• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEDUDUKAN HUKUM AKTA PENGIKATAN JUAL BELI

F. Perjanjian Jual Beli Tanah

Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.78 Perjanjian adalah sumber dari perikatan (hubungan hukum). Perikatan dalam hal ini merupakan suatu tahap awal yang mendasari terjadinya jual beli. Perikatan jual-beli menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan membeli. Istilah yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal-balik itu adalah sesuai dengan istilah Belanda “koopenverkoop” yang juga mengandung pengertianbahwa pihak yang satu “verkoopt” (menjual) sedang yang lainnya “koopt”

(membeli). Dalam bahasa Inggris jual-beli disebut dengan hanya “sale” saja yang berarti “penjualan” (hanya dilihat dari sudutnya si penjual), begitu pula dalam bahasa Perancis disebut hanya dengan “vente” yang juga berarti “penjualan”, sedangkan dalam bahasa Jerman dipakainya perkataan “kauf’ yang berarti “pembelian”.79

Sesuai dengan asas “konsensualisme” yang menjiwai hukum perjanjian KUHPerdata, perjanjian jual-beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga, begitu kedua belah pihak sudah setuju tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual-beli yang sah. Sifat konsensual dari jual-beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi: “Jual-beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”.

Suatu perjanjian jual beli tanah yang dibuat oleh para pihak sebelumnya baru merupakan pengikatan untuk kemudian melakukuan perjanjian jual beli di hadapan

78

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Sumur Bandung, 1973), hal. 19.

79

notaris, dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam suatu perbuatan hukum, yang memberi kesaksian antara lain mengenai kehadiran para pihak atau kuasanya, keberadaan dokumen- dokumen yang ditunjukkan dalam pembuatan akta, dan telah dilaksanakannya perbuatan hukum tersebut oleh para pihak yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 03 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Permen Agraria No. 03 Tahun 1997).

Maksud dibuatnya perjanjian pengikatan jual beli ini disini disebabkan beberapa halantara lain:80

a. Sertifikat belum terbit atas nama pihak penjual, dan masih dalam proses di Kantor Pertanahan.

b. Sertifikat belum atas nama pihak penjual, dan masih dalam proses balik nama keatas nama pihak penjual.

c. Sertifikat sudah ada dan sudah atas nama pihak penjual tapi harga jual beli yang telah disepakati belum semuanya dibayar oleh pihak pembeli kepada pihak penjual.

d. Sertifikat sudah ada, sudah atas nama pihak penjual dan harga sudah dibayar lunas oleh pihak pernbeli kepada pihak penjual, tetapi pelunasan belum terjadi. e. Sertifikat pernah dijadikan sebagai jaminan di Bank dan masih belum

dilakukan roya.

Dari beberapa sebab tersebut di atas, dapatlah digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:81

80

a. Pembayaran oleh pihak pembeli kepada pihak penjual telah lunas, tetapi syarat-syarat formal belum lengkap, misalnya sertifikat masih dalam proses penerbitan ke atas nama pihak penjual.

b. Pembayaran atas obyek jual beli dilakukan dengan angsuran, tetapi syarat- syarat formal sudah lengkap.

c. Pembayaran atas obyek jual beli dilakukan dengan angsuran karena syarat formal belum terpenuhi.

Dengan adanya beberapa sebab tersebut, maka untuk mengamankan kepentingan penjual dan pembeli dan kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan misalnya terjadi ingkar janji dari para pihak, diperlukan adanya suatu pegangan atau pedoman. Demikian ini yang membedakan penjualan yang dilakukan dengan membuat suatu akta notariil Perjanjian Pengikatan Jual Beli dengan suatu sistem penjualan menurut hukum tanah Nasional. Dimana jual beli menurut hukum tanah nasional yang bersumber pada hukum adat mengandung asas tunai, terang dan riil atau nyata, sedangkan jual beli yang dimaksudkan dalam perjanjian pengikatan jual beli itu hanya obligatoir saja.82

Sejak diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960 yang menghapuskan dualisme hukum tanah di Indonesia, pengertian jual beli tidak sama dengan pengertian jual beli tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1457 dan Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Boedi Harsono juga menyebutkan bahwa, sebelum berlakunya Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA) dikenal lembaga hukum jual beli tanah. Ada yang diatur dalam KUH Perdata yang tertulis dan ada yang diatur oleh hukum adat yang

81

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya), (Jakarta: Djambatan, 1999), hal. 319.

82

tidak tertulis.83 Tujuan pokok diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan umum Undang-Undang Pokok Agraria adalah:84

a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan Hukum Agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran kebahagiaan dan kesejahteraan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka mewujudkan terciptanya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan.

c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak- hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Dengan demikian menurut Hukum Adat yang merupakan dasar dari hukum tanah Nasional yang berlaku pada saat ini sebagaimana termuat dalam Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA), peralihan hak atas tanah yang menjadi obyek jual beli telah terjadi sejak ditanda tanganinya akta jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang dan dibayarnya harga oleh pembeli kepada penjual.

Sejak akta jual beli ditandatangani di depan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang, hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli. Hal ini terjadi bagi jual beli tanah di bawah tangan yang dilakukan di hadapan kepala desa.

2. Penyerahan hak atas tanah melalui jual beli

83

Boedi Harsono dalam Effendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia, Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), hal. 15

84

Perjanjian jual beli dilakukan dengan akta yang dibuat oleh notaris sekaligus juga merupakan penyerahan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli, karena itu penjual hanya akan bersedia menandatangani akta jual beli notaris jika pembayaran atas tanah yang dijualnya itu telah dibayar sepenuhnya. Dalam hukum pertanahan dikenal bahwa semua perjanjian jual beli tanah dilakukuan secara terang dan tunai dalam arti, penyerahan dan pembayaran jual beli tanah dilakukan pada saat yang bersamaan (tunai) di hadapan seorang pejabat notaris.85

Berbeda dengan perjanjian jual beli atas benda lainnya, dalam jual beli tanah terdapat kewajibannya bagi pembeli untuk menyempurnakan penyerahan hak atas tanah itu melalui pendaftaran tanah. Apabila tidak dilakukan, konsekuensinya bisa kehilangan hak atas tanahnya itu atau setidaknya, negara belum mengakui haknya atas tanah yang dibelinya itu dengan cara-cara menurut peraturan perundang-undangan yang pada intinya sebagai berikut:86

a. Apabila tanah yang dibelinya itu sudah bersertifikat maka dokumen-dokumen yang harus dilengkapi terdiri dari:

1) Surat permohonan pendaftaran peralihan hak yang ditandatangani oleh penerima hak atau kuasanya yang dilengkapi dengan surat kuasa tertulis 2) Akta jual beli yang dibuat oleh notaris/ PPAT

3) Bukti identitas atas nama pihak yang mengalihkan hak dan penerima hak 4) Sertifikat hak atas tanah yang dibelinya

5) Bukti pelunasan pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dan pembayaran PPh

b. Apabila tanah yang dibelinya itu belum terdaftar, selain dokumen-dokumen tersebut di atas harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan tanah baik berupa

85

Gunawan Widjaya dan Kartini Mulyadi, Jual Beli, Op. cit, hal. 87. 86

hak atas tanah bekas milik adat atau hak-hak lama sebagai pengganti sertifikat yang belum ada dan keterangan dari kepala desa/ lurah untuk memperkuat kebenaran bukti hak kepemilikan tersebut.

G. Kekuatan Hukum Dari Akta Jual Beli Hak Atas Tanah Yang Dibuat Oleh