• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TERHADAP KEABSAHAN PERJANJIAN JUAL

C. Unsur Essentialia Dalam Perjanjian Jual Beli

3. Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak Sebaga

158

Subekti,Aneka Perjanjian, Op.Cit. hlm. 2

159

Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Op. Cit. hlm. 67.

Pemaparan tersebut di atas memberikan sandaran bagi kajian mengenai kesepakatan pokok perjanjian. Sebagaimana menjadi pokok Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak Nomor : 01-01/SP-DIR/PRAYASA-BNP/VIII/2011, yakni di dalam pasal-pasal berikut :

a) Pasal 1 angka 1 yang menyatakan, Perjanjian ini adalah perjanjian tentang jual beli bahan bakar minyak antara PT. Prayasa Indomitra Sarana dan PT. Buma Niaga Perkasa Nomor : 01-01/SP-DIR/PRAYASA-BNP/VIII/2011 tanggal 28 Juli 2011;

b) Pasal 1 angka 2 yang menyatakan, di dalam perjanjian ini yang dimaksud dengan bahan bakar minyak yang selanjutnya disingkat BBM adalah bahan bakar minyak non-subsidi jenis solar dengan merek dagang “MGO PRO” sesuai dengan spesifikasi tekhnis yang terdapat pada lampiran I;

c) Pasal 3 ayat 2 yang menyatakan, penentuan harga berdasarkan kesepakatan para pihak pada saat transaksi dengan mengacu kepada harga pasar (non subsidi PT. Pertamina) dengan discount khusus yaitu sebesar 5% (lima proses) dari harga pasar PT. Pertamina yang berlaku di wilayah Kalimantan;

Maka ketentuan tersebut pada prinsipnya telah memuat kesepakatan tentang pokok perjanjian yang dimaksudkan, yakni tentang barang dan harganya. Akan tetapi di dalam perjanjian tersebut, para pihak tidak secara tegas menyatakan tentang harga barang, karena harga barang belumlah ditentukan. Kesepakatan yang dicapai hanya mengenai harga yang digantungkan kepada penentuan pihak ketiga berdasarkan mekanisme pasar, yakni patokan harga pada saat order disampaikan oleh Pihak Pembeli.

Ketentuan mengenai harga bahan bakar minyak di dalam perjanjian jual beli tersebut di atas nampaknya berlawanan dengan prinsip-prinsip mendasar tentang keabsahan perjanjian jual beli seperti yang seperti yang menjadi maksud Pasal 1457 dan 1458 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Pembahasan mengenai definisi

perjanjian jual beli pada halaman 73 sampai dengan halaman 75 telah cukup jelas dan tegas menyatakan bahwa harga barang harus telah ditentukan pada detik tercapainya kesepakatan antara pihak penjual dan pembeli. Hal ini sejalan dengan pendapat Herlien Budiono bahwa : “Suatu janji untuk melakukan jual beli tanpa menyebutkan harga jual belinya atau harga jual belinya tidak dapat ditentukan, menjadikan perjanjian jual beli demikiannonexistent”.160

Namun demikian jika merujuk pada ketentuan Pasal 1465 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, para pihak yang bersepakat dapat menggunakan syarat tangguh di dalam perjanjian jual beli yang mereka buat. Harga barang tersebut memang harus ditetapkan oleh kedua belah pihak, namun adalah diperkenankan untuk menyerahkan kepada perkiraan atau penentuan pihak ketiga, dan terhadap perjanjian semacam itu pada hakekatnya adalah suatu perjanjian dengan “syarat tangguh”.161

Undang-undang memperbolehkan jika perjanjian jual beli dibuat dengan tidak mencantumkan harga barang yang akan diperjualbelikan, sepanjang harga barang dalam hal penentuannya diserahkan kepada pihak ketiga. Pengecualian dalam Pasal 1465 tersebut dapat dipergunakan untuk memberikan pembenaran kepada kasus ini mengingat kesepakatan tentang harga barang dalam Pasal 3 ayat 2 perjanjian jual beli bahan bakar minyak tersebut digantungkan kepada mekanisme penentuan harga

160

Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Op. Cit. hlm. 49.

161

Djoko Prakoso dan Bambang Riyadi, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu Di Indonesia, (Jakarta : Penerbit Bina Aksara, 1987), hlm. 35

bahan bakar minyak non subsidi yang selalu dieavaluasi untuk setiap dua minggu sekali oleh PT. Pertamina yang penentuannya dipengaruhi oleh harga yang berlaku di kawasan asia tenggara yang lazim disebut sebagai harga “MOPS” (Mean of Platts Singopare).162

Jika dianggap sebagai suatu perjanjian dengan syarat tangguh maka perjanjian jual beli bahan bakar minyak dapat dimaknai sebagai suatu perjanjian jual beli yang akibat hukum perikatannya digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang masih belum tentu akan terjadi, atau digantungkan dari pada suatu hal yang telah terjadi tetapi tidak diketahui oleh para pihak.163

Namun demikian jika ditelaah pada peristiwa hukum konkritnya, maka kesepakatan tentang harga yang digantungkan pada ketentuan PT. Pertamina di atas tidaklah persis sama dengan yang dimaksudkan oleh Pasal 1263 juncto Pasal 1465 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa pokok penjelasan sebagai berikut :

a. Timbulnya perikatan dari perjanjian tersebut digantungkan pada kesepakatan mengenai harga bahan bakar minyak saat purchase order diterbitkan oleh pihak pembeli dengan harga sesuai dengan ketentuan PT. Pertamina. Hal ini tentunya sedikit berbeda dengan maksud Pasal 1465 di atas, yang mana timbulnya perikatan sebagai akibat hukum perjanjian baru bekerja ketika pihak ketiga telah menentukan harga dari barang yang menjadi obyek jual 162

Hasil wawancara dengan Imaldi, Direktur Utama PT. Prayasa Indomitra Sarana, pada tanggal 23 November 2012.

163

J. Satrio, Hukum Perikatan : Perikatan Pada Umumnya, (Bandung : Penerbit Alumni, 1999), hlm. 291

beli, dan terhadap harga barang itulah para pihak kemudian menyepakatinya. Atau dengan kata lain, akibat hukum perjanjian bukan digantungkan pada tindakan pemesanan barang dengan harga yang berlaku saat itu, akan tetapi langsung digantungkan pada tindakan pihak ketiga dalam menentukan harga barang.

Timbulnya perikatan dari perjanjian tersebut digantungkan pada peristiwa yang pasti akan terjadi yakni berupa perbuatan hukum pemesanan bahan bakar minyak, dan berapa pun harga bahan bakar minyak yang berlaku pada saat terbitnya purchase order sama sekali tidak menghalangi lahirnya kesepakatan mengenai harganya. Hal ini pun memiliki perbedaan dengan pokok pengertian Pasal 1263 di atas, bahwa perjanjian disebut memiliki syarat tangguh jika digantungkan pada suatu peristiwa yang mungkin akan terjadi tetapi tidak diketahui dengan pasti apakah akan terjadi atau tidak.164

Sehingga dengan demikian terhadap perjanjian jual beli bahan bakar minyak di atas tidaklah dapat disebut sebagai perjanjian dengan syarat tangguh, akan tetapi lebih cenderung mengarah pada ciri-ciri perjanjian dengan ketetapan waktu sebagaimana penjelasan sebagai berikut :

a. Di dalam masa berlakunya perjanjian jual beli terjadi suatu peristiwa sebagai mana yang disebutkan dalam perjanjian, dan daya kerja dari perikatan antara kedua belah pihak baru mulai bekerja saat peristiwa tersebut terjadi.165

164

Ibid, hlm. 292

165

Pemahaman “peristiwa” di dalam perikatan dengan ketentuan waktu tidak hanya sebatas pada peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar kehendak para pihak seperti peristiwa kematian ataupun peristiwa yang terjadi oleh kehendak pihak di luar perjanjian. Akan tetapi termasuk juga peristiwa

b. Peristiwa yang disebutkan di dalam perjanjian pasti akan terjadi hanya saatnya yang belum tertentu, atau peristiwanya pasti akan terjadi dengan waktu yang telah pasti diketahui.166

Jika kembali pada prinsip “harga barang harus disebutkan seketika saat para pihak bersepakat”, maka pembahasan tersebut di atas telah dapat menjelaskan keabsahan perjanjian tersebut di atas dari sudut pandang essensi perjanjian jual beli, dengan mengingat bahwa secara umum setiap perjanjian dapat memperjanjikan suatu syarat yang membawa akibat tertundanya daya kerja perikatan hukum kedua belah pihak, termasuk jika peristiwa sebagai syarat tersebut memberikan konswekuensi tertundanya penentuan harga barang oleh karena peran pihak ketiga (PT. Pertamina) sebagai penentu harga bahan bakar minyak secara nasional.

Setelah melalui paparan tersebut di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak antara PT. Prayasa Indomitra Sarana dengan PT. Buma Niaga Perkasa bukanlah perjanjian bersyarat khususnya perjanjian dengan syarat tangguh, akan tetapi lebih sesuai jika disebut sebagai perjanjian dengan ketetapan waktu.

yang terjadi oleh adanya kehendak para pihak dalam perjanjian, sebagai contoh suatu perjanjian sewa menyewa yang digantungkan pada peristiwa pernikahan salah satu pihak dalam perjanjian – Ibid, hlm. 310 – Demikian juga diterangkan dalam Pasal 1269 dan 1270 Kitab Undang Undang Hukum Perdata bahwa pada intinya syarat ketetapan waktu dapat diperjanjikan untuk kepentingan para pihak yang membuat perjanjian, sebagaimana dicontohkan dalam Pasal 139 Kitab Undang Undang Hukum Dagang bahwa kreditur tidak dapat meminta pembayaran sebelum hari pembayaran, dan sebaliknya debitur juga tak dapat memaksa kreditur untuk menerima pembayaran sebelum hari pembayaran jatuh tempo. – R. Soetojo, 58 – suatu pemahaman tentang “peristiwa” yang sama dengan maksud peristiwa pemesanan barang oleh pihak pembeli di perjanjian jual beli bahan bakar minyak tesebut di atas.

166

4. Penundaan Daya Kerja Perikatan Hukum Pada Perjanjian Jual Beli Bahan