) Fasilitas pelaksanaan koordinasi dalam rapat-rapat Menteri, Eselon I, II, III BKPRN; 5) Penyusunan laporan pelaksanaan koordinasi penataan ruang nasional untuk

disampaikan oleh Ketua BKPRN kepada Presiden setiap 6 bulan sekali;

6) Pendistribusian hasil Sidang BKPRN kepada seluruh anggota dan pihak terkait; 7) Penyusunan jadwal dan rencana kerja kegiatan Sekretariat BKPRN;

8) Penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan tugas Sekretariat BKPRN; dan 9) Pelaksanaan kegiatan kehumasan melalui pengembangan website dan milis BKPRN,

pencetakan pamflet, newsletter, undang-undang.

1.4. Keluaran

Keluaran yang diharapkan dalam pelaksanaan kegiatan Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN adalah:

1) Jadwal dan rencana kerja tahunan BKPRN

2) Laporan pelaksanaan koordinasi penataan ruang nasional oleh Ketua BKPRN kepada Presiden (6 bulan sekali) termasuk di dalamnya laporan rapat koordinasi Menteri dan Eselon I);

3) Jadwal dan rencana kerja Sekretariat BKPRN; 4) Laporan pelaksanaan tugas Sekretariat BKPRN;

5) Media komunikasi dan publikasi, yaitu: e-BKPRN, website dan milis BKPRN, pamflet,

newsletter, dan buku perundang-undangan.

1.5. Metodologi

Pelaksanaan kegiatan koordinasi penataan ruang nasional menggunakan dua pendekatan sekaligus, yaitu top-down dan bottom-up. Pendekatan top-down digunakan sebelum penetapan prioritas pembangunan nasional. Sedangkan pendekatan bottom-up digunakan saat menyusun rencana kerja BKPRN berdasarkan hasil rapat kerja dan masukan dari Kementerian/Lembaga (K/L). Untuk mempertemukan dua pendekatan tersebut dilakukan rapat koordinasi di tingkat Menteri, Eselon I dan Eselon II BKPRN.

1.6. Jangka Waktu

Kegiatan Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN dilaksanakan selama 12 (dua belas) bulan.

1.7. Dasar Hukum

(14)

1) Keputusan Presiden No. 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional; dan

2) Permenko No. PER-02/M.EKON/10/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional.

3) Keputusan Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas No. KEP.89/SES/HK/05/2016 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Sekretariat BKPRN

1.8. Sistematika Laporan

Laporan ini disusun dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:

1) Pendahuluan menjelaskan mengenai latar belakang penyusunan laporan, tujuan, sasaran, lingkup kegiatan, keluaran, metodologi, jangka waktu pelaksanaan, dasar hukum, dan sistematika pelaporan.

2) Jadwal dan Rencana Kerja Kegiatan Tim Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN menjelaskan penyusunan jadwal dan rencana kerja BKPRN yang disusun melalui Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKPRN.

3) Pengumpulan, Penyusunan dan Penetapan Bahan, Data, Informasi dalam Rangka Koordinasi Penataan Ruang Nasional berupa laporan perjalanan dinas yang diselenggarakan ke berbagai daerah untuk mendukung pelaksanaan tugas Sekretariat BKPRN.

4) Fasilitasi Pelaksanaan Koordinasi Penataan Ruang Nasional berisi laporan-laporan kegiatan yang difasilitasi oleh Sekretariat BKPRN

5) Penyiapan Laporan menjelaskan gambaran singkat mengenai laporan kegiatan 6 bulanan BKPRN Tahun 2015.

6) Penyebaran Informasi Tata Ruang Melalui Situs www.bkprn.org

7) Penutup yang berisi kesimpulan dan rekomendasi untuk pelaksanaan kegiatan Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN selanjutnya.

(15)

BAB 2

JADWAL DAN RENCANA KERJA KEGIATAN TIM KOORDINASI

STRATEGIS SEKRETARIAT BKPRN

2.1. Tugas Sekretariat BKPRN

Pelaksanaan tugas Menteri PPN/Kepala Bappenas selaku Sekretaris BKPRN didukung oleh Sekretariat BKPRN. Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Menko Perekonomian No. PER-02/M.EKON/10/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja BKPRN, pelaksanaan tugas Sekretaris BKPRN dibantu oleh Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas yang membawahi bidang penataan ruang. Tugas dan tata kerja sekretariat diatur oleh Sekretaris BKPRN.

Guna menjalankan tugas yang diamanatkan kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas, diterbitkan Keputusan Sekretaris Kementerian PPN No. KEP. 89/SES/HK/05/2016 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Sekretariat BKPRN. Tugas tim Koordinasi Strategi BKPRN meliputi:

1) Menyusun jadwal dan rencana kerja tahunan BKPRN; 2) Menyusun agenda dan bahan rapat BKPRN;

3) Mengumpulkan dan mengolah bahan, data dan informasi untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas BKPRN;

4) Fasilitasi pelaksanaan koordinasi;

5) Menyusun laporan pelaksanaan koordinasi penataan ruang nasional setiap 6 (enam) bulan untuk disampaikan oleh Ketua BKPRN kepada Presiden;

6) Mendistribusikan hasil-hasil kesepakatan BKPRN kepada anggota dan pihak terkait; 7) Menyusun jadwal dan rencana kerja kegiatan Tim Koordinasi Sekretariat BKPRN; 8) Menyusun laporan tentang pelaksanaan tugas Tim Koordinasi Sekretariat BKPRN; dan 9) Pelaksanaan kegiatan kehumasan.

2.2. Agenda Kerja BKPRN Tahun 2016-2017

Menindaklanjuti hasil hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKPRN Tahun 2015, dilakukan serangkaian rapat koordinasi di tingkat teknis guna merumuskan rancangan Agenda Kerja BKPRN 2016-2017. Dalam rancangan awal terdapat agenda kerja dalam jumlah yang relatif banyak sehingga memerlukan beberapa kali diskusi untuk menyepakati agenda kerja yang menjadi prioritas. Kriteria yang digunakan dalam penentuan prioritas adalah: i) integrasi lokasi proyek strategis nasional dengan RPJMN dan RTRW; ii) percepatan status perda RTRW; iii) dukungan implementasi One Map Policy.

(16)

Finalisasi rancangan Agenda Kerja BKPRN 2016-2017 dilakukan melalui Rapat Koordinasi BKPRN tingkat Eselon I dan II. Untuk lebih jelasnya, berikut terlampir rincian Agenda Kerja BKPRN 2016-2017 beserta kemajuan pelaksanaannya hingga akhir Juni 2016.

Tabel 1 Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 1 BKPRN No. Agenda Kerja BKPRN Pelaksana Tahun

Pelaksanaan

Kemajuan hingga Juni 2016

Keterangan

1. Belum selesainya peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang a Percepatan penetapan Perda RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota Kementerian ATR/BPN 2016 Sebanyak 29 dari 34 Provinsi telah menetapkan Perda RTRW Provinsi. 5 provinsi yang belum menetapkan perda: Sumut, Sumsel, Riau, Kepri, Kaltara Ditargetkan pada akhir tahun 2016, RTRW 5 Provinsi telah dilegalisasi menjadi Perda b Percepatan penetapan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) 2016-2017  Sedang disiapkan penetapan perda RZWP3K untuk 7 provinsi, yaitu: Jambi, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, dan Sulawesi Utara.  Telah selesai disusun Revisi Permen KP tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir

(17)

No. Agenda Kerja BKPRN Pelaksana Tahun Pelaksanaan Kemajuan hingga Juni 2016 Keterangan c Percepatan Penetapan Perpres RTR Kawasan Strategis Nasional (KSN) Kementerian ATR/BPN 2016-2017 3 penetapan perpres RTR KSN Perbatasan Negara sedang dalam proses pengajuan pengesahan 3 RTR tersebut adalah: (i) Riau-Kepri; (ii) Sumut-Aceh; dan (iii)Sulut- Gorontalo-Sulteng-Kaltim-Kaltara.

d Penyusunan Naskah Akademis RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN)

Kementerian ATR/BPN

2016 Sedang disusun materi teknis RUU PRUN

2 Konsistensi Implementasi Rencana Tata Ruang yang Telah Ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan

a Penyusunan regulasi tentang percepatan penyediaan NSPK bidang tata ruang terkait:  Pedoman insentif - disinsentif Kementerian ATR/BPN 2016-2017 Sedang dalam penyusunan materi teknis Target selesai 2017  Pedoman penyusunan RTR Kawasan Strategis Provinsi (KSP) /Kawasan Strategis K ota (KSK) Kementerian ATR/BPN 2016-2017 Sedang dalam proses finalisasi draft pedoman Target selesai 2016  Pedoman Peninjauan Kembali RTRW Kementerian ATR/BPN 2016-2017 Sedang dalam proses finalisasi draft pedoman Target selesai 2016

 Revisi Permen PU No. 13 Tahun 2009 tentang PPNS dan Penyusunan Pedoman Perlindungan PPNS Kementerian ATR/BPN 2016-2017 Sedang dalam penyusunan materi teknis Target selesai 2017

(18)

No. Agenda Kerja BKPRN Pelaksana Tahun Pelaksanaan Kemajuan hingga Juni 2016 Keterangan  Penyusunan NSPK terkait Perpres No. 51 Tahun 2016 tentang Sempadan Pantai:  Tata Cara Penghitungan Batas Sempadan Pantai  Pemanfaatan Ruang Sempadan Pantai KKP dan Kementerian ATR/BPN 2016-2017 Sedang disusun Peraturan Menteri KP tentang tata cara perhitungan batas sempadan pantai. Telah diterbitkan Perpres No. 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai

b Evaluasi dan revisi regulasi tentang percepatan penyediaan NSPK bidang tata ruang terkait:

 Revisi Permen PU No. 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi (PZ) Kementerian ATR/BPN 2016-2017 Sedang dalam tahap penjaringan masukan dari sektor-sektor  Evaluasi pedoman pemanfaatan ruang dalam bumi Kementerian ATR/BPN 2017 Dianggarkan untuk tahun 2017  Penyelesaian revisi Permendagri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Raperda tentang RTR

Kemendagri 2016 Telah diterbitkan Permendagri No. 13 Tahun 2016 tentang Evaluasi Raperda tentang RTR Daerah 3 Percepatan Penyelesaian RDTR

(19)

No. Agenda Kerja BKPRN Pelaksana Tahun Pelaksanaan Kemajuan hingga Juni 2016 Keterangan a Fasilitasi penyelesaian peta dasar skala 1:5000 dalam rangka

penyusunan RDTR dan pemetaan desa

Badan Informasi Geospasial (BIG)

2016-2017 Citra Tegak Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi (CSRT) 2015 yang sudah diorthorektifikasi adalah Bali, Lombok, Kupang, Kab. Kediri, Danau Toba, Pulau Timor, dan sebagian Kabupaten Bogor

b Inventarisasi lokasi RDTR yang akan disusun

Kementerian ATR/BPN

2016-2017 Mengidentifikasi kebutuhan CSRT dan peta dasar 1:5.000, serta berkoordinasi dengan BIG dan Lembaga

Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

4 Urgensi sinkronisasi lintas K/L terkait dalam rangka koordinasi penyelesaian isu-isu strategis di bidang penataan ruang

a Harmonisasi peraturan perundangan/kebijakan sektoral terkait penataan ruang:  Penyusunan regulasi tentang percepatan penyediaan NSPK Penyelarasan, Penyerasian, dan Penyeimbangan RTR dengan RZWP3K KKP berkoordinasi dengan Kementerian ATR/BPN dan BIG 2017

(20)

No. Agenda Kerja BKPRN Pelaksana Tahun Pelaksanaan Kemajuan hingga Juni 2016 Keterangan  Fasilitasi penetapan lokasi dan luasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dalam Perda RTRW Kementerian Pertanian bekerja sama dengan Kementerian ATR/BPN dan BIG 2016-2017 Akan disusun rancangan pedoman tahapan penetapan LP2B

Tabel 2 Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 2 BKPRN No. Agenda Kerja BKPRN Pelaksana Tahun

Pelaksanaan Kemajuan hingga Juni 2016 Keterangan 1 Peningkatan kapasitas kelembagaan penataan ruang: Reformulasi dan restrukturisasi kelembagaan Penataan Ruang Nasional Sekretariat Kabinet didukung oleh Kementerian ATR/BPN 2016 Menteri ATR/BPN telah menyampaikan surat No. 4255/024/X/2015 kepada Presiden RI mengenai permohonan penggantian Keppres No. 4 Tahun 2009 tentang BKPRN sehubungan reformulasi dan restrukturisasi BKPRN 2 Peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha: Pembentukan Komunitas Masyarakat Pengawasan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kementerian ATR/BPN 2016-2017 Sedang dilakukan kajian mengenai partisipasi masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang

(21)

No. Agenda Kerja BKPRN Pelaksana Tahun Pelaksanaan Kemajuan hingga Juni 2016 Keterangan 3 Penyusunan sistem informasi penataan ruang:  Penyusunan sistem informasi penataan ruang yang terpadu dan terintegrasi antara Pusat dan Daerah, antara lain terkait:  Informasi ketersediaan Citra Penginderaan Jauh  Informasi ketersediaan Peta Dasar dan Tematik  Peta Rencana Tata Ruang (.shp)  Software dan Hardware penunjang Kementerian ATR/BPN cq. Dit. Infrastruktur Pemetaan, Dit. Perencanaan Tata Ruang dan Dit. Pembinaan Perencanaan dan Pemanfaatan Ruang Daerah. 2016-2017 Sedang disiapkan aplikasi Geographic Information System (GIS) terkait informasi penataan ruang.

Tabel 3 Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 3 BKPRN No. Agenda Kerja BKPRN Pelaksana Tahun

Pelaksanaan

Kemajuan hingga Juni 2016

Keterangan

1 Belum terintegrasinya rencana pembangunan dengan rencana tata ruang: Penyusunan peta dalam rangka integrasi peta rencana tata ruang dengan rencana

pembangunan

BIG 2016 Administrasi akuisisi data telah dikumpulkan oleh UKP4 dan DNPI

(22)

Tabel 4 Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 4 BKPRN No. Agenda Kerja BKPRN Pelaksana Tahun

Pelaksanaan

Kemajuan hingga Juni 2016 Keterangan 1 Perbaikan mekanisme penyelesaian konflik pemanfaatan ruang Kemenko Bidang Perekonomian a Penyiapan payung regulasi dalam rangka percepatan integrasi program Nawacita ke dalam RTR/Deregulasi Kemenko Bidang Perekonomian

2016-2017 Akan diangkat ke dalam rapat terbatas

b Penyusunan materi Standard Operating Procedure (SOP) dan penetapan regulasi terkait SOP penyelesaian konflik pemanfaatan ruang Kemenko Bidang Perekonomian

2017 Sedang disiapkan materi dan diagram alir SOP penyelesaian konflik

c Integrasi Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang disusun oleh K/L (Kebijakan Satu Peta) : Penetapan dan Implementasi Perpres tentang Kebijakan Satu Peta/One Map Policy (OMP)

Kemenko Bidang Perekonomian

2016-2017  Sudah diterbitkan Perpres No. 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta  Sudah dilakukan kompilasi dan sedang berjalan verifikasi yang terbagi dalam B06, B09, B12. Laporan B06 akan disampaikan kepada Presiden RI tanggal 30 September 2016.  Sudah dilakukan sosialisasi Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (PKSP).

Peta dasar skala 1:50.000 untuk Pulau Kalimantan ditargetkan selesai pada akhir tahun 2016.

(23)

2.3. Rencana Kerja Sekretariat BKPRN Tahun 2016

Rencana Kerja Sekretariat BKPRN Semester I Tahun 2016 disusun berdasarkan tugas dan fungsi pokok Sekretariat BKPRN serta pelaksanaan tugas Kementerian PPN/Bappenas selaku anggota BKPRN. Berdasarkan kegiatan Agenda Kerja BKPRN 2016-2017, Sekretariat BKPRN menyusun rencana kerja tahun 2016 yang secara garis besar adalah sebagai berikut.

Tabel 5 Rencana Kerja Sekretariat BKPRN Tahun 2016

No. Kegiatan Waktu Pelaksanaan

1. Penyusunan Agenda Kerja BKPRN 2016-2017 Januari – April 2016 a. Pengumpulan bahan berupa Hasil Kesepakatan dalam

Sidang Komisi Rakernas BKPRN 2015

Januari 2016 b. Penyusunan rancangan awal Agenda Kerja BKPRN

2016-2017

Januari – Februari 2016 c. Pembahasan rancangan Agenda Kerja BKPRN 2016 –

2017 dalam forum teknis BKPRN (Eselon III)

Februari – Maret 2016 d. Pembahasan dan penyepakatan Agenda Kerja BKPRN

2016 – 2017 melalui forum BKPRN tingkat Eselon I dan II

April 2016

2. Penyusunan Rencana Kerja Sekretariat BKPRN 2016 Januari – Februari 2016 a. Penyusunan draft Rencana Kerja Sekretariat BKPRN

2016

Januari 2016 b. Pembahasan draft Rencana Kerja Sekretariat BKPRN

2016

Januari – Februari 2016 c. Finalisasi Rencana Kerja Sekretariat BKPRN 2-16 Februari 2016

3. Penyusunan Laporan

a. Laporan Kegiatan BKPRN Semester 2 Tahun 2015 Maret – April 2016 b. Laporan Kegiatan BKPRN Semester 1 Tahun 2016 Januari – Juni 2016 c. Laporan Koordinasi Strategis BKPRN Semester 1 Tahun

2016

Januari Juni 2016 4. Kegiatan Fasilitasi

a. Fasilitasi Pengawalan Penyelesaian Revisi Permendagri No. 28 Tahun 2003

Januari – Februari 2016

b. Fasilitasi Pengawalan Penyelesaian dan

Penetapan RDTR Kawasan Industri Prioritas (KIP) dan Sekitarnya

Juli – Desember 2016

c. Fasilitasi Pengawalan Implementasi UU No. 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)

Juni – Desember 2016

d. Fasilitasi Pengawalan Penyelarasan Penyerasian dan Penyeimbangan Matra Darat (RTRW) dan Matra Laut (RZWP3K)

Agustus – Desember 2016

e. Fasilitasi Pengawalan Reformulasi dan Restrukturisasi BKPRN

Januari – Desember 2016

(24)

No. Kegiatan Waktu Pelaksanaan 5. Rakereg BKPRN

a. Keikutsertaan dalam Rekereg September 2016 6. Kehumasan

a. Pemeliharaan dan Pengembangan Sistem Informasi

Januari – Desember 2016

b. Keikutsertaan dalam pameran dan forum-forum tata ruang

(25)

BAB 3

PENGUMPULAN, PENYUSUNAN DAN PENETAPAN BAHAN, DATA,

DAN INFORMASI DALAM RANGKA KOORDINASI PENATAAN RUANG

NASIONAL

3.1. Penyusunan, Penetapan, dan Pemantauan Implementasi Peraturan Perundang-Undangan dan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) BIdang Penataan Ruang

Sepanjang semester I Tahun 2016, kegiatan Penyusunan, Penetapan, dan Pemantauan NSPK dan Peraturan Perundangan Bidang Penataan Ruang diantaranya difokuskan pada penyusunan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Percepatan Penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi, serta penyusunan NSPK lainnya. 3.1.1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

a. Tindak Lanjut Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perubahan PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

Rapat diselenggarakan untuk melakukan pembahasan tindak lanjut penyusunan RPP tentang perubahan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (PP RTRWN). PP RTRWN dianggap perlu disesuaikan dengan perkembangan permasalahan multidimensi dan perkembangan kebijakan serta isu-isu strategis nasional. Proses penyusunan RPP tentang Perubahan atas PP RTRWN sudah melalui berbagai tahapan pembahasan dengan berbagai stakeholders hingga substansinya dianggap sudah komprehensif.

RPP RTRWN telah diintegrasikan dengan Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 dan Perpres No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Idealnya, Revisi RTRWN harus dapat diselesaikan selama 6 (enam) bulan setelah RPJMN telah ditetapkan. RTRWN akan menjadi payung hukum penggunaan ruang untuk kegiatan strategis dalam RPJMN 2015-2019 dan proyek strategis nasional, karena sebagian besar belum diakomodir dalam RTRW Provinsi/Kab/Kota. Akan tetapi, kegiatan Reklamasi Teluk Jakarta tidak diakomodir dalam RPP RTRWN, melainkan dalam Revisi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur.

Selanjutnya, PP RTRWN ini akan ditetapkan oleh Kementerian ATR/BPN sehingga Pemda dapat segera mengintegrasikannya ke dalam RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota. Di dalam PP RTRWN, Kabupaten Wakatobi di Provinsi Sulawesi Tenggara akan

(26)

penetapan tersebut, dalam RPP RTRWN Bandara Matohara (Wakatobi, Sulawesi Tenggara) ditetapkan sebagai Bandara Pengumpul Tersier.

Sebagai tindak lanjut dari rapat ini adalah penyampaian Rancangan PP tentang Perubahan atas PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN kepada Presiden Republik Indonesia dan diharapkan pada akhir bulan Mei 2016 dapat ditetapkan.

b. Pembelajaran Implementasi UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Pertemuan dilaksanakan dalam rangka mendalami implementasi UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di daerah meliputi perencanaan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang serta untuk mendapatkan input jika nantinya dilaksanakan revisi UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang. Dalam pertemuan tersebut terdapat 3 (tiga) pokok pembahasan, yaitu:

1) Perencanaan Tata Ruang

 Konstelasi hirarki penataan ruang

RTR Kawasan Strategis Provinsi (KSP) sulit diimplementasikan secara efektif. RTR KSP hanya berisi arahan dan tidak dapat dijadikan acuan dalam pengendalian pemanfaatan ruang maupun instrumen perizinan.

 Integrasi matra darat dan matra laut

Belum terintegrasinya matra darat dan matra laut antara RTRW Provinsi dengan RZWP3K karena skala yang digunakan berbeda. Contohnya pada Pengaturan kawasan pesisir dalam Perpres KSN Sarbagita.

 Kebijakan pusat dan rencana sektoral mempengaruhi proses penyusunan RTRW, faktor investasi, kebijakan politis daerah

- Kebijakan Presiden (RPJMN) dan Kepala Daerah (RPJMD) seringkali tidak sinkron dengan indikasi program yang ada di RTRW. Akibatnya implementasi indikasi program dalam RTRW sulit untuk didanai baik dari APBN maupun APBD.

- Nawacita dan RPJMN 2015-2019 diharapkan dapat diakomodir di dalam RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota agar dapat diberikan izin pembangunannya. Namun hingga saat ini, Pemerintah Daerah belum memiliki acuan berupa Pedoman Peninjauan Kembali (PK) dan Revisi yang sifatnya percepatan. Mekanisme PK dan Revisi sama seperti ketika menyusun Perda, sehingga memakan waktu dan proses yang panjang.

(27)

- Belum adanya mekanisme insentif dan disinsentif yang efektif (terutama untuk perlindungan lahan sawah).

- Belum adanya Norma Standar Prosedur Kritera (NSPK) Penyusunan RTR KSP/Kab/Kota.

 Saran dan masukan

- Rencana Tata Ruang (RTR) dan Rencana Pembangunan (RP) sebaiknya tersinkronisasi, sehingga RTR dapat menjadi panglima dalam pembangunan. - RTR KSP perlu ditinjau kembali mengingat dalam implementasinya kurang

efektif.

2) Pengendalian Pemanfaatan Ruang

 Kondisi eksisting pengendalian pemanfaatan ruang di daerah

- Masih terdapatnya konflik antara pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan RTRW padahal RTRW seharusnya sudah merupakan dokumen

consensus.

- UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sudah mengatur penguatan

law enforcement pengendalian pemanfaatan ruang yang meliputi insentif,

disinsentif, perizinan, sanksi dan peraturan zonasi.

- Implementasi di lapangan masih sulit membedakan antara “sanksi” dan disinsentif.

- Proporsi pembinaan belum optimal (koordinasi, bimtek, penyebarluasan informasi, pendidikan, pelibatan masyarakat, sistem informasi, pelatihan dll) belum menjadi prioritas untuk dilaksanakan sehingga belum optimal.

- Belum jelas mana yang akan dijadikan acuan, antara RTR atau RP.

- Pengendalian pemanfaatan ruang belum berjalan efektif sehingga belum mampu mencegah potensi ekternalitas negatif.

 Kebijakan pusat dan rencana sektor yang mempengaruhi pengendalian pemanfaaatan ruang di daerah

Salah satu tahap dalam pengendalian pemanfaatan ruang yaitu pada proses pra pembangunan yaitu melihat kesesuaian dengan RTR dalam mekanisme penerbitan izin. Terlebih mekanisme PK dan revisi masih memakan waktu yang lama dan proses yang tidak mudah.

 Kendala yang dihadapi dalam pengendalian pemanfaatan ruang

- Kelembagaan: Perlu pembagian kewenangan yang lebih jelas karena tata ruang sangat strategis dan melibatkan berbagai stakeholder

- SDM: Kapasitas terbatas

- NSPK: Belum seluruh NSPK disusun (baru 20% dari 80 NSPK yang diamanatkan oleh UU 26/2007 tentang Penataan Ruang) dan terdapat NSPK yang saling bertentangan (Permendagri dan Permen PU yang mengatur RTH)

(28)

- Pendanaan: Untuk meningkatkan kualitas RTR perlu ditunjang pemetaan yang baik sehingga membutuhkan dana yang tidak sedikit.

 Saran dan masukan

- Perlu pelibatan masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang - Penguatan kelembagaan (BKPRN dan BKPRD) dan stakeholder terkait

- Perlu perangkat hukum untuk mendukung operasionalisasi kelembagaan peraturan zonasi.

- Perlunya mengakomodasi nilai kearifan lokal dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

- Perlunya pengembangan sistem informasi pengendalian pemanfaatan ruang beserta mekanismenya.

- Perlu disusun NSPK Pengendalian Pemanfaatan Ruang seperti yang diamanatkan UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

- Perlu peningkatan kapasitas SDM yang terlibat dalam penyelenggaraan penataan ruang

- Perlu sertifikasi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Pedoman PPNS Penataan Ruang

3) Studi Kasus Taman Ayung (Subak), Bali

Beberapa pembelajaran yang dapat diperoleh antara lain:

 Nilai kearifan lingkungan yang hidup dalam masyarakat (living culture), yang dipegang teguh dan dijalankan secara taat oleh masyarakat pendukungnya terbukti mampu menjaga kelestarian lingkungan

 Penataan ruang memiliki peran penting sebagai instrumen untuk melindungi dan mengembangkan kawasan pusaka melalui penetapan kawasan cagar budaya dan kawasan strategis sosial budaya baik pada tingkat nasional, tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota

 Model pengelolaan kawasan pusaka berkelanjutan ini dapat digunakan sebagai sebuah pendekatan dalam melakukan pengelolaan kawasan pusaka dan memiliki potensi untuk diterapkan pada kawasan dengan karakteristik tertentu.

3.1.2. Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan Kabupaten/Kota a. Percepatan Penyelesaian Perda RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota se-Sumatera

(29)

Provinsi Sumatera Utara. Dari total 34 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, 20 telah menetapkan Perda RTRW (sisa 13 kabupaten/kota belum menetapkan).

Beberapa hal perlu menjadi perhatian, seperti terbitnya Permendagri No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Evaluasi Raperda tentang RTR Daerah sebagai Revisi dari Permendagri No. 28 Tahun 2008. Terdapat beberapa hal baru dalam Permendagri tersebut antara lain terkait: (1) Evaluasi RZWP3K, dan (2) Konsultasi provinsi pada saat pelaksanaan evaluasi Raperda RTR Kab/Kota, terutama apabila terkait kebijakan nasional (sesuai Pasal 245 ayat (4) Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah).

Raperda RTRW Provinsi Sumatera Utara saat ini sedang tahap akan diajukan ke DPRD Provinsi, dan kemudian akan disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri untuk dievaluasi, dengan target akan diperdakan pada Bulan Juni 2016. RTRW Provinsi Sumatera Utara ini sudah masuk radar KPK Provinsi karena sudah 3-4 tahun belum diperdakan.

Isu terkait belum ditetapkannya Perda RTRW Kabupaten/Kota adalah kurang setujunya beberapa Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan SK Menhut untuk Provinsi Sumatera Utara (SK 579/2014 yang menggantikan SK 44/2005) yaitu Kabupaten Nias Selatan (78% wilayah merupakan kawasan hutan, dimana Pulau Simu yang merupakan pulau terluar 100% kawasan lindung) dan Kabupaten Pakpak Bharat (hanya 17% dari luas wilayah yang merupakan kawasan permukiman). Namun Nias Selatan telah menetapkan Perda dan Pakpak Bharat sedang evaluasi Raperda di provinsi. 3 (tiga) kabupaten yang sebelumnya tidak tidak setuju dengan SK Menhut tersebut (Tapanuli Utara, Toba Samosir, dan Humbang Hasundutan) dan sebelumnya tidak mau menandatangani kesepakatan, saat ini telah setuju.

Kementerian ATR/BPN menyatakan bagi daerah yang proses persetujuan substansinya sudah lama dan belum diperdakan, agar menyampaikan persandingan perubahan dari hasil persub dengan kondisi saat ini kepada Kementerian ATR/BPN, dan apabila diperlukan akan dibahas lagi dalam forum BKPRN. Sementara bagi yang penetapan perda-nya terkendala masalah teknis, akan difasilitasi dengan tenaga ahli (GIS, dll). Sebagai tindak lanjut, Kemenko Bidang Perekonomian akan melakukan FGD serupa di Provinsi yang belum menetapkan perda, yaitu Provinsi Riau, dengan mengundang Bappenas sebagai narasumber.

b. Peninjauan Kembali RTRW Provinsi DKI Jakarta

Rapat ini dilatarbelakangi berdasarkan Surat Gubernur DKI Jakarta kepada Menko Perekonomian tanggal 27 Mei 2016 tentang permohonan arahan PK RTRW dan RDTR Provinsi DKI Jakarta, utamanya untuk memasukkan trase jalur kereta cepat ke dalam RTR (sesuai dengan amanat Perpres No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan Surat Menteri Perhubungan tanggal 28

(30)

Januari 2016 yang menghimbau pengintegrasian trase tersebut ke dalam RTRW Provinsi DKI Jakarta selambatnya 12 Agustus 2016).

Proyek pembangunan kereta api cepat telah mendapatkan izin lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), dengan sebelumnya didahului oleh pernyataan dari Gubernur Jawa Barat dan DKI Jakarta yang memastikan bahwa rencana pengembangan kereta api cepat ini diakomodir dalam RTR. Rencana besar dari Kementerian LHK adalah tidak ada lagi AMDAL, hanya ada KLHS. Adapun AMDAL diintegrasikan ke dalam Peraturan Zonasi (PZ). Saat ini tengah dilakukan pilot project untuk mewujudkan rencana tersebut dengan studi kasus RDTR dan PZ DKI Jakarta. Kementerian LHK saat ini tengah menyusun Permen LHK tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) yang nantinya akan dijabarkan ke dalam Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi yang kemudian diharapkan dpat diintegrasikan ke dalam RTRW. Untuk optimalisasi luasan kawasan hutan, akan dibentuk forest management unit (Kesatuan Pengelolaan Hutan – KPH).

Terkait dengan peninjauan kembali (PK) RTR, Kementerian ATR/BPN menginformasikan posisi saat ini masih di Biro Hukum Kementerian ATR/BPN. Pengaturan PK dalam pedoman tersebut secara garis besar sebagai berikut:

 PK dilakukan pada tahun kelima dari ditetapkannya RTRW;

 PK hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun kecuali terdapat 3 kondisi seperti yang dijelaskan dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

 Setiap tahunnya RTR akan ditinjau (monitoring dan evaluasi) untuk mengetahui kesesuaian rencana dengan implementasi di lapangan, sekaligus juga unuk memprediksi dan mengantisipasi pembangunan atas perubahan-perubahan yang terjadi dan akan diakumulasi pada tahun kelima sebagai bahan rujukan PK.

 PK akan menghasilkan keputusan revisi (sebagian amandemen atau menyeluruh) atau tidak revisi.

 Rencana pembangunan, termasuk di dalamnya kebijakan nasional akan diakomodir dalam RTR pada saat PK. Dengan kata lain tidak dapat dilakukan sebelum tahun kelima dari penetapan RTR seperti yang dinyatakan dalam Permendagri No. 13 Tahun 2016 tentang Evaluasi Raperda RTR serta SE Menko Perekonomian tentang PK dan Revisi RTRW.

 Akan dibentuk tim PK yang akan melakukan penilaian dan memutuskan hasil PK.  Terkait dengan metode penentuan revisi atau tidak revisi masih dalam pembahasan

(31)

membutuhkan waktu yang lebih lama). Diusulkan untuk memberi ruang dalam RTRW agar PK dapat dilakukan sebelum tahun kelima dari penetapan RTRW, dengan catatan hanya untuk mengakomodir hal-hal yang bersifat strategis (seperti kebijakan nasional) dan tidak untuk tujuan pemutihan. Oleh karena itu diperlukan penyusunan kriteria-kriteria apa saja yang dikategorikan sebagai hal-hal strategis tersebut.

Sehubungan dengan one plan policy, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengutarakan bahwa perlu diatur mekanisme integrasi RZWP3K dan RTRW mengingat terdapat perbedaan diantaranya hierarki rencana, pengaturan/pembagian zona dalam rencana, dan metode analisis. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berharap agar RTRW kedepannya dapat mengakomodir kedua perbedaan ini, tanpa memberatkan pengaturan salah satu matra. Terkait dengan hal tersebut, KKP menginformasikan muatan apa saja yang perlu dimasukkan ke dalam pedoman penyusunan RTRW yang saat ini tengah di-review oleh Kementerian ATR/BPN.

Kementerian ATR/BPN menginformasikan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga mengirimkan surat kepada Menteri ATR/Kepala BPN yang berisi permohonan untuk mengakomodir pantura serta izin-izin pembangunan yang tertunda ke dalam RTR dan RDTR DKI Jakarta. Sehubungan dengan hal ini, Kementerian ATR/BPN menegaskan bahwa PK tidak dimaksudkan untuk pemutihan,

Sebagai tindak lanjut, Kemenko Bidang Perekonomian akan membalas surat Gubernur DKI Jakarta dengan pernyataan bahwa boleh saja dilakukan peninjauan kembali asal sesuai dengan peraturan perundangan yang telah ditetapkan.

3.1.3. Peraturan Perundangan Lain dan NSPK

a. Penyusunan Rancangan Peraturan Presiden tentang Percepatan Penetapan Lahan Sawah Berkelanjutan dan Penundaan Alih Fungsi Lahan Sawah

Rapat ini diselenggarakan untuk membahas penyusunan Rancangan Perpres Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).

Beberapa hal yang disampaikan dalam rapat antara lain:

 Penyediaan data dan informasi geospasial: 1) Perlu dilakukan pembagian tugas antara Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Kementan (wali data One Map Policy

(OMP)) dalam penyediaan data dan informasi geospasial pertanian; 2)

Berdasarkan UU 4/2011 tentang Informasi Geospasial menyatakan bahwa BIG hanya berkewenangan untuk memverifikasi dan memvalidasi berdasarkan Rupa Bumi Indonesia (RBI), sedangkan peta tematik menjadi tanggung jawab K/L terkait; 3) Perlu Peraturan Bersama antara Kepala BIG dan Mentan dalam memperjelas pembagian tugas; 4) Bekerja sama dengan LAPAN dalam penyediaan citra satelit; 5) Perlu penetapan terkait skala peta yang akan dihasilkan, diusulkan untuk minimal 1:10.000 agar bisa menggambarkan informasi per persil; 6) BIG

(32)

 Penetapan sawah dalam rencana tata ruang: 1) Diusulkan untuk ditetapkan di rencana rinci tata ruang kabupaten/kota; 2) Pengintegrasian di dalam RTRW Kabupaten dilakukan dengan peta skala 1: 50.000 dan RTRW Kota dilakukan dengan peta 1:25.000; 3) Pengintegrasian peta lahan sawah berkelanjutan di kawasan perdesaan dan perkotaan yang merupakan bagian dari wilayah kabupaten pada skala minimal 1:10.000 (aturan tersebut diamanatkan dalam PP No. 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta);

 Target: 1) Perlu ditetapkan kerangka waktu, periodisasi dan rencana aksi sebagai upaya percepatan penetapan sawah; 2) Penetapan target memudahkan dalam proses monev pencapaian percepatan perpres;

 Definisi: Obyek hukum dalam Rperpres ini yaitu sawah padahal jika merujuk pada UU 41/2009 tentang LP2B tidak hanya membatasi untuk sawah, selain itu penetapan definisi juga menjadi acuan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan;

 Kriteria penetapan: Perlu ditambahkan analisis kebutuhan pangan daerah;

 Moratorium: Ada pengecualian yang menyebutkan bahwa moratorium tidak berlaku jika untuk kepentingan umum;

 Insentif: Pasal 18 RPerpres seharusnya bukan menyusun PP tapi Permentan yang mengatur prosedur dan proses pemberian insentif bagi pemilik lahan LP2B.

Berdasarkan hasil rapat, penyusunan Rancangan Perpres Percepatan Penetapan Lahan Sawah Berkelanjutan dan Penundaan Alih Fungsi Lahan masih perlu perbaikan terkait: 1) Definisi obyek hukum yang diatur;

2) Pembagian kewenangan dalam penyediaan data dan informasi geospasial pertanian;

3) Penetapan lahan sawah dalam rencana tata ruang seharusnya dimasukkan ke dalam rencana rinci tata ruang kabupaten/kota dan penggunaan peta lahan sawah untuk RTRW Kabupaten/Kota perlu diselaraskan dengan ketentuan pada PP No. 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Tata Ruang;

4) Penetapan kerangka waktu, target, dan rencana aksi sebagai alat kontrol pencapaian percepatan penetapan lahan sawah;

5) Perpres ini tidak dapat mengamanatkan penyusunan PP mengingat kedudukannya di bawah PP; dan

6) Perlu diamanatkan untuk disusun Permentan sebagai acuan prosedur pemberian insentif kepada pemilik lahan LP2B.

(33)

sebagai acuan dalam penyelesaian konflik tata ruang. Dalam pembahasan terdapat beberapa poin penting, seperti:

1) Belum adanya penyepakatan substansi i) Penggambaran informasi Rencana Tata Ruang dan Standar Pemakaian Nomenklatur dan ii) Tingkat kedetailan informasi rencana tata ruang. Perbaikan/penyempurnaan panduan penyusunan dokumen RTRW Provinsi/Kabupaten/ Kota perlu dilakukan;

2) Kualitas Peta dalam RTRW maupun RDTR banyak yang belum sesuai dengan standar BIG. BIG juga memiliki keterbatasan jumlah SDM dalam memberikan asistensi ke daerah. Meskipun demikian BIG telah berupaya mencari solusi dengan membuka jalur asistensi melalui web dan pemberdayaan BKPRD serta Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial (PPIDS) di daerah untuk membantu proses asistensi peta tata ruang namun;

3) Integrasi data spasial/peta tata ruang tidak dapat dilakukan, BIG hanya melakukan integrasi pada level hulu (peta dasar) belum sampai pada peta tematik sehingga tumpang tindih informasi spasial pun belum dapat diketahui.

4) “Fatwa BKPRN” seringkali digunakan untuk menyelesaikan konflik penataan ruang, meskipun belum ada landasan hukum sejauh mana fatwa BKPRN dapat menyelesaikan permasalahan konflik tata ruang;

5) Penerbitan Permendagri No. 13/2016 tentang Mekanisme Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Daerah sebagai pengganti Permendagri No. 28/2008, yaitu:

- Terdapat klausul yang menyebutkan bahwa PK dan Revisi RTRW dapat dilakukan sebelum 5 tahun jika terdapat kebijakan nasional. Hal ini dikarenakan banyak sekali program dan kegiatan dalam RPJMN 2015-2019 yang belum terakomodir di RTR, sehingga tidak dapat diberikan izin (izin prinsip maupun lokasi) oleh Pemda maupun disusun AMDAL-nya;

- Perda yang proses evaluasinya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat sebelum ditetapkan oleh Gubernur hanya untuk Perda Provinsi yang bersifat preventif (RPJPD, RPJMD, APBD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Tata Ruang Daerah);

- Perbaikan database Peraturan Daerah di Kementerian Dalam Negeri dilakukan dengan memberikan nomor Perda sehingga dokumentasi menjadi lebih baik.

Pada rapat tersebut, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas memberikan beberapa masukan, yaitu:

1) Proses PK dan Revisi RTRW sebelum 5 tahun didukung selama hanya memuat hal-hal yang menjadi kebijakan nasional (RPMN 2015-2019);

2) Perlu dibedakan antara mekanisme revisi dan mekanisme amandemen (perubahan <20%), sehingga bisa menjadi terobosan percepatan pembangunan;

(34)

4) Koridor penyelesaian konflik harus diperjelas (penyelesaian di tingkat BKPRD atau di tingkat BKPRN), seringkali konflik yang merupakan ranah kewenangan Pemda dibawa ke level nasional;

5) Penyepakatan penggunaan azas dominasi (skala peta), karena seringkali multitafsir; dan

6) Penjelasan kewenangan pengaturan dari fatwa BKPRN.

Sebagai kesimpulan, NSPK Konflik Penataan Ruang diperlukan untuk memperjelas mekanisme dalam penyelesaian konflik tata ruang. Namun demikian, pembahasan yang dilakukan dalam rapat masih sebatas pada perbaikan pengaturan dalam NSPK Penyusunan RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota yang sifatnya justru preventif (bukan untuk Perda RTRW yang telah disahkan).

Selain itu, terdapat beberapa hal yang seharusnya masuk ke dalam NSPK Penyelesaian Konflik Tata Ruang seperti mekanisme revisi dan amandemen perda RTRW, kriteria kebijakan nasional yang perlu diakomodir, koridor kewenangan penyelesaian konflik (pembagian antara BKPRD dan BKPRN) dan penyepakatan penggunaan azas dominasi. Selanjutnya, akan dilakukan koordinasi dengan Kementerian ATR/BPN terutama dalam perbaikan NSPK Penyusunan RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota.

3.1.4. Penyiapan Informasi Geospasial atau Perpetaan Bidang Tata Ruang a. Penyiapan Peta Skala Besar untuk Penyusunan RDTR Tahun 2016

Rapat penyiapan peta skala besar untuk penyusunan RDTR Tahun 2016 bertujuan untuk menetapkan target penyediaan peta skala besar untuk penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Tahun 2016. Dalam rapat, Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah, Kementerian ATR/BPN menyampaikan beberapa hal:

a. Terdapat rencana alokasi Tahun Anggaran 2015 untuk penyediaan foto udara (sebesar Rp 1 Milyar) di Kota Jambi, Bitung, dan Pare-pare, namun tidak jadi dilakukan karena BIG sudah memiliki data peta dasar skala 1:10.000 akan tetapi dengan kualitas dari data tersebut seperti skala 1:5000;

b. Terdapat rencana alokasi Tahun anggaran 2015 sebesar 100 Milyar, namun yang terlaksana hanya 3 paket yaitu di Kota Malang, Kediri, dan Madiun; dan

c. Telah disusun data target penyusunan RDTR Tahun 2016 per pulau (masih dalam bentuk tabular, belum data Area of Interest (AOI)).

(35)

pembuatan peta dasar untuk pengusunan RDTR di 3 lokasi, yaitu Kota Malang, Kota Kediri dan Kota Madiun dengan luas 40.933 Ha.

c. Rendahnya realisasi baik anggaran ataupun fisiknya dikarenakan keterbatasan waktu dan data dasar untuk memproduksi peta tersebut.

d. Rencana Tahun 2016

 Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar memiliki anggaran pembuatan peta dasar RDTR skala 1:5.000 sebesarRp. 63.094.880.000 di 29 paket lokasi.

 1 paket lokasi hasil perekaman foto udara pada tahun 2015 (Kediri, Madiun, dan Malang) menjadi prioritas utama.

 28 lokasi selanjutnya diharapkan akan ditentukan pada rapat hari ini.

Pusat Pemetaan Rupabumi Skala Besar, Badan Informasi Geospasial menyampaikan: a. Kegiatan Tahun 2015 Penyediaan Foto Udara skala 1:5.000, Penyedian Lidar skala 1:

5.000, Penyediaan Citra skala 1:25.000, penyediaan Citra Resolusi Tinggi skala 1:5000 di seluruh wilayah Indonesia (hampir setengah luas daratan Indonesia), kegiatan Ground Control Process (GCP);

b. Status Peta RBI skala 1:5.000 hingga 31 Desember 2015 adalah 590 dari 379.012 Nomor Lembar Peta (NLP);

c. Permasalahan:

 Adanya draft Standar Biaya Penyelenggaraan Informasi Geospasial yang baru, membuat biaya penyelenggaraan Informasi Geospasial mengalami kenaikan dibanding 2015 (kembali ke level biaya s/d 2014). Akibatnya volume yang ada di RKP kemungkinan besar tidak akan tercapai apabila standar biaya yang baru ini diterapkan

 Perlunya revisi untuk menambah alokasi Perjalanan Dinas yang akan digunakan untuk pengukuran (GCP) secara swakelola.

d. Rencana Pekerjaan Tahun Anggaran 2016

 Penyelenggaraan Citra Tegak Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi (CSRT) (pengukuran GCP dan proses orthorektifikasi) dengan anggaran sebesar 6 M dengan prioritas lokasi di Kawasan RDTR (masukan ATR/BPN) dan 5.000 desa mandiri

 Pemetaan RBI skala 1:5.000 dengan anggaran 63,6 M, target RKP 2016 750 NLP, lokasi: Ambon-Sofifi; Mandor; Tanggamus; Samarinda-Tarakan-Tj. Selor; Jayapura-Biak; Kabupaten Bogor

 Akuisisi Data Foto Udara Digital dengan anggaran 37,8 , target RKP 2016 2000 km2 (target realisasi 4063 km2), fokus ke penyediaan data foto udara untuk penyusunan RDTR (Jawa Bagian Barat) dan penyediaan foto udara untuk wilayah Kota Baru; Tanjung Selor yang belum diakuisisi; Sintang; dan Banjar

(36)

Beberapa poin diskusi dalam rapat:

 CSRT skala 1:5.000 sudah selesai untuk setengah wilayah Indonesia, sebaiknya fokus utama kegiatan ke depan adalah mempercepat proses GCP;

 Ke depan perlu kerjasama yang lebih baik lagi antara BIG dan Kementerian ATR/BPN agar kegiatan penyediaan peta dasar skala besar untuk penyusunan RDTR tidak tumpang tindih;

 Hambatan asap dan awan dalam foto udara perlu dipikirkan, bagaimana permasalahan ini harus diselesaikan;

 Terkait amanat UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengenai pengalihan kewenangan perbatasan menjadi kewenangan pusat, maka sebaiknya penyediaan peta skala besar dapat dilakukan di wilayah perbatasan Papua dan Kalimantan disediakan oleh Pemerintah;

 Target jumlah lokasi yang akan disediakan peta dasar skala besarnya perlu dipertimbangkan dengan alokasi anggaran yang tersedia di Tahun 2016;

 Diharapkan kegiatan rapat koordinasi Penyediaan Peta Skala Besar untuk Penyusunan RDTR Tahun 2016 dapat menghasilkan Grand Design penyelesaian target penyusunan data spasial RDTR Tahun 2016-2019;

 Perlu dilakukan evaluasi penyediaan peta skala besar 1: 5.000 untuk penyusunan RDTR Tahun 2015, apabila wilayah perkotaan sudah tersedia CSRT-nya, maka ke depan fokus pada kegiatan GCP. Perlu pembagian tugas yang jelas antara BIG dan Kementerian ATR/BPN untuk kegiatan GCP; dan

 Perlu kesepakatan lokasi yang menjadi prioritas penyediaan peta dasar skala besar (mana yang akan dikerjakan oleh Kementerian ATR/BPN dan mana yang akan dikerjakan oleh BIG).

Kesimpulan dari rapat tersebut, Tahun 2016-2017 akan difokuskan pada penyediaan unsur-unsur peta dasar untuk RDTR. Kementerian ATR/BPN dan BIG akan melakukan pembagian tugas untuk kegiatan GCP. Selanjutnya, akan diadakan rapat lanjutan untuk penentuan lokasi prioritas penyusunan peta dasar skala besar 1:5.000 tahun 2016 yang disesuaikan dengan pendanaan Tahun 2016.

Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah, Kementerian ATR/BPN akan menyiapkan data AOI (dalam format .shp) untuk lokasi prioritas penyusunan RDTR Tahun 2016.

Pusat Pemetaan Rupa bumi Skala Besar, BIG dan Direktorat Pemetaan Dasar, Ditjen Infrastruktu rdan Keagrariaan, Kementerian ATR/BPN akan menyiapkan lokasi-lokasi (dalam

(37)

b. Rapat Koordinasi Lanjutan Penyediaan Peta Skala Besar untuk Penyusunan RDTR Tahun 2016

Rapat ini dilakukan sebagai tindak lanjut Rapat pada tanggal 11 Januari 2016 dengan tujuan utama untuk menetapkan target penyediaan peta skala besar untuk penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Tahun 2016-2017. Dalam rapat 11 Januari 2016 disepakati bahwa:

a. Fokus 2016-2017 adalah penyediaan seluruh data dasar untuk RDTR

b. Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah, Kementerian ATR/BPN akan melakukan review spasial kebutuhan daerah untuk peta dasar skala besar 2016 dan 2017

c. Rencana pembagian tugas kegiatan GCP, sesuai dengan ketersediaan anggaran antara Direktorat Pemetaan Dasar, Ditjen Infrastruktur dan Keagrariaan,

Kementerian ATR/BPN dan Pusat Pemetaan Rupabumi Skala Besar, Badan Informasi Geospasial (BIG).

Dalam rapat terdapat beberapa poin penting, yaitu

 Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah, Kementerian ATR/BPN telah melakukan rekapitulasi dalam format .shp lokasi prioritas penyusunan RDTR Tahun 2016-2017, akan tetapi belum semua lokasi dipetakan (akan dilengkapi dalam 1-2 minggu ke depan). Lokasi yang belum dipetakan ke dalam format .shp: Wilayah Pulau Jawa kecuali Provinsi Banten dan Jawa Tengah, Pulau Papua, Kepulauan Maluku, dan Provinsi NTT. Setelah rapat tanggal 11 Januari 2016, terdapat perubahan list tabular lokasi prioritas

penyusunan RDTR karena mendapatkan konfirmasi (update) dari Sub Direktorat Pembinaan Daerah (Binda)

 Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas, BIG telah melakukan kegiatan rekapitulasi progress verifikasi peta RDTR yang telah dan sedang dilakukan oleh Pusat dan Daerah hingga Januari 2016, namun belum seluruhnya selesai

dilakukan.Rekapitulasi telah dilengkapi dengan data status asistensi perpetaan tata ruang.

 Pada Tahun 2016 Pusat Pemetaan Rupabumi Skala Besar, BIG akan melakukan kegiatan GCP yang maksimal dilakukan di 1350 titik dan proses pelaksanaannya melalui kegiatan swakelola.

 Direktorat Pemetaan Dasar, Ditjen Infrastruktur dan Keagrariaan, Kementerian ATR/BPN memiliki 29 paket lokasi untuk kegiatan GCP pada tahun 2016. Ke-29 paket lokasi tersebut harus sudah ditentukan lokasinya di minggu ketiga Bulan Januari karena pada awal bulan Februari akan dilakukan proses lelang.

(38)

 Perlu memikirkan kebutuhan penyediaan peta skala besar 1:5000 prioritas nasional untuk penyusunan RDTR di sekitar Kawasan Industri (KI), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Pariwisata, dan Kawasan Perbatasan  Perlu dipastikan bahwa data rekapitulasi dalam format .shp lokasi prioritas

penyusunan RDTR Tahun 2016-2017 bukan yang sedang atau sudah menyusun RDTR, tetapi yang akan menyusun RDTR. Informasi ini dibutuhkan agar tidak

overlapping.

 Perlu ada kesepakatan apakah sebaiknya Area of Interest (AOI) ditetapkan berdasarkan batas administratif atau batas wilayah perencanaan

 Kegiatan asistensi perpetaan yang dilakukan belum termasuk integrasi spasial kegiatan Nawacita/RPJMN 2015-2019. Sebaiknya data spasial Nawacita/RPJMN 2015-2019 Bappenas disampaikan juga ke BIG.

 Pertemuan untuk pemantauan kegiatan triwulanan perlu dilakukan, Bappenas akan memfasilitasi kegiatan, namun materi akan tetap dikoordinatori oleh BIG.  Perlu dikembangkan sistem informasi antar K/L dan daerah. Sistem informasi

mencakup informasi:status penyediaan peta dasar; status penyusunan RDTR; tata cara Daerah untuk pengambilan data peta dasar; dan Contact Person yang dapat dihubungi.

Berikut merupakan kesimpulan dan tindak lanjut rapat:

1. Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah, Kementerian ATR/BPN akan menyelesaikan rekapitulasi dalam format .shp lokasi prioritas penyusunan RDTR Tahun 2016-2017 dalam rentang waktu 1-2 minggu ke depan dan dilengkapi dengan status penyelesaian RDTR

2. Direktorat Pemetaan Dasar, Ditjen Infrastruktur dan Keagrariaan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN akan menentukan 29 paket lokasi sesuai dengan data AOI lokasi prioritas dari Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah, Kementerian ATR/BPN yang kemudian akan diajukan ke proses lelang pada awal Februari 2016.

3. Pusat Pemetaan Rupabumi Skala Besar, BIG akan menetapkan 1350 titik untuk kegiatan Ground Control Process (GCP) dan dikoordinasikan dengan Kementerian ATR/BPN

4. Apabila dibutuhkan data dasar skala besar 1:5000 untuk penyusunan RDTR di wilayah Perbatasan, sekitar KEK, sekitar KI, dan sekitar Kawasan Pariwisata sesuai Nawacita/RPJMN 2015-2019, maka akan dianggarkan oleh Pusat

(39)

kesepakatan lokasi prioritas penyediaan peta skala besar 1:5000 untuk penyusunan RDTR Tahun 2016-2017.

6. Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas akan menyampaikan data spasial Nawacita/RPJMN 2015-2019 kepada BIG

c. Penetapan Lokasi Prioritas Penyediaan Peta Skala Besar untuk Penyusunan RDTR Tahun 2016-2017

Rapat kedua mengenai penyediaan peta skala besar untuk RDTR dilaksanakan untuk: i) Menentukan lokasi prioritas penyusunan peta dasar skala 1:5000 untuk penyusunan RDTR di Tahun 2016-2017; dan ii) Menyepakati pembagian tugas antara BIG dan Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar, Kementerian ATR/BPN dalam melakukan kegiatan penyusunan peta dasar skala 1:5000 untuk penyusunan RDTR. Dalam rapat terdapat beberapa poin penting yang disampaikan oleh Kementerian ATR/BPN, yaitu: a. Telah dilakukan penyelesaian rekapitulasi dalam format .shp lokasi prioritas

penyusunan RDTR Tahun 2016-2017. Rekapitulasi yang dilakukan belum berdasarkan cakupan Bagian Wilayah Perencanaan (BWP) RDTR, masih berdasarkan wilayaha dministrasi.

b. Telah dilakukan penyusunan Rencana Lokasi AOI untuk pembuatan peta dasar skala 1:5000 untuk penyusunan RDTR di Tahun 2016

c. Penetapan rencana lokasi tersebut dilakukan berdasarkan:

 AOI prioritas yang telah ditetapkan oleh Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah, Kementerian ATR/BPN;

 Ketersediaan data Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT); dan

 Permohonan pembuatan peta dasar skala 1:5000 untuk penyusunan RDTR dari pemerintah daerah

d. Teridentifikasi 29 lokasi yang akan dibantu penyusunan peta dasar skala 1:5000 untuk RDTR oleh Direktorat Pemetaan Dasar, Ditjen Infrastruktur dan Keagrariaan, Kementerian ATR/BPN.

e. Khusus untuk lokasi Danau Toba, pemilihan dilakukan karena dalam rangka percepatan perwujudan struktur dan pola ruang Kawasan Danau Toba yang telah diatur dalam Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya, serta akan segera terbitnya Peraturan Presiden tentang Badan Otorita Pengelolaan Kawasan Pariwisata Danau Toba, dimana salah satunya diperlukan Peta Dasar untuk RDTR Skala 1:5.000 (Permohonan Plt. Dirjen Tata Ruang melalui Nota dinas No. 77/200/II/2016). Pekerjaan untuk penyusunan peta dasar skala 1:5000 untuk Danau Toba akan dilaksanakan secara Swakelola, rencana akan dimulai di tanggal 7 Maret 2016. Poin-poin yang disampaikan oleh BIG adalah sebagai berikut:

(40)

a. Lokasi penyusunan peta dasar skala 1:5000 untuk RDTR untuk tahun 2016 akan dilakukan di 13 lokasi baik berasal dari digitasi dari data LiDAR, digitasi data dari CSRT, dan stereoplotting data foto udara

b. Rencana lokasi untuk akuisisi data skala 1:5000 Tahun 2016 yang masih harus dikoordinasikan dengan Bappenas.

c. Penentuan Lokasi GCP Tahun Anggaran masih belum dapat ditentukan. Poin-poin penting dalam diskusi adalah sebagai berikut:

a. Perlu bantuan dari BIG dalam proses GCP yang akan dilakukan di Danau Toba pada awal Maret 2016.

b. Penyusunan peta dasar skala besar 1:5000 untuk penyusunan RDTR pada tahun 2016 dianggarkan sebesar 63 Miliar untuk 29 lokasi.

c. Spesifikasi standar pemetaan menggunakan citra tegak yang dilakukan oleh BIG tidak melakukan kegiatan pembangunan monumentasi benchmark.

d. Perlu jawaban dari Bappenas terkait lokasi prioritas nasional yang memerlukan peta dasar skala besar khususnya untuk foto udara, diharapkan surat tersebut dapat terjawab selambatnya Minggu I Bulan Maret.

e. Data CSRT sudah tersimpan dan akan disampaikan kepada Kementerian ATR/BPN, namun untuk data pleiades belum tersimpan di database.

f. Target Kepala BIG yaitu untuk CSRT yang sudah dibeli pada Tahun 2015 (93.600 km2) harus selesai di orthorektifikasi Tahun 2016, dana yang dialokasikan sebesar 6 Miliar. Penyelesaian direncanakan dilakukan selama 6 bulan dengan meningkatkan kapasitas server 2 (dua) kali lipat dan sudah dianggarkan, yang menjadi hambatan besar yaitu proses kegiatan GCP. GCP yang dibutuhkan sebanyak 27.000 titik tanpa titik uji independen.

g. Terdapat kendala dalam melakukan kegiatan GCP yaitu:

 Keterbatasan SDM, diperlukan 75 tim (150 orang) dalam waktu 4 bulan pengerjaan (100 hari kerja)

 Keterbatasan pagu untuk perjalanan dinas di BIG h. Alternatif penyelesaian kendala tersebut yaitu:

 Meminta bantuan kepada Topografi Kodam (Topdam), Angkatan Darat.Terdapat informasi bahwa setiap Kodam memiliki 3-5 GPS dan BIG telah melakukan pendekatan kepada Topdam.Topdam telah bersedia untuk membantu kegiatan GCP di semester I Tahun 2016.

(41)

i. Hasil kesepakatan Rapat BKPRN bahwa penggunaan data CSRT untuk RDTR: i) data 2 tahun untuk urban area yaitu perubahan tata guna lahan relatif cepat; ii) data yang lebih lama (3-4 tahun) untuk wilayah-wilayah dengan kecepatan perubahan tata guna lahan yang lebih lambat.

j. Perlu disusun segera perkiraan kebutuhan anggaran beserta daftar lokasi kegiatan penyusunan peta dasar skala besar 1:5000 untuk penyusunan RDTR Tahun 2017, mengingat saat ini sedang dilakukan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017.

k. Lokasi di sekitar kawasan KEK harus dipenuhi penyediaan peta dasar skala 1:5000 untuk penyusunan RDTR di Tahun 2017.

l. Kawasan Perbatasan juga menjadi prioritas nasional.

m. Tata Ruang Desa masih belum jelas konstelasinya didalam penataan ruang.

n. Kementerian ATR/BPN cq. Sub Direktorat Pembinaan Daerah perlu memetakan daerah mana saja yang telah melakukan kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) penyusunan RDTR dan memberitahukan kepada daerah yang dibuatkan peta dasarnya oleh pemerintah pusat agar tidak terjadi duplikasi anggaran.

o. Telah dilakukan pembahasan untuk menjawab surat BIG terkait lokasi prioritas nasional yang memerlukan peta dasar skala besar 1:5000 khususnya untuk foto udara. Hasil keputusan sementara dari Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Bappenas mengusulkan lokasi dilaksanakan di KEK (Morotai, seluruh Kabupaten Lombok Tengah, dan Kota Palu). Direktorat Pengembangan Wilayah akan menjawab surat tersebut.

p. Bappenas akan menyusun surat rekomendasi kepada Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan terkait revisi dari anggaran pendanaan non perjalanan dinas ke perjalanan dinas di BIG.

q. Dari 29 daftar lokasi dari Kementerian ATR/BPN yang masih harus dikonfirmasi ulang: Kecamatan Kasihan, Perkotaan Mandiraja, Kota Pekalongan, Kecamatan Tanggerang, Kecamatan Batu Ceper, Kecamatan Benda, Kecamatan Ciledug, Kecamatan Curug, Kecamatan Tantakan, Kecamatan Walantaka, dan Perkotaan Pangkajene.

Dalam rapat disepakati beberapa hal:

1. Penyediaan peta skala 1:5000 untuk penyusunan RDTR Tahun 2016 akan dilaksanakan oleh Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim, BIG di 13 lokasi. 2. Penyediaan peta skala 1:5000 untuk penyusunan RDTR Tahun 2016 akan

dilaksanakan oleh Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar, Kementerian ATR/BPN di 29 lokasi.

(42)

dan Atlas, BIG. Apabila setelah dilakukan konfirmasi terdapat lokasi yang tidak layak untuk ditetapkan, maka akan digeser ke lokasi Kawasan Perkotaan Tobelo, Kawasan Perkotaan Kao, dan Kawasan Perkotaan Galela.

b. Pelaksanaan penyediaan peta dasar skala 1:5000 untuk RDTR di kawasan Danau Toba akan dibantu proses GCP dan orthorektifikasinya oleh BIG. Pelaksanaan pekerjaan dijadwalkan pada bulan Maret Tahun 2016.

3. Lokasi akuisisi data skala besar Tahun 2016 yang akan dilaksanakan oleh Pusat Pemetaan Rupa bumi dan Toponim, BIG (Foto Udara): Tanjung Selor (sisa AOI kotabaru); Kuala Tanjung; Mataram; Banda Aceh; dan Lokus KEK (Morotai, Mandalika, Palu). Untuk Banda Aceh dan Mataram akan didiskusikan lebih lanjut dengan program NUDP dan terdapat kemungkinan dialokasikan ke lokasi KEK

4. Lokasi akuisisi data skala besar Tahun 2016 yang akan dilaksanakan oleh Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar, Kementerian ATR/BPN (Foto Udara)

a. Paket I (Seluruh Kota Cirebon, dan sebagian kecil Kabupaten Cirebon)

b. Paket II (Bali: Kota Denpasar, Sebagian Kabupaten Badung, dan sebagian Kabupaten Gianyar)

c. Paket III (Kota Semarang)

5. BIG c.q. Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim akan mengirimkan surat kepada Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar, Kementerian ATR/BPN terkait spesifikasi standar pemetaan menggunakan citra tegak yang dilakukan oleh BIG bahwa dalam proses pelaksanaannya tidak perlu melakukan pembangunan monumentasi benchmark.

6. BIG c.q. Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim akan menuliskan surat kepada Direktorat Pengembangan Wilayah dan Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas terkait kepastian lokasi penyediaan peta dasar skala 1:5000 Tahun 2016 berdasarkan berdasarkan konfirmasi Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas, BIG dan Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar, Kementerian ATR/BPN selambatnya tanggal 3 Maret 2016.

7. Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas, BIG akan melakukan kompilasi data untuk status seluruh kegiatan pemetaan tata ruang yang telah dilakukan termasuk Bimtek yang telah dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah, Kementerian

Gambar

Tabel 1  Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 1 BKPRN  No.  Agenda Kerja BKPRN  Pelaksana  Tahun
Tabel 2  Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 2 BKPRN  No.  Agenda Kerja BKPRN  Pelaksana  Tahun
Tabel 3  Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 3 BKPRN  No.  Agenda Kerja BKPRN  Pelaksana  Tahun
Tabel 4  Kemajuan Pelaksanaan Kegiatan Pokja 4 BKPRN  No.  Agenda Kerja BKPRN  Pelaksana  Tahun
+6

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi pemasok adalah masalah keputusan yang kompleks karena konsep strukturnya relatif sulit, data yang digunakan tidak hanya data kuantitatif tapi juga data kualitatif dan

- Harga atau biaya produksi relatif mahal. - Pada saat film dipertunjukkan, gambar-gambar bergerak terus sehingga tidak semua penonton mampu mengikuti informasi yang

telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) pada

1) Berdo’a atau bersyukur. Berdo’a merupakan ungkapan syukur secara langsung kepada Tuhan. Ungkapan syukur dapat pula diwujudkan dalam relasi atau hubungan seseorang

Bagi investor yang menambahkan modalnya pasti mengharapkan return atau pengembalian dalam bentuk keuntungan. Investor perlu mempergunakan berbagai pertimbangan untuk

serta dalam melakukan akad pembiayaan murabahah kedua belah pihak melakukan negosiasi margin keuntungan dan waktu pembayaran sesuai dengan kesepakatan kedua belah

Sementara itu untuk proses estimasi konsumsi energi pada tahap transportasi dan konstruksi, secara garis besar dilakukan dengan cara menghitung besaran konsumsi

Nilai UN merupakan rata-rata setiap sekolah terhadap masing-masing mata pelajaran dengan sekolah yang peringkat akreditasi A lebih tinggi nilainya dengan sekolah