• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Provinsi Kalimantan Tengah

Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) dengan ibukotanya Palangkaraya secara geografis terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada 000 45’ LU – 030 30’ LS dan 1110 BT – 1150 BT, yang luas wilayahnya mencapai 153.564 km2 atau 1,5 kali Pulau Jawa dan merupakan provinsi terluas ketiga di Indonesia setelah Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Papua. Kalimantan Tengah pada bagian utara berbatasan langsung dengan Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur,

bagian timur berbatasan dengan Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, bagian selatan berbatasan dengan Laut Jawa, dan sebelah barat berbatasan dengan Kalimantan Barat. Kalimantan Tengah saat ini terdiri dari 13 kabupaten dan satu kota dengan 85 kecamatan yang terdiri dari 1.340 desa dan 101 kelurahan. Rincian kabupaten di Kalimantan Tengah dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Luas wilayah Provinsi Kalimantan Tengah

No. Kabupaten/Kota Luas (km2) % Terhadap Luas Kalteng Jumlah Kecamatan Jumlah Desa 1 Murung Raya 23.700 15,43 5 118 2 Barito Utara 8.300 5,40 6 102 3 Barito Selatan 8.830 5,75 6 95 4 Barito Timur 3.834 2,50 6 68 5 Kapuas 14.999 9,77 12 184 6 Gunung Mas 10.804 7,04 11 117 7 Pulang Pisau 8.997 5,86 8 98 8 Palangka Raya 2.400 1,56 5 30 9 Kotawaringin Timur 16.496 10,74 13 159 10 Seruyan 16.404 10,68 5 91 11 Katingan 17.800 11,59 11 153 12 Kotawaringin Barat 10.759 7,01 6 78 13 Lamandau 6.414 4,18 8 83 14 Sukamara 3.827 2,49 3 31 JUMLAH 153.564 100,00 105 1.407

Sumber : BPS Provinsi Kalteng 2010

Menurut Oldeman et al. (1980) dalam MacKinnon et al. (2000), agroklimat di Kalimantan Tengah terdiri dari 4 klas, yaitu (1) Klas A di bagian utara Kalteng, yaitu lebih dari 9 bulan basah berurutan; (2) Klas B1 di Kalteng bagian tengah, yaitu 7-9 bulan basah berurutan dan satu bulan kering; (3) Klas C1, yaitu 5-6 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering; (4) C2 di Kalteng bagian selatan, yaitu 5-6 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering. Suhu udara dapat mencapai 230 C pada malam hari dan 330 C pada siang hari, dan penyinaran matahari 60% per tahun. Musim penghujan biasanya dimulai pada bulan Agustus dan berlangsung sampai bulan Mei, puncaknya pada bulan Nopember dan April. Iklim yang relatif lebih kering dimulai dari bulan Juni sampai bulan Agustus.

Berdasarkan peta ketinggian dalam data pokok untuk pembangunan (Bappeda TK.I Kalteng, 1993/1994), diketahui bahwa proporsi ketinggian Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut: ketinggian 0-7 mdpl seluas 13,81 %,

7-25 mdpl seluas 15,23%, 25-100 mdpl seluas 42,12%, 100-500 mdpl seluas 20,96%, dan > 500 mdpl seluas 7,88%. Sedangkan berdasarkan kelerengan terdiri dari 32,97% kelerengan 0-2%, 28,86% kelerengan 2-15%, 28,34% kelerengan 15- 40%, dan 9,83% kelerengan > 40%.

Tanah di Kalteng meliputi jenis jenis organosol, gley dan humus (OGH), aluvial (komplek alluvial hidromorfile, aluvial marine), regosol (asosiasi regosol- podsolik), podsolik merah kuning (PMK), podsol, latosol, litosol, dan laterit. Distribusi terbesar adalah jenis PMK dengan total luas sekitar 42,40% dari total luas Kalteng (BPS Provinsi Kalteng 2010).

Kalimantan Tengah menjadi Provinsi dengan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) paling rendah di Kalimantan. Perhitungan IKLH terdiri dari 3 parameter penilaian kualitas lingkungan yaitu terdiri dari kualitas air sungai, kualitas udara dan tutupan hutan. IKLH Kalimantan Tengah hanya 45,7% dibawah angka rata-rata nasional 59,73%. Kalteng berada di urutan kedua paling bawah dari 28 provinsi yang diberi indeks, satu posisi di atas Jakarta. Hal yang membuat indeks Kalteng anjlok ke peringkat 27 adalah karena kualitas airnya yang cukup rendah, hanya 2,92%. Sedangkan kualitas udaranya bagus yaitu 93,71%, nilai tutupan lahan berada pada level sedang (40,48%). Salah satu penyebab rendahnya kualitas air adalah cukup besarnya kandungan air raksa dalam sungai di Kalteng. Hal lainnya adalah tidak terkendalinya pemanfaatan atau pengalihfungsian hutan untuk perkebunan kelapa sawit.

Sungai memegang peranan penting sebagai sarana transportasi yang dominan dan sebagai urat nadi aktivitas ekonomi di Kalteng. Hampir seluruh wilayah Kalteng dialiri oleh sungai besar dan kecil yang mengalir dari utara ke selatan dan bermuara di Laut Jawa. Terdapat 11 sungai besar dengan panjang bervariasi antara 175 sampai 900 km dengan rata-rata kedalaman 8 m. Selain itu, terdapat tidak kurang dari 33 sungai kecil/anak sungai mengalir membelah daerah-daerah di Kalteng. Sebagian besar penduduk bermukim dan menetap di daerah pinggiran sungai bagian hilir. Daerah-daerah lain yang jauh dari aliran sungai pada umumnya jarang dihuni.

Tabel 5 Nama-nama sungai di Kalimantan Tengah menurut panjang yang dapat dilayari dan rata-rata kedalamannya

Nama Sungai

Panjang Rata-rata

Kilometer Yang dapat

dilayari (km) Kedalaman (m) Lebar (m) Barito 900 780 8 650 Katingan 650 520 6 300 Kahayan 600 500 7 500 Kapuas 600 420 6 500 Mentaya 400 270 6 400 Seruyan 350 300 5 300 Lamandau 300 250 6 200 Arut 250 190 4 100 Jelai 200 100 4 100 Kumai 175 100 6 300 Sebangau 200 150 5 100

Sumber : BPS Provinsi Kalteng 2010

Dayak merupakan sebutan bagi komunitas penduduk yang mendiami Pulau Kalimantan. Komunitas Dayak ini terdiri atas sub-sub suku (tribals) yang dibedakan dari bahasa, kesenian, tradisi dan tempat pemukiman. Pembagian berdasarkan komunitas Dayak terbesar menurut Ave & King (1986) adalah Dayak Iban yang ditemukan di Serawak, Brunei, Sabah dan Kalimantan Barat; Dayak Ngaju yang mendiami Kalteng; dan Dayak Kayan-Kenyah yang terdapat di Kalimantan Timur.

Suku Dayak di Kalimantan terdiri dari tujuh suku, dari ketujuh suku dayak tersebut, di Kalteng terdapat paling sedikit 3 suku dengan tujuh anak sukunya yaitu suku Dayak Ngaju Ma’anyan, Dusun dan Lawangan yang menyebar di Kalteng bagian tengah sampai ke bagian timur; suku Dayak Ot Danum yang bermukim di Kalteng bagian utara; dan suku Dayak Klemantan/Dayak Darat dengan anak suku Dayak Klemantan/Dayak Darat dan Dayak Ketungau yang menyebar di Kalteng bagian barat.

Mencari ikan merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh kebanyakan Suku Dayak. Jenis ikan yang banyak didapat adalah ikan baung (Mystus nemurus), lais (Cryptopterus cryptopterus), behau/gabus (Channa striata), miau (Channa lucius), kakapar (Belontia hasselti), saluang (Rasbora caudimaculata), banta (Osteochillus microcephalus), papuyu (Anabas

testudineus), pentet/lele (Clarias batrachus), manjuhan/jelawat (Leptobarbus hoevenii), tampahas (Walago leerii), banangin (Osteochillus vittatus), serta kura- kura jenis bere/labi-labi (A. cartilaginea). Kegiatan mencari ikan dimulai di awal musim kemarau (tampara mandang) antara bulan Mei-Juni setiap tahun. Ini adalah saat ketika ikan harus keluar ke daerah rawa-rawa (dapu) mencari air yang lebih dalam.

Pola pemenuhan kebutuhan dasar suku Dayak Ma’anyan terkait erat dengan pemanfaatan hutan, sungai dan danau. Pencarian ikan dilakukan pada musim penghujan atau ketika air naik, yakni bulan Desember-Januari. Ikan dikeringkan dan diasinkan sebagai persediaan lauk pauk. Jenis ikan sungai/rawa yang sering didapat adalah baung, kakapar, patung, puyu, saluang. Alat menangkap ikan relatif sederhana terbuat dari kayu dan bambu yang diperoleh dari hutan di sekitar desa, dan dibuat pancing (pintan), nabing, marengge, wuwu/ lukah, nyalambau, lunta, pangilar, kabam. Pada musim kemarau, warga desa dapat menangkap ikan langsung dengan tangan (bagagap). Kegiatan ini dilakukan pada daerah luau atau daerah-daerah di hutan/danau yang airnya mengering. Jika pola yang sama dilakukan dengan menggunakan alat, sauk, maka cara ini disebut sebagai nikep. Suku Dayak Ot Danum mencari ikan dilakukan dengan cara memancing (mosi), jerat (naut atau mambanjur), menggunakan boka (Takalalak atau manenan dalam Bahasa Dayak Ngaju): biasanya perangkap ikan ini dipasang menghadap ke ngaju atau hilir, buwu biasanya dipasang menghadap ke hulu.

Dokumen terkait