BAB II LANDASAN TEORI
B. ANAK USIA PRASEKOLAH
2. Perkembangan Anak Usia Prasekolah
a. Aspek-aspek Perkembangan Anak Usia Prasekolah
1) Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik anak pada masa awal anak-anak
mengalami pertumbuhan tinggi badan sebanyak 2,5 inchi dan
berat 5-7 pon setiap tahunnya (Santrock, 2002). Pada masa
prasekolah, Santrock (2002) menyampaikan bahwa batang tubuh
anak akan berkembang semakin panjang sementara bentuk
tubuh mereka semakin kecil. Selain itu, ukuran otak anak akan
mendekati ukuran otak orang dewasa pada usia 5 tahun
(Santrock, 2002). Perbedaan pola perkembangan fisik pada
setiap anak sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan, masalah
gangguan fisik, atau masalah emosional (Santrock, 2002).
Menurut Santrock (2002), pada usia 4-5 tahun anak
masih suka melakukan gerakan-gerakan seperti melompat,
berjingkrak, dan berlari. Mereka juga lebih berani untuk
mengambil resiko dalam melakukan gerakan tersebut seperti
bahwa anak telah memiliki keseimbangan yang cukup baik pada
usia 5 tahun sehingga mereka sudah mampu melakukan
gerakan-gerakan seperti melompat dengan kedua kaki, naik
tangga, bahkan naik sepeda. Koordinasi motorik halus anak usia
prasekolah semakin meningkat dan lebih tepat. Anak usia 4
tahun akan mulai membentuk menara balok dan berusaha
menempatkan setiap balok dengan sempurna (Santrock, 2002).
Pada usia 5 tahun anak mulai memiliki keinginan untuk
membuat bangunan yang lebih kompleks (Santrock, 2002).
Anak juga mampu untuk menggunakan gunting, menggambar
dengan crayon, dan bermain lempar tangkap bola (Rochmah,
2005).
2) Perkembangan Kognitif
Teori perkembangan kognitif yang disampaikan oleh
Piaget menyebutkan bahwa anak usia prasekolah termasuk
dalam kelompok masa perkembangan pra-operasional (Gunarsa,
1987). Pada masa ini, anak mulai menguasai bahasa yang
sistematis, mampu mempergunakan simbol, melakukan imitasi
(meniru), dan mulai memiliki bayangan mental (Monks, dkk,
1987).
Oleh Piaget, pola berpikir anak pada tahap
a) Egosentrik
Pada masa ini anak cenderung melihat sesuatu dari
perspekttifnya sendiri dan belum mampu untuk mengambil
sudut pandang orang lain. Misalnya, bila anak ditunjukkan
3 deret benda dengan warna berbeda yaitu merah, putih,
biru lalu diminta untuk menyebutkan urutan tersebut dari
sudut pandang orang yang ada diseberangnya maka anak
akan menjawab sesuai dengan urutan dari sudut pandangnya
sendiri.
b) Memusat (centralized)
Anak pada tahap berpikir pra-operasional belum
mampu memusatkan perhatiannya pada dua dimensi
sekaligus. Gunarsa (1987) menyampaikan bahwa ada 3
aspek dalam centralized, yaitu:
i. Menyusun benda sesuai ukuran
Anak sudah mampu untuk melihat hubungan
dua benda dengan ukuran berbeda, tapi belum mampu
menyusun sejumlah benda berdasarkan ukurannya.
Misalnya, anak mampu membedakan tongkat A lebih
pendek dari tongkat B dan tongkat B lebih pendek dari
tongkat C namun belum mampu merangkai ketiga
tongkat tersebut dari yang paling pendek. Hal ini
perhatian pada satu hubungan saja dan bukan pada
keseluruhan.
ii. Pengelompokan
Piaget membuat suatu percobaan dengan
menunjukkan pada anak 20 kuncup bunga dari kertas,
18 berwarna coklat dan 2 berwarna putih. Ia kemudian
menanyakan kuncup bunga mana yang lebih banyak,
yang berwarna coklat atau yang terbuat dari kertas.
Anak-anak dalam tahap pra-operasional tersebut
kemudian menjawab bunga yang berwarna coklat.
Dengan demikian anak hanya memusatkan
perhatiannya pada satu pengelompokan saja yakni
warna, coklat dan putih; dan mengabaikan
pengelompokan lain yakni bunga dari kertas.
iii. Konservasi
Pada tahap ini, anak belum mampu
mengkonversikan angka atau isi (jumlah). Misalnya,
anak diperlihatkan 2 buah gelas, yang satu lebih
ramping dan tinggi sementara yang lain lebar dan
pendek. Kedua gelas tersebut diisi air dengan jumlah
yang sama. Kepada anak kemudian ditanyakan gelas
manakah yang berisi air lebih banyak. Anak cenderung
terlihat memiliki permukaan air yang lebih tinggi. Hal
ini menunjukkan bahwa anak hanya tepusat pada satu
dimensi tinggi saja dan bukan pada jumlah atau isinya.
c) Tidak dapat dibalik (irreversible)
Sebagai ilustrasi, seorang anak diberikan sebuah
informasi bahwa A memiliki saudara bernama B. Anak
tersebut kemudian ditanya apakah B memiliki saudara,
maka anak itu akan menjawab tidak. Hal ini menunjukkan
bahwa anak belum mampu memikirkan suatu kejadian dari
arah sebaliknya.
d) Statis
Bila anak diminta untuk menggambar tongkat yang
sedang roboh, maka anak akan menggambar tongkat yang
berdiri tegak kemudian menggambar tongkat yang
berbaring. Pemikiran anak yang seperti ini menunjukkan
bahwa anak hanya memperhatikan situasi A kemudian
situasi B saja dan mengabaikan perpindahan siatuasi A ke
B.
Jika Piaget menggambarkan pemikiran anak sebagai
pemikiran tunggal dalam memahami informasi, Vygotsky
memiliki pandangan yang sedikit berbeda dengan Piaget
mengenai perkembangan kognitif anak. Meskipun
lingkungan mempengaruhi perkembangan kognitif anak,
namun Vygostky berpendapat bahwa anak akan
memperoleh keterampilan kognitif melalui interaksi sosial.
Anak akan belajar menguasai dan menginternalisasi
pelajaran dengan bantuan dan arahan dari orang dewasa
(Papalia, 2007).
3) Perkembangan Sosioemosional
Teori psikososial yang dikembangkan oleh Erickson
mengelompokan anak usia prasekolah ke dalam tahap
mengembangkan inisiatif versus rasa bersalah (Santrock, 2002).
Inisiatif yang dibentuk oleh anak terkadang tidak sesuai dengan
kehendak orang dewasa sehingga anak harus mampu mengelola
keinginannya (Gunarsa, 1987). Ketidakmampuan anak dalam
mengelola hal tersebut dapat mengembangkan rasa bersalah dan
membuat anak memiliki harga diri yang rendah (Santrock,
2002).
Pada tahap ini, anak mulai mampu mengidentifikasi diri
mereka (Santrock, 2002). Santrock (2002) juga menyampaikan
bahwa anak mulai mengembangkan kata hati mereka sebagai
bentuk pengawasan dan pembimbing diri dalam
mengembangkan insiatif mereka sendiri. Anak mulai paham
bahwa inisiatif yang mereka lakukan dapat menimbulkan
Pada usia prasekolah, anak mulai meningkatkan relasi
sosial dengan teman sebayanya (Hurlock, 1988). Mereka mulai
bekerja sama dan menyesuaikan diri dengan teman-temannya
saat bermain sehingga reaksi negatif terhadap teman sebayanya
berkurang (Hurlock, 1988). Pada usia 3-4 tahun anak mulai
telihat bermain dan berinteraksi dengan kelompok teman
sebayanya. Mereka juga mampu menentukan siapa yang akan
dipilih sebagai teman bermainnya. Berkaitan dengan relasi anak
dengan orang dewasa, Hurlock (1988) menyampaikan bahwa
anak juga mulai ingin terlihat mandiri dan lepas dari orangtua,
namun mereka tetap mencari perhatian dan mengharapkan
penerimaan dari dewasa.
4) Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa anak usia prasekolah dalam buku
yang ditulis oleh Andriana (2011) menyebutkan bahwa anak
usia 4-5 tahun memiliki perbendaharaan kata sebanyak
1.500-2.100 kata dan mampu menggunakan 4-8 kata daalm satu
kalimat. Anak mampu membuat cerita dengan dilebih-lebihkan
serta menyebutkan warna dan nama-nama hari maupun bulan.
Pada usia 4 tahun anak sudah mampu membuat analogi seperti
bila es dingin, maka api panas. Di usia 5 tahun anak mampu
b. Tugas Perkembangan Anak Usia Prasekolah
Untuk dapat mengetahui apakah seorang anak telah mencapai
perkembangannya dengan baik atau tidak, maka kita dapat
melihatnya melalui tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui
oleh anak. Havighurst (1953) mengelompokkan tugas-tugas
perkembangan anak dalam 2 kelompok yaitu kelompok usia 0-6
tahun dan kelompok usia 6-12 tahun. Berdasarkan klasifikasi
tersebut, anak usia prasekolah masuk dalam kelompok yang pertama
dengan tugas-tugas perkembangan yang meliputi:
1) Berjalan
2) Belajar makan makanan padat
3) Belajar bicara
4) Belajar mengatur pembuangan kotoran tubuh (toileting)
5) Mengenal perbedaan jenis kelamin dan cirri-cirinya
6) Mencapai stabilitas fisiologis
7) Membentuk konsep sederhana mengenai ralitas sosial dan fisik
8) Terlibat secara emosional dengan orang disekitarnya
9) Membedakan benar dan salah dan mengembangkan kata hati