• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perilaku Cuci Tangan dengan Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Perilaku Cuci Tangan dengan Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2016"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LEMBAR OBSERVASI

HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN DENGAN JUMLAH KOLONI KUMAN PADA TELAPAK TANGAN PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT MARTHA

FRISKA MEDAN TAHUN 2016 A. Maksud Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat kelulusan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, dimana tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Hubungan Perilaku Cuci Tangan dengan Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Rumah Sakit Martha Friska Medan tahun 2016. Untuk melengkapi data kuesioner ini akan dilakukan wawancara dan observasi pada perawat serta dilakukan pengambilan swab usap pada telapak tangan perawat yang melakukan cuci tangan dengan menggunakan sabun dan hand sanitizer.

Partisipasi Bapak/Ibu/Sdr/Sdri adalah sukarela dan bila tidak berkenan sewaktu-waktu dapat menolak tanpa dikenakan sanksi apapun. Bila Bapak/Ibu/Sdr/Sdri memerlukan penjelasan lebih lanjut mengenai survei ini, dapat menghubungi :

Hana Novelina Siringoringo, Jurusan Kesehatan Lingkungan HP 082276200194 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP) (INFORMED CONSENT)

(2)

Berilah tanda checklist () pada kolom di bawah yang sesuai dengan tindakan yang dilakukan perawat dengan pilihan sebagai berikut :

B. Lembar Observasi Langkah-Langkah Cuci Tangan Menggunakan Sabun dan hand Sanitizer

Berilah tanda checklist () pada kolom di bawah yang sesuai dengan tindakan yang dilakukan perawat dengan pilihan sebagai berikut :

No

Pernyataan

Ya Tidak

A. Cuci tangan

1. Mencuci tangan sebelum kontak langsung dengan pasien.

2. Mencuci tangan setelah kontak langsung dengan pasien.

3. Sebelum dan sesudah menyentuh benda-benda disekeliling pasien. resiko infeksi untuk klien tanpa memandang jenis isolasi. 7. Sebelum dan sesudah bertugas di rumah sakit.

8. Menggunakan sabun dan tidak dengan handsanitizer.

No Pernyataan Ya Tidak

A Mencuci tangan dengan Hand Sanitizer 1. Tuangkan alkohol ketelapak tangan secukupnya. 2. Menggosok kedua telapak tangan.

3. Menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan/sebaliknya.

4. Menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari. 5. Menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua tangan.

6. Menggosok ibu jari kiri dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya.

(3)

B Mencuci tangan dengan sabun dan air

1. Basuh tangan dengan air dan tuangkan sabun secukupnya.

2. Ratakan dengan kedua telapak tangan, menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya.

3. Menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari.

4. Menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.

5. Menggosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya.

6. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan ditelapak tangan kiri dan sebaliknya.

7. Bilas kedua tangan dengan air, keringkan dengan tissue/serbet sekali pakai sampai benar-benar kering.

(4)

LAMPIRAN 2

PRINT OUT DATA SPSS 1. Karakteristik Responden

jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ≤25 9 30.0 30.0 30.0

26-30 11 36.7 36.7 66.7

≥31 10 33.3 33.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

tingkat pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid D3 25 83.3 83.3 83.3

S1 5 16.7 16.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Lama kerja (tahun)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ≤5 21 70.0 70.0 70.0

5-10 8 26.7 26.7 96.7

≥11 1 3.3 3.3 100.0

(5)

PRINT OUT DATA SPSS

2. Perilaku Cuci Tangan

perilaku1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 2 6.7 6.7 6.7

Ya 28 93.3 93.3 100.0

(6)

PRINT OUT DATA SPSS

perilaku5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 22 73.3 73.3 73.3

Ya 8 26.7 26.7 100.0

(7)

PRINT OUT DATA SPSS

langkah1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ya 30 100.0 100.0 100.0

langkah2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 30 100.0 100.0 100.0

langkah3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 6 20.0 20.0 20.0

Ya 24 80.0 80.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

langkah4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 4 13.3 13.3 13.3

Ya 26 86.7 86.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

langkah5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 9 30.0 30.0 30.0

Ya 21 70.0 70.0 100.0

(8)

PRINT OUT DATA SPSS

langkah6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 9 30.0 30.0 30.0

Ya 21 70.0 70.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

langkah7

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 6 20.0 20.0 20.0

Ya 24 80.0 80.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

langkah8

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 27 90.0 90.0 90.0

Ya 3 10.0 10.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Skor

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 11 36.7 36.7 36.7

Ya 19 63.3 63.3 100.0

(9)

PRINT OUT DATA SPSS

Continuity Correctionb 21.980 1 .000

Likelihood Ratio 31.489 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 25.045 1 .000

N of Valid Cases 30

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.67.

(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)

LAMPIRAN 7

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Pengambilan Sampel Swab Usap pada Telapak Tangan Perawat

(25)

Gambar 3. Tempat Cuci Tangan & Sabun Cuci Tangan

(26)

Gambar 5. Handsanitizer & Poster Prosedur Penggunaan Handsanitizer

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta : Rineka Cipta Benjamin., DT., 2010. Introduction to Handsanitizers.

CDC., 2009. Hand Sanitizer Ingredients.

http://www.hand-sanitizer-dispenser-review.com/hand-sanitizer-ingredients.html

Darmadi., 2008. Infeksi Nosokomial: Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.

Depkes RI dalam Novi Hediyani. (2012). Manfaat Mencuci Tangan bagi Kesehatan. http://www.dokterku-online.com/index.php/article/88-manfaat-mencuci-tangan-bagi-kesehatan. diakses pada 25 Mei 2016.

Elliot, Tom, Tony Worthington, Husam Osman, Martin Gill., 2009. Edisi Keempat.

Mikrobiologi Kedokteran & Infeksi. Jakarta : Penerbit Buku Kedoteran EGC. Fierer N, Costello EK, Lauber CL, Hamady M, Gordon JI, et al.,2009. Bacterial Variation in Human Body Habitats Across Space and Time. Science 326:1694-1967.

Fukuzaki, S., 2006. Mechanisms of Actions of Sodium Hypoclorite in Cleaning and Disinfection Processes. Biocontrol Sci. 11:147.

Girou, E, Loyeau S, Legrand P, Oppein F, Buisson CB., 2009. Efficacy of Handrubing

with an Alcohol Based Solution versus Standard Handwashing with Antiseptic Soap : randomized clinical trial. BMJ 325 : 362-5.

Handoko, T. H.(2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.

Jogjakarta:BPFE.

Https://id.m.wikipedia.org/wiki/Antiseptik. Diakses 4 Mei 2016.

Jawetz, Melnick, and Adelberg’s., 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Alih bahasa

oleh: Hartanto Huriawati, Rachman Chaerunnisa, Dimanti Alifa, dan Diani Aryana. Jakarta : Salemba Medika.

Jawetz, Melnick, and Adelberg’s., 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Penerjemah :

Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta : Salemba Medika.

Karsinah, H.; Lucky, H.M.; Chatim, A.; Suharto dan Mardiastuti, H.W., 1994.

Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi oleh: Staf Pengajar Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Binarupa Aksara.

Liu Pengbo., Yuen Yvonne., Hsiao Hui-Mien., Jaykus Lee-Ann., 2010. Effectiveness of Liquid Soap and Hand Sanitizer against Norwalk Virus on Contaminated Hands, Appl. Environ.Microbiol ; 76(2):394-399.

(28)

Notoatmodjo ,S., 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Edisi revisi 2012. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo ,S., 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Pelcjar M., 1986. Dasar – dasar Mikrobiologi 1, Megraw Hill Book Company,

Universitas Indonesia. Jakarta.

Perdalin, 2010. Handout Pengendalian Infeksi Nosokomial.Jakarta.

Pittet D., 2001. Improving Adherence to Hand Hygiene Practice: A Multidisiplinary

Approach. Emerging Infectious Desease ; 7(2): 234-240.

Potter, P.A, & Perry, A.G., 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC

Pratiknya A.W., 2007. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.

Putri, Ravenala Honesty., 2014. Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan Menggunakan

Sabun dan Air dengan Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang Tahun 2014.

Robbin. P.S.(2002). Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Edisi kelima, Penerbit, Erlangga, Jakarta.

Sastroasmoro ,Sudigdo., 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto.

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Soekodjo, Notoatmodjo., 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sunaryo ., 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Supeni, Meila. 2009. Hubungan Antara Perilaku Cuci Tangan Perawat dengan

Pertumbuhan Bakteri Aerob Penyebab Infeksi Nosokomial. Publikasi UMY

Vol 8 no 9. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadyah Yoryakarta.

Susiati, (2008). Keterampilan Keperawatan Dasar Paket 1. Jakarta: Erlangga.

Wolff L.U., Weitzel M.H., dan Fuerst E.V., 1984. Dasar-dasar Ilmu Keperawatan.

Edisi keenam. Penterjemah: Kustinyatih Moctar & Djamaludin H, PT Gunung Agung. Jakarta.

World Health Organization (WHO)., 2006. Five Moments for Hand Hygiene. .Diakses

15 November 2015; http://who.int/gpsc/tools/Fivemoments/en/.

Wulandari, Suci. 2001. Pengaruh Cara Mencuci Tangan Terhadap Perubahan

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakaan metode Analitik Observasional dengan rancangan cross sectional untuk mengetahui hubungan perilaku cuci tangan dengan jumlah koloni kuman pada telapak tangan perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Martha Friska Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Oktober 2016 di Rumah Sakit Martha Friska Medan. Adapun pertimbangan pemilihan rumah sakit tersebut karena belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan perilaku perawat dengan jumlah koloni kuman pada telapak tangan perawat yang bertugas di ruang rawat inap.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di ruang rawat inap Rumah Sakit Martha Friska Medan sebanyak 115 perawat.

3.3.2 Sampel

(30)

Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling.

Kriteria Inklusi

 Perawat yang sedang bertugas di ruang rawat inap shift pagi pada

pengambilan sampel swab usab pada telapak tangan. Kriteria Ekslusi

 Perawat yang tidak bertugas di ruang rawat inap pada shift pagi pada saat

pengambilan sampel swab usab pada telapak tangan. 3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data diperoleh dengan data sekunder terkait data demografis dan data primer yang dilakukan dengan pengamatan/observasi secara langsung kepada perawat yang bertugas di ruang rawat inap. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan:

a. Lembar Observasi

Observasi merupakan sebuah pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan panca indera. Menurut Arikunto (2010), lembar observasi digunakan untuk mengukur perilaku cuci tangan pada perawat. Jenis observasi yang dilakukan adalah observasi sistematis yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan. Observasi menggunakan 16 pernyataan, dengan jawaban benar diberi skor 1 bila jawaban dilakukan dan 0 bila jawaban tidak dilakukan.

b. Dokumentasi

(31)

47

menyangkut dengan masalah yang diteliti. Dokumentasi yang dimaksud adalah berupa data demografis rumah sakit, penelitian-penelitian terdahulu yang menyangkut perilaku cuci tangan pada perawat.

c. Pengambilan Sampel pada Telapak Tangan Perawat

Pengambilan sampel swab usap pada telapak tangan perawat di ruang rawat inap rumah sakit Martha Friska Medan yaitu ruangan Lantai 1D, Lantai 3A dan 3C, Lantai 4A dan 4C, lantai 5A dan 5C, dan Lantai 6A. Sampel yang diambil didapatkan dari hasil usapan pada telapak tangan kanan perawat. Pemilihan telapak tangan kanan karena tangan kanan lebih banyak melakukan aktivitas dibandingkan dengan tangan kiri.

 Alat untuk kultur:

1. Kapas lidi steril 2. Ose

3. Toples 4. Kotak es 5. Pipet pasteur 6. Cawan petri steril 7. Lampu spiritus 8. Mikroskop

 Bahan untuk kultur:

1. Specimen kuman dari tangan perawat 2. Larutan NaCl

(32)

 Cara pengambilan sampel

Sampel swab pada telapak tangan perawat diambil setelah perawat melakukan kontak langsung dengan pasien dengan atau tanpa melakukan cuci tangan, pengambilan swab usap pada telapak tangan diambil menggunakan kapas lidi yang sudah disterilkan.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel penelitian ini adalah :

a) Variabel terikat : Jumlah koloni kuman b) Variabel bebas : Perilaku cuci tangan 3.5.2 Definisi Operasional

1. Perilaku cuci tangan perawat adalah tindakan atau keterampilan perawat untuk membersihkan tangan dari segala macam mikroorganisme yang bertujuan untuk mengurangi jumlah koloni kuman pada telapak tangan. Perilaku cuci tangan dalam penelitian ini digolongkan menjadi 2 yaitu : perilaku baik dan kurang baik.

2. Perawat adalah tenaga paramedik yang membantu melaksanakan asuhan keperawatan yang bertugas di ruang rawat inap.

3. Jumlah koloni kuman adalah jumlah bakteri yang dihitung pada perbenihan media TSA dengan satuan Coloni Forming Unit (CFU/cm2). 3.6 Metode Pengukuran

1. Cara Mengukur Perilaku Cuci Tangan Perawat

(33)

49

sebanyak 16. Dimana jika perawat melakukan cuci tangan setelah kontak dengan pasien maupun tidak melakukan cuci tangan setelah kontak dengan pasien, jumlah pernyataan yang akan diobservasi sebanyak 16 pernyataan. Teknik penskalaan yaitu dengan butir-butir kategori untuk jawaban “ya” mendapat nilai 1 jika dilakukan dan “tidak” mendapat nilai 0 jika tidak dilakukan. Sehingga skor tertinggi adalah 16.

Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu:

a. Tingkat perilaku baik apabila jawaban responden >75% atau jumlah pernyataan yang dilakukan dengan skor >12 dari semua pernyataan yang ada. b. Tingkat perilaku kurang baik, apabila jawaban responden <75% atau jumlah

pernyataan yang dilakukan dengan skor <12 dari semua pernyataan yang ada. 2. Cara Pengukuran Angka Kuman

Pengukuran angka kuman dengan metode streak plate dengan langkah-langkah sebagai berikut :

 Mengambil satu ose steril standard, kemudian dimasukkan ke dalam cairan

sampel.

 Mengambil sampel dengan ose standar yang steril. Selanjutnya digoreskan

pada media TSA.

 Dilakukan inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC.

 Setelah diinkubasi, koloni yang tumbuh pada media TSA dihitung

jumlahnya.

 Perhitungan angka kuman menurut rumus sebagai berikut :

(34)

Keterangan : n adalah jumlah koloni yang dihitung. Karena dalam perhitungan menggunakan luas permukaan dalam sentimeter (cm2) yaitu 4cm2. 3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis agar memberikan arti yang berguna dalam memecahkan masalah dalam penelitian ini. 3.7.1. Pengolahan Data

Menurut Muchamad Fauzi (2009), data yang diperoleh di lapangan diolah menggunakan computer yang dilakukan melalui proses dengan tahapan sebagai berikut :

a. Editing

Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah dikumpulkan, karena kemungkinan data yang masuk (raw data) atau data terkumpul tersebut tidak logis dan meragukan. Tujuan editing adalah untuk menghilangkan kesalahan yang terdapat pada pencatatan yang ada di lapangan dan bersifat koreksi.

b. Coding

Coding adalah usaha mengklasifikasi jawaban-jawaban para responden menurut macamnya. Klasifikasi ini dilakukan dengan manandai atau memberi kode pada setiap jawaban para responden.

c. Tabulasi

(35)

51

3.7.2 Analisa Data

Analisis data dalam penelitian ini adalah : a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini analisis data dengan metode statistik univariat akan digunakan untuk menganalisis variabel inndependen (perilaku cuci tangan perawat) dan variabel dependen (jumlah koloni kuman). Data ini akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi (Setiadi, 2007).

b. Analisis bivariat

Analisis bivariat adalah suatu prosedur yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010). Melihat kedua pengaruh variabel independen dan dependen digunakan uji

(36)

BAB IV

HASIL

4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Gambaran Lokasi

Rumah Sakit Martha Friska berdiri sejak tanggal 2 Maret 1981 yang dikategorikan sebagai Rumah Sakit Umum Swasta Utama setara dengan Kelas B Non Pendidikan yang berada di JL. Yos Sudarso No. 91 Brayan Kota, kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara. Rumah Sakit Martha Friska dipimpin oleh seorang kepala dengan sebutan Direktur Utama.

Rumah Sakit Martha Friska merupakan rumah sakit swasta yang melayani masyarakat umum dan karyawan-karyawan perusahaan serta keluarganya di daerah Sumatera Utara bahkan sebagian dari Propinsi Nangroe Aceh Darussalam.

(37)

53

4.2 Analisis Univariat

4.2.1 Karakteristik Responden

Responden di Rumah Sakit Martha Friska Medan berjumlah 115 orang, gambaran karakteristik yang disajikan terdiri dari jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan lama kerja yang berbeda-beda. Secara lengkap komposisi responden menurut struktur dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Karakteristik Responden di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-laki 1 3,3

Perempuan 29 96,7

Total 30 100,0

Umur Frekuensi(n) Persentase (%)

≤25 9 30,0

26-30 11 36,7

≥31 10 33,3

Total 30 100,0

Tingkat Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)

D-III Keperawatan 25 83,3

S1 5 16,7

Total 30 100,0

Lama Kerja (Tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)

≤5 21 70,0

5-10 8 26,7

≥11 1 3,3

Total 30 100,0

(38)

4.2.2 Perilaku Cuci Tangan pada Perawat yang Bertugas di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan.

Perilaku cuci tangan responden di ruang rawat inap Rumah Sakit Martha Friska Medan yang di observasi dalam penelitian ini meliputi, perilaku cuci tangan dan langkah-langkah mencuci tangan responden dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Observasi Perilaku Cuci Tangan Sebelum dan sesudah menyentuh benda-benda disekeliling pasien.

Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, secret, ekskresi, kulit yang tidak utuh, dan benda yang terkontaminasi dengan atau tidak menggunakan sarung tangan.

Sebelum dan setelah melakukan tindakan pada pasien seperti membenahi tempat tidur.

Sebelum masuk ke ruang isolasi untuk mengurangi resiko infeksi untuk klien tanpa memandang jenis isolasi.

Sebelum dan setelah bertugas di rumah sakit.

Menggunakan sabun dan tidak dengan

(39)

55

(2) Basuh tangan dengan air dan tuangkan sabun secukupnya.

Menggosok kedua telapak tangan.

(1) Menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan/sebaliknya.

(2) Menggosok punggung, kedua telapak tangan dan sela-sela jari tangan

(2) Menggosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan/sebaliknya. (1) Menggosok ibu jari kiri berputar dalam

genggaman tangan kanan/sebaliknya. (2) Gosokkan dengan memutar ujung

jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri/sebaliknya.

(1) Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri/sebaliknya.

(2) Bilas kedua tangan dengan air, keringkan dengan tissue/serbet sekali pakai sampai benar-benar kering. (1) Keringkan kedua tangan selama 20-30

detik.

(2) Gunakan tissue/serbet sekali pakai untuk menutup kran.

(40)

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa hasil observasi tindakan mencuci tangan, pada umumnya responden melakukan cuci tangan sebelum kontak langsung dengan pasien (96,7%), pada umumnya responden mencuci tangan setelah kontak langsung dengan pasien (93,3%) dan pada umumnya responden mencuci tangan setelah menyentuh cairan tubuh dan kulit yang tidak utuh (93,3%). Pada umumnya responden melakukan tindakan cuci tangan sebelum dan setelah membenahi tempat tidur (93,3%)

Berdasarkan hasil observasi sebagian besar responden mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh benda disekeliling pasien (63,3%) dan sebelum masuk keruang isolasi (63,3%). Hasil observasi pada perawat tentang mencuci tangan sebelum pulang dinas, pada umumnya responden melakukan cuci tangan (83,3%) dan lebih sedikit responden yang mencuci tangan menggunakan sabun dibandingkan dengan yang menggunakan handsanitizer (26,7%).

Dari persentasi distribusi proporsi yang ditampilkan pada tabel di atas maka dapat diinterpretasikan bahwa pada umumnya responden melakukan cuci tangan sebelum kontak langsung dengan pasien dan lebih sedikit responden yang mencuci tangan menggunakan sabun dibandingkan dengan yang menggunakan

handsanitizer.

(41)

57

langkah 5 yaitu (70,0%) dan langkah 6 (70,0%), sedangkan lebih sedikit responden yang melakukan cuci tangan langkah 8 (10,0%).

Berdasarkan hasil observasi tentang langkah-langkah mencuci tangan diatas, dapat dilihat bahwa seluruh responden belum melakukan langkah-langkah cuci tangan sesuai dengan prosedur cuci tangan yang benar mulai dari langkah 1 sampai dengan langkah 8.

Maka, berdasarkan tabel hasil observasi tentang perilaku cuci tangan di atas, dapat diketahui perilaku cuci tangan pada perawat yang bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Martha Friska Medan dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut. Tabel 4.3 Distribusi Perilaku Cuci tangan Responden yang Bertugas di

Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2016

Berdasarkan tabel 4.3 diatas, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki perilaku cuci tangan pada kategori baik (63,3%), sedangkan lebih sedikit responden dengan kategori perilaku yang kurang baik (36,7%). Dikatakan kurang baik karena pada hasil observasi tidak melakukan cuci tangan setiap kali saat setelah menyentuh benda-benda disekeliling pasien, saat sebelum dan setelah ke ruang isolasi. Pada langkah cuci tangan belum melakukan langkah-langkah cuci tangan sesuai dengan prosedur seperti menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua tangan dan menggosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan/sebaliknya, menggosok dengan memutar ujung-ujung jari tangan kanan No. Perilaku Cuci Tangan Perawat Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Baik 19 63,3

2. Kurang Baik

11 36,7

(42)

ditelapak tangan kiri/sebaliknya, dan mengeringkan kedua telapak tangan 20-30 detik dan menggunakan tissue/serbet untuk menutup kran.

4.2.3 Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan.

Tabel 4.4 Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan.

Sampel Jumlah Koloni Kuman

(CFU/cm2)

(43)

59

Berdasarkan Tabel 4.4 diatas, dapat dilihat bahwa seluruh responden memiliki jumlah kuman pada tangan masih normal. Sebagian besar responden (66,7%) memiliki jumlah koloni kuman ≤10 CFU/cm2 dan hanya 4 responden (13,3%) yang terdapat jumlah koloni kuman >100 CFU/cm2 setelah melakukan kontak dengan pasien.

4.3 Analisis Bivariat

4.3.1 Hubungan Perilaku Cuci Tangan Perawat dengan Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Rumah Sakit Martha Friska Medan.

Tabel 4.5 Hasil Uji Chi Square

Variabel Jumlah Koloni Kuman Total p

≤10 sebanyak 19 orang. Sedangkan responden dengan perilaku cuci tangan yang kurang baik pada umumnya memiliki jumlah kuman >10 CFU/cm2 sebanyak 10 orang.

(44)

BAB V

PEMBAHASAN

Perilaku cuci tangan merupakan tindakan atau keterampilan perawat untuk membersihkan tangan dari segala macam mikroorganisme yang bertujuan untuk mengurangi jumlah koloni kuman pada telapak tangan. Perilaku cuci tangan diukur dengan menggunakan lembar observasi berdasarkan World Health Organization tentang 5 Moments for Hand Hygiene tahun 2006, yang meliputi sebelum menyentuh pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah kontak dengan cairan tubuh, setelah menyentuh pasien, dan setelah menyentuh benda-benda disekeliling pasien. Hal ini sejalan dengan Standar Prosedur Operasional yang ada di Rumah Sakit Martha Friska yaitu sesuai dengan Keputusan Direktur Utama No. 001/SK/MF/VIII/2015 tentang Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (Poin II.2.) dan berdasarkan Pedoman Teknis Pengelolaan Lingkungan Rumah Sakit dalam Peranan Petugas dalam Pengelolaan Lingkungan Rumah Sakit yang meliputi cuci tangan sebelum dan setelah keluar ruang isolasi. Sedangkan untuk prosedur mencuci tangan diukur dengan menggunakan lembar observasi berdasarkan World Health Organization tahun 2009 tentang langkah-langkah mencuci tangan yang benar.

5.1 Perilaku Cuci Tangan Oleh Perawat Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2016

(45)

61

perawat sebagian besar memiliki perilaku yang baik (63,3%) dan masih ada perawat yang memiliki perilaku yang kurang baik (36,7%). Dikatakan baik karena telah melakukan cuci tangan menggunakan sabun yang mengandung bahan antiseptik pada momen-momen cuci tangan dan melakukan langkah-langkah cuci tangan dengan baik. Ini dikarenakan perawat telah memahami pentingnya pencegahan infeksi nosokomial serta salah satu cara untuk melindungi diri dari penyakit menular dan menaati peraturan yang berlaku di rumah sakit Martha Friska Medan tentang five moments for hygiene. Maka dari itu diperlukan juga pengawasan yang efektif terhadap perawat yang melaksanakan tindakan cuci tangan selama asuhan keperawatan. Hal ini juga dipengaruhi oleh usia perawat yang lebih banyak berumur 26-30 tahun (36,7%) yang berarti usia tersebut masih dapat menerima suatu bentuk aturan-aturan dari Rumah Sakit.

Menurut Robbin (2002) bahwa faktor usia pada pelaksanaan kinerja sangat erat kaitannya, alasannya adalah adanya keyakinan yang meluas bahwa pelaksanaan kinerja menurun akibat bertambahnya usia. Pada pekerja yang berusia tua dianggap kurang luwes dan menolak teknologi baru.

(46)

sehingga perawat dapat dengan mudah menggunakan hand sanitizer untuk cuci tangan dan pada setiap ruangan rawat inap tersedia wastafel, sabun cuci tangan, dan hand sanitizer.

Dikatakan kurang baik karena perawat tidak melakukan cuci tangan pada momen-momen cuci tangan dan belum melakukan langkah-langkah cuci tangan dengan baik setiap kali melakukan asuhan keperawatan. Seperti, tidak melakukan cuci tangan setiap kali saat setelah menyentuh benda-benda disekeliling pasien, saat sebelum dan setelah ke ruang isolasi. Pada langkah cuci tangan belum melakukan langkah-langkah cuci tangan sesuai dengan prosedur seperti menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua tangan dan menggosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan/sebaliknya, menggosok dengan memutar ujung-ujung jari tangan kanan ditelapak tangan kiri/sebaliknya, dan mengeringkan kedua telapak tangan 20-30 detik dan menggunakan tissue/serbet untuk menutup kran.

(47)

63

dengan pasien sebelum masuk ataupun keluar dari ruang isolasi harus sudah dalam keadaan steril, agar tidak menyebarkan kuman penyebab infeksi. Menurut Tom Elliot, dkk (2013), tangan harus dicuci sebelum dan sesudah masuk ke ruangan isolasi untuk mencegah terjangkit infeksi.

Hal ini dikarenakan perawat belum memahami akan bahaya infeksi nosokomial yang akan terjadi, serta kurang patuhnya terhadap peraturan yang berlaku di rumah sakit Martha Friska Medan tentang five moments hand hygiene. Ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan perawat pada umumnya D3 Keperawatan

(83,3%) dan lama bekerja perawat sebagian besar ≤5 tahun (70,0%). Hal ini

berarti usia, pendidikan dan lama kerja tidak dapat mendukung pelaksanaan tindakan cuci tangan perawat. Menurut Handoko (2001), bahwa pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan kemampuan kerja seseorang. Oleh karena pendidikan adalah langkah awal untuk melihat melihat kemampuan seseorang.

(48)

Menurut Novi (2012), menyatakan bahwa kebersihan tangan adalah elemen inti untuk melindungi pasien terhadap infeksi nosokomial. Untuk dapat mencegah infeksi nosokomial adalah dengan tindakan cuci tangan sebelum operasi atau cuci tangan dan pakai masker dalam merawat penderita dari yang satu pindah ke yang lainnya (Suharto dkk, 1993).

Pada umumnya perawat mencuci tangan sebelum dan setelah bertugas di rumah sakit. Perawat melakukan cuci tangan terlebih dahulu untuk meminimalisir dan menghilangkan keberadaan kuman yang terdapat pada tangan sehingga dapat mengurangi kemungkinan peyebaran kuman kepada perawat dan keluarga yang ada dirumah. Namun masih ada perawat yang tidak mencuci tangan saat setelah bertugas di rumah sakit Karena setelah bertugas perawat memang melakukan cuci tangan dan setelah itu tidak langsung pulang, masih berada di lingkungan rumah sakit. Sebelum akhirnya kembali kerumah, dan pada saat itu perawat tidak mencuci kembali tangannya.

Mencuci tangan setiap kali sebelum dan setelah kontak dengan pasien, sebelum dan setelah menyentuh benda-benda disekeliling pasien, setelah meyentuh darah, cairan tubuh dan kulit yang tidak utuh, sebelum dan setelah membenahi tempat tidur pasien, sebelum dan setelah ke ruang isolasi dan setelah bertugas, dapat mengurangi kontaminasi tangan terhadap kuman, sehingga perawat yang lebih sering melakukan cuci tangan pada momen-momen tersebut lebih sedikit kemungkinan untuk terkontaminasi kuman yang banyak.

(49)

65

tangan. Frekuensi mencuci tangan berpengaruh terhadap keberadaan mikroorganisme. Cuci tangan yang sering dilakukan akan mengurangi penyebaran infeksi dari kedua belah tangan petugas kesehatan. Frekuensi berkaitan erat dengan derajat kontaminasi sesuai dengan kontak. Apabila semakin banyak melakukan kontak baik dengan pasien, dengan petugas medis lain, maupun kontak dengan alat-alat medis, berarti derajat kontaminasinya semakin tinggi dan jumlah mikroorganisme juga semakin banyak. Oleh karena itu frekuensi mencuci tangan juga semakin tinggi. Apabila tangan kotor dan terkontaminasi, dan tidak segera dilakukan cuci tangan, maka kuman bisa berkembangbiak dengan cepat dan membuat jumlahnya semakin banyak di tangan.

(50)

beberapa detik dan sebentar. Pada keadaan tangan yang belum kering, perawat melakukan perawatan kepada pasien seperti tensi, memeriksa infus, memberikan obat. Sedangkan cuci tangan menggunakan sabun, perawat yang menggunakan tissue/serbet untuk menutup kran sebanyak 3 orang, dikarenakan perawat tidak menganggap penting menutup kran menggunakan tissue/serbet untuk menutup kran. Padahal jika kran tersebut terkontaminasi dengan kuman, maka tangan yang tadinya sudah bersih di cuci dengan menggunakan sabun dapat terkontaminasi lagi oleh kuman yang terdapat pada kran air. Sehingga sekalipun perawat telah melakukan cuci tangan menggunakan sabun, masih memungkinkan terdapatnya kuman pada tangan.

Perilaku perawat terhadap langkah-langkah cuci tangan dapat disimpulkan bahwa seluruh perawat masih belum melakukan cuci tangan sesuai dengan langkah-langkah cuci tangan 1 sampai 8 yang telah ditetapkan sekalipun di dekat wastafel dan diatas tempat peletakan hand sanitizer telah disediakan media komunikasi K3 berbentuk poster mengenai langkah mencuci tangan dan langkah penggunaan hand sanitizer. Hal ini dikarenakan perawat tidak menganggap pentingnya mencuci tangan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Padahal melakukan cuci tangan dengan teknik yang benar akan menghilangkan dan mengurangi kuman lebih efektif dibandingkan mencuci tangan tidak sesuai dengan teknik yang benar.

(51)

67

Mencuci tangan haruslah dilakukan dengan teknik yang benar sebab masing-masing langkah cuci tangan memiliki fungsi masing-masing-masing-masing.

5.2 Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan

Dari hasil penelitian, jumlah bakteri pada tangan perawat seluruhnya masih normal, namun ada sebanyak 4 sampel yang hasilnya >100 CFU/Cm2. Ada beberapa perawat yang masih terdapat cukup banyak kuman pada telapak tangannya meskipun telah mencuci tangan. Dimana saat diobservasi, setelah melakukan kontak dengan pasien perawat tidak langsung mencuci tangan setiap kali setelah kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya, tetapi mencuci tangan setelah melakukan pemeriksaan pasien keseluruhannya sehingga kuman yang terdapat pada tangan menumpuk dan pada saat setelah mencuci tangan perawat mengeringkan tangan dengan dikipas-kipas dan di lap pada rok, karena tissue yang biasanya digunakan untuk mengeringkan tangan setelah mencuci tangan habis sehingga tangan yang tadinya sudah bersih dapat terkontaminasi kembali kuman yang didapat dari pakaian perawat. Oleh sebab itu, untuk menghindari penyebaran kuman, maka sebelum melakukan pemeriksaan kepada pasien harus mencuci tangan terlebih dahulu menggunakan sabun yang mengandung bahan antiseptik.

(52)

pada telapak tangannya, sedangkan perawat yang melakukan cuci tangan, jumlah kuman yang ditemukan lebih sedikit.

Menurut Fierer (2009), banyaknya jumlah bakteri pada tangan tergantung oleh beberapa faktor yaitu, waktu sejak terakhir cuci tangan, mempengaruhi komunitas bakteri di tangan. Faktor yang kedua adalah derajat kontaminasi sesuai dengan kontak. Apabila semakin banyak melakukan kontak baik dengan pasien, dengan petugas medis lain, maupun kontak dengan alat-alat medis, berarti derajat kontaminasinya semakin tinggi dan jumlah mikroorganisme juga semakin banyak. Faktor yang ketiga adalah derajat kerentanan seseorang terhadap mikroorganisme. Semakin tinggi derajat kerentanan seseorang terhadap mikroorganisme maka akan semakin banyak jumlah mikroorganisme yang singgah.

5.3 Hubungan Perilaku Cuci Tangan Perawat dengan Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Rumah Sakit Martha Friska Medan.

(53)

69

sabun yang mengandung bahan antiseptik dapat menurunkan jumlah kuman ditangan, sehingga jika mencuci tangan lebih sering dilakukan maka kuman tidak akan menumpuk dan berkurang. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Meila (2009), bahwa terdapat hubungan antara perilaku cuci tangan perawat dengan jumlah bakteri. Jika mencuci tangan hanya dilakukan dengan air saja tanpa menggunakan sabun yang mengandung bahan antiseptik, kuman yang terdapat pada tangan tidak akan hilang dan berkurang.

(54)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Hubungan Perilaku Cuci Tangan dengan Jumlah Koloni Kuman pada Telapak Tangan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Martha Friska Medan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Perilaku cuci tangan perawat yang bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Martha Friska Medan sebagian besar memiliki perilaku yang baik yaitu sebanyak 63,3% perawat dan perawat dengan perilaku yang kurang baik sebanyak 36,7% perawat.

2. Jumlah koloni kuman pada telapak tangan perawat yaitu perawat dengan perilaku baik terdapat jumlah koloni kuman yang lebih sedikit yaitu ≤10 CFU/cm2 sedangkan perawat dengan perilaku cuci tangan kurang baik terdapat jumlah koloni kuman >10 CFU/cm2.

(55)

71

6.2 SARAN Bagi Perawat

Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan para perawat dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya melaksanakan five moments hand hygiene dan sesuai indikasi di rumah sakit dan melakukan cuci tangan menggunakan sabun yang mengandung bahan antiseptik sesuai prosedur selama melakukan asuhan keperawatan agar dapat mengurangi risiko infeksi di lingkungan rumah sakit.

Bagi Pelayanan Kesehatan

Pelaksanaan five moments hand hygiene dan langkah-langkah mencuci tangan sesuai dengan prosedur oleh perawat harus lebih ditingkatkan untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial di pelayanan kesehatan. Dengan memahami dan menyadari pentingnya tindakan tersebut, diharapkan dapat mencegah penyebaran infeksi untuk membantu mengurangi masa rawat pasien dan biaya perawatan yang dibebankan kepada pasien.

Bagi Peneliti Selanjutnya

Masih adanya perawat yang belum melakukan five moments hand hygiene

(56)
(57)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kuman

Bentuk kehidupan dari dari dunia mikroba yang kali pertama diamati adalah bakteri atau kuman. Bakteri pertama kali diamati oleh seorang Belanda bernama Anthony van Leeuwenhoek pada tahun 1973, ia berhasil menemukan suatu bentuk kehidupan yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang yang kemudian dinamakan animalcules, yang tidak lain bakteri atau kuman (Tim Mikrobiologi FK UI, 2003).

Kuman merupakan istilah awam yang identik dengan bakteri, yaitu organisme bersel satu yang hanya bisa dilihat dengan bantuan mikroskop (http://health.kompas.com/read/2016/07/11/10324630/beda.kuman.virus.bakteri). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kuman adalah nama lain dari bakteri.

2.2 Bakteri 2.2.1 Pengertian

(58)

panas yang suhunya 90oC atau lebih. Kebanyakan tumbuh pada berbagai suhu diantara kedua ekstrim ini. Bakteri menimbulkan berbagai perubahan kimiawi pada substansi yang ditumbuhinya, mereka mampu menghancurkan banyak zat (Pelczar, 1986).

Menurut Yulika H (2009), bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak mempunyai selubung inti). Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki informasi genetik berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan tidak ada membrane inti. Bentuk DNA bakteri adalah sirkuler, panjang dan biasa disebut nukleoid. Pada DNA bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun atas ekson saja. Bakteri juga memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung menjadi plasmid yang berbentuk kecil dan sirkuler.

2.2.2 Klasifikasi Bakteri

Menurut Jawetz (2004), hasil pewarnaan mencerminkan perbedaan dasar dan kompleks pada sel bakteri (struktur dinding sel), sehingga bakteri diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif.

1. Bakteri Gram-negatif

 Bakteri Gram Negatif Berbentuk Batang (Enterobacteriacea).

Bakteri gram negatif berbentuk batang habitatnya adalah usus manusia dan binatang. Enterobacteriaceae meliputi Escherichia, Shigella, Salmonella, Enterobacter, Klebsiella, Serratia, Proteus). Beberapa organisme seperti

(59)

8

penyakit, sedangkan yang lain seperti salmonella dan shigella merupakan patogen yang umum bagi manusia.

Pseudomonas, Acinobacter dan Bakteri Gram Negatif Lain. Pseudomonas

aeruginosa bersifat invasif dan toksigenik, mengakibatkan infeksi pada pasien dengan penurunan daya tahan tubuh dan merupakan patogen nosokomial yang penting .

Vibrio Campylobacter, Helicobacter, dan bakteri lain yang berhubungan.

Mikroorganisme ini merupakan spesies berbentuk batang Gram-negatif yang tersebar luas di alam. Vibrio ditemukan didaerah perairan dan permukaan air. Aeromonas banyak ditemukan di air segar dan terkadang pada hewan berdarah dingin.

Haemophilus , Bordetella, dan Brucella Gram negatif Hemophilis

influenza tipe b merupakan patogen bagi manusia yang penting.

Yersinia, Franscisella dan Pasteurella. Berbentuk batang pendek

Gram-negatif yang pleomorfik. Organisme ini bersifat katalase positif, oksidase positif, dan merupakan bakteri anaerob fakultatif.

2. Bakteri Gram-positif

 Bakteri gram positif pembentuk spora : Spesies Bacillus dan Clostridium.

(60)

Corynebacterium dan kelompok Propionibacterium merupakan flora normal pada kulit dan selaput lender manusia .

Staphylococcus. Berbentuk bulat, biasanya tersusun bergerombol yang

tidak teratur seperti anggur. Beberapa spesies merupakan anggota flora normal pada kulit dan selaput lendir, yang lain menyebabkan supurasi dan bahkan septikemia fatal. Staphylococcus yang patogen sering menghemolisis darah, mengkoagulasi plasma dan menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler. Tipe Staphylococcus yang berkaitan dengan medis adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan

Staphylococcus saprophyticus.

Streptococcus. Merupakan bakteri gram-positif berbentuk bulat yang

mempunyai pasangan atau rantai pada pertumbuhannya. Beberapa

streptococcus merupakan flora normal manusia tetapi lainnya bisa bersifat patogen pada manusia. Ada 20 spesies diantaranya ; Streptococcus pyogenes, Streptococcus agalactiae, dan jenis Enterococcus.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri

Banyak bakteri heterotrof tidak dapat tumbuh kecuali diberikan faktor-faktor pertumbuhan, yaitu :

1. Oksigen (O2)

(61)

10

(perlu O2 dalam jumlah besar) dan kuman mikroaerofilik (tumbuh baik pada O2 yang rendah).

2. Potensi oksidasi-reduksi (Eh)

Eh suatu perbenihan merupakan faktor yang menentukan apakah suatu kuman yang dibiakkan dapat tumbuh atau tidak. Kuman-kuman anaerob tidak mungkin tumbuh kecuali apabila Eh perbenihan mencapai – 0,2 volt.

3. Temperature (suhu)

Tiap-tiap kuman mempunyai temperature optimum yaitu di mana kuman tersebut tumbuh sebaik-baiknya, dan batas temperature di mana pertumbuhan dapat terjadi. Oleh karena kuman-kuman yang pathogen bagi manusia biasanya tumbuh dengan baik pada 37oC. salah satu contoh yang baik adalah pada pembiakan kuman Mycobacterium leprae.

4. pH

PH perbenihan juga mempengaruhi pertumbuhan kuman. Kebanyakan kuman yang pathogen mempunyai pH optimum 7,2 – 7,6.

5. Kekuatan ion dan tekanan osmotic

(62)

2.2.4 Jenis Bakteri yang Ada pada Kulit Manusia

Pada tahun 1938, Rice seorang peneliti bakteriologi kulit yang terkenal mengatakan ada dua jenis kehidupan bakteri yaitu flora atau bakteri yang transient

(singgah) dan flora resident (menetap).

Bakteri transient tidak begitu banyak terdapat di bagian-bagian kulit yang bersih dan terbuka. Biasanya, bakteri ini terbawa oleh sentuhan telapak tangan dalam kegiatan hidup sehari-hari. Karena itu, jenis dan sifat organisme umumnya tergantung pada sifat kerja dan kegiatan hidup seseorang sehari-hari. Bakteri yang singgah menempel pada kulit, biasanya dalam lemak dan kotoran, dan banyak dijumpai pula di bawah kuku jari. Bakteria ini, yang pathogenik maupun yang tidak, bisa dihilangkan dengan mencuci tangan secara menyeluruh dan seringkali (Wolff dkk, 1984).

Bakteri resident, jumlah dan jenisnya tetap. Dijumpai dalam lipatan, celah kulit, dan menempel lekat pada kulit. Bakteri resident tidak bisa dengan mudah dilepaskan dari kulit dengan mencucinya (dengan sabun dan air), kecuali jika digosok dengan sikat, dan bakteri ini tidak begitu mudah menjadi lemah karena antiseptik dibandingkan bakteri transient. Sebagian bakteri ini melekat begitu dalam pada kulit sehingga tidak akan keluar sebelum kulit digosok selama 15 menit atau lebih. Untuk tujuan praktis, tidaklah mungkin membersihkan kulit dari semua bakteri (Wolff dkk, 1984).

(63)

12

waktu tertentu terus-menerus mengurusi benda-benda yang terkontaminasi, maka organisme yang terdapat pada benda-benda tersebut, meskipun sesungguhnya bersifat transient (singgah), lama-kelamaan bisa menjadi menetap (transient). Jika flora tersebut mengandung organisme pathogenik, maka dapat menjadi pembawa (carrier) organisme tertentu. Untuk mencegah flora yang singgah menjadi menetap, maka perlu dilakukan cuci tangan dengan segera setelah setiap kali bersentuhan dengan benda-benda yang terkontaminasi terutama jika benda-benda tersebut mengandung organisme pathogenik. Pentingnya mencuci tangan sesering mungkin dan secara menyeluruh menjadi jelas, karena para perawat dalam kegiatan kerja mereka seringkali bersentuhan dengan benda-benda yang terkontaminasi dan organisme yang mengandung bibit penyakit (Wolff dkk, 1984).

2.2.5 Bakteri yang sering ditemukan pada Tangan Manusia

Bakteri banyak ditemukan disekitar manusia. Seperti tangan manusia yang banyak berinteraksi dengan dunia luar. Banyak sekali jenis-jenis bakteri yang terdapat ditangan manusia. Adapun beberapa jenis bakteri yang sering terdapat ditangan, diantaranya :

1) Escherichia coli

(64)

lain di luar usus. Genus Escherichia terdiri dari 2 spesies yaitu: Escherichia coli

dan Escherichia hermanii (Karsinah dkk, 1994).

Morfologi E. coli adalah bakteri Gram negatif yang berbentuk pendek (kokobasil), berukuran 0,4-0,7 µm, bersifat anaerobic fakultatif dan mempunyai flagella peritrikal. Bentuk sel dari bentuk coocal hingga membentuk sepanjang ukuran filamentous. Tidak ditemukan spora. Selnya bisa terdapat tunggal, berpasangan, dan dalam rantai pendek, biasanya tidak berkapsul (Jawetz dkk, 2004).

E. coli dihubungkan dengan tipe penyakit usus (diare) pada manusia: Enteropathogenic E. coli menyebabkan diare, terutama pada bayi dan anak-anak di negara-negara sedang berkembang dengan mekanisme yang belum jelas diketahui. Frekuensi penyakit diare yang disebabkan oleh strain kuman ini sudah jauh berkurang dalam 20 tahun terakhir (Karsinah dkk, 1994).

Menurut Karsinah, Lucky H.M., Suharto dan Mardiastuti (1994), penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh E. coli adalah: infeksi saluran kemih (85% kasus), pneumonia (± 50% dari primary Nosocomial Pneumonia), meningitis pada bayi baru lahir dan infeksi luka terutama luka di dalam abdomen.

2) Salmonella sp

Organisme yang berasal dari genus Salmonella adalah agen penyebab bermacam-macam infeksi, mulai dari gastroenteritis yang ringan sampai dengan demam tifoid yang berat disertai bakteremia. Salmonella sp. adalah bakteri bentuk batang, pada pengecatan gram berwarna merah 5 muda (gram negatif). Salmonella

(65)

14

S. pullorum), dan tidak berspora. Habitat Salmonella sp. adalah di saluran pencernaan (usus halus) manusia dan hewan. Suhu optimum pertumbuhan

Salmonella sp. ialah 37oC dan pada pH 6-8.

Ewing mengklasifikasikan Salmonella ke dalam 3 spesies yaitu: 1.

Salmonella choleraesuis, 2. Salmonella typhi, 3. Salmonella enteritidis, dan kuman dengan tipe antigenic yang lain dimasukkan ke dalam serotip dari

Salmonella parathypi enteritidis bukan sebagai spesies baru lainnya (Karsinah dkk, 1994).

Dalam skema kauffman dan white tatanama Salmonella sp. dikelompokkan berdasarkan antigen atau DNA yaitu kelompok I enteric, II

salamae, IIIa arizonae, IIIb houtenae, IV diarizonae, V bongori, dan VI indica.

Komposisi dasar DNA Salmonella sp. adalah 50-52 mol% G+C mirip dengan

Escherichia, Shigella, dan Citrobacter (Todar, 2008). Namun klasifikasi atau penggunaan tatanama yang sering dipakai pada Salmonella sp. berdasarkan epidemiologi , jenis inang, dan jenis struktur antigen (misalnya S. typhi, S. thipirium). Jenis atau spesies Salmonella sp. yang utama adalah S. typhi (satu serotipe). Sedangkan spesies S. paratyphi A, S.paratyphi B, S. paratyphi C

termasuk dalam S. enteritidis (Jawetz dkk, 2004).

3) Shigella

(66)

genus Shigella karena gejala klinik yang disebabkannya bersifat khas. Sampai saat ini terdapat 4 spesies Shigella yaitu: Shigella dysenteriae, Shigella flexneri, Shigella boydii dan Shigella sonnei.

Morfologi dan identifikasi Shigella adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang, berukuran 0,5-0,7 µm x 2-3 µm dan tidak berflagel, tidak membentuk spora, bila ditanam pada media agar tampak koloni yang konveks, bulat, transparan dengan pinggir-pinggir utuh. Shigella merupakan bakteri dengan habitat alamiah usus besar manusia. Disentri basiler atau Shigellosis adalah infeksi usus akut yang disebabkan oleh Shigella (Karsinah dkk, 1994).

Menurut Karsinah, Lucky H.M., Suharto dan Mardiastuti (1994), Shigellosis dapat menyebabkan 3 bentuk diare yaitu: 1. Disentri klasik dengan tinja yang konsisten lembek disertai darah, mulus dan pus, 2. Waterydiarrhea dan 3. Kombinasi keduanya. Masa inkubasinya adalah 2 – 4 hari, atau bisa lebih lama sampai 1 minggu. Oleh orang yang sehat dierlukan 200 kuman untuk menyebabkan sakit. Kuman masuk dan berada di usus halus, menuju terminal ileum dan kolon, melekat pada permukaan mukosa dan menembus lapisan epitel kemudian berkembang biak di dalam lapisan mukosa. Berikutnya terjadi reaksi peradangan yang menimbulkan tukak pada mukosa usus.

4) Giardia Lamblia

Giardia Lamblia ditemukan kosmopolit dan penyebarannya tergantung dari golongan umur yang diperiksa dan sanitasi lingkungan. Giardia Lamblia

(67)

16

meruncing. Parasit ini berukuran 10-20 mikron panjang dengan diameter 7-10 mikron. Di bagian anterior terdapat sepasang inti berbentuk oval. Di bagian ventral anterior terdapat isap berbentuk seperti cakram cekung yang berfungsi untuk perlekatan di permukaan sel epitel. Terdapat dua batang yang agak melengkung melintang di posterior batil isap, yang disebut benda parabasal. Tropozoit mempunyai delapan flagel, sehingga bersifat motil. G. Lamblia tidak mempunyai mitokondria, peroxisome, hydrogenisomes, atau organel subselular lain untuk metabolisme energi.

Bentuk kista oval dan berukuran 8-12 mikron dan mempunyai dinding yang tipis dan kuat dengan sitoplasma berbutirhalus. Kista yang baru terbentuk mempunyai dua inti, sedangkan kista matang mempunyai empat inti yang terletak di satu kutub.

(68)

Setengah dari orang yang terinfeksi G. Lamblia asimtomatik dan sebagian besar dari mereka menjadi pembawa (carrier). Gejala yang sering terjadi adalah diare berkepanjangan, dapat ringan dengan produksi tinja semisolid atau dapat intensif dengan produksi tinja cair. Jika tidak diobati diare akan berlangsung hingga berbulan-bulan. Infeksi kronik dicirikan dengan steatore karena gangguan absorbs lemak serta terdapat gangguan absobsi karoten, folat, dan vitamin B12. Penyerapan bilirubin oleh G.Lamblia menghambat aktivitas lipase pankreatik. Kelainan fungsi usus halus ini disebut sindrom malabsorbsi klasik dengan gejala penurunan berat badan, kelelahan, kembung, feses berbau busuk. Selain itu, sebagian orang dapat mengeluhkan ketidaknyamanan epigastrik, anoreksia, dan nyeri.

2.2.6 Standar Angka Kuman pada Tangan Manusia

Jumlah kuman pada tangan sebelum cuci tangan menurut referensi adalah :

( number of Microorganisms on Your Hands Fierer, 2009)

Lokasi pada tangan Kepadatan Bakteri

1. Dibawah 61.368 CFU/cm2

2. Telapak tangan 847 CFU/cm2

3. Punggung tangan 250 CFU/cm2

4. Disela jari 223 CFU/cm2

(69)

18

2.3 Perilaku

2.3.1 Konsep Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Sehingga pada hakekatnya perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Notoatmodjo (2012) yang mengutip pendapat Skinner, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons. Skinner membedakan adanya dua respons :

1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relative tetap. Misalnya, makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent response juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis.

(70)

Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respons. Misalnya, apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik respons terhadap uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.

2.3.2 Jenis Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2012), dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka perilaku dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Perilaku Tertutup (cover behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (cover). Respon atau reaksi stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Misalnya, seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks, dan sebagainya. Bentuk perilaku tertutup lainnya adalah sikap, yakni penilaian terhadap objek.

b. Perilaku Terbuka (overt behavior)

(71)

20

2.3.3 Ciri-Ciri Perilaku

Ciri-ciri perilaku manusia yang membedakan dari makhluk lain adalah: a. Kepekaan sosial

Kepekaan sosial merupakan kemampuan manusia untuk dapat menyesuaikan perilaku sesuai pandangan dan harapan orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang dalam hidupnya perlu kawan dan bekerja sama dengan orang lain.

b. Kelangsungan perilaku

Kelangsungan perilaku merupakan antara perilaku yang satu ada kaitannya dengan perilaku yang lain, perilaku sekarang adalah kelanjutan perilaku yang baru lalu, dan seterusnya. Dalam kata lain bahwa perilaku manusia terjadi secara berkesinambungan bukan secara serta merta.

c. Orientasi tugas

Orientasi tugas merupakan setiap perilaku selalu memiliki orientasi pada suatu tugas tertentu.

d. Usaha dan perjuangan

Usaha dan perjuangan pada manusia telah dipilih dan ditentukan sendiri, serta tidak akan memperjuangkan sesuatu yang memang tidak ingin diperjuangkan (Notoatmodjo, 2003).

2.3.4 Faktor yang Memengaruhi Perilaku

(72)

1. Faktor Genetik atau Endogen

Faktor genetic atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untuk kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik berasal dari dalam individu (endogen), antara lain :

a. Jenis ras, setiap ras didunia memiliki perilaku yang spesifik, saling berbeda satu dengan lainnya.

b. Jenis kelamin. Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari.

c. Sifat kepribadian. Keseluruhan pola, pikiran, perasaan, dan perilaku yang sering digunakan oleh seseorang dalam usaha dalam adaptasi yang terus menerus terhadap hidupnya.

d. Bakat pembawa. Bakat adalah kemampuan individu untuk melakukan sesuatu yang sedikit sekali bergantung pada latihan mengenai hal tersebut.

e. Inteligensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak. Intelegensi adalah kemampuan untuk membuat kombinasi.

(73)

22

2. Faktor Eksogen atau Faktor Dari Luar Individu

a. Faktor lingkungan. Lingkungan menyangkut segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik fisik, biologis maupun social.

b. Pendidikan. Pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan individu. Proses kegiatan-kegiatan pendidikan pada dasarnya melibatkan masalah perilaku individu maupun kelompok.

c. Agama, merupakan tempat mencari makna hidup yang terakhir atau penghabisan.

d. Sosial ekonomi. Telah disinggung sebelumnya bahwa salah satu lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah lingkungan sosial.

e. Kebudayaan. Kebudayaan merupakan ekspresi jiwa terwujud dalam cara-cara hidup dan berpikir, pergaulan hidup, seni kesusastraan, agama, rekreasi, dan hiburan (Sunaryo, 2004).

2.3.5 Domain Perilaku

Menurut Bloom yang dikutip oleh Notoatmodjo (2012), perilaku manusia dibagi kedalam tiga domain yaitu :

1. Pengetahuan (Knowledge)  Definisi

(74)

raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif mencakup 6 tingkatan, yaitu : a. Tahu, diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh : dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

b. Memahami, artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan.

c. Aplikasi, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.

(75)

24

e. Sintesis, yaitu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.

Dalam hal ini perilaku perawat tentunya diharapkan akan lebih baik dengan adanya pengetahuan yang dimiliki, sehingga perawat melaksanakan tindakan mencuci tangan atau menggunakan hand sanitizer dan serangkaian tindakan pelayanan kesehatan lainnya yang meliputi; memakai alat perlindungan diri, pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan jarum dan alat tajam, dan pengelolaan limbah dalam pencegahan infeksi nosokomial.

Perilaku perawat yang berisiko tinggi tertular penyakit infeksi melalui darah dan cairan tubuh, maka diharapkan dengan pengetahuan dan sikap yang cukup dan benar tentang tindakan hand hygiene akan membentuk perilaku perawat yang dapat mengurangi risiko penularan infeksi terhadap dirinya sendiri dan orang lain.

2. Sikap (Attitude)  Definisi

(76)

menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

Menurut Allport yang dikutip oleh Notoatmodjo (2012), menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok, yakni:

a. Kepercayaan (keyakinan, ide, dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan utuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan :

a. Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespons, yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

c. Menghargai, yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab, yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.

3. Praktik atau Tindakan (practice)

(77)

26

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain. Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :

a. Responsterpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh. Misalnya, seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotong-motongnya, lamanya memasak, menutup pancinya, dan sebagainya.

b. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat kedua. Misalnya, seorang ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya pada umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.

c. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Misalnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana (Notoatmodjo, 2012).

2.3.6 Perubahan Perilaku dan Indikatornya

Gambar

Gambar 1. Pengambilan Sampel Swab Usap pada Telapak Tangan Perawat
Gambar 3. Tempat Cuci Tangan & Sabun Cuci Tangan
Gambar 5. Handsanitizer & Poster Prosedur Penggunaan Handsanitizer
Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Karakteristik Responden di Ruang Rawat Inap        Rumah Sakit Martha Friska Medan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tindakan cuci tangan yang dilakukan oleh dokter pada seluruh indikasi cuci tangan tidak dilakukan lebih dari 50% pada indikasi sebelum kontak dengan pasien (71,36%), sebelum

Hasil penelitian hubungan antara motivasi perawat rawat inap dengan tingkat kepatuhan dalam melakukan 6 langkah cuci tangan yang benar di RSI Klaten sebagian

untuk motivasi perawat dalam melakukan cuci tangan 6 langkah yang benar masih kurang hal ini disebabkan karena perawat merasa terlalu rumit, merasa kurang bersih

Tingkat kepatuhan cuci tangan pada perawat Rawat Inap RSUD Kota Semarang secara keseluruhan sebesar 63,6% hal ini menunjukan adanya peningkatan kepatuhan cuci tangan bila

Observasi SOP cuci tangan - - - Variabel terikat 2 Kepatuhan cuci tangan Tindakan mahasiswa praktek di ruang ICU dalam melakukan cuci tangan dengan hand rub,

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan judul “Kepatuhan Cuci Tangan

Sedangkan pada kelompok cuci tangan bedah dengan menggunakan sikat dari 8 responden keseluruhan didapatkan penurunan jumlah koloni setelah mencuci tangan bedah dengan sikat, maka dari

2 Universitas Kristen Indonesia Ditinjau dari pedoman yang dipublikasikan oleh World Health Organization WHO, perlakuan kebersihan tangan wajib dilakukan dengan mencuci tangan