• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Cuci Tangan Oleh Perawat Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2016

METODE PENELITIAN

5.1 Perilaku Cuci Tangan Oleh Perawat Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2016

Berdasarkan hasil penelitian, perilaku cuci tangan perawat yang bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Martha Friska Medan dapat diketahui bahwa

61

perawat sebagian besar memiliki perilaku yang baik (63,3%) dan masih ada perawat yang memiliki perilaku yang kurang baik (36,7%). Dikatakan baik karena telah melakukan cuci tangan menggunakan sabun yang mengandung bahan antiseptik pada momen-momen cuci tangan dan melakukan langkah-langkah cuci tangan dengan baik. Ini dikarenakan perawat telah memahami pentingnya pencegahan infeksi nosokomial serta salah satu cara untuk melindungi diri dari penyakit menular dan menaati peraturan yang berlaku di rumah sakit Martha Friska Medan tentang five moments for hygiene. Maka dari itu diperlukan juga pengawasan yang efektif terhadap perawat yang melaksanakan tindakan cuci tangan selama asuhan keperawatan. Hal ini juga dipengaruhi oleh usia perawat yang lebih banyak berumur 26-30 tahun (36,7%) yang berarti usia tersebut masih dapat menerima suatu bentuk aturan-aturan dari Rumah Sakit.

Menurut Robbin (2002) bahwa faktor usia pada pelaksanaan kinerja sangat erat kaitannya, alasannya adalah adanya keyakinan yang meluas bahwa pelaksanaan kinerja menurun akibat bertambahnya usia. Pada pekerja yang berusia tua dianggap kurang luwes dan menolak teknologi baru.

Selain itu, tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung mengharuskan perawat untuk selalu cuci tangan menggunakan sabun yang mengandung bahan antiseptik saat akan melakukan asuhan keperawatan dari pasien satu ke pasien yang lainnya agar tidak terjadi perpindahan bakteri pathogen yang dapat menyebabkan infeksi. Seperti, pada masing-masing troli yang biasanya digunakan oleh perawat untuk membawa peralatan pemeriksaan, obat-obat an, tensimeter, dan peralatan keperawatan lainnya tersedia 1 botol hand sanitizer,

sehingga perawat dapat dengan mudah menggunakan hand sanitizer untuk cuci tangan dan pada setiap ruangan rawat inap tersedia wastafel, sabun cuci tangan, dan hand sanitizer.

Dikatakan kurang baik karena perawat tidak melakukan cuci tangan pada momen-momen cuci tangan dan belum melakukan langkah-langkah cuci tangan dengan baik setiap kali melakukan asuhan keperawatan. Seperti, tidak melakukan cuci tangan setiap kali saat setelah menyentuh benda-benda disekeliling pasien, saat sebelum dan setelah ke ruang isolasi. Pada langkah cuci tangan belum melakukan langkah-langkah cuci tangan sesuai dengan prosedur seperti menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua tangan dan menggosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan/sebaliknya, menggosok dengan memutar ujung-ujung jari tangan kanan ditelapak tangan kiri/sebaliknya, dan mengeringkan kedua telapak tangan 20-30 detik dan menggunakan tissue/serbet untuk menutup kran.

Masih adanya perawat yang tidak melakukan cuci tangan saat memasuki ruang isolasi dan setelah menyentuh benda-benda disekeliling pasien seperti setelah memeriksa infus, menyentuh tempat tidur saat pasien, dan memeriksa gips. Perawat lebih banyak mencuci tangan saat telah berada di dalam ruang isolasi pada saat akan melakukan kontak dengan pasien dan setelah keluar ruang isolasi. Menurut Susiati (2008), tujuan dilakukan cuci tangan yaitu untuk mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan, mencegah infeksi silang (cross infection), menjaga kondisi steril, melindungi diri dan pasien dari infeksi, memberikan perasaan segar dan bersih. Oleh sebab itu, perawat yang akan melakukan kontak

63

dengan pasien sebelum masuk ataupun keluar dari ruang isolasi harus sudah dalam keadaan steril, agar tidak menyebarkan kuman penyebab infeksi. Menurut Tom Elliot, dkk (2013), tangan harus dicuci sebelum dan sesudah masuk ke ruangan isolasi untuk mencegah terjangkit infeksi.

Hal ini dikarenakan perawat belum memahami akan bahaya infeksi nosokomial yang akan terjadi, serta kurang patuhnya terhadap peraturan yang berlaku di rumah sakit Martha Friska Medan tentang five moments hand hygiene. Ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan perawat pada umumnya D3 Keperawatan

(83,3%) dan lama bekerja perawat sebagian besar ≤5 tahun (70,0%). Hal ini

berarti usia, pendidikan dan lama kerja tidak dapat mendukung pelaksanaan tindakan cuci tangan perawat. Menurut Handoko (2001), bahwa pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan kemampuan kerja seseorang. Oleh karena pendidikan adalah langkah awal untuk melihat melihat kemampuan seseorang.

Pentingnya mencuci tangan menggunakan sabun yang mengandung bahan antiseptik saat melakukan asuhan keperawatan termasuk saat setelah menyentuh benda-benda disekeliling pasien adalah untuk menghindari perawat maupun setiap orang yang berada di lingkungan rumah sakit dari mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit infeksi. Kuman yang berasal dari mikroorganisme (misal: secret traktus, respiratorius, luka dan lesi kulit lain, urin, tinja) dapat dipindahkan kepada orang lain secara langsung maupun melalui vektor misalnya tangan pertugas kesehatan atau benda, seperti instrument bedah, peralatan, perlengkapan medis (Tom Elliott dkk, 2013).

Menurut Novi (2012), menyatakan bahwa kebersihan tangan adalah elemen inti untuk melindungi pasien terhadap infeksi nosokomial. Untuk dapat mencegah infeksi nosokomial adalah dengan tindakan cuci tangan sebelum operasi atau cuci tangan dan pakai masker dalam merawat penderita dari yang satu pindah ke yang lainnya (Suharto dkk, 1993).

Pada umumnya perawat mencuci tangan sebelum dan setelah bertugas di rumah sakit. Perawat melakukan cuci tangan terlebih dahulu untuk meminimalisir dan menghilangkan keberadaan kuman yang terdapat pada tangan sehingga dapat mengurangi kemungkinan peyebaran kuman kepada perawat dan keluarga yang ada dirumah. Namun masih ada perawat yang tidak mencuci tangan saat setelah bertugas di rumah sakit Karena setelah bertugas perawat memang melakukan cuci tangan dan setelah itu tidak langsung pulang, masih berada di lingkungan rumah sakit. Sebelum akhirnya kembali kerumah, dan pada saat itu perawat tidak mencuci kembali tangannya.

Mencuci tangan setiap kali sebelum dan setelah kontak dengan pasien, sebelum dan setelah menyentuh benda-benda disekeliling pasien, setelah meyentuh darah, cairan tubuh dan kulit yang tidak utuh, sebelum dan setelah membenahi tempat tidur pasien, sebelum dan setelah ke ruang isolasi dan setelah bertugas, dapat mengurangi kontaminasi tangan terhadap kuman, sehingga perawat yang lebih sering melakukan cuci tangan pada momen-momen tersebut lebih sedikit kemungkinan untuk terkontaminasi kuman yang banyak.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ravenala (2014) menujukkan bahwa ada hubungan frekuensi cuci tangan dengan jumlah koloni kuman pada telapak

65

tangan. Frekuensi mencuci tangan berpengaruh terhadap keberadaan mikroorganisme. Cuci tangan yang sering dilakukan akan mengurangi penyebaran infeksi dari kedua belah tangan petugas kesehatan. Frekuensi berkaitan erat dengan derajat kontaminasi sesuai dengan kontak. Apabila semakin banyak melakukan kontak baik dengan pasien, dengan petugas medis lain, maupun kontak dengan alat-alat medis, berarti derajat kontaminasinya semakin tinggi dan jumlah mikroorganisme juga semakin banyak. Oleh karena itu frekuensi mencuci tangan juga semakin tinggi. Apabila tangan kotor dan terkontaminasi, dan tidak segera dilakukan cuci tangan, maka kuman bisa berkembangbiak dengan cepat dan membuat jumlahnya semakin banyak di tangan.

Hasil penelitian mengenai langkah-langkah cuci tangan yang benar sesuai dengan yang telah dianjurkan oleh World Health Organization (2009), diketahui bahwa sebagian besar perawat telah melakukan langkah cuci tangan yang baik yaitu menuangkan alkohol/sabun ke telapak tangan secukupnya, menggosok kedua telapak tangan, menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan/sebaliknya, menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari. Namun untuk langkah cuci tangan dalam menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua tangan (70,0%) dan menggosok ibu jari kiri dalam genggaman tangan kanan dan sebaliknya (70,0%), hal ini dikarenakan perawat tidak menganggap pentingnya mencuci tangan sesuai dengan prosedur, sekalipun telah tersedia media informasi untuk prosedur mencuci tangan. Perilaku perawat tentang cuci tangan untuk langkah terakhir yaitu untuk hand sanitizer sebagian besar perawat tidak mengeringkan kedua tangan selama 20-30 detik (10%), namun hanya

beberapa detik dan sebentar. Pada keadaan tangan yang belum kering, perawat melakukan perawatan kepada pasien seperti tensi, memeriksa infus, memberikan obat. Sedangkan cuci tangan menggunakan sabun, perawat yang menggunakan tissue/serbet untuk menutup kran sebanyak 3 orang, dikarenakan perawat tidak menganggap penting menutup kran menggunakan tissue/serbet untuk menutup kran. Padahal jika kran tersebut terkontaminasi dengan kuman, maka tangan yang tadinya sudah bersih di cuci dengan menggunakan sabun dapat terkontaminasi lagi oleh kuman yang terdapat pada kran air. Sehingga sekalipun perawat telah melakukan cuci tangan menggunakan sabun, masih memungkinkan terdapatnya kuman pada tangan.

Perilaku perawat terhadap langkah-langkah cuci tangan dapat disimpulkan bahwa seluruh perawat masih belum melakukan cuci tangan sesuai dengan langkah-langkah cuci tangan 1 sampai 8 yang telah ditetapkan sekalipun di dekat wastafel dan diatas tempat peletakan hand sanitizer telah disediakan media komunikasi K3 berbentuk poster mengenai langkah mencuci tangan dan langkah penggunaan hand sanitizer. Hal ini dikarenakan perawat tidak menganggap pentingnya mencuci tangan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Padahal melakukan cuci tangan dengan teknik yang benar akan menghilangkan dan mengurangi kuman lebih efektif dibandingkan mencuci tangan tidak sesuai dengan teknik yang benar.

Hasil penelitian yang dilakukan Ravenala (2014) bahwa, ada hubungan antara cara mencuci tangan dengan jumlah koloni kuman pada telapak tangan.

67

Mencuci tangan haruslah dilakukan dengan teknik yang benar sebab masing-masing langkah cuci tangan memiliki fungsi masing-masing-masing-masing.

5.2 Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat

Dokumen terkait