• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI

C. Peristiwa Anomali

4. Suhu

6. Bunyi Bunyi bergerak lebih cepat di udara daripada melalui

zat padat. 7. Optika –

Pemantulan Cahaya

Pengamat dapat melihat gambarnya lebih besar dengan bergerak menjauh dari cermin.

8. Optika – Pembiasan Cahaya

Cahaya selalu berjalan lurus melalui benda yang transparan tanpa ada perubahan arah.

9. Listrik Sinar lampu yang tahanannya sama pada rangkaian tertutup seri tidak sama kuat.

10. Magnet Semua logam ditarik oleh magnet.

Ada banyak cara untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi. Meskipun demikian, tidak setiap cara itu sesuai bagi siswa yang mengalami

miskonsepsi, karena kesalahan siswa dapat beraneka ragam. Untuk itu pertama-tama guru perlu mengerti letak miskonsepsi siswa dengan cara memberi kesempatan pada setiap siswa untuk mengungkapkan gagasan dan idenya tentang konsep fisika yang dipelajari. Dari ungkapan itulah guru akan mengetahui miskonsepsi yang dibawa atau dipunyai siswa. Langkah selanjutnya adalah mencari penyebab dan kiat mengatasinya dengan mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasinya.

4. Perubahan Konsep

Proses pembelajaran yang baik haruslah dapat membantu terjadinya perubahan konsep pada diri siswa (Suparno, 2005). Menurut Joan Davis dalam Suparno (2005:97), mengajarkan perubahan konsep menyangkut dua hal pokok, yaitu: (1) membuka konsep awal siswa agar menjadi jelas dan eksplisit, (2) menggunakan beberapa teknik untuk membantu siswa mengubah kerangka berpikir awal siswa yang tidak benar. Untuk itu diperlukan kepiawaian guru untuk mengerti ekologi konsetual siswa, yaitu semua pengetahuan dan kepercayaan yang dipunyai siswa.

Perubahan konsep siswa dapat terjadi dalam dua cara. Perubahan yang pertama adalah perubahan yang terjadi secara pelan-pelan, dalam arti siswa memperluas konsep (asimilasi) dari konsep yang belum lengkap menjadi lebih lengkap, dari konsep yang belum sempurna menjadi lebih sempurna. Perubahan yang lain adalah perubahan yang terjadi secara drastis: mengubah konsep yang salah menjadi benar sesuai dengan konsep para ahli fisika.

Pembelajaran fisika dikatakan sukses apabila pembelajaran tersebut dapat membuat konsep siswa berubah ke arah yang lebih baik (mendekati konsep yang diterima para ahli). Sedangkan pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang memungkinkan perubahan konsep itu secara cepat dan efisien.

a. Proses Perluasan Konsep (Asimilasi)

Beberapa cara untuk membantu siswa menambah konsep atau pengetahuan mereka tentang bahan fisika, antara lain:

1) Memberikan informasi baru yang belum pernah diketahui oleh siswa. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan model pembelajaran klasik dengan ceramah, guru menjelaskan konsep bab per bab sesuai dengan urutan kurikulum yang direncarakan.

2) Siswa diberi bahan baru dan diajak untuk mempelajari sendiri bahan itu sehingga konsepnya bertambah (model belajar mandiri). Dalam hal ini diperlukan bantuan dan pengarahan dari guru.

3) Siswa diberi kesempatan untuk mencari bahan-bahan baru yang telah disediakan baik dari buku maupun multimedia fisika.

Pembelajaran untuk menambah konsep tersebut dapat juga mengakibatkan bertambahnya salah konsep.

b. Proses Pembetulan Konsep yang Salah (Akomodasi)

Posner dalam Suparno (2005:90) menjelaskan bahwa proses akomodasi memerlukan keadaan tertentu untuk dapat terjadi, antara lain: 1) Harus ada ketidakpuasan terhadap konsep yang ada.

2) Konsep yang baru itu harus dapat dimengerti (intelligible).

3) Konsep yang baru harus masuk akal, yaitu mempunyai kemampuan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dimunculkan oleh para pendahulu, dan konsisten dengan teori dan pengetahuan lain atau dengan pengalaman yang lama.

4) Konsep baru harus berguna untuk program riset dan mempunyai kemampuan untuk dikembangkan dan membuka penemuan yang baru. Untuk proses membetulkan konsep yang salah guru tidak cukup hanya dengan menambah bahan fisika dalam pembelajaran, tetapi harus menggunakan strategi yang tepat untuk membetulkan konsep siswa yang salah. Pertama siswa perlu disadarkan bahwa konsep awal mereka itu tidak tepat, salah atau tidak cocok dengan situasi yang ada. Cara penyadaran dapat dilakukan dengan membuat atau menyediakan eksperimen atau pengalaman yang memberikan data-data yang berlawanan dengan prediksi atau pengertian siswa.

B. Konflik Kognitif

Konflik kognitif adalah suatu keadaan psikologis dimana terjadi suatu

disekuilibrium (ketidakseimbangan) dalam pikiran seseorang (siswa) karena adanya suatu kenyataan atau pengalaman yang dialami siswa sendiri yang tidak sesuai dengan konsep yang dimilikinya. Konflik kognitif merupakan suatu keadaan atau kondisi yang dibutuhkan agar terjadi suatu perubahan konsep pada diri seseorang.

Adanya konflik atau ketidaksesuaian dalam diri siswa akan menyebabkan siswa meragukan konsep awalnya sehingga siswa akan tertantang untuk mengubahnya dengan konsep yang lebih benar. Ada beberapa cara yang dapat digunakan oleh guru untuk membantu terciptanya konflik kognitif pada diri siswa, antara lain dengan cara menghadapkan siswa pada kejadian atau peristiwa yang tidak dapat dijelaskan dengan konsep awal siswa tetapi dapat dijelaskan dengan konsep baru yang hendak diberikan. Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan menghadapkan siswa pada data anomali, yaitu data-data yang berlawanan dengan prediksi siswa atau pengertian siswa. Dengan demikian siswa akan ditantang untuk memikirkan kembali konsep awalnya yang kurang tepat sehingga siswa terbantu untuk mengubah konsep awal mereka.

Proses terjadinya konflik kognitif pada diri siswa katika dihadapkan pada situasi anomali dapat dijelaskan dalam skema berikut (bdk. Lee & Kwon, 2001):

K e y a k in a n s is w a te rh a d a p k o n s e p a w a ln y a K e te rta rik a n a ta u k e g e lis a h a n te rh a d a p s itu a s i a n o m a li K e y a k in a n s is w a te rh a d a p s itu a s i a n o m a li P e n g a k u a n te rh a d a p s itu a s i a n o m a li P e n ila ia n k e m b a li te rh a d a p k o n flik y a n g d ia la m i T a n g g a p a n s is w a K o n s e p b a ru s is w a y a S itu a s i a n o m a li tid a k ra g u -ra g u T a h a p a w a l T a h a p k o n flik T a h a p a k h ir y a k in

Skema di atas mempunyai tiga tahapan, antara lain (bdk. Lee & Kwon, 2001): 1. Preliminary Stage (tahap awal)

Tahap ini merupakan tahap awal sebelum terjadinya konflik kognitif. Pada tahap ini, siswa yang semula sudah mempunyai konsep awal dihadapkan pada situasi atau data anomali yang bertentangan dengan konsep awal yang dimilikinya (misalnya dengan eksperimen yang diberikan oleh guru). Jika siswa mempunyai keyakinan yang kuat terhadap konsep awalnya atau jika siswa hanya menganggap data tersebut sebagai pengecualian saja, maka siswa tidak akan mengalami konflik kognitif.

2. Conflict Stage (tahap konflik)

Tahap ini terjadi ketika siswa (a) menyadari dan mengakui adanya data yang berbeda dengan konsep awalnya, (b) tertarik terhadap data anomali tersebut dan mulai mengalami keraguan terhadap konsep awalnya, (c) melakukan penilaian kembali terhadap konsep awalnya berdasarkan data anomali yang didapat. Ada dua kemungkinan yang dapat terjadi setelah siswa melakukan tinjauan ulang terhadap konflik yang dialami, yaitu siswa dapat menanggapi dan menyelesaikan atau melupakan begitu saja data yang berbeda dengan konsep awalnya tersebut.

3. Resolution Stage (tahap akhir)

Tahap ini merupakan tahap setelah siswa mengalami konflik kognitif. Pada tahap akhir ini ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan oleh siswa. Kemungkinan pertama, siswa menerima data anomali dan mengubah teorinya. Perubahan itu dapat terjadi secara perlahan-lahan atau dapat juga terjadi secara

drastis karena siswa merasa konsep awalnya tidak cocok atau salah dan harus diubah. Kemungkinan kedua, siswa mengalami keraguan terhadap data anomali dan menginterpretasikan kembali data itu. Dengan interpretasi yang baru dapat terjadi data diterima sebagai perubahan, tetapi dapat juga data tidak diterima sehingga tidak terjadi perubahan konsep pada diri siswa.

C. Peristiwa Anomali

Miskonsepsi yang terjadi pada siswa tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena dengan demikian proses menjadi sempurna tidak akan terjadi (Suparno, 2005). Untuk membenahi miskonsepsi, para ahli menyarankan suatu cara baru yang dapat menimbulkan pertanyaan pada siswa, menimbulkan kebingungan dan keraguan dalam pikirannya terhadap konsep awal yang dipegangnya. Cara tersebut adalah dengan menggunakan peristiwa anomali, yaitu peristiwa yang bertentangan dengan konsep yang dibawa siswa. Peristiwa anomali membuat siswa mengalami konflik dalam pikiran mereka sehingga terjadi ketidakseimbangan (disekuilibrium). Ketidakseimbangan itulah yang menurut Piaget akan menyebabkan siswa meragukan konsep awalnya sehingga siswa akan tertantang untuk mengubahnya dengan konsep yang baru. Dalam pembelajaran yang benar itulah akhirnya terjadi akomodasi pada siswa (Suparno, 2005).

Metode perubahan konsep dengan peristiwa anomali ini sangat cocok digunakan untuk membenahi miskonsepsi siswa yang terjadi karena pemikiran siswa yang intuitif, asosiatif, humanistik, alasan yang tidak lengkap. Selain itu, metode peristiwa anomali juga dapat membantu mengatasi miskonsepsi siswa

untuk pokok bahasan fisika visual yang kejadiannya dapat diamati dengan indera, misalnya mekanika, listrik-magnet, termodinamika, fluida, optika. Dengan menunjukan kepada siswa kejadian yang sesungguhnya, kenyataan yang sungguh lain dengan konsep atau pemikiran yang mereka bangun, mereka akan mengalami konflik dalam pikirannya. Dengan demikian diharapkan mereka sendiri akan tertantang untuk mengubah konsep mereka yang tidak benar.

Meskipun demikian, perlu disadari bahwa peristiwa anomali belum pasti dapat mengubah konsep siswa ke arah yang lebih baik bila siswa tidak mengolahnya. Peristiwa anomali juga dapat dikesampingkan oleh siswa dengan menyatakan bahwa hal itu adalah pengecualian saja. Chin dalam Suparno (2005:92) menjelaskan beberapa sikap yang sering dilakukan siswa dalam menghadapi data anomali: (1) Mengesampingkan atau menolaknya, (2) Mengeluarkan data itu dari teori yang ada, (3) Menginterpretasikan kembali data itu, (4) Menginterpretasikan data itu dengan perubahan-perubahan pada teori yang sudah ada secara perlahan-lahan, (5) Menerima data itu dan mengubah teorinya. Berdasarkan sikap-sikap tersebut tampak bahwa data yang bertentangan dengan teori atau konsep siswa tidak selalu diterima. Bila tidak diterima maka tidak akan menghasilkan perubahan konsep secara kuat, sedangkan bila diterima akan dapat menghasilkan perubahan konsep secara kuat (akomodasi). Tanggapan terhadap data anomali ditentukan oleh kepercayaan seseorang saat itu, sifat-sifat dari teori alternatif yang hendak diambil, sifat dari data anomali dan strategi seseorang.

Agar data anomali dapat diterima oleh siswa dan dapat menyebabkan perubahan konsep siswa, data yang disajikan harus memenuhi beberapa kriteria seperti (Chin dalam Suparno, 2005:58):

1) Data itu harus dapat dipercaya (kredibel). Untuk itu perlu dibuktikan bahwa data itu memang terjadi berulang-ulang dan bukan hanya sekali saja. Dengan kejadian berulang-ulang, siswa semakin yakin bahwa itulah yang benar.

2) Data itu juga mempunyai bermacam-macam bukti dan bukan hanya satu macam saja. Dengan demikian siswa semakin yakin bahwa data itu benar dan bukan karena kebetulan benar.

Berikut ini adalah beberapa contoh bagaimana memperbaiki miskonsepsi dengan peristiwa anomali untuk berbagai pokok bahasan materi fisika SMP:

1. Zat dan Wujudnya

Miskonsepsi yang terjadi: bila gelas yang berisi air dimasuki gumpalan es sampai penuh maka jika semua gumpalan es itu mencair, air dalam gelas akan tumpah.

Konsep yang benar: air dalam gelas tidak akan tumpah meski semua

gumpalan es mencair.

Peristiwa anomali: percobaan dengan mengisi gelas dalam air (tidak sampai penuh) kemudian memasukkan gumpalan es sampai gelas penuh berisi air dan es. Selanjutnya siswa diminta mengamati apa yang terjadi.

Penjelasan:bila gelas yang berisi air dimasuki gumpalan es sampai penuh, maka setelah semua gumpalan es mencair, air dalam gelas tidak akan tumpah. Percobaan tersebut membuktikan bahwa es justru menyusut pada saat mencair. Pada waktu membeku, air memuai dan volumenya bertambah besar, sedangkan massanya tetap sehingga menyebabkan massa jenis es lebih kecil daripada massa jenis air

⎛ = v m

ρ . Itulah yang menyebabkan es terapung

dalam air. Pada saat mencair, seluruh volume es yang mencair dapat mengisi dengan tepat ruang dalam air yang sebelumnya diisi oleh balok es. Dengan kata lain, es dalam gelas tidak akan tumpah karena volume es yang mencair lebih kecil dari volume es mula-mula.

Gambar keadaan pada saat es terapung:

Pada saat es terapung, gaya ke bawah (w) sama dengan gaya ke atas (Fa) - gaya ke bawah = berat es

- gaya ke atas = berat air yang dipindahkan Menurut hukum Archimedes:

gaya ke bawah = gaya ke atas

ρes x Vtotal es x g = ρair x Ves dalam air x g misalkan: ρes = 0,9 gr/cm3

ρair = 1 gr/cm3

0,9 x Vtotal es = 1 x Ves dalam air

Ves dalam air = 0,9 Vtotal es

Volume es yang tercelup dalam air

w Fa

2. Gerak

Miskonsepsi yang terjadi: apabila dua buah batu dengan massa yang berbeda jatuh bebas dari ketinggian yang sama dan pada saat yang sama, maka batu yang massanya lebih besar akan jatuh bebas lebih cepat daripada batu yang massanya lebih kecil.

Konsep yang benar: apabila dua buah batu dengan massa yang berbeda jatuh bebas dari ketinggian yang sama dan pada saat yang sama, maka kedua batu akan jatuh bersamaan. Massa benda tidak mempengaruhi kecepatan benda saat menyentuh tanah (asalkan tidak ada unsur lain yang mempengaruhi).

Peristiwa anomali:percobaan dengan menyediakan dua buah benda yang massanya berbeda (misalnya batu besar dan batu kecil yang berbeda massanya), selanjutnya kedua batu tersebut dijatuhkan dari ketinggian yang sama. Kemudian siswa diminta untuk mengamati apakah kedua benda itu jatuh bersamaan atau tidak.

Penjelasan: jika gesekan udara diabaikan maka setiap benda yang jatuh akan mendapat percepatan yang sama tanpa bergantung pada massa benda. Percepatan yang tetap ini disebabkan oleh medan gravitasi bumi dan disebut dengan percepatan gravitasi (g). Kedua batu yang dijatuhkan bersamaan tersebut mengalami gerak jatuh bebas, yaitu gerak suatu benda yang dijatuhkan dari suatu ketinggian tanpa kecepatan awal (vo = 0) dan selama geraknya mengalami percepatan tetap, yaitu percepatan gravitasi g. Gerak kedua batu yang jatuh bebas termasuk dalam gerak lurus berubah

beraturan. Secara matematis, kedua batu yang bermassa berbeda dapat jatuh bersamaan dari ketinggian yang sama dapat dijelaskan sebagai berikut:

Dari persamaan di atas nampak bahwa waktu yang dibutuhkan oleh benda untuk sampai ke tanah tidak dipengaruhi oleh massa benda, melainkan hanya dipengaruhi oleh ketinggian benda (karena g merupakan suatu konstanta yang nilainya tetap). Dengan demikian apabila kedua benda dijatuhkan dari ketinggian yang sama, waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke tanah juga sama.

3. Gaya – Hukum Archimedes

Miskonsepsi yang terjadi: berat benda di udara lebih kecil daripada berat benda di dalam zat cair.

Konsep yang benar: berat benda di udara lebih besar dari berat benda di air.

Peristiwa anomali: percobaan dengan mengukur berat sebuah benda

(misalnya sebuah batu) dengan menggunakan neraca pegas. Pengukuran dilakukan secara bergantian, yaitu di udara dan dalam wadah berisi air.

h

tanah

Pada GLBB berlaku persamaan: h = vot + ½ gt2 ; dengan vo = 0 h = ½ gt2

g h

Melalui pengukuran tersebut siswa dapat membandingkan bagaimana berat benda ketika benda berada di dalam air dan ketika benda berada di udara.

Penjelasan: ketika suatu benda berada di udara, pada benda tersebut hanya bekerja gaya berat yang arahnya selalu ke bawah (dengan mengabaikan gaya gesek udara). Sedangkan ketika suatu benda berada dalam zat cair, ada suatu gaya lain yang bekerja pada benda selain gaya berat, yang disebut dengan gaya Archimedes. Gaya Archimedes disebut juga gaya apung atau gaya ke atas: suatu gaya yang dikerjakan zat cair terhadap benda. Gaya apung ini selalu berarah ke atas. Berikut gambar gaya-gaya yang bekerja pada benda ketika benda berada di udara dan ketika benda berada dalam zat cair:

4. Suhu

Miskonsepsi yang terjadi: es tidak dapat mengalami perubahan suhu.

Konsep yang benar: es dapat berubah suhu sampai es tersebut mencapai suhu 0oC dan melebur menjadi air.

Peristiwa anomali: percobaan dengan langsung membuktikan apakah es dapat berubah suhu atau tidak, dengan cara menempatkan es dan termometer

w

w Fa

Keadaan benda ketika berada di dalam air Keadaan benda ketika

berada di udara

w = berat benda = m.g Fa = gaya ke atas m = massa benda g = percepatan gravitasi

dalam suatu wadah kemudian diamati apakah es tersebut mengalami perubahan atau tidak.

Penjelasan: es merupakan bentuk padatan dari air. Es terjadi jika air tersebut diletakkan dalam freezer lemari es. Dalam tempat tersebut suhu es sangat rendah (< 0oC). Ketika es itu diambil dan diletakkan di dalam ruangan maka suhu es tersebut pasti akan mengalami kenaikan karena es tersebut mendapat tambahan kalor dari lingkungan yang suhunya lebih tinggi dari suhu es. Es akan terus mengalami kenaikan suhu sampai mencapai suhu 0oC yang merupakan titik lebur es murni.

Dokumen terkait