• Tidak ada hasil yang ditemukan

Periode Green History: Keunggulan Daerah Tropis

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA

B. Periode Green History: Keunggulan Daerah Tropis

Seperti telah dikemukakan dalam pembahasan sebelumnya, dapat dilihat bahwa manusia mempunyai peran yang sangat penting dan merupakan titik sentral dalam pengelolaan ekosistem jagat raya 10 Ibid. Lingkungan Sosial Budaya Lingkungan Buatan Lingkungan Alam M EKOSISTEM BUMI M= Manusia

- 22 -

ini. Dalam proses penciptaan jagat raya, setiap sudut di dunia mempunyai kekhasan masing-masing yang merupakan suatu kelebihan dan sekaligus juga dapat dipandang sebagai kelemahan daerah tertentu.

Secara geografis, dunia terbagi dengan dipisahkan oleh garis katulistiwa atau ekuator yang membelah tepat di titik 0 (nol) bujur dan lintang. Sebagai konsekuensi dari faktor geografis tersebut, maka terjadi perbedaan iklim dan musim di tiap negara.

Salah satu bagian bumi yang mendapatkan perhatian dari hampir seluruh penghuni jagat raya adalah daerah (belahan) tropis. Daerah tropis adalah daerah di permukaan bumi, yang secara geografis berada di sekitar ekuator, yang dibatasi oleh 2 (dua) lintang, yaitu: 23.5 LS dan 23.5 LU, tropis: Tropik Cancer di Utara dan Tropik Capricorn di Selatan. Area ini terletak di antara 23.50 LS dan 23.50 LU, serta termasuk seluruh bagian dari bumi di mana matahari mencapai sebuah titik di atas kepala paling tidak sekali selama sepanjang tahun (di atas Tropik Cancer dan di bawah Tropik Capricorn matahari tidak pernah mencapai ketinggian 900 atau tepat di atas kepala.

Kata “tropik” berasal dari bahasa Yunani “troops” yang berarti berputar, karena posisi matahari yang berubah antara 2 (dua) tropik dalam periode yang disebut tahun.11

Pada saat sebagian penghuni bumi menyadari bahwa belahan timur bumi ini, khususnya dengan iklim tropisnya memiliki keunggulan geografis yang mengakibatkan tanah di daerah tropis lebih subur dan produktif dalam hal sumber daya alam, maka mulai lahirlah

- 23 -

motif-motif ekonomi yang menjadi trigger dalam usaha kolonialisasi. Latar belakang geografis tersebut juga memberikan dampak bagi pengembangan pribadi sumber daya manusia di sekitar. Penghuni daerah tropis dengan segala kemudahannya cenderung untuk tidak berusaha dengan keras dalam menjalani hidup, sebaliknya negara dengan iklim nontropis lebih unggul dalam teknologi dan sikap sekulernya untuk mengejar kemakmuran duniawi.12

Efek geografis yang juga terdapat di tanah nusantara ini, menjadi salah satu alasan masuknya penjajah ke tanah nusantara pada saat itu. Bahkan kabar kemakmuran tanah nusantara dan hasil rempah-rempahnya sudah dikenal oleh para penjajah bangsa Eropa pada saat itu. Tidak heran hal ini menjadi motivasi utama terjadinya penjajahan di bumi pertiwi. Hal ini paling tidak dapat diidentifikasikan dengan datangnya penjajah mulai dari Portugis dengan mencari rempah-rempah hingga kedatangan Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur atau Perusahaan Hindia Timur Belanda) yang hendak melakukan ekspansi ekonomi.13

12 Penulis mendapatkan informasi tersebut dari hasil wawancara pribadi penulis dengan Soetandyo Wignjosoebroto, yang menurut penulis mempunyai pengetahuan lebih mengenai perkembangan pada era kolonialisme.

13

Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur atau Perusahaan Hindia Timur Belanda) atau biasa disingkat VOC didirikan pada tanggal 20 Maret 1602. VOC adalah perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula VWC yang merupakan Perserikatan Dagang Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan pertama yang mengeluarkan pembagian saham. Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Misalkan, VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara. VOC terdiri 6 Bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen,

- 24 -

Portugis konon menjadi pioneer dalam melakukan penjelajahan di bumi nusantara ini. Pada sekitar tahun 1509, orang-orang Portugis menginjakkan kaki pertama kali di Melaka yang kemudian melebarkan daerah jajahannya ke hampir seluruh penjuru Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan hingga Nusa Tenggara. Proses pelebaran daerah jajahan itu dilakukan sampai akhir tahun 1500-an. Namun, Portugis mengalami banyak perlawanan, baik dari masyarakat lokal yang dipayungi oleh kerajaan-kerajaan maupun dari utusan Negeri Belanda yang juga mulai menancapkan kekuasaannya di Indonesia.

Pada saat penjajahan Portugis, berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh penulis terhadap berbagai sumber, tidak ditemukan satu aturanpun yang dibuat oleh Portugis saat itu untuk mengatur sumber daya alam di bumi nusantara, baik dengan maksud untuk melindungi maupun dengan tujuan untuk melakukan eksploitasi.

Pada sekitar akhir tahun 1601, beberapa kapal milik Belanda mulai mengalahkan armada Portugis dalam pertempuran di Pelabuhan Banten, dan hal ini menjadi tonggak awal dimulainya penjelajahan Belanda di nusantara. Faktor ekonomi menjadi alasan utama dari praktik kolonialisme Belanda dengan Vereenigde Oostindische

Compagnie (VOC)-nya di wilayah Hindia Belanda. Selama masa

Delft, Hoorn, dan Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren XVII (XVII Tuan-Tuan). Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam XVII sesuai dengan proporsi modal yang mereka bayarkan. Delegasi Amsterdam berjumlah delapan. Di Indonesia VOC, memiliki sebutan populer ”kompeni” atau ”kumpeni.” Istilah ini diambil dari kata “compagnie” pada nama lengkap perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda. Tetapi rakyat nusantara lebih mengenal kompeni sebagai tentara Belanda karena penindasannya dan pemerasan kepada rakyat nusantara yang sama seperti tentara Belanda.

- 25 -

penjajahan, Pemerintah Hindia Belanda cukup memperhatikan masalah pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam pada saat itu.

Apabila diperhatikan peraturan perundang-undangan pada masa Hindia Belanda, maka dapat diketahui bahwa yang pertama kali diatur oleh Pemerintah Hindia Belanda saat itu ialah mengenai perikanan mutiara dan perikanan bunga karang, yaitu melalui

Parelvisscherij, Spoonsenvisscherijordonantie (Stbl. 1916 No. 157)

yang dikeluarkan di Bogor oleh Gubernur Jenderal Idenburg pada tanggal 29 Januari 1916.14

Peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda dalam rangka pengelolaan sumber daya alam berikutnya ialah Penetapan Gubernur Jenderal Nomor 86 dengan Visscherijordonantie (Stbl. 1920 No. 396), yang mengatur perlindungan terhadap ikan yang meliputi telur ikan, benih ikan dan segala kerang-kerangan.

Ordonantie ini kemudian juga menghasilkan peraturan di bidang

perikanan lainnya, yaitu Kustvisscherijordonantie (Stbl. 1927 No. 144) yang berlaku sejak tanggal 1 September 1927.15

Salah satu ordonantie yang cukup penting pada masa Pemerintah Hindia Belanda ialah Hinder-Ordonantie (Stbl. 1926 No. 226), yang mengatur mengenai izin gangguan yang harus dimiliki oleh setiap pelaku usaha tertentu dalam menjalankan usahanya. Kurang lebih terdapat 20 (dua puluh) jenis usaha yang wajib tunduk pada

ordonantie ini.16

Dalam hal perlindungan satwa, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan dalam Dierenbeschermingordonantie (Stbl.

14

Koesnadi Hardjosoemantri, op.cit., hlm. 65.

15 Ibid., hlm. 66.

- 26 -

1931 No. 134) yang berlaku pada tanggal 1 Juli 1931. Sedangkan dalam bidang perusahaan, ordonantie yang dikeluarkan dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan ialah Bedrijfs-reglementeringsordonantie 1934 (Stbl. 1938 No. 86).17

Berdekatan dengan ordonantie tersebut ialah peraturan yang dikeluarkan mengenai perburuan, yaitu Jachtordonantie 1931 (Stbl. 1931 No. 133), dan Natuurbeschermingordonantie (Stbl. 1941 No. 167) yang mencabut ordonantie tentang cagar-cagar alam dan suaka-suaka margasatwa, yaitu Natuurmonomenten en

Wildreservaten-ordonantie (Stbl. 1931 No. 17).

Dalam hal penataan kota, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan yang termuat dalam

Stadsvormings-ordonantie (Stbl. 1948 No. 168). Namun demikian, Stadsvormings-ordonantie ini

menjadi polemik apabila dilihat dari tahun pembuatannya yang ternyata 3 (tiga) tahun setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.18

Dari rangkaian paparan mengenai peraturan di atas, dapat dilihat bahwa Pemerintah Hindia Belanda telah mempunyai perhatian yang besar terhadap masalah pengelolaan lingkungan serta sumber daya alam di wilayah Hindia Belanda (Indonesia), walaupun hal tersebut dilakukan dengan motif ekonomi.

Pada awal tahun 1940, perang dunia ke-2 berlangsung di berbagai belahan bumi. Di wilayah Indonesia, penjajah Belanda mulai mendapatkan perlawanan dari tentara Jepang, yang berpuncak pada pengambilalihan wilayah Indonesia oleh Jepang pada tahun 1942.

17 Ibid., hlm. 67.

- 27 -

Sepanjang pendudukan Jepang di Indonesia, hampir tidak ada peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup, kalaupun ada, itu hanya berupa Osamu S Kanrei No. 6 yang mengatur mengenai larangan penebangan pohon aghata, alba dan balsem tanpa izin

Gunseikan.19

Peraturan pengelolaan lingkungan hidup prakemerdekaan.

No. Peraturan Bidang Pengaturan

1. Parelvisscherij,

Spoonsenvisscherijordonantie (Stbl. 1916 No. 157)

Perikanan mutiara dan perikanan bunga karang.

2. Visscherijordonantie (Stbl. 1920 No. 396)

Perlindungan terhadap ikan yang meliputi telur ikan, benih ikan dan segala kerang-kerangan. 3. Kustvisscherijordonantie (Stbl. 1927 No. 144) Perlindungan perikanan. 4. Hinder-ordonantie (Stbl. 1926 No. 226) Izin gangguan. 5. Dierenbeschermingordonantie (Stbl. 1932 No. 17) Perlindungan satwa. 6. Natuurmonumenten en Wildreservatenordonantie (Stbl. 1932 No. 17)

Cagar alam dan suaka margasatwa. 7. Jachtordonantie 1931 (Stbl. 1931 No. 133) Perburuan. 19 Ibid., hlm. 78.

- 28 - 8. Bedrijfsreglementeringsordonantie 1934 (Stbl. 1938 No. 86) Pengelolaan lingkungan. 9. Stadsvormingsordonantie (Stbl. 1948 No. 168) Tata kota.

10. Osamu S Kanrei No. 6 Larangan penebangan pohon aghata, alba dan balsem tanpa izin Gunseikan.

Walaupun pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup pada masa penjajahan lebih didominasi oleh motivasi ekonomi dan kekuasaan, namun hal ini jelas menunjukkan telah adanya kesadaran penjajah untuk menempatkan lingkungan hidup tidak lagi sekedar sebagai objek eksploitasi.

C. Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Semangat