• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 PERFORMA DAN HETEROSIS PADA PERSILANGAN INTERPOPULASI IKAN LELE PADA TAHAP

PEMBESARAN

Abstrak

Penelitian ini mengevaluasi performa dan heterosis persilangan interpopulasi ikan lele Afrika Clarias gariepinus yang memiliki sejarah introduksi berbeda di Indonesia. Lima populasi introduksi, yaitu populasi Sangkuriang, populasi Mesir, populasi Kenya, populasi Belanda dan populasi Thailand, disilangkan untuk membentuk lima populasi murni dan 20 populasi silangan. Performa dan heterosis dihitung pada bobot tubuh, kelangsungan hidup, biomassa, konversi pakan dan laju pertumbuhan pada tahap pembesaran (lama pemeliharaan 13 minggu). Populasi Belanda betina x Thailand jantan (BT) secara konsisten menunjukkan performa yang lebih baik dibandingkan populasi lainnya, yaitu bobot tubuh (241.39 g) dan kelangsungan hidup (93.67%), biomassa (22.59 kg), konversi pakan (1.01) dan laju pertumbuhan (3.56%). Di antara 20 populasi silangan, hanya populasi BT yang menghasilkan mid-parent dan best-parent heterosis positif pada semua karakter yang diamati. Dibandingkan dengan menggunakan populasi galur murni yang terbaik, populasi BT dapat meningkatkan produksi biomassa hingga 36% dan menurunkan konversi pakan hingga 10%. Sedangkan dibandingkan dengan populasi Sangkuriang, keunggulan populasi BT pada bobot tubuh, kelangsungan hidup, biomassa dan konversi pakan masing-masing adalah 145%, 21%, 202% dan 5.5%. Dari hasil ini menunjukkan potensi pemanfaatan populasi BT dalam produksi akuakultur.

Kata Kunci: Lele Afrika, persilangan interpopulasi, performa, heterosis

Performance and Heterosis of Interpopulation Crossbreeding among Different Introduced History of African Catfish Clarias gariepinus (Burchell) and Implication to Indonesia Aquaculture.

Abstract – This study examined performance and heterosis of interpopulation crossbreed of different introduced history of African catfish Clarias gariepinus in Indonesia. Five populations, namely, Sangkuriang population, Egypt population, Kenya population, Netherlands population and Thailand population, were reciprocally crossbreed to form five purebred and 20 crossbreed populations. Performance and heterosis calculated on body weight, survival, biomass, feed conversion and growth rate at growing up stage (13 weeks rearing). Netherlands female x Thailand male (BT) population achieved consistently better performance than other populations, i.e. body weight (241.39 g), survival (93.67%), biomass (22.59 kg), feed conversion (1.01) and growth rate (3.56%). Among 20 crossbreed populations, only BT population obtained positive mid-parent and best-parent heterosis on all observed traits. Compared to use best purebred populations, BT population could be increase biomass production up to 36% and decrease feed conversion up to 10%. And, compared to Sangkuriang population, prominent of BT population on body weight, survival, biomass and feed conversion were 145%, 21%,

34

202% dan 5.5%, respectively. Our study showed potential to exploit BT population in aquaculture production.

Keywords: African catfish, interpopulation crossbreed, performance, heterosis

Pendahuluan

Hibridisasi dapat terjadi baik akibat campur tangan manusia ataupun secara alamiah. Mallet (2005) memperkirakan hibridisasi telah terjadi setidaknya pada sekitar 25% spesies tanaman dan 10% spesies hewan. Hibridisasi ikan, baik untuk kepentingan akuakultur ataupun hanya untuk menguji performa persilangan, telah dilakukan setidaknya pada 35 persilangan spesies dalam 17 famili (Bartley et al.

2001). Untuk kepentingan akuakultur, hibridisasi merupakan salah satu cara perbaikan mutu genetik yang dapat menghasilkan ikan unggul dalam waktu yang singkat melalui peningkatan heterosigositas dan eksploitasi variasi genetik dominan (Guy et al. 2009). Hibridisasi dilakukan untuk penggabungan karakter yang dikehendaki dari populasi/spesies berbeda ke dalam suatu populasi/spesies tunggal dengan tujuan untuk mendapatkan keturunan yang memiliki performa yang lebih baik dibandingkan dengan tetuanya (hybrid vigor atau heterosis), baik laju pertumbuhan, ketahanan terhadap penyakit, produksi ikan steril, produksi kelamin tunggal dan peningkatan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan budidaya (Bartley et al. 2001; Hulata 2001; Vandeputte et al. 2014).

Hibridisasi dapat terjadi antar populasi/subpopulasi dalam satu spesies yang sama (interpopulation crossbreeding) atau antar genus/famili yang berbeda (interspecific hybridization). Sebagai upaya perbaikan mutu genetik, persilangan hibridisasi ikan dapat menghasilkan heterosis pada hibrida-F1, meskipun belum tentu dapat dicapai pada setiap kasus atau bahkan menghasilkan anakan yang kurang baik (outbreeding depression) (Dunham et al. 2001; Whitlock et al. 2013) sehingga diperlukan identifikasi secara eksperimental untuk menentukan kombinasi heterosis spesifik (Hulata 2001).

Munculnya heterosis pada hibridisasi bergantung pada variasi genetik di dalam populasi tetuanya atau heterosigositas dan jarak genetik antar tetua yang digunakan (Goyard et al. 2008), skema persilangan dimana satu populasi berlaku hanya sebagai jantan atau sebaliknya (Granier et al. 2011) dan asal induk yang digunakan dengan introduksi material genetik baru/liar (Bryden et al. 2004). Parental yang memiliki sejarah inbreeding dapat menyebabkan heterosis tidak berhasil didapatkan, seperti pada persilangan interpopulasi ikan lele Afrika yang diintroduksi ke Thailand (Wachirachaikarn et al. 2009).

Di Indonesia, sebagai spesies introduksi, produksi ikan lele Afrika telah meningkat secara pesat dari 91 000 ton pada tahun 2007 menjadi 337 000 ton pada tahun 2011 atau sekitar 40 % per tahun (KKP 2013). Jumlah produksi ini telah menjadikan Indonesia sebagai produsen terbesar ikan lele di dunia. Berdasarkan sejarah introduksinya, setidaknya terdapat lima populasi ikan lele, yaitu populasi Sangkuriang (hasil pemuliaan dari populasi Taiwan yang diintroduksi tahun 1985), populasi Thailand yang diintroduksi tahun 2002, populasi Mesir tahun 2007, populasi Belanda tahun 2011 dan populasi Kenya tahun 2011 (Tabel 1). Tiga populasi, yaitu Sangkuriang, Belanda dan Thailand, merupakan populasi budidaya,

35 sedangkan dua populasi lainnya, yaitu Mesir dan Kenya, merupakan populasi alami yang baru diintroduksi ke dalam sistem budidaya. Ikan lele Afrika diintroduksi dan sudah dikembangkan di Taiwan sejak tahun 1975 (Huang et al. 2005). Di Indonesia, populasi Taiwan ini dikenal sebagai ikan lele dumbo sebelum kemudian diganti oleh populasi ikan lele Sangkuriang pada tahun 2004. Populasi Belanda diintroduksi dari Afrika Selatan 1974 (Holcik 1991) dan sudah diseleksi massal (Fleuren 2008). Populasi Thailand berawal dari populasi introduksi dari Afrika Tengah ke Vietnam tahun 1974 (Na-Nakorn & Brummett 2009).

Ikan lele populasi dumbo diindikasikan telah mengalami penurunan pertumbuhan akibat tekanan inbreeding (Nurhidayat et al. 2003). Meskipun perbaikan genetik telah dilakukan, namun akibat populasi parental awal dan penggunaan induk pada pemijahan selanjutnya yang terbatas, dapat mendorong terjadinya kehilangan keragaman genetik dan akumulasi inbreeding (Imron et al.

2011). Sebagai upaya perbaikan mutu genetik lebih lanjut, sejauh ini belum ada laporan mengenai persilangan antar populasi ikan lele Afrika yang diintroduksi ke Indonesia. Persilangan dengan memanfaatkan dua stok induk inbreed yang berbeda dapat memperbaiki performa F1-hibrid (Gjøen & Bentsen 1997; Goyard et al.

2008) sedangkan studi oleh Thanh et al. (2009) menunjukkan persilangan antara populasi budidaya dengan populasi liar dapat menghasilkan performa F1 yang lebih baik. Pada penelitian ini dievaluasi performa dan heterosis persilangan interpopulasi ikan lele Afrika introduksi dengan menggunakan populasi budidaya, yaitu populasi Sangkuriang, populasi Belanda dan populasi Thailand, dan populasi liar, yaitu populasi Mesir dan populasi Kenya.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang berlokasi di Sukabumi, Jawa Barat. Induk ikan yang digunakan sebanyak lima populasi merupakan milik BBPBAT, yaitu: populasi Sangkuriang, Mesir, Kenya, Belanda dan Thailand. Induk jantan dan induk betina masing-masing sebanyak tiga ekor dari setiap populasi digunakan untuk proses pemijahan secara buatan dengan mengikuti prosedur pada Sunarma et al. (2013). Pematangan dan ovulasi oosit pada induk betina dirangsang dengan suntikan tunggal ovaprim 0.2 mL/kg induk. Cairan sperma dicampurkan dengan telur sehingga terbentuk lima populasi murni dan 20 populasi silangan masing-masing dalam tiga ulangan induk yang berbeda. Semua populasi diberi notasi betina-jantan, sebagai contoh SS merupakan populasi murni Sangkuriang, BB populasi murni Belanda, ST populasi silangan Sangkuriang betina x Thailand jantan, MK populasi silangan Mesir betina x Kenya jantan.

Larva umur empat hari dari setiap populasi dipelihara dalam akuarium 100 L selama 11 minggu. Larva diberi pakan cacing sutera pada minggu ke-1 dilanjutkan dengan kombinasi cacing sutera dengan pakan buatan kandungan protein 40% pada minggu ke-2 dan pakan buatan kandungan protein 39-41% pada minggu ke-3 sampai minggu ke-11. Cacing sutera diberikan secara ad-libitum sedangkan pakan buatan secara at-satiation dengan frekuensi pemberian empat kali per hari. Kepadatan ikan pada penebaran awal adalah 15 ekor per liter, kemudian dikurangi

36

secara gradual yaitu pada minggu ke-4 menjadi 8 ekor per liter dan pada minggu ke-8 menjadi 4 ekor per liter. Pada saat pengurangan kepadatan, benih dengan ukuran mendekati rataan famili dipelihara lebih lanjut. Pada minggu ke-11, ikan dari setiap populasi dipanen dan disortasi untuk kemudian digunakan pada kegiatan penelitian ini.

Ikan dari setiap populasi dipelihara di dalam hapa dengan kepadatan 100 ekor per hapa selama 13 minggu. Hapa dengan ukuran 1.5x1.0x1.0 m2 (kedalaman air dalam hapa 0.8 m) sebanyak 75 buah dipasang di kolam ukuran 300 m2 (kedalaman air 1.0-1.2 m). Ikan diberi pakan buatan kandungan protein 30-31% secara at- satiation dengan frekuensi pemberian tiga kali per hari. Selama pemeliharaan, tidak dilakukan sortasi ukuran ikan.

Panjang total dan bobot ikan diukur pada sampel sebanyak 30 ekor ikan pada akhir tahap pembesaran. Kelangsungan hidup dihitung berdasarkan jumlah ikan pada awal dan akhir setiap tahap. Biomassa ikan diukur dari keseluruhan ikan yang hidup pada akhir pemeliharaan.

Laju pertumbuhan (SGR) dihitung sebagai berikut: 100× (LnBWt −

LnBWo)/T, di mana BWt= bobot ikan pada umur t hari, BWo= bobot ikan pada umur o hari, T= periode pemeliharaan dalam hari (Bhujel 2008). Heterosis dihitung baik terhadap performa rataan kedua tetuanya (mid-parent heterosis, MPH) maupun terhadap performa terbaik pada salah satu tetua (best-parent heterosis, BPH) (Gjedrem & Baranski 2009). MPH dan BPH dihitung sebagai berikut: MPH (%) = ((performa silangan – rataan performa tetua) / rataan performa tetua) x 100, dan BPH (%) = ((performa silangan – performa tetua terbaik) / performa tetua terbaik) x 100 (Guy et al. 2009).

Normalitas data diuji dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Transformasi log digunakan untuk data karakter yang tidak terdistribusi normal. Pengaruh populasi silangan terhadap karakter diuji dengan menggunakan ANOVA. Bila menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05), dilakukan uji perbedaan antar populasi dengan menggunakan uji lanjut Tukey. Data heterosis diuji dengan ANOVA (p<0.05) dan uji lanjut Tukey bila data terdistribusi normal atau dengan perbandingan Kruskal-Wallis bila tidak terdistribusi normal. Semua analisis dijalankan pada program Minitab.

Hasil

Bobot tubuh, kelangsungan hidup, biomassa dan laju pertumbuhan berbeda secara signifikan antar populasi silangan, sedangkan pada konversi pakan tidak berbeda secara nyata. Populasi BT menunjukkan bobot tubuh (241.39 g) lebih tinggi dibandingkan dengan populasi lainnya meskipun tidak berbeda nyata dengan populasi TB (225.05 g), MK (208.27 g), BB (196.87 g), BM (189.55 g), TT (186.86 g), MT (184.78 g), MB (168.73 g) dan BK (156.87 g). Populasi BT menghasilkan kelangsungan hidup (93.67%) lebih tinggi dibanding populasi lainnya dan berbeda nyata dengan populasi BS (39.00 %), TK (41.00 %), KB (42.67 %), BM (45.00 %), KT (50.00 %), BK (52.00 %), TM (53.55 %), MS (53.33 %), TB (58.33 %) dan MM (60.00 %). Populasi BT mencapai biomassa tertinggi (22.59 kg) meskipun tidak berbeda secara signifikan dengan populasi TT (17.47 kg), MK (14.88 kg), TB (13.20 kg), MB (12.42 kg), BB (12.74 kg), SM (12.38 kg), MT (12.03 kg), BM

37

(8.63 kg) dan BK (8.13 kg). Laju pertumbuhan tertinggi pada populasi MK (3.70 %) tapi hanya berbeda nyata dengan populasi KB (2.50 %), TM (2.48 %), ST (2.40 %) dan KK (1.91 %) (Tabel 11).

Heterosis, baik mid-parent (MPH) maupun best-parent heterosis (BPH), dihasilkan pada penelitian ini. MPH positif pada bobot tubuh, kelangsungan hidup, biomassa, konversi pakan dan laju pertumbuhan masing-masing diperoleh pada 14, 5, 8, 9 dan 13 silangan. Sebagian besar MPH positif dapat dikategorikan sebagai heterosis moderat-tinggi, yaitu >10%, kecuali pada konversi pakan. Secara umum, MPH di dalam populasi bervariasi tinggi namun perbedaan signifikan antar Tabel 11 Performa karakter pada persilangan interpopulasi ikan lele Afrika tahap

pembesaran

Silangan BW (g) SR (%) BIO (kg) FCR SGR (%)

SS 100.11±11.21def 78.00±6.03abc 7.93±1.51bcdefg 1.10±0.15a 3.30±0.05abc BB 196.87±19.61abc 63.67±5.93abcdef 12.72±2.42abcde 1.24±0.04a 3.14±0.12abc TT 186.86±31.27abcd 93.00±1.53ab 17.47±3.24ab 1.17±0.19a 3.46±0.28abc MM 132.51±3.05bcde 60.00±6.35bcdef 7.91±0.67bcdefg 1.01±0.05a 2.91±0.06abcd

KK 36.66±2.51f 75.67±2.33abcd 2.76±0.11g 1.18±0.06a 1.91±0.06d SB 101.49±22.94def 67.67±1.33abcdef 6.89±1.63bcdefg 1.25±0.05a 2.63±0.16abcd ST 101.97±34.14def 75.33±2.19abcd 7.75±2.69bcdefg 1.14±0.09a 2.40±0.49cd BS 77.06±7.84ef 39.00±3.06f 2.97±0.20fg 1.23±0.05a 2.69±0.36abcd BT 241.39±8.14a 93.67±1.45a 22.59±0.52a 1.01±0.02a 3.56±0.23abc TS 124.25±13.54bcdef 63.33±1.86abcdef 7.82±0.66bcdefg 1.23±0.16a 2.97±0.05abcd TB 225.05±10.81a 58.33±5.24cdef 13.20±1.62abcd 1.16±0.05a 3.28±0.20abc MK 208.27±6.64ab 71.33±9.35abcdef 14.88±2.09abc 1.11±0.09a 3.70±0.31a KM 105.42±25.53cdef 78.33±6.01abc 8.22±1.90bcdefg 1.10±0.04a 3.15±0.30abc

SM 131.52±18.65bcde 93.67±4.48a 12.38±2.01abcde 1.10±0.09a 3.12±0.19abc SK 107.69±25.98cdef 63.33±1.86abcdef 6.89±1.83bcdefg 1.09±0.13a 3.11±0.25abcd MS 132.54±15.02bcde 53.33±1.45cdef 7.10±0.94bcdefg 1.08±0.07a 3.43±0.17abc MB 168.73±10.13abcde 74.33±7.33abcde 12.42±0.68abcde 1.05±0.05a 2.78±0.03abcd MT 184.78±10.80abcd 66.00±7.51abcdef 12.03±0.69abcde 1.09±0.08a 3.62±0.20ab

KS 97.21±1.95def 62.33±7.97abcdef 6.08±0.87bcdefg 0.97±0.14a 2.92±0.04abcd KB 103.92±23.70def 42.67±7.62def 4.79±1.89fg 1.12±0.08a 2.50±0.43bcd KT 132.50±8.29bcde 50.00±15.04cdef 6.60±1.89cdefg 1.10±0.15a 3.19±0.17abc BM 189.55±7.31abcd 45.00±8.66cdef 8.63±1.95abcdef 1.17±0.07a 3.14±0.11abc BK 156.87±8.56abcde 52.00±7.09cdef 8.13±1.10abcdef 1.13±0.17a 3.22±0.04abc TM 87.14±14.63ef 53.33±2.73cdef 4.63±0.81efg 1.13±0.16a 2.48±0.19bcd TK 117.83±19.70bcdef 41.00±5.13ef 4.65±0.37defg 1.02±0.15a 3.37±0.04abc Keterangan:

Data disajikan sebagai nilai rataan ± SE, dari tiga ulangan. BIO dianalisis setelah transformasi log tapi disajikan dalam numerik. Superskrip berbeda pada kolom sama menunjukkan perbedaan signifikan (p<0.05). BW= Bobot tubuh, SR= Kelangsungan hidup, BIO= Bobot biomassa, FCR= Konversi pakan, SGR= Laju pertumbuhan. S= Sangkuriang, M= Mesir, K= Kenya, B= Belanda, T= Thailand. Notasi silangan adalah betina – jantan.

38

populasi masih didapatkan pada semua karakter kecuali konversi pakan. Pada MPH bobot tubuh (kisaran 146.28 – -47.93%), populasi MK (146.28%) berbeda signifikan dengan populasi lainnya, kecuali populasi SK (66.78%) dan KS (44.80%). Pada MPH kelangsungan hidup (kisaran 35.64 – -51.34), populasi SM (35.64%) tidak berbeda dengan MB (20.01%), BT (19.71%), KM (15.23%), MK (5.19%), SB (-4.06%), ST (-11.55%) dan MT (-13.72%) tetapi berbeda signifikan dengan populasi lainnya. Pada MPH biomassa (kisaran 183.11 – -70.85), perbedaan signifikan diperoleh antara populasi MK (183.11) dengan BS (-70.85), TM (-60.49), TK (-50.67), ST (-40.88), dan TS (-40.88) dan tidak berbeda dengan populasi lainnya. Pada MPH laju pertumbuhan (53.52 – -29.86), populasi MK (53.52%) berbeda signifikan dengan populasi BT (7.76), BM (3.97), TB (0.37), SM (0.31), KB (-1.55), MB (-7.71), TS (-11.87), BS (-16.84), SB (-18.10), TM (-21.21) dan ST (-29.86) (Tabel 12).

BPH positif pada bobot tubuh, kelangsungan hidup, biomassa, konversi pakan dan laju pertumbuhan masing-masing diperoleh pada 6, 4, 6, 6 dan 7 silangan. Di antara BPH positif, tidak dapat perbedaan signifikan pada BPH bobot tubuh (57.12

– 0.62%), kelangsungan hidup (20.92 – 0.77%), biomassa (91.69 – 0.28%), konversi pakan (12.25 – 3.76%) dan laju pertumbuhan (26.92 – 0.26%) (Tabel 13). Tabel 12 Mid-parent heterosis pada hibridisasi interpopulasi ikan lele Afrika

tahap pembesaran Silangan BW SR BIO7 FCR SGR SB -31.01±16.73bc -4.06±3.66abcde -32.61±15.35 -7.53±6.83a -18.10±6.75de ST -31.51±15.82bc -11.55±5.28abcde -40.88±14.54 -4.43±17.76a -29.86±11.65e BS -47.93±5.98c -45.07±1.68e -70.85±3.00 -5.89±6.88a -16.84±8.93cde BT 27.73±12.59bc 19.71±2.58ab 52.31±15.23 15.89±4.64a 7.76±1.33bcde TS -9.98±18.40bc -25.91±0.23bcde -35.34±13.43 -9.10±6.30a -11.87±2.46bcde TB 19.67±15.21bc -25.01±8.70bcde -10.06±17.12 3.09±6.40a 0.37±10.67bcde MK 146.28±7.60a 5.19±13.19abcd 183.11±47.51 -1.00±7.72a 53.52±13.17a KM 25.72±32.68bc 15.23±5.78abc 53.93±35.83 -0.61±5.29a 30.30±10.81ab SM 14.20±18.65bc 35.64±4.64a 56.28±23.74 -4.67±5.84a 0.31±4.89bcde SK 66.78±52.95ab -17.18±4.58bcde 43.03±51.92 4.78±6.26a 19.21±8.29abcd MS 16.11±18.54bc -22.59±3.42bcde -8.11±17.07 -3.05±3.10a 10.40±3.98abcde MB 3.66±11.30bc 20.01±7.42ab 22.93±12.48 7.25±3.95a -7.71±3.69bcde MT 17.18±10.51ab -13.72±9.24abcde -1.71±13.06 -0.51±5.22a 13.46±2.84abcd

KS 44.80±15.08abc -17.58±14.27bcde 20.27±26.10 15.87±5.57a 11.74±0.64abcde

KB -8.66±22.82bc -37.15±14.66de -31.04±30.95 6.94±8.10a -1.55±15.71bcde KT 24.96±22.45bc -40.53±18.15de -34.66±17.73 7.14±4.14a 19.51±10.73abcd BM 15.30±1.88bc -27.22±12.74bcde -17.17±13.02 -3.41±6.45a 3.97±1.20bcde BK 34.84±3.15bc -23.80±14.66bcde 10.30±23.63 6.23±14.76a 27.62±2.95ab TM -43.00±13.29bc -30.18±2.91cde -60.49±10.57 -4.40±12.80a -21.21±9.25de TK 12.72±28.27bc -51.34±6.21e -50.67±10.24 13.59±5.24a 26.02±6.58abc Keterangan:

Data disajikan sebagai nilai rataan ± SE, dari tiga ulangan. BIO dianalisis setelah transformasi log tapi disajikan dalam numerik. Superskrip berbeda pada kolom sama menunjukkan perbedaan signifikan (p<0.05). BW= Bobot tubuh, SR= Kelangsungan hidup, BIO= Bobot biomassa, FCR= Konversi pakan, SGR= Laju pertumbuhan. S= Sangkuriang, M= Mesir, K= Kenya, B= Belanda, T= Thailand. Notasi silangan adalah betina – jantan.

39

Pembahasan

Performa Karakter

Penelitian ini telah menghasilkan populasi BT yang menunjukkan performa lebih baik dibandingkan dengan populasi lainnya pada bobot tubuh, kelangsungan hidup, biomassa dan laju pertumbuhan. Hasil penelitian persilangan interpopulasi ikan lele Afrika yang diintroduksi ke Indonesia ini berbeda dengan yang diintroduksi ke Thailand (Wachirachaikarn et al. 2009). Perbedaan hasil ini diduga berkaitan dengan perbedaan asal induk yang digunakan. Pada penelitian ini, induk yang digunakan memiliki sejarah introduksi dan domestikasi yang berbeda, yaitu persilangan antar populasi yang sudah lama dibudidayakan dengan populasi liar.

Sayangnya, tidak terdapat data akurat mengenai tingkat generasi pada ikan lele sejak didomestikasi. Namun, dengan mempertimbangkan usia produktif ikan lele >1.5 tahun (Fleuren 2008) dan interval satu generasi per tahun (Koolboon et al.

2014) serta sejarah domestikasi sekitar 35 – 36 tahun, ikan lele Afrika yang dibudidayakan (populasi Sangkuriang, Belanda dan Thailand) diharapkan sudah Tabel 13 Best-parent heterosis pada hibridisasi interpopulasi ikan lele Afrika tahap

Pembesaran Silangan BW SR BIO FCR SGR SB -45.52±16.99bc -12.42±5.52abcde -39.87±20.62 -17.37±14.06a -20.30±6.05b ST -48.09±8.52bc -18.97±2.50abcde -57.88±7.02 -6.60±15.59a -31.33±10.43b BS -60.40±4.49c -49.69±4.30de -75.62±2.95 -16.04±15.46a -18.81±9.61b BT 25.72±15.59ab 0.77±2.38abc 36.43±19.30 10.08±11.79a 3.10±2.37ab TS -29.67±14.58bc -31.85±2.44bcde -52.02±9.92 -12.44±8.72a -13.16±5.92ab TB 17.54±16.54abc -37.38±4.94bcde -21.28±9.92 -3.55±13.75a -3.20±13.85ab MK 57.12±2.12a -5.98±10.78abcd 91.69±31.94 -8.66±5.27a 26.92±8.23a KM -20.08±19.86abc 4.22±11.42ab 3.48±22.67 -8.48±3.93a 8.21±10.03ab SM -0.20±16.01abc 20.92±7.31a 66.03±38.46 -8.33±4.63a -5.67±4.77ab SK 15.91±37.89abc -17.80±6.87abcde 0.28±38.11 -0.44±11.43a -5.78±7.19ab MS 0.62±13.35abc -30.66±6.37bcde -0.49±26.28 -6.71±1.74a 3.81±3.85ab MB -11.67±13.45abc 16.77±3.59a 2.46±13.38 -3.21±2.73a -10.94±4.18ab MT 3.49±15.10abc -28.94±8.51bcde -27.02±12.28 -7.04±4.07a 4.88±3.11ab KS -0.14±12.27abc -18.09±15.16abcde -16.26±20.55 12.25±2.37a -11.72±1.90ab KB -45.06±14.50bc -42.90±12.06cde -56.33±20.22 3.76±10.08a -21.20±10.58b KT -24.54±14.30abc -46.58±15.45de -61.97±10.43 5.30±5.10a -5.91±12.20ab BM -2.56±5.90abc -30.56±7.66bcde -32.57±7.62 -15.84±11.42a 0.26±0.90ab BK -19.63±3.49abc -30.55±11.85bcde -31.09±16.50 3.83±13.48a 2.95±3.72ab TM -48.64±14.18bc -42.63±3.02cde -70.39±8.73 -11.41±13.53a -26.60±10.82b TK -31.73±17.88bc -55.91±5.57e -71.03±6.38 12.25±0.88a -1.09±9.31ab Keterangan:

Data disajikan sebagai nilai rataan ± SE, dari tiga ulangan. BIO dianalisis setelah transformasi log tapi disajikan dalam numerik. Superskrip berbeda pada kolom sama menunjukkan perbedaan signifikan (p<0.05). BW= Bobot tubuh, SR= Kelangsungan hidup, BIO= Bobot biomassa, FCR= Konversi pakan, SGR= Laju pertumbuhan. S= Sangkuriang, M= Mesir, K= Kenya, B= Belanda, T= Thailand. Notasi silangan adalah betina – jantan.

40

mencapai sekitar 20 generasi. Domestikasi jangka panjang tersebut dapat menyebabkan penurunan keragaman genetik dan terjadinya inbreeding pada populasi ikan, seperti ditunjukkan pada ikan mas Cyprinus carpio (Kohlmann et al.

2005), ikan brown trout Salmo trutta (Aho et al. 2006) dan ikan lele Afrika diintroduksi ke Thailand (Wachirachaikarn et al. 2009) dan ke Indonesia (Imron et al. 2011). Bagaimanapun, ikan lele Afrika yang diintroduksi telah didomestikasi secara terpisah dan diharapkan tidak ada aliran gen antar populasi. Persilangan antar populasi inbreed yang terpisah telah dibuktikan menghasilkan F1-hibrid yang memiliki performa lebih baik dibandingkan kedua tetuanya pada udang biru Pasifik

Penaeus stylirostris (Goyard et al. 2008). Penulis tersebut melaporkan persilangan udang biru Pasifik yang telah dibudidayakan secara terpisah antara populasi CC- 2005 dan CC-2006 yang terdomestikasi hingga 35 generasi dengan populasi HH- 2005 dan HH-2006 yang sudah terdomestikasi hingga 9 generasi.

Hasil penelitian Goyard et al. (2008) pada udang biru Pasifik sejalan dengan hasil penelitian ini. Persilangan antar populasi budidaya telah menghasilkan populasi BT yang menunjukkan bobot tubuh, kelangsungan hidup, biomassa, konversi pakan dan laju pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan populasi lainnya, baik galur murni maupun persilangan, yang berasal dari budidaya. Populasi BT menunjukkan bobot tubuh dan kelangsungan hidup lebih baik dibandingkan dengan populasi lainnya sehingga menghasilkan biomassa yang paling tinggi. Hasil ini sejalan dengan persilangan udang biru Pasifik yang menghasilkan konsistensi pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan galur murni (Goyard et al. 2008), persilangan ikan mas Hungaria dengan ikan mas Israel (Zak et al. 2007), persilangan ikan mas scaly

(Buchtova et al. 2006) dan persilangan ikan nila Oreochromis niloticus (Thoa et al.

2016). Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, namun populasi BT menunjukkan konversi pakan yang lebih rendah dan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi lainnya. Hal ini semakin memperkuat keunggulan populasi BT dibandingkan dengan populasi lainnya.

Pada persilangan antar populasi liar, yaitu Mesir dan Kenya, menghasilkan populasi MK yang menunjukkan bobot tubuh dan biomassa lebih tinggi secara signifikan dibanding populasi persilangan resiprok dan populasi murninya namun kelangsungan hidup tidak berbeda nyata. Sedangkan persilangan antara populasi budidaya dan populasi liar telah menghasilkan populasi silangan yang menunjukkan bobot tubuh, kelangsungan hidup dan biomassa lebih baik dibanding silangannya, yaitu populasi BM, MT, MB dan BK pada bobot tubuh, populasi SM, MB, MT, SK dan KS pada kelangsungan hidup dan populasi MB, SM, MT, BM dan BK pada biomassa. Persilangan antar populasi liar dengan populasi budidaya tidak selalu menghasilkan performa yang lebih baik. Pada ikan tilapia, persilangan antar populasi liar (betina Kenya x jantan Mesir) telah menghasilkan bobot tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan populasi murninya dan persilangan antar populasi liar dengan populasi budidaya (Bentsen et al. 1998), sedangkan pada udang galah

Macrobrachium rosenbergii, persilangan populasi budidaya dengan populasi liar menghasilkan bobot tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua tetuanya (Thanh et al. 2009). Hasil berbeda ditunjukkan pada ikan brook trout Salvelinus fontinalis yang menunjukkan populasi budidaya menghasilkan bobot yang lebih tinggi dibandingkan persilangan populasi budidaya dengan populasi liar (Granier et al. 2011) dan pada ikan salmon Atlantik Salmo salar yang menunjukkan bahwa

41 performa ikan hasil persilangan berada di antara performa ikan populasi budidaya dan populasi liar (Glover et al. 2009).

Heterosis

Menurut Falconer & Mackay (1996), ekspresi heterosis pada persilangan dua populasi, sebagian, akan bergantung pada perbedaan frekuensi gen dan interaksi gen di antara populasi tersebut, termasuk pengaruh dominan dan epistasis. Namun demikian, munculnya heterosis pada persilangan sulit diprediksi dan dapat bergantung pada tahap perkembangan ikan (Granier et al. 2011).

Dari 20 persilangan, hanya populasi BT memperoleh MPH positif dan BPH positif pada semua karakter yang diamati. Populasi BT mencapai MPH penting, yaitu >10%, pada bobot tubuh, kelangsungan hidup, biomassa dan konversi pakan. Sedangkan pada BPH, populasi BT menunjukkan performa yang melebihi performa terbaik induknya pada semua karakter. Pada persilangan populasi budidaya, selain populasi BT, hanya populasi TB yang memperoleh MPH positif, yaitu pada bobot tubuh, konversi pakan dan laju pertumbuhan. Pada persilangan lele Afrika populasi budidaya yang diintroduksi ke Thailand, heterosis tidak ditemukan pada pertumbuhan, kelangsungan hidup, titer antibodi dan indeks fagositosis (Wachirachaikarn et al. 2009). Heterosis antar populasi budidaya dilaporkan telah didapatkan pada persilangan ikan mas populasi Tata dengan populasi Szarvas 15 (Nielsen et al. 2010) dan ikan nila (Neira et al. 2016; Thoa et al. 2016).

Pada persilangan populasi liar, baik populasi MK maupun KM, memperoleh heterosis positif pada semua karakter kecuali pada konversi pakan. Hal ini menunjukkan bahwa persilangan kedua populasi liar, yaitu Mesir dan Kenya, dapat menghasilkan progeni yang lebih baik dibandingkan kedua induknya. Heterosis positif pada persilangan antar populasi liar juga telah dilaporkan diperoleh pada ikan lele Heterobranchus longifilis (Nguenga et al. 2000), ikan silver perch

Bidyanus bidyanus (Guy et al. 2009), ikan mas (Nielsen et al. 2010) dan ikan brook trout (Crespel et al. 2012). Persilangan antar populasi liar dapat juga tidak menghasilkan heterosis seperti dilaporkan pada ikan black bream Acanthopagrus butcheri (Doupe et al. 2003).

Pada persilangan antar populasi budidaya (Sangkuriang, Belanda dan Thailand) dengan populasi liar (Mesir dan Kenya), heterosis yang dihasilkan bervariasi. Pada bobot tubuh, 10 dari 12 persilangan menunjukkan MPH positif, sedangkan pada kelangsungan hidup sebaliknya, hanya 2 dari 12 persilangan yang menghasilkan MPH positif. Sementara itu, pada biomassa dan konversi pakan, MPH positif dicapai sekitar setengah dari total persilangan. Secara keseluruhan, tidak ada populasi persilangan yang menghasilkan MPH positif pada semua karakter yang diamati. Namun demikian, MPH tinggi (>20%) masih diperoleh pada karakter dan populasi tertentu, contohnya bobot tubuh pada populasi SK (66.78%), KS (44.80%), KT (24.96%) dan BK (34.84%), kelangsungan hidup pada populasi SM (35.64%) dan MB (20.01%), dan biomassa pada SM (56.28%), SK (43.03%), MB (22.93%) dan KS (20.27%). Heterosis positif dilaporkan dapat diperoleh pada persilangan populasi liar dengan populasi budidaya pada udang galah (Thanh et al.

2010; Suburamanian et al. 2015) dan ikan Chinook salmon Oncorhynchus tshawytscha (Bryden et al. 2004).

Pada best-parent heterosis, populasi BT menunjukkan BPH positif pada semua karakter pada tahap pembesaran. Dari sudut pandang budidaya, BPH lebih

42

bermakna digunakan daripada MPH karena BPH menunjukkan persilangan yang

Dokumen terkait