• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HAL YANG MENYEBABKAN KUASA MUTLAK SEBAGA

A. Perjanjian Jual Beli Tanah

Diantara berbagai perbuatan hukum yang menyangkut hak atas tanah, maka jual beli menduduki peringkat utama dari segi frekuensinya.

Semenjak tanggal 24 September 1960 unifikasi dalam bidang hukum tanah telah tercapai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang berarti bahwa untuk hal-hal yang berkenaan dengan tanah, dualisme hukum telah berakhir.43

Dalam UUPA untuk mengakhiri dualisme hak atas tanah dilakukan konversi terhadap tanah-tanah barat menjadi tanah-tanah menurut ketentuan UUPA. Misalnya; hak eigendom kepunyaan orang asing dikonversi menjadi hak guna bangunan, hak eigendom kepunyaan warga negara Indonesia dikonversi menjadi hak milik, hak milik adat kepunyaan orang asing dikonversi menjadi hak guna bangunan atau hak guna usaha.

Konversi dari hak-hak bekas hak barat (KUH Perdata) telah berakhir semenjak tanggal 24 September 1980, maka dengan demikian seluruh tanah-tanah

43

Maria S. Sumardjono, Aspek Teoritis Peralihan Hak Atas Tanah Menurut UUPA, disampaikan pada pelatihan Teknik Yustisial Peningkatan Pengetahuan Hukum Pada Wakil Ketua/Hakim Tinggi Peradilan Umum 21 Juli 1995 di Semarang.

tersebut menjadi tanah yang dikuasai kembali oleh negara. Tanah-tanah tersebut harus diselesaikan menurut ketentuan Keppres nomor 32 tahun 1979 dan peraturan- peraturan pelaksanaannya.

Jual beli tanah adalah perbuatan hukum yang berupa penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah itu berpindah kepada yang menerima penyerahan).44

UUPA tidak memberi penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan jual beli tanah, tetapi biarpun demikian mengingat bahwa hukum agraria kita sekarang ini memakai sistem dan asas-asas hukum adat, maka pengertian jual beli tanah sekarang harus pula diartikan sebagai perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak milik (penyerahan tanah untuk selama-lamanya) oleh penjual kepada pembeli, yang pada saat itu juga menyerahkan harganya kepada penjual, yaitu menurut pengertian hukum adat.45

Disamping itu dapat dilihat pendapat dari Subekti tentang jual beli yang menyatakan bahwa : “Jual Beli adalah suatu perjanjian dengan perjanjian itu pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan”.46

Dari pengertian jual beli tersebut di atas dapat diambil beberapa unsur dalam suatu perjanjian jual beli yaitu :

44

Effendi Perangin-angin, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah Dari Pandang Praktisi

Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1986, Hal. 1

45

Ibid. Hal. 13

46

1. Adanya pihak-pihak sedikitnya dua orang 2. Adanya persetujuan pihak-pihak

3. Penyerahan hak milik atas suatu barang dan 4. Pembayaran harga yang diperjanjikan.

Namun ada kalanya suatu akta jual beli yang akan dibuat oleh para pihak tanpa melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah dan jual beli itu dilakukan secara tunai. Maka sehubungan dengan itu dibuatlah suatu akta yang dinamakan dengan akta perjanjian jual beli.

Akta perjanjian jual beli ini merupakan akta yang dibuat oleh notaris, dan akta ini merupakan akta awal dari suatu akta jual beli yang nantinya akan dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang.

Akta perjanjian jual beli ini diperbuat oleh pihak-pihak dikarenakan oleh beberapa sebab antara lain :

1. Adanya syarat yang belum dipenuhi untuk melangsungkan jual beli dengan akte Pejabat Pembuat Akta Tanah.

2. Tidak ada syarat yang menghalangi dibuatnya akta Pejabat Pembuat Akta Tanah namun pihak-pihak senantiasa meminta dibuatkan akta Perikatan jual beli.47

Di dalam Pasal 1868 KUH Perdata sehubungan dengan akta otentik dinyatakan bahwa : “Suatu akta di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang- undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya”.

47

Berdasarkan bunyi pasal tersebut dapat dikatakan bahwa akta-akta lainnya yang bukan otentik dinamakan dengan akta dibawah tangan dan akta otentik yang dibuat oleh notaris itu ada dua macam yaitu :

1. Akta relaas, atau akta pejabat, yaitu akta yang dibuat oleh notaris yang menguraikan secara otentik suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh notaris sendiri, dibuat catatannya (aktanya) dan dalam hal ini notaris membuat akta ditekankan pada jabatannya.

Contohnya adalah dalam pembuatan berita acara rapat PT.

2. Akta Partij, yaitu akta yang dibuat dihadapan notaris, notaris hanya menuangkan apa yang diceritakan dan dikehendaki oleh para pihak ke dalam akta dan titik beratnya di sini adalah para pihak.

Contohnya adalah akta perjanjian jual beli, akta perdamaian dan sebagainya. Pertimbangan perlunya dituangkan dalam bentuk akta otentik adalah untuk menjamin kepastian hukum guna melindungi pihak-pihak.48 Suatu akta akan memiliki karakter yang otentik, jika akta itu mempunyai daya bukti antara para pihak dan terhadap pihak ketiga, sehingga hal itu merupakan jaminan bagi para pihak bahwa perbuatan-perbuatan atau keterangan-keterangan yang dikemukakan memberikan suatu bukti yang tidak dapat dihilangkan.

Akta yang dibuat notaris adalah akta otentik dan otensitasnya itu bertahan terus, bahkan sampai sesudah ia meninggal dunia. Tanda tangannya pada waktu akta itu tetap mempunyai kekuatan. Walaupun ia tidak dapat lagi menyampaikan keterangan mengenai kejadian-kejadian pada saat pembuatan 48

Nico, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center for Documentation Studies of Business Law (CDSBL), Yogyakarta, 2003, Hal. 49.

akta itu. Apabila notaris untuk sementara waktu diberhentikan atau dipecat dari jabatannya, maka akta-akta tersebut tetap memiliki kekuatan sebagai akta otentik, tetapi akta-akta itu haruslah telah dibuat sebelum pemberhentian atau pemecatan sementara waktu itu dijatuhkan.49

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat terlihat juga arti penting dari profesi notaris yaitu bahwa notaris karena undang-undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang mutlak dalam pembuktian bahwa apa yang tersebut dalam akta otentik pada pokoknya dianggap benar. Hal ini sangat penting untuk mereka yang membutuhkan alat pembuktian untuk suatu keperluan, baik untuk pribadi maupun untuk kepentingan usaha dan pihak ketiga.

Notaris sebagai satu-satnya pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan, sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Hal inilah yang menyebabkan apabila dalam suatu perundang-undangan untuk sesuatu perbuatan hukum diharuskan adanya akta otentik.

Mengenai pengertian akta itu sendiri Prof. Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak dan perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.50

49

Ibid.

50

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1980, Hal. 110

Menurut G.H.S. Lumban Tobing, seorang ahli hukum Notariat, menyatakan bahwa apabila suatu akta hendak memperoleh stempel otentisitas, harus dipenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh Pasal 1868 KUH Perdata yakni :

a. Akta itu harus dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum;

Pejabat umum yang dimaksud adalah pejabat diberi wewenang berdasarkan undang-undang dalam batas wewenang yang telah ditetapkan secara tegas, seperti Notaris, Panitera, Juru Sita, hakim, pegawai catatan sipil, kepala daerah dan lain-lain.

Suatu akta adalah otentik bukan karena penetapan undang-undang akan tetapi karena dibuat dihadapan seorang pejabat umum.

b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang. Mengenai bentuk dari akta otentik itu sebenarnya tidak ditentukan secara tegas dalam undang-undang, namun yang ditentukan secara tegas adalah isi dari akta otentik itu yaitu mengenai isi dan cara-cara penulisannya telah ditentukan secara tegas dalam pasal 25 sampai dengan pasal 28 Peraturan Jabatan Notaris (Stbl 1860 Nomor 3), dengan ancaman kehilangan keotentikannya atau denda.

c. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu.51

Namun disamping notaris berwenang untuk membuat suatu akta otentik, dalam hal-hal tertentu notaris dapat menolak pembuatan suatu akta yang dimintakan kepadanya yaitu :

1. Jika diminta kepada notaris dibuatkan Berita Acara untuk keperluan/maksud reklame.

2. Jika notaris mengetahui bahwa akta yang dikehendaki oleh para pihak itu bertentangan dengan kenyataan atau hal-hal yang sebenarnya.52

Dalam pembuatan suatu akta perjanjian jual beli tidak ada suatu pengaturan yang mengatur secara khusus, namun perbuatan pembuatan akta perjanjian jual beli

51

G.H.S. Lumban Tobing, Op.Cit. Hal. 48.

52

itu sudah umum dan dipakai oleh para notaris yang dihadapkan pada pembuatan akta perjanjian jual beli. Dengan demikian pembuatan akta yang dimaksud adalah diperbolehkan dengan kata lain tidak ada larangan yang atau aturan yang melarang seorang Notaris untuk membuat suatu akta perjanjian jual beli.

Dokumen terkait