• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. KOTANARA

Awal sejarah kebun-kebun Jepang adalah pada istana para bangsawan dan pada biara-biara yang didirikan di kota Nara.

Banyak bangunan kuno dan lingkungannya masih dilindungi dengan baik. Kota Nara memiliki koleksi-koleksi yang mengagumkan tentang sejarah material dan benda-benda milik pribadi Kaisar Shomu, yang berkuasa pada pertengahan abad ke-8. Kaisar menetap di Shoso-in, sebuah bangunan abad ke-8, terletak di pusat Kota Nara dan memiliki bukti-bukti sejarah, termasuk arsitektur, lukisan, syair, sculpture dan bentuk-bentuk seni lain atau artifak yang pernah digunakan oleh para bangsawan.

Contoh desain lansekap terpenting yang masih bertahan di Kota Nara adalah komplek Kuil Horyuji (seperti yang telah dibahas sebelumnya). Didirikan pada abad ke-7 dan selesai pada abad ke-8. Dirawat dengan sangat baik, hingga saat ini kuil tersebut tetap terpelihara seperti ketika Nara menjadi pusat kota Jepang. Hampir seluruh bangunan terbuat dari kayu, kecuali genteng penutup atap. Kuil Horyuji menunjukan mengapa arsitektur Cina dan Jepang sangat sulit bertahan lebih dari seribu tahun.

Karena kayu yang menjadi material utama tidak berumur panjang. Nara bukan hanya kota bersejarah di Jepang yang memiliki karakter khusus, tapi juga memberikan gambaran tentang seni dan artifak Cina dari Dinasti T’ang yang masih bertahan.

membangun istana-istana dan kebun dengan skala mewah. Pengaruh Bangsa Cina terus berlanjut selama periode ini. Kaisar Kammu, yang mengorganisir kepindahan dari Nara ke Kyoto, membangun sebuah kebun yang berukuran besar, menempati lahan seluas 12 hektar yang memiliki perbendaharaan budaya Cina seperti: danau-danau, pulau-pulau, sungai, pohon-pohon dan tempat berjalan kaki. Kaisar dan pemerintahannya menggunakan kebun sebagai tempat perjamuan, aktifitas olah raga dan pelatihan militer.

Beberapa literatur kontemporer Jepang juga menjelaskan tentang kebun-kebun ini. The Tale of Gengi, ditulis oleh seorang dayang pada masa pemerintahan Fugirawa, abad ke-11, dan merupakan puncak kejayaan periode Heian. Gengi adalah seorang pahlawan dari cerita hikayat, dia menjadi model pada penguasa Fugirawa Michinaga. Lady Murasaki adalah idola Gengi. Gengi membangun kebun-kebun untuk menyesuaikan musim yang disenangi oleh pasangannya. Masing-masing menyenangi musim yang berbeda. Murasaki menyenangi musim semi:

Menuju akhir bulan ketiga (April), ketika kebun buah-buahan tidak berada dalam keadaan baik dan nyanyian burung-burung liar telah hilang, kebun musim semi Murasaki setiap hari terlihat semakin mempesona. Hutan kecil di atas bukit melewati danau, dan jembatan yang menghubungkan 2 buah pulau, tepian yang ditumbuhi lumut, terlihat semakin hijau, tidak setiap hari tapi setiap jam. Membuat semua terlihat semakin menarik…..

Seandainya saja dapat pergi ke sana! Keluh para pemuda, dan akhirnya Gengi menyadari diperlukan perahu di danau. Mereka membuatnya bergaya Cina. Semua orang tergesa-gesa membuatnya, karena hanya sedikit waktu yang dipergunakan untuk menghiasnya. Mereka segera menggunakan perahu tersebut ketika bisa mengapung.

Sangat mungkin untuk berperahu mengelilingi seluruh kebun. Pertama menuju Danau Selatan, kemudian melewati jalan sempit lurus menuju miniatur gunung yang terlihat seperti menghalangi, tapi kenyataannya ada jalan yang mengelilingi dan berakhir pada Fishing Pavilion (di Danau Utara). Di sini mereka menaikan para Lady Murasaki yang telah menunggu dan dijanjikan.

Danau yang diletakan ditengah-tengah kebun, terlihat sangat besar. Berada di atas kapal merupakan pengalaman baru yang sangat menyenangkan. Akhirnya ketika perjalanan mereka mendekati tepian berbatu, pada jalur antara dua pulau besar, dengan pengamatan yang lebih dekat mereka menikmati setiap detail dan tebing batu terjal yang telah direncanakan dengan sangat cermat. Seolah-olah seperti seorang pelukis telah menjiplaknya dengan kuas. Pada kebun buah-buahan, cabang-cabang pohon yang paling atas tertutupi kabut, bunga-bunga yang terlihat seperti hamparan karpet, bercahaya menyebar ke udara. Lebih jauh mereka dapat melihat perumahan Murasaki, ditandai dengan cabang-cabang pohon yang lebih hijau dan memenuhi halaman serta kilauan bunga di kebun buah-buahan.

Dengan jarak tersebut seperti memancarkan keharumannya ditengah-tengah pulau dan bebatuan. Di luar kebun, musim bunga Cherry telah berlalu, tapi di sini terlihat seperti tertawa dan disekeliling istana, jalanan kecil serta portico, semuanya dipenuhi bunga. Pada tempat penambatan perahu, pegunungan memberikan bunga-bunga kuning melalui tebing-tebing batu yang mengalirkan warnanya melalui pantulan cermin air danau di bawahnya….. (Kuck, 1968)

Kebun yang digambarkan berdasar kepada kebun imperial yang sebenarnya, walaupun aslinya tidak bertahan hingga sekarang, namun beberapa kebun lainnya menggunakan pola dan model seperti ini.

Lima ratus tahun kemudian, Pangeran Toshihito membangun Vila dan Kebun Katsura yang diperkirakan menempati lahan yang sama pada kebun penguasa Fugiwara. Banyak detail-detailnya secara umum bersumber dari The Tale of Gengi yang sangat dikagumi Pangeran.

Menuju akhir periode Heian, desain kebun menjadi suatu kegemaran dan keasyikan dikalangan pemerintahan. Penguasa dan pemerintahannya berpartisipasi langsung dalam desain kebun serta membuat buku-buku tentang kebun. Buku Sakuteiki, bersumber pada teori desain umum pada abad ke-11 di Kyoto. Kebun-kebun lansekap Cina tetap menjadi sumber inspirasi utama. Prinsip-prinsip budaya Cina, tidak hanya detail, dipelajari dan dicoba diterapkan oleh para ahli Jepang dengan penyesuaian pada kualitas khusus lingkungan mereka di Jepang.

Gambar 46: 

Selama  Periode  Heian,  para  aristokrat  Jepang  membangun  struktur  rumah  yang  menyenangkan dengan membuat hubungan antara ruang luar dan dalam sama seperti yang  kita gunakan saat ini pada rumah‐rumah kontemporer. Album dari abad ke‐17 ini menunjukan  Gengi sedang duduk pada teras terbuka, berbicara dengan beberapa temannya.  

(Sumber:  Kuck, 1968)