• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

E. Periode Kerajaan Mataram Islam

Mataram pada mulanya hanyalah merupakan hutan yang penuh tumbuhan tropis di atas puing-puing istana tua Mataram Hindu, lima abad sebelum berdirinya kerajaan Mataram (Islam) yang kita bicarakan sekarang ini.103 Awal mula dari kerajaan Mataram Islam adalah ketika Sultan Hadiwijaya dari Pajang meminta bantuan kepada Ki Pamanahan yang berasal dari daerah pedalaman untuk menghadapi dan menumpas pemberontakan Aria Panangsang. Sebagai hadiah akan hal tersebut, Sultan Pajang menghadiahkan daerah Mataram kepada Ki Pamanahan yang menurunkan raja-raja Mataram Islam dikemudian hari.104

Pada tahun 1577, Ki Pamanahan menempati istana barunya di Mataram. Dia digantikan oleh putranya, Senopati pada tahun 1584 dan dikukuhkan oleh Sultan Pajang. Senopatilah yang dipandang sebagai Sultan pertama Mataram. Namun lebih dari itu, berdirinya kerajaan Mataram merupakan ramalan dari Sunan Giri yang,”Keturunan Ki Gede Mataram

kelak akan memerintah seluruh rakyat Jawa, Giri pun akan patuh pada

Mataram.”105

Ramalan tersebut terbukti, walaupun tidak menjadi seorang raja tetapi keturunan-keturunan dari Ki Ageng Mataram melahirkan penguasa yang hebat ditanah Jawa.

1. Raja-raja yang Pernah Memimpin Kerajaan Mataram Islam a. Senopati

Dalam cerita tutur Jawa, Ki Pamanahan tidak memakai gelar yang lebih tinggi dari Ki Gede Mataram. Tetapi anaknya, yang juga menjadi penggantinya, waktu diangkat di Keraton (Pajang) telah diberi nama dan sekaligus gelar Senapati Ing Alaga oleh raja Pajang. Gelar itu selanjutnya

103

Harun, op.cit., h. 23.

104

Yatim, op. cit., h. 214.

105

merupakan bagian tetap dari nama raja-raja Mataram.106 Senapati yang masih muda itu, pada tahun 1584 segera setelah ia mendapat kekuasaan atas Mataram mulai mengadakan persiapan untuk memerdekakan tanah warisnya. Terlihat jelas dari kegiatannya itu ialah pembangunan tembok sekeliling istananya. Ini dilakukannya atas nasihat dan petunjuk salah seorang dari para wali Islam, Sunan Kalijaga atau seorang penggantinya sebagai ulama dari Kadilangu.107

Senopati meninggal dunia pada tahun 1601 M, berdasarkan wasiatnya sebelum meninggal ia digantikan oleh putranya yang bernama Seda Ing Krapyak alias Raden Mas Jolang yang memerintah sampai tahun 1613 M.108 Senapati Ing Alaga merupakan pendiri dari kerajaan Mataram dan awal dari kebangkitan kerajaan Mataram Islam di Jawa. Dari keturunannya nantinya akan muncul pemimpin besar yang menguasai tanah Jawa.

b. Seda Ing Krapyak

Sede Ing Krapyak menggantikan ayahnya yang meninggal pada tahun 1601. Nama aslinya adalah Mas Jolang atau Ki Gede Mataram, tetapi ketika sudah terkenal namanya menjadi Seda Ing Krapyak.109 Seda Ing Krapyak adalah anak kesepuluh, namun anak keempat dari permaisuri Raja sebelumnya, dan merupakan anak laki-laki pertama. Sede Ing Krapyak bertolak belakang dengan ayahnya yang mempunyai sifat yang sangat agresif dalam memimpin pemerintahan, ia lebih terfokus pada pembangunan-pembangunan dibanding politik ekspansi.110 Panembahan Krapyak meninggal pada tahun 1613 M. Ia dimakamkan di dekat masjid Kota Gede di sebelah bawah makam dari ayahnya. Ia menjadi raja sekitar dua belas tahun, terhitung dari tahun 1601 M sampai dengan meninggalnya tahun 1613 M.111 Berdasarkan

106

De Graaf, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa, op. cit., h. 283.

107Ibid

., h. 287.

108

Yatim, op. cit., h. 215.

109

Harun, loc. cit.

110Ibid

., h. 25-26.

111

wasiat Sang Sultan, yang menjadi sultan selanjutnya adalah Den Mas Rangsang (Sultan Agung).112

c. Sultan Agung

Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.113 Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati. Ayahnya adalah raja kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri Pangeran Benawa raja Pajang. Ketika naik tahta ia bergelar Sultan Agung Senopati Ing Alaga Ngabdur Rahman.114

Sultan Agung meninggal pada tahun 1645 di keraton Kota Gede dikarenakan sakit. Sebelum meninggal ia pun membangun Istana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram mulai dari dirinya.115 Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Agung yang meninggal dunia tahun 1645 digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram selanjutnya, bergelar Amangkurat I.116 d. Mangkurat I/Amangkurat I

Sri Susuhunan Mangkurat Agung atau disingkat Mangkurat I adalah raja Kesultanan Mataram yang memerintah tahun 1646-1677. Ia adalah anak dari Sultan Agung Hanyokrokusumo. Ia banyak mengalami pemberontakan selama masa pemerintahannya. Selain itu Mangkurat I dikenal juga dengan nama Tegalwangi atau Tegalarum dikarenakan dimana tempat ia meninggal.117

Pada masa pemerintahannya yang tidak henti-hentinya terjadi pemberontakan, menyebabkan Mangkurat I pergi meninggalkan keraton.

112

Olthof, op.cit., h. 144

113

Abimanyu,op. cit., h. 367.

114

Olthof, op. cit., h. 145.

115

Poesponegoro, op. cit., h. 58.

116

Abimanyu,op. cit., h. 392.

117

H.J. De Graaf, Disintegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I, Terj. dari De regering van Sunan Mangku-Rat I Tegal-Wangi, vorst van Mataram, 1646-1677. I. de ontbinding van het rijk.

Dalam pelarian tersebut membuatnya jatuh sakit. Untuk mempercepat meninggalnya Mangkurat I, anaknya memberi racun kepada ayahnya. Sebelum meninggal, ia menyerahkan beberapa pusaka kerajaan kepada putranya tersebut.118 Mangkurat I meninggal pada tahun 1677 di desa Wanayasa, Banyumas dan berwasiat agar dimakamkan dekat gurunya (Tumenggung Danupaya) di Tegal.119 Karena tanah daerah tersebut berbau harum, maka desa tempat Mangkurat I dimakamkan kemudian disebut Tegalwangi atau Tegalarum.

2. Perluasan Wilayah Kerajaan Mataram Islam

Pada masa kekepimpinan Senopati selain Pajang dan Demak yang sudah dikuasai Mataram, daerah Pati juga sudah tunduk secara damai. Pati saat itu dipimpin Adipati Pragola putra Ki Panjawi. Kakak perempuannya (Ratu Waskitajawi) menjadi permaisuri utama di Mataram. Hal itu membuat Pragola menaruh harapan bahwa Mataram kelak akan dipimpin keturunan kakaknya itu. Pada tahun 1590 gabungan pasukan Mataram, Pati, Demak, dan Pajang bergerak menyerang Madiun. Adipati Madiun adalah Rangga Jumena (putra bungsu Sultan Trenggana) yang telah mempersiapkan pasukan besar menghadang penyerangnya. Melalui tipu muslihat cerdik, Madiun berhasil direbut. Rangga Jemuna melarikan diri ke Surabaya, sedangkan putrinya yang bernama Retno Dumilah diambil sebagai istri Senapati.120

Pada tahun 1591 terjadi perebutan takhta di Kediri sepeninggal bupatinya. Putra adipati sebelumnya yang bernama Raden Senapati Kediri diusir oleh adipati baru bernama Ratujalu hasil pilihan Surabaya. Senapati Kediri kemudian diambil sebagai anak angkat Panembahan Senapati Mataram dan dibantu merebut kembali takhta Kediri. Perang berakhir dengan kematian bersama Senapati Kediri melawan Adipati

118

H.J. De Graaf, Runtuhnya Istana Mataram, Terj. dari De regering van Sunan Mangku-Rat I Tegal-Wangi, vorst van Mataram, 1646-1677. II. Opstand en Ondergang, oleh Pusaka Grafitipers dan KITLV, (Jakarta: PT Pusaka Grafitipers, 1987), Cet. I, h. 202.

119

Poesponegoro, op. cit., h. 58

120

Pesagi (pamannya). Pada tahun 1595 adipati Pasuruan berniat tunduk secara damai pada Mataram namun dihalang-halangi panglimanya, yang bernama Rangga Kaniten. Rangga Kaniten dapat dikalahkan Panembahan Senapati dalam sebuah perang tanding. Ia kemudian dibunuh sendiri oleh adipati Pasuruan, yang kemudian menyatakan tunduk kepada Mataram. Setahun kemudian Tuban tunduk terhadap Mataram.121

Pada tahun 1600 terjadi pemberontakan Adipati Pragola dari Pati. Pemberontakan ini dipicu oleh pengangkatan Retno Dumilah putri Madiun sebagai permaisuri kedua Senapati. Pasukan Pati berhasil merebut beberapa wilayah sebelah utara Mataram. Perang kemudian terjadi dekat Sungai Dengkeng di mana pasukan Mataram yang dipimpin langsung oleh Senapati sendiri berhasil menghancurkan pasukan Pati.122

Pada tahun 1609 Hanyakrawati melanjutkan usaha ayahnya, yaitu menaklukkan Surabaya, musuh terkuat Mataram. Selanjutnya melakukan penyerangan ke arah Lamongan pada tahun 1612 dibawah komando adipati Martalaya dan Gresik pada tahun 1613. Tuban dan Pati dapat ditaklukkan, namun serangan-serangan yang dilakukannya sampai akhir pemerintahannya tahun 1613 hanya mampu memperlemah perekonomian Surabaya namun tidak mampu menjatuhkan kota tersebut.123 Serangan pada tahun 1613 sempat menyebabkan pos-pos VOC di Gresik dan Jortan ikut terbakar. Sebagai permintaan maaf, Hanyakrawati mengizinkan VOC mendirikan pos dagang baru di Jepara. Ia juga mencoba menjalin hubungan dengan markas besar VOC di Ambon.124

Raden Mas Rangsang naik takhta pada tahun 1613 menggantikan ayahnya dan melanjutkan ekspansi-ekspansi ke berbagai wilayah. Saingan besar Mataram saat itu Surabaya dan Banten. Pada tahun 1614 Sultan Agung mengirim pasukan menaklukkan sekutu Surabaya, yaitu

121

H.J. De Graaf, Awal Kebangkitan Mataram, Masa Pemerintahan Senopati, op.cit., h. 110.

122Ibid

., 125.

123

Abimanyu,op. cit., h. 365

Lumajang. Dalam perang di Sungai Andaka, Tumenggung Surantani dari Mataram tewas oleh Panji Pulangjiwa menantu Rangga Tohjiwa bupati Malang. Lalu Panji Pulangjiwa sendiri mati terjebak perangkap yang dipasang Tumenggung Alap-Alap.125 Pada tahun 1615 Sultan Agung memimpin langsung penaklukan Wirasaba ibukota Majapahit (sekarang Mojoagung, Jombang). Pihak Surabaya mencoba membalas. Adipati Pajang juga berniat mengkhianati Mataram namun masih ragu-ragu untuk mengirim pasukan membantu Surabaya. Akibatnya, pasukan Surabaya dapat dihancurkan pihak Mataram pada Januari 1616 di desa Siwalan.126

Kemenangan Sultan Agung berlanjut di Lasem pada 1616 dan Pasuruan tahun 1617.127 Kemudian pada tahun 1617 Pajang memberontak tapi dapat ditumpas. Adipati dan panglimanya bernama Ki Tambakbaya melarikan diri ke Surabaya.128 Pada tahun 1620 sampai 1625 pasukan Mataram mulai mengepung kota Surabaya secara periodik. Sungai Mas dibendung untuk menghentikan suplai air, namun kota ini tetap mampu bertahan.129 Sultan Agung kemudian mengirim Tumenggung Bahureksa (bupati Kendal) untuk menaklukkan Sukadana (Kalimantan sebelah barat daya) tahun 1622. Dikirim pula Ki Juru Kiting (putra Ki Juru Martani) untuk menaklukkan Madura tahun 1624. Pulau Madura yang semula terdiri atas banyak kadipaten kemudian disatukan di bawah pimpinan Pangeran Prasena yang bergelar Cakraningrat I.130

Dengan direbutnya Sukadana dan Madura, posisi Surabaya menjadi lemah, karena suplai pangan terputus sama sekali. Kota ini akhirnya jatuh karena kelaparan pada tahun 1625, bukan karena

125

H.J. de Graaf dan Th. G. Th. Pigeud, Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung, Terj. dari De Regering van Sultan Agung, Vorts Van Mataram, 1613-1645, en Die van Zijn Voorganger oleh Pusaka Utama Grafitipers dan KITLV (Jakarta: PT. Pusaka Grafitipers, 1986), Cet. I, h. 31.

126

H.J. de Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung, op.cit., h. 33

127 Ibid., h. 41-42 128Ibid. , h. 48. 129Ibid. , h. 79. 130Ibid. , h. 81-85

pertempuran. Pemimpinnya yang bernama Pangeran Jayalengkara pun menyerah pada pihak Mataram yang dipimpin Tumenggung Mangun-oneng. Beberapa waktu kemudian, Jayalengkara meninggal dikarenakan usianya yang sudah tua. Sementara putranya yang bernama Pangeran Pekik diasingkan ke Ampel. Surabaya pun resmi menjadi bawahan Mataram, dengan dipimpin oleh Tumenggung Sepanjang sebagai bupati.131

Sasaran Mataram berikutnya setelah Surabaya jatuh adalah Banten yang ada di ujung Barat pulau Jawa. Akan tetapi posisi Batavia yang menjadi penghalang perlu diatasi terlebih dahulu oleh Mataram. Bulan April 1628 Kyai Rangga bupati Tegal dikirim sebagai duta ke Batavia untuk menyampaikan tawaran damai dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram. Tawaran tersebut ditolak pihak VOC sehingga Sultan Agung memutuskan untuk menyatakan perang.132

Maka pada 27 Agustus 1628 pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Bahureksa, bupati Kendal tiba di Batavia. Pasukan kedua tiba bulan Oktober dipimpin Pangeran Mandurareja, cucu dari Ki Juru Martani. Total semuanya adalah 10.000 prajurit. Perang besar terjadi di benteng Holandia. Pasukan Mataram mengalami kehancuran karena kurang perbekalan. Menanggapi kekalahan ini Sultan Agung bertindak tegas, ia mengirim algojo untuk menghukum mati Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja. Pihak VOC menemukan ratusan mayat orang Jawa berserakan dan sebagian mayatnya tanpa kepala.133

Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada tahun berikutnya. Pasukan pertama dipimpin Adipati Ukur berangkat pada bulan Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah berangkat bulan Juni. Total semua 14.000 orang prajurit. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun

131Ibid.

, 97

132

Abimanyu,op. cit., h. 385.

133Ibid.

pihak VOC berhasil memusnahkan semuanya. Walaupun kembali mengalami kekalahan, serangan kedua Sultan Agung berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung, yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur jenderal VOC yaitu J.P. Coen meninggal menjadi korban wabah tersebut.134

Kekalahan di Batavia menyebabkan daerah-daerah bawahan Mataram berani memberontak untuk merdeka. Diawali dengan pemberontakan para ulama Tembayat yang berhasil ditumpas pada tahun 1630. Kemudian Sumedang dan Ukur memberontak tahun 1631. Sultan Cirebon yang masih setia berhasil memadamkan pemberontakan Sumedang tahun 1632.135 Pemberontakan-pemberontakan masih berlanjut dengan munculnya pemberontakan Giri Kedaton yang tidak mau tunduk kepada Mataram. Karena pasukan Mataram merasa segan menyerbu pasukan Giri Kedaton yang masih mereka anggap keturunan Sunan Giri, maka yang ditugasi melakukan penumpasan adalah Pangeran Pekik pemimpin Ampel. Pangeran Pekik sendiri telah dinikahkan dengan Ratu Pandansari adik Sultan Agung pada tahun 1633. Pemberontakan Giri Kedaton ini berhasil dipadamkan pasangan suami istri tersebut pada tahun 1636.136

Pada tahun 1636 Sultan Agung mengirim Pangeran Selarong (saudara seayah Sultan Agung, putra Panembahan Hanyakrawati dan selir Lung Ayu dari Panaraga) untuk menaklukkan Blambangan di ujung timur Pulau Jawa. Meskipun mendapat bantuan dari Bali, negeri Blambangan tetap dapat dikalahkan pada tahun 1640.137

Pemerintahan kerajaan Mataram selanjutnya dilanjutkan oleh putra Sultan Agung. Namun pada masa ini terjadi penurunan kekuasaaan Mataram dikarenakan terjadi pemberontakan dan perselisihan didalam internal kerajaan. Amangkurat I juga berselisih dengan putra

134

Ibid.

135

H.J. de Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung, op.cit., h. 201.

136Ibid.

, h. 220.

137Ibid

mahkotanya, yaitu Raden Mas Rahmat yang menjadi Adipati Anom. Perselisihan ini dilatarbelakangi oleh berita bahwa jabatan Adipati Anom akan dipindahkan kepada Pangeran Singasari

Pada tahun 1661 Mas Rahmat melancarkan aksi kudeta tetapi gagal. Amangkurat I menumpas seluruh pendukung putranya itu. Sebaliknya, Amangkurat I juga gagal dalam usaha meracun Mas Rahmat tahun 1663. Perselisihan memuncak tahun 1668 saat Mas Rahmat merebut calon selir ayahnya yang bernama Rara Oyi. Amangkurat I menghukum mati Pangeran Pekik mertuanya sendiri, yang dituduh telah menculik Rara Oyi untuk Mas Rahmat. Mas Rahmat sendiri diampuni setelah dipaksa membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri.138 Mas Rahmat yang sudah dipecat dari jabatan Adipati Anom berkenalan dengan Raden Trunajaya menantu Panembahan Rama alias Raden Kajoran tahun 1670. Kemudian mereka merencanakan pemberotakan terhadap Mataram.139

Pertempuran demi pertempuran terjadi di mana kekuatan para pemberontak semakin besar. Diperkirakan terjadi perselisihan antara Trunajaya dan Amangkurat II, sehingga Trunajaya tidak jadi menyerahkan kekuasaan kepada Amangkurat II sebagaimana yang direncanakan sebelumnya dan malah melakukan penjarahan terhadap istana Kartasura. Mas Rahmat yang tidak mampu lagi mengendalikan Trunajaya pun berbalik kembali memihak ayahnya.140 Puncaknya, tanggal 28 Juni 1677 Trunajaya berhasil merebut istana Plered. Amangkurat I dan Mas Rahmat melarikan diri ke barat. Babad Tanah Jawi menyatakan, bahwa dengan jatuhnya istana Plered menandai berakhirnya Kesultanan Mataram. Setelah mengambil rampasan perang dari istana, Trunajaya kemudian meninggalkan keraton Mataram dan kembali ke pusat kekuasaannya di Kediri, Jawa Timur.141

138

Abimanyu,op. cit., h. 401.

139Ibid.

, h. 401-402.

140

H.J. De Graaf, Disintegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I, op.cit., h. 26

141

3. Media Perluasan Islam Masa Kerajaan Mataram Islam

Berbagai cara dilakukan dalam perluasan wilayah dan pengaruh ajaran Islam selain dengan cara kekerasan atau peperangan. Berikut cara atau media yang digunakan kerajaan Mataram Islam dalam memperluas pengaruh Islam:

a. Perkawinan

Pangeran Pekik yang merupakan putra dari adipati Surabaya dan masih ada hubungan kekerabatan dengan Sunan Giri, dinikahkan dengan adik Sultan Agung yaitu Ratu Pandan Sari. Kemudian Pangeran Pekik digunakan sebagai alat untuk menaklukkan Giri. Selain itu Sultan Agung juga menikahi putrid dari Cirebon agar Cirebon mau mengakui kekuasaan Mataram.142

b. Pendidikan dan kebudayaan

Sultan agung menaruh perhatian penuh terhadap kebudayaan Mataram. Ia memadukan kalender hijriah yang dipakai di pesisir utara dengan kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman yang hasilnya adalah kalender Islam Jawa sebagai pemersatu rakyat Mataram. Selain itu, Sultan Agung juga dikenal sebagai penulis naskah berbau mistik yang berjudul Sastra Gending. Dan Sultan Agung juga menetapkan bahasa bangongan yang harus dipakai agar hilangnya kesenjangan satu sama lain143.

c. Ekonomi dan Politik

Hubungan Mataram dengan Cirebon pada masa pemerintahan Panembahan Ratu tidak karena penaklukan, tetap hubungan persahabatan. Dapat terlihat pada pembangunan benteng Cirebon berkat bantuan Senapati.144 Pada masa Sultan Agung pertanian adalah sumber ekonomi sekaligus kejayaan Mataram. Karena itu, penguasa tanah yang

142Ibid. , 382-383. 143Ibid. , h. 391. 144 Poesponegoro, op.cit., h. 56.

luas berpengaruh dalam bidang ekonomi disatu pihak dan kepentingan politik dipihak lainnya.145

Berikut adalah hasil pemetaan perluasan wilayah ketika kerajaan Banten yang tergambar dalam peta tematik dibawah ini:

Gambar 4.5

Peta Perluasan Wilayah Kerajaan Islam di Jawa Periode Kerajaan Mataram Islam

Gambar peta tematik di atas adalah hasil pemetaan perluasan wilayah pada masa kerajaan Mataram Islam. Pada peta tematik ini dibagi dengan tiga tipe simbol yaitu simbol titik, simbol garis dan simbol area. Untuk simbol titik terbagi menjadi dua kategori, yaitu simbol titik berwarna hijau menandakan daerah-daerah penting yang menjadi wilayah kekuasaan dan taklukan pada setiap periode kerajaan. Sedangkan untuk simbol titik segilima menandakan pusat pemerintahan dari kerajaan Mataram Islam tepatnya di Yogyakarta. Untuk simbol yang kedua yaitu simbol garis berupa anak panah

145

warna merah menandakan arah perluasan wilayah (ekspansi) yang dilakukan pada puncak kejayaan Mataram Islam. Dan simbol yang ketiga adalah simbol area warna ungu yang menandakan cakupan wilayah yang pernah dikuasai oleh kerajaan Mataram Islam, kecuali Batavia yang masih dikuasai oleh Belanda.

69 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian library research (studi pustaka) tentang periodisasi perluasan wilayah kerajaan Islam di Jawa, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Periodisasi perluasan wilayah Kerajaan Islam di Jawa dapat dibagi kedalam lima periode kerajaan yaitu Demak, Cirebon, Banten, Pajang, dan Mataram Islam. Perioden pertama yaitu Kerajaan Demak. Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Demak mencapai puncak kejayaan dan perluasan wilayah ketika di bawah Sultan Trenggana, Demak menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana, Tuban, Madiun, Surabaya dan Pasuruhan, dan Malang. Periode kedua yaitu Kerajaan Cirebon. Kerajaan Cirebon sangat melekat dengan Sunan Gunung Jati. Perluasan wilayah yang ia lakukan ke wilayah Talaga, Raja Galuh, Luragung dan sekitarnya. Pada masa pemerintahan Cirebon selanjutnya tidak melebarkan sayapnya ke daerah-daerah lain karena terjepit oleh dua kerajaan besar yaitu Banten dengan Mataram. Periode ketiga yaitu Kerajaan Banten. Kerajaan Banten menguasai daerah Jawa bagian barat, selain wilayah Cirebon. Dan kekuasaan Banten sampai ke pulau Sumatra, tepatnya di Bengkulu, Lampung, dan Palembang. Periode keempat yaitu kerajaan Pajang. Jaka Tingkir menjadi Raja Pajang pertama memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang. Pada masa jayanya, kerajaan Pajang menguasai wilayah seperti Madura, Sidayu (Lamongan), Gresik, Pasuruan, Tuban, Wirasaba, Kediri, Ponorogo, Madiun, Blora, dan Jipang. Untuk Jipang dan Demak telah terlebih dahulu mengakui kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Jaka Tingkir. Periode kelima yaitu kerajaan Mataram Islam. Periode kerajaan Mataram menjadi suksesi

kerajaan Islam selanjutnya dengan raja pertama adalah Senopati. Pada periode Mataram, kerajaan Islam mencapai puncak kejayaannya ketika dimasa kepemimpinan Sultan Agung. Hampir seluruh wilayah di Jawa berhasil dikuasai olehnya. Namun Sunda Kelapa atau Batavia gagal dikuasai dikarenakan kuatnya kedudukan Belanda (VOC) kala itu.

2. Keseluruhan sejarah periode perluasan wilayah kerajaan Islam di Jawa yang telah dideskripsikan berdasarkan kajian pustaka, kemudian dipetakan kedalam peta tematik dengan menganalisis dari aspek spasialnnya dari pusat kerajaan yang lebih kecil atau wilayah penting yang ditaklukkan berdasarkan wilayah administratif dari berbagai wilayah di pulau Jawa yang bersumber dari peta yang dibuat pada tahun 2009. Dari menganalisis spasialnya menghasilkan beberapa peta tematik disesuaikan kisah sejarah perluasan wilayah kerjajaan Islam setiap periodenya. Mengunakan tiga symbol utama yaitu simbol titik, garis dan area yang di tonjolkan oleh peta tematik tersebut dapat terlihat luasan wilayah dan daerah-daerah mana saja yang menjadi daerah kekuasaan pada masing-masing periode pemerintahan berdasarkan kondisi saat ini secara administratif.

B. Saran

1. Setiap periode kerajaan Islam di Jawa mengalami masa pasang-surut yang dimulai dari masa pendirian kemudian masa kerayaan dan masa menurunan yang di iringi dengan pemberontakan-pemberontakan. Dari segala macam pemberontakan (kudeta) yang terjadi, sebagian besar berasal dari perpecahan internal keluarga. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita semua jangan sampai kekuasaan menjadi penyebab perpecahan baik dalam keluarga ataupun bangsa.

2. Dalam rujukan dan penelitian yang relevan, peneliti masih sangat minim informasi tentang bagaimana penelitian sejarah yang baik dan benar. Masih butuhnya masukan-masukan sebagai penyempurnya skripsi sejarah yang dikembangkan kedalam ilmu peta.

71

Abimanyu, Soedjipto. Babad Tanah Jawi. Yogyakarta: Laksana, 2014.

Adeng, dkk, Kota Dagang Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan

Dokumen terkait