• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI/TINJAUAN PUSTAKA

D. Perilaku Memilih

a. Pengertian Perilaku Memilih

Perilaku politik dalam Ramlan Subakti yaitu diartikan sebagai perilaku yang bersangkut paut dengan politik. yang selalu melakukan kegiatan politik ialah pemerintah (lembaga dan perananya) dan partai politik karena fungsi mereka dalam bidang politik.32

Oleh karena itu perilaku politik dibagi menjadi dua, yakni perilaku politik lembaga-lembaga pemerintah dan perilaku politik warga negara biasa (baik individu maupun kelompok). Yang pertama membuat, melaksanakaan dan menegakkan keputusan politik, sedangkan yang kedua tidak berwenang seperti yang pertama dalam menjalankan fumgsinya karena apa yang dilakukan pihak pertama menyangkut kehidupan pihak kedua. Para anggota keluarga yang sudah berhak ikut serta dalam pemilihan umum, umpamanya ikut berkampanye sesungguhnya tengah melakukan

kegiatan politik. 33 Adapun perilaku pemilih menurut Ramlan Surbakti adalah

aktivitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan pengambilan

keputusan untuk memilih dan tidak memilih (to vote or not over) didalam suatu

pemilu maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu.34

32 Ramlan Subakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta : Pt Grasindo 2010) cet.ke-7, h.22.

33 Ibid. h.23.

34 Efriza, Political Explore, Sebuah Kajian Ilmu Politik, ( Bandung : Alfabeta, 2012) cet ke-1, h.480.

Perilaku politik itu sendiri merupakan kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan politik. dimana kegiatan-kegiatan yang dimaksud

dilakukan oleh pemerintah disatu pihak, dan oleh masyarakat dipihak lain.35 Memilih

merupakan suatu kegiatan politik masyarakat dalam bentuk partisipasi dalam pemilihan umum. Pemilih juga target dan tujuan utama dari para kontestan untuk di pengaruhi sikapnya dengan berbagai cara yang digunakan oleh kontestan maupun partai politik.

Perilaku pemilih merupakan tingkah laku seseorang dalam menentukan pilihannya yang dirasa paling disukai atau paling cocok. Secara umum teori tentang

perilaku memilih dikategorikan kedalam dua kubu yaitu; Mazhab Colombia yaitu

pendekatan sosiologis, yang dipelopori oleh Penerapan Ilmu Sosial Universitas Columbia, yaitu penelitian pertama ditahun 1948 dan voting pada 1952 yang di

prakarsai Paul F. Lazarsfeld dan Mazhab Michigan dari University Of Michigan yang

dipelopori oleh August Campbell. Dalam Fadillah Mazhab Colombia menekankan

pada faktor sosiologis dalam membentuk perilaku masyarakat dalam menentukan pilihan di pemilu. Model ini melihat masyarakat sebagai satu kesatuan kelompok yang bersifat vertikal dari tingkat yang terbawah hingga yang teratas. Penganut pendekatan ini percaya bahwa masyarakat terstruktur oleh norma-norma dasar sosial yang berdasarkan atas pengelompokan sosiologis seperti umur, mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam membentuk perilaku memilih.

35 Sahid Gatara, Imu Politik Memahami dan Menerapkanya,(Bandung : Pustaka Setia, 2008), Cet.ke-1 h.307.

Menurut Firmanzah dalam karyanya, Marketing Politik, menjelaskan ada 4 perilaku pemilih, yaitu pemilih rasional, pemilih kritis, pemilih tradisional, pemilih skeptis. Dalam penulisan ini penulis hanya menggunakan 3 pendekatan yang digunakan yakni, pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, pendekatan Rasional:

a. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan sosiologis sebenarnya berasal dari Eropa, kemudian di Amerika Serikat dikembangkan oleh para ilmuwan sosial yang mempunyai latar belakang pendidikan Eropa. Karena itu, Flanagan menyebutnya sebagai model sosiologi politik Eropa. David Denver, ketika menggunakan pendekatan ini untuk

menjelaskan perilaku memilih masyarakat Inggris, menyebut model ini sebagai

social determinism approach.36

Pendekatan sosologis dipelopori oleh biro Penerapan Ilmu Sosial Universitas Columbia (Columbia’s University Bureau of Applied Science) atau lebih dikenal dengan kelompok Columbia yang dipelopori oleh sosiolog Paul F. Lazarsfeld (1944) dan rekan sekerjanya Bernard Berelson dan Hazel Gaudet. 37

Kelompok ini mengawali penelitianya tentang voting dengan menerbitkan dua karya, yakni The peoples choice (1948) dan voting 1952. Di dalam karya tersebut diungkapkan, bahwa perilaku politik seseorang terhadap partai politik tertentu

36 Laporan Penelitian, Peilaku Memilih Kabupaten Bondowoso, 2010. h.9.

37 M. Nursalim Malay, Pengaruh Citra Kandidat, Identifikasi Partai, dan, Efektivitas Kampanye Terhadap Perilaku Memilih dalam Pilgub Lampung 2014, (Pusat Penelitian dan Penerbitan LP2M IAIN Raden Intan Lampung 2014), cet.ke-1 h.18.

dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti faktor sosial ekonomi, afliasi etnik, tradisi keluarga, keanggotaan terhadap organisasi, usia, jenis kelamin, pekerjaan, tempat tinggal, dan lain-lain.38 Menurut Lazarsfeld, perubahan perilaku pemilih cenderung mengikuti arah prediposisi politis lingkungan sosial individu tersebut.

Pendekatan sosiologis cenderung menempatkan kegiatan memilih dalam kaitan dengan kelas sosial. Konkretnya, pilihan seseorang dalam pemilihan umum dipengaruhi latar belakang demografi dan social ekonomi seperti jenis kelamin, tempat tinggal pekerjaan pendidika, kelas, pendapatan dan agama.39

Menurut Affan Gafar dalam M. Nursalim Malay, kelompok-kelompok sosial ini dipandang berpengaruh besar dalam keputusan memilih karena kelompok-kelompok tersebut berperan dalam pembentukan sikap, persepsi dan oriestasi seseorang. Penerapan pendekatan sosiologis dalam perilaku memilihi menurut hasil studinya menekan pentingnya karakteristik sosial, khususnya orientasi sosial religious dalam melihat perilaku memiih di pulau jawa.40

Kelemahan mazhab ini antara lain;

a. Sulitnya mengukur indikator secara tetap tentang kelas dan tingkat pendidikan karena kemungkinan konsep kelas dan pendidikan berbeda antara Negara satu dengan lainnya;

38Ibid h. 18.

39 Ramalan Surbakti, , loc.cit h.186.

b. Norma sosial tidak menjamin seseorang menentukan pilihannya tidak akan menyimpang.

b. Pendekatan Psikologis

Studi tentang pelopor tentang kecanggihan politik orang Amerika, pendeketan psikologis bisa dikatan sebagai aliran Michigan, karena the Amerika voter didasarkan survei-survei research center of University of Michigan.41 pelopor pendekatan ini adalah August Campbell. Menurutnya pendekatan ini sekurang-kurangnya digunakan untuk melengkapi pendekatan sosiologis yang kadang-kadang dari segi metodelogis agak sulit menentukan kriteria pengelompokan masyarakat. Selain itu, ada kecenderungan bahwa semakin dominasi kelas tertentu terhadap partai politik tertentu tidak lagi mutlak.

Pendekatan psikologis juga dapat berupa rasa ketertarikan terhadap figur seseorang, contoh Presiden pertama yakni Ir. Soekarno, yang berkharismatik sehingga yang melihatnya seakan terkesima untuk mencintainya sebagai pemimpin.42

Ketertarikan tidak hanya dari unsure parpol yang dilihat lebih dekat namun sosok figure atau tokoh nasional yang memimpin suatu parpol dapat menjadi ketertarikan dari masyarakat.

41Marta L. Cottam et,al., Pengantar Psikologi Politik (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2012) cet.ke1, h.264.42

Nurcholis Madjid dan Yusril Ihza Mahendra, Dari Bilik Suara Ke Masa Depan Indonesia, Potret Konflik Pasca Pemilu dan Nasib Reformasi, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1999), h.35.

Munculnya pendekatan ini merupakan reaksi atas ketidakpuasan mereka terhadap pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis dianggap secara metodologis sulit diukur, seperti bagaimana mengukur secara tepat sejumlah indikator kelas sosial, tingkat pendidikan, agama, dan sebagainya. Apalagi, pendekatan sosiologi umumnya hanya sebatas menggambarkan dukungan suatu kelompok tertentu pada suatu partai politik, tidak sampai pada penjelasan mengapa suatu kelompok tertentu memilih/mendukung suatu partai politik tertentu sementara yang lain tidak.

Gambaran bahwa keterkaitan perilaku pemilu dengan konteks kemasyarakatan di mana individu tinggal, mereka melihatnya dalam dua hal, yaitu pengaruh jangka pendek dan dan persepsi pribadi seseorang terhadap calon/kandidat tergantung dari sejauh mana tema-tema (visi dan misi) para calon. Apabila visi dan misi itu dalam penilaian dan persepsi pemilih dapat diterimana, maka besar kemungkinan calon tersebut dipilih. Penilain dan persepsi jangka panjang, melihat status keanggotaan seseorang dalam partai (identifikasi partai) dinilai turut mempengaruhi pilihan-pilihan dari pemilih. Jadi ada semacam proses sosialisasi politik lingkungan, baik dalam lingkungan keluarga inti misalnya orang tua kepada anaknya, lingkungan sekolah, lingkungan bermain, maupun lingkungan organisasi sosial kemasyarakatan, keagamaan, kesukuan dan lain sebagainya.43

Menurut pendekatan psikologis ada beberapa faktor yang mendorong pemilih menentukan pilihannya, yaitu: identifikasi partai, orientasi kandidat, dan orientasi

43 Indar Melani,” Perilaku Pemilih Pemula di Kecamatan Duampanua pada Pemilukada kabupaten PinrangTahun 2013”, Skipsi ( Makasar : Universitas Hasannudin 2013). h.29.

isu/tema. Pertama, identifikasi partai digunakan untuk mengukur sejumlah faktor predisposisi pribadi maupun politik. Seperti pengalaman pribadi atau orientasi politik yang relevan bagi individu. Pengalaman pribadi dan orientasi politik sering diwariskan oleh orang tua, namun dapat pula dipengaruhi oleh lingkungan, ikatan perkawinan, dan situasi krisis.

Inti dari pendekatan Psikologis adalah identifikasi seorang terhadap partai tertentu yang kemudian akan mempengaruhi sikap orang tersebut terhadap para calon dan isu-isu politik yang berkembang. Pada tahap selanjutnya, identifikasi partai akan mempengaruhi penilaian terhadap para kandidat dan isupolitik. Sedangkan proses yang paling dekat dengan perilaku pemilih adalah kampanye sebelum pemilu maupun kejadian-kejadian yang dipengaruhi media massa. Masing-masing unsur dalam proses tersebut akan mempengaruhi perilaku pemilih, meskipun titik berat studi kelom Michigan adalah identifikasi kepartaian dan isu-isu politik pada calon, dan bukan latar belakang sosial budayanya. Proses diatas dapat dibagi menjadi dua bagian yakni faktor jangka panjang berupa identifikasi kepartaian seseorang dan faktor jangka pendek berupa isu-isu politik para calon.

Secara ringkas perbedaan esensial antara pendekatan sosologis dan psikologis adalah kelompok Columbia lebih melihat perilaku politik dari sudut luar kedirian sesorang kemudian mengkaitkanya dengan perilaku memilih. Kelompok Michigan lebih melihat perilaku memilih dari persepsi sesorang mengenai masalah-masalh politik. kelompok Michigan menganggap perasaan, pengalaman, dan interpretasi dari kejadian-kejadian politik secara signifikan mempengaruhi perilaku politik.

c. Pendekatan Rasional

Pemilih rasional memiliki orientasi yang tinggi terhadap policy-problem-solving’ dan berorientasi rendah kepada factor ideologi. Pemilih dalam jenis ini mengutamakan kemampuan kerja partai politik atau calon kontestan dalam kerjanya. Mereka tidak hanya melihat program kerja atau platform partai yang berorientasi kedepan, tetapi juga menganalisis apa saja yang telah dilakukan oleh partai tersebut dimasa lampau. Kinerja partai atau calon kontestan termanifestasikan pada reputasi dan citra yang berkembang di masyarakat. Tokoh dalam pendekatan rasional antara lain; Downs (1957), riker dan ordeshook 1962).

Pendekatan rasional berorientasi kandidat bisa didasarkan pada kedudukan, informasi, prestasi dan popularitas pribadi bersangkutan dalam berbagai bidang kehidupan. Kelompok lain lebih setuju bahwa titik tekan pendekatan rasional adalah pertimbangan untung dan rugi dari individu. Terkait dengan itu, Evans menyebutkan ada beberapa criteria sesorang pemilih untuk dapat dikatan sebagai pemilih rasional. Setidaknya ada beberapa kriteria yaitu:

1. Membuat keputusan jika disodorkan beberapa alternatif

2. Mampu membua urutan preferensi

3. Urutan preferensi individu tidak selalu sama antara individu yang satu dengan individu yang lainya

4. Menjatuhkan pilihan pada sesuatu yang berada diurutan pertama

5. Ketika dihadapkan pada alternantif yang sama atau seimbang sehingga oa tidak munkin membuat urutan preferensi maka individu akan cenderung menjatutuhkan pilihan alternatif yang pernah ia pilih sebelumnya.

Hal yang terpenting bagi jenis pemilih ini adalah apa yang bisa dilakukan oleh sebuah partai atau kontestan, daripada paham dan nilai dari suatu partai. Ketika sebuah partai ingin menarik perhatian pemilih dalam matriks ini harus mengedepankan solusi logis akan permasalahan ekonomi, pendidikan, kesejahteraan, social-budaya dan lain sebagainya. Tipe pemilih ini juga tidak segan-segan pindah kepada kontestan yang lain ketika mereka tidak mampu memecahkan permasalahan nasional.

Jika pemilih memilih berdasarkan orientasi kandidat atau isu berdasarkan informasi yang diperolehnya dan kemudian mempertimbangkan untung dan rugi dari pilihanya maka dalam hal orientasi isu kandidat dan program kerja dari calon dapat dimasukan dalam pemilih rasional.

b. Faktor-faktor yang pengaruhi perilaku pemilih

Perilaku pemilih atau perilaku politik biasanya ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan politik, yakni : pertama, lingkungan politik sosial tak langsung, seperti sistem politik, sistem ekonomi, sistem budaya, dan media massa.

Kedua, lingkungan sosial politik langsung yang memengaruhi dan membentuk kepribadian aktor, seperti keluarga, agama, sekolah, dan kelompok pergaulan. Dari lingkungan tak langsung inilah yang dapat mempengaruh perilaku pemilih untuk

menentukan keputusanya dalam menentukan calon mana yang akan mereka pilih dalam pilkada Pringsewu 2017.

Ketiga, struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. Setidaknya dalam struktur kepribadian seseorang beberapa basis fungsional sikap, yaitu kepentingan, penyesuaian diri, eksternalisasi dan pertahanan diri. Dan keempat, faktor lingkungan sosial politik tidak langsung berupa situasi, yaitu keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan, seperti cuaca keadaan keluarga, keadaan ruang, kehadiran orang lain, dan ancaman dengan segala bentuknya.44

Menurut Firmanzah, ada tiga faktor determinan dalam memumutuskan pilihan politiknya. Ketiga faktor tersebut sangat mempengaruhi pertimbangan pemilih yaitu :

1. Kondisi awal pemilih

2. Faktor media massa

3. Faktor parpol atau kontestan. 45

E. Pengaruh Publikasi Lembaga Survei terhadap perilaku Pemilih pada

Dokumen terkait