II. TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Perilaku
Perilaku adalah gerak-gerik satwaliar untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan rangsangan yang datang dari lingkungannya. Satwaliar mempunyai berbagai perilaku dan proses fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya. Untuk mempertahankan hidupnya, melakukan kegiatan-kegiatan yang agresif, melakukan persaingan dan bekerjasama untuk mendapatkan pakan, pelindung, pasangan untuk kawin, reproduksi dan lainnya (Alikodra 2002). Fungsi utama perilaku adalah untuk menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan keadaan, baik dari luar maupun dari dalam (Tanudimadja 1978 dalam Alikodra 2002)
Labi-labi bisa hidup pada iklim yang berbeda, dari musim panas, dingin, semi, hingga musim gugur. Ia termasuk hewan berdarah dingin, yang artinya suhu tubuhnya tidak tetap tetapi berubah-ubah mengikuti suhu lingkungan di sekitarnya. Perubahan suhu lingkungan dapat mempengaruhi aktivitas hewan tersebut. Pada suhu yang tinggi, labi-labi bersifat lebih aktif dan pada suhu rendah bersifat kurang aktif.
Dalam keadaan umum, labi-labi selalu bersembunyi di dalam lumpur atau di dalam pasir di dasar kolam atau sungai, sehingga sulit untuk ditemukan. Labi-labi
hanya kadang-kadang memunculkan hidungnya ke permukaan air (Kusrini et al.
2009). Makanan utama labi-labi adalah ikan, tetapi tidak menolak sisa makanan manusia (Iskandar 2000). Labi-labi seringkali berada di dalam lubang di pinggir sungai yang dipakai untuk beristirahat, kawin dan berkumpul dengan labi-labi lainnya. Lubang dapat dicari berdasarkan tanda-tanda cakaran di sekitar pinggir sungai. Lubang ini berukuran cukup besar yang sebagian besar berair namun sebagian lagi kering. Lubang ini biasanya terlihat saat surut yang jika digali bisa diperoleh sejumlah labi-labi. Jumlah labi-labi yang bisa ditemukan di lubang ini berkisar 7-12 ekor. Pada saat bertelur, labi-labi akan meletakkan telur-telurnya di sarang yang bisa berupa banir pohon yang ditutupi daun-daunan dan kayu lapuk di lantai hutan atau dalam gundukan lumpur, jumlah telur mencapai 20-50 butir (Kusrini et al. 2009).
Kebiasaan berjemur labi-labi merupakan salah satu kebutuhan hidup. Dengan berjemur matahari membuat semua air pada cangkang atas dan bawahnya
terjemur kering, sehingga lumut, jamur, parasit yang menempel pada permukaan badannya dapat kering dan terkelupas. Bila tidak berjemur, maka labi-labi akan mudah terserang penyakit atau mendapat gangguan fisiologis.
2.3 Demografi Populasi
2.3.1 Populasi
Pengelola harus mempunyai pengetahuan mengenai dinamika populasi dan interaksi dengan habitatnya agar pengelolaan populasi satwaliar dapat berjalan secara efektif. Dinamika populasi yang tidak beraturan menurut skala waktunya (irregular) disebut fluktuasi, sedangkan jika beraturan dan tetap skala waktunya (reguler) disebut siklik (Alikodra 2002).
Populasi menurut Tarumingkeng (1994) adalah sehimpunan individu atau kelompok individu suatu jenis makhluk hidup yang tergolong dalam suatu spesies (atau kelompok lain yang dapat melangsungkan interaksi genetik dengan jenis yang bersangkutan), dan pada suatu waktu tertentu menghuni suatu wilayah atau tata ruang tertentu. Sifat khas yang dimiliki oleh suatu populasi adalah kerapatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), sebaran (distribusi) umur, potensi biotik, sifat genetik, perilaku dan pemencaran (dispersal). Populasi juga diartikan sebagai kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu spesies yang mampu menghasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya, bisa menempati wilayah yang sempit sampai luas, tergantung spesies dan kondisi daya dukung habitatnya (Alikodra 2002).
Sifat populasi satwaliar menurut Odum (1994) adalah kerapatan, natalitas (laju kelahiran), mortalitas (laju kematian), penyebaran umur, potensi biotik, dispersi dan bentuk pertumbuhan atau perkembangan. Sifat genetik populasi berkaitan langsung dengan ekologinya seperti adaptif, sifat keserasian reproduktif dan ketahanan. Sifat populasi di alam sangat sulit untuk diukur meskipun sudah ada perbaikan-perbaikan dan perkembangan dalam metodenya. Untungnya, seringkali tidak perlu mengukur semua sifat populasi tersebut karena kadang sifat populasi bisa diukur dari data yang lainnya.
Siklus hidup labi-labi hampir sama dengan reptil lainnya, yaitu dari telur menetas menjadi larva, kemudian berubah menjadi tukik dan selanjutnya menjadi labi-labi remaja, dewasa dan kemudian melakukan perkawinan serta menetaskan telur untuk melanjutkan keturunannya (Kairuman & Amri 2002). Musim bertelur labi-labi pada bulan September-Januari dengan puncaknya pada bulan November- Desember. Labi-labi bertelur di darat pada saat hari sudah mulai gelap dan suasana tenang (Kusdinar 1995). Pinggir sungai yang landai sangat menunjang untuk mencari tempat bertelur karena labi-labi bertelur di pinggiran sungai yang landai (Nutaphand 1979; Elviana 2000)
Labi-labi bernapas dengan paru-paru, demikian juga dengan anak-anaknya yang baru menetas. Sepanjang hidupnya, labi-labi tidak pernah mengalami perubahan alat pernapasan. Jika berada di dalam air sekali-kali kepala labi-labi akan muncul ke permukaan air untuk menghirup oksigen dari udara bebas. Karena bernapas dengan paru-paru, peredaran darahnya menyerupai peredaran darah manusia. Hanya, sekat antar kedua belahan jantungnya belum sempurna, sehingga darah bersih dan darah kotor masih dapat bercampur di dalam jantung.
2.3.2 Kerapatan Populasi
Indriyanto (2010) menyatakan kerapatan populasi bervariasi menurut waktu dan tempat. Dalam pengkajian suatu kondisi populasi, kerapatan merupakan parameter utama yang harus diketahui. Kerapatan populasi merupakan salah satu hal yang menentukan pengaruh populasi terhadap komunitas atau ekosistem. Kerapatan populasi juga sering digunakan untuk mengetahui perubahan populasi pada saat tertentu. Perubahan tersebut adalah berkurang atau bertambahnya individu dalam satu unit luas atau volume.
Kerapatan menjadi ciri yang pertama mendapatkan perhatian di dalam pengkajian populasi. Pengaruh populasi dalam ekosistem tidak hanya bergantung pada jenis, namun juga pada jumlah individunya atau kerapatan populasinya (Odum 1994). Perhitungan secara aktual terhadap kerapatan seringkali sangat sulit untuk dilakukan, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan. Odum (1994) mengemukakan bahwa kerapatan populasi bisa dihitung dengan beberapa metode, yaitu (1) Perhitungan total (kadang-kadang mungkin untuk organisme besar, jelas
tampak atau berkelompok); (2) Pengambilan contoh secara kuadrat (perhitungan dan penimbangan organisme dalam petak contoh atau transek yang cukup besar ukuran dan jumlahnya; (3) Menandai dan menangkap kembali (sampel ditangkap,
ditandai dan dilepaskan kembali; (4) Removal sampling (sejumlah organisme
disingkirkan dari daerah itu; dan (5) Tanpa petak contoh (untuk organisme yang diam seperti pohon).
2.3.3 Struktur Umur
Struktur umur adalah perbandingan jumlah individu di dalam setiap kelas umur dari suatu populasi, perbandingan tersebut dapat juga dibedakan menurut jenis kelaminnya. Struktur umur dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan perkembangbiakan satwaliar, sehingga dapat dipergunakan pula untuk menilai prospek kelstarian satwaliar (Alikodra 2002).
Kajian mengenai dinamika populasi sangat bergantung pada kemampuan untuk mengenali umur individu dalam populasi tersebut (Caughley 1977). Namun, menentukan umur satwaliar di lapangan adalah suatu hal yang sangat sulit untuk dilakukan sehingga perlu dilakukan suatu pendekatan yang lebih sederhana untuk pendugaan umur (Alikodra 2002).
Penentuan struktur umur labi-labi didasarkan pada Panjang Lengkung
Karapas (PLK), hal ini mengacu pada Alviola et al. (2003) bahwa panjang
karapas pada kura-kura (penyu) merupakan indikator yang baik bagi pertumbuhan dibandingkan dengan lebar karapas. Pembagian kelas umur mengacu pada Kusrini et al. (2007), dimana kelas umur labi-labi dibagi kedalam 4 (empat) kelas umur disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Struktur umur labi-labi berdasarkan hasil pengukuran PLK
Kelas Umur PLK (cm) Struktur Umur
I ≤ 5,9 Tukik
II 6,0 – 19,9 Remaja
III 20 – 24,9 Dewasa Muda
2.3.4 Nisbah kelamin
Indriyanto (2010) menyatakan bahwa selain distribusi individu menurut kelas umur, ukuran populasi juga dipengaruhi oleh perbandingan jenis kelamin, yaitu perbandingan antara jantan dan betina dalam suatu populasi. Keseimbangan jumlah jantan dan betina menjadi sangat penting untuk menjamin keberlanjutan populasi tersebut. Ukuran populasi akan lebih bernilai jika diketahui proporsi jantan dan betina dalam populasi tersebut. Apabila dalam suatu populasi ukurannya besar namun perbandingan jantan dan betina tidak seimbang, maka kemungkinan terjadinya penurunan populasi akan lebih besar.
Identifikasi jenis kelamin pada labi-labi baru dapat dilakukan terhadap labi- labi dewasa dengan ukuran PLK lebih dari 25 cm (Oktaviani et al. 2008). Labi- labi jantan memiliki ekor berbentuk memanjang sehingga ujungnya banyak terlihat diluar karapas, sebaliknya pada labi-labi betina bentuk ekor lebih pendek dan gempal sehingga tidak tampak di luar karapas (Jensen & Das 2008; Kusrini et al. 2009)