• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA A.Landasan Teori

4. Perkembangan Bank Syariah

Pada awal 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Beberapa uji coba pada skala yang relatif terbatas telah diwujudkan. Diantaranya Baitut Tamwil-Salman di bandung dan koperasi Ridho Gusti di Jakarta. Akan tetapi prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990 menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih lanjut pada musyawarah nasional IV MUI dan membentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam Indonesia. Kegiatan operasional bank syariah baru dimulai pada tahun 1992 melalui pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk atau empat tahun setelah deregulasi pakto 88. Pakto 88 adalah keputusan pemerintah untuk memperkenankan berdirinya bank-bank baru yang dikeluarkan tanggal 10 Oktober 1998 (Wira, Ardie, 2014).

Perkembangan bank syariah di Indonesia cukup mengalami peningkatan misalnya dari banyaknya jumlah kantor cabang bank syariah. Pada saat ini total kantor cabang bank syariah sebanyak 2.881.

24 Hal ini dapat dilihat dari Tabel 2.1 data statistik menurut OJK (Otoritas Jasa Keuangan) pada bulan Juni 2015 sebagai berikut:

Tabel 2.1

Jaringan Kantor Bank Perbankan Syariah

Sumber: Data Statistik OJKdiakses pada Juni 2015 5. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

Menurut Syafi’i Antonio (2001: 34) pada tabel 2.2 terdapat beberapa perbedaan bank syariah dan bank konvensional berdasarkan beberapa aspek operasional berikut ini:

Jaringan Kantor perbankan syariah

(Islamic Banking Network)

Indikator 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Bank Umum Syariah

- Jumlah bank

- Jumlah kantor Unit Usaha Syariah

- Jumlah bank

umum

konvensional yang memiliki UUS

- Jumlah kantor Bank Pembiayaan Rakyat Syariah - Jumlah bank - Jumlah kantor 6 711 25 287 138 225 11 1.215 23 262 150 286 11 1.401 24 336 155 364 11 1.745 24 517 158 401 11 1.998 23 590 163 402 12 2.151 22 320 163 439 12 2.121 22 327 161 433 Total kantor 1.223 1.763 2.101 2.663 2.990 2.910 2.881

25 Tabel 2.2

Perbedaan Bank Syariah dan Konvensional

BANK SYARIAH BANK KONVENSIONAL

- Melakukan investasi-investasi yang halal saja.

- Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli atau sewa.

- Profit dan falah oriented.

- Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan. - Penghimpunan dan penyaluran

dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawasan Syariah.

- Investasi yang halal dan haram.

- Memakai perangkat bunga.

- Profit oriented.

- Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitor-debitor. - Tidak terdapat Dewan sejenis.

Perbedaan diantara keduanya hanya terletak pada prinsip operasional yang digunakannya. Jika dalam bank syariah beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil, sedangkan dalam bank konvensional berdasarkan bunga. Dengan kata lain, kedudukan bank syari’ah dalam hubungannya dengan nasabah sebagai mitra investor dan pedagang atau pengusaha, sedangkan pada bank konvensional sebagai kreditur dan debitur.

26 6. Kinerja Keuangan Bank Syariah

a. Definisi Kinerja Keuangan Bank Syariah

Kinerja bank secara keseluruhan merupakan gambaran prestasi yang dicapai bank dalam operasionalnya, baik menyangkut aspek pemasaran, keuangan, penghimpunan, dan penyaluran dana, serta teknologi maupun sumber daya manusia. Kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana yang biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal, likuiditas, dan profitabilitas bank (Jumingan, 2006).

Dibawah ini merupakan ayat yang menjelaskan tentang kinerja:

تلي غلل تحمحلا عت ٰى لح ت َ د رفت س تۖت َنفنحمل فملل تفهفلنفس تلمفك ِ م عتفّ تى ر ي س فت نفِ ملع تحلفق

تحب

ت َنفِ ملع ُتلمفتلنفكتا محبتلمفكف حه نفي فتح دا شل

Artinya:

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu

kerjakan (Q.S. At-Taubah: 105).”

Kinerja keuangan adalah gambaran tentang setiap hasil ekonomi yang mampu diraih oleh perusahaan perbankan pada saat periode tertentu melalui aktifitas-aktifitas perusahaan untuk menghasilkan keuntungan secara efisien dan efektif, yang dapat diukur perkembangannya dengan mengadakan analisis terhadap data-data keuangan yang tercermin dalam laporan keuangan. Untuk mengukur sebuah keberhasilan perusahaan

27 pada umumnya berfokus pada laporan keuangan disamping data-data non keuangan lain sebagai penunjang. Informasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sumber dana yang ada (Ardiyana dan Muid, 2013).

Menurut Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (2014:6) tujuan dari laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitias syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Disamping itu, tujuan lainnya adalah:

a. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha

b. Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi aset, kewajiban, pendapatan, dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, bila ada, bagaimana perolehan dan penggunannya

c. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah terhadap amanah dala mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak

d. Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal dan pemilik dan syirkah temporer, dan informasi mengenai pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi sosial entitas

28 syariah, termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf.

Laporan keuangan dapat dianalisis dengan menggunakan alat ukur yaitu rasio keuangan. Rasio dapat menggambarkan suatu hubungan antara jumlah tertentu dengan jumlah yang lainnya. Analisis yang dilakukan terhadap laporan keuangan tersebut kemudian dapat digunakan sebagai gambaran tentang kondisi perusahaan.

Jadi rasio keuangan adalah rasio yang digunakan untuk membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi suatu angka dengan angka lainnya. Perbandingan dapat dilakukan antara satu komponen dengan komponen dalam satu laporan keuangan atau antar komponen yang ada diantara laporan keuangan. Kemudian angka yang diperbandingkan dapat berupa angka-angka dalam satu periode maupun beberapa periode (Kasmir, 2010).

Sedangkan beberapa rasio keuangan yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja bank adalah sebagai berikut:

1) NPF (Non Performing Financing)

NPF adalah tingkat pengembalian kredit yang diberikan deposan kepada bank dengan kata lain NPF merupakan tingkat kredit macet pada bank tersebut. NPF dapat diketahui dengan cara menghitung pembiayaan non lancar terhadap total pembiayaan. Apabila semakin rendah NPF maka bank tersebut akan semakin mengalami keuntungan, sebaliknya bila NPF tinggi maka bank tersebut akan mengalami kerugian yang

29 diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet (Rahmat, Muhammad, 2012).

Menurut Bank Indonesia berdasarkan lampiran Surat Edaran BI Nomor 13/24/DPNP kredit atau pembiayaan bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. NPF adalah tingkat pengembalian kredit atau pembiayaan yang diberikan deposan kepada bank, dengan kata lain NPF merupakan tingkat pembiayaan macet pada bank tersebut. NPF diketahui dengan cara menghitung pembiayaan non lancar terhadap total pembiayaan. NPF berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan laba.

Rumus NPF adalah sebagai berikut:

= × %

Standar terbaik NPF menurut PBI No. 10 tahun 2008 mengharuskan nilai NPF dibawah 5%, sementara bank dianggap buruk jika nilai NPF nya diatas 8%. Variabel NPF memiliki skor nilai sebagai berikut:

- Lebih besar 8%, skor nilai 0 - Antara 5% - 8%, skor nilai 80 - Antara 3% - 5%, skor nilai 90 - Kurang dari 3%, skor nilai 100

2) FDR (Financing to Deposit Ratio)

FDR adalah rasio antara jumlah pembiayaan yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. FDR ditentukkan oleh

30 perbandingan antara jumlah pinjaman yang diberikan dengan seluruh dana yang berhasil dihimpun. Rasio ini merupakan teknik atau kemampuan likuiditas bank (Savitri, 2011).

Rasio FDR adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank. Likuiditas adalah kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya. Kewajiban tersebut antara lain; 1) dapat membayar kembali semua deposannya, serta 2) dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan para debitur tanpa terjadi penangguhan (Setyorini, 2012 dalam Doloksaribu, Tia). Rasio FDR berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba.

Rumus FDR adalah sebagai berikut:

� = × %

Standar terbaik FDR menurut PBI No. 14 tahun 2012 tentang pendanaan jangka pendek bagi bank umum syariah adalah 85-110%. Variabel FDR memiliki skor nilai yang telah ditentukan sebagai berikut: - Kurang dari 50%, skor nilai 0

- Antara 50% - 85% skor nilai 80 - Lebih dari 110%, skor nilai 90 - Antara 85% - 110%, skor nilai 100

3) ROA (Return on Asset)

Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Semakin besar ROA semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan

31 menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik (Aprila, Nurul, 2014).

Menurut Riyadi, 2006 dalam Iqbal, 2013 menyatakan bahwa ROA adalah rasio rentabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba (sebelum pajak) dengan total aset bank, rasio ini menunjukkan efisiensi pengelolaan aset yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan.

Kegunaan Return On Assets (ROA) menurut Yuliani (2006) adalah ROA menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam menghasilkan income dari pengelolaan aset yang dimiliki.

Rumus ROA adalah sebagai berikut:

� = × %

Menurut ketentuan BI, standar terbaik ROA adalah 1,5. Variabel ROA memiliki skor nilai sebagai berikut:

- Kurang dari 0%, skor nilai 0 - Antara 0% - 1%, skor nilai 80 - Antara 1% - 2%, skor nilai 90 - Lebih dari 2%, skor nilai 100

4) ROE (Return on Equity)

ROE menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk mendapatkan net income. Semakin tinggi

return semakin baik, berarti dividen yang dibagikan atau ditanamkan

kembali sebagai retained earning juga semakin besar (Kuncoro, 2002 dalam Rahmat, Muhammad, 2002).

32 Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Laba setelah pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional setelah dikurangi pajak sedangkan rata-rata total ekuitas adalah rata-rata modal inti yang dimiliki bank, perhitungan modal inti dilakukan berdasarkan ketentuan kewajiban modal minimum yang berlaku. Menurut ketentuan BI, standar terbaik ROE adalah lebih dari lima persen (>12%).

Rumus ROE adalah sebagai berikut:

� = × %

5) NIM (Net Interest Margin)

Pengertian Net Interest Margin (NIM) menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 adalah perbandingan antara pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata aktiva produktifnya.

Rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Dalam bank syariah, NIM dapat juga dinamakan Net

Operating Margin (NOM) karena dalam syariah tidak menganut prinsip

bunga. Semakin besar NIM pada suatu pada, semakin baik pula kinerja bank tersebut, karena NIM berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba. Rasio ini juga dapat dikatakan untuk mengukur kemampuan

33 manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih (Iqbal, Muhammad, 2013). Menurut ketentuan BI, standar terbaik NIM adalah 12%.

Rumus NIM adalah sebagai berikut:

� = × %

6) CAR (Capital Adequacy Ratio)

Kasmir (2009) menjelaskan CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) yang dibiayai dari dana modal sendiri bank baik dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain. CAR berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba.

Rumus CAR adalah sebagai berikut:

� = ×

Menurut ketentuan PBI No. 15 tahun 2013 tentang pnyediaan modal minimum bank umum, suatu bank harus memiliki CAR minimum 8%. Variabel CAR memiliki bobot nilai sebagai berikut:

- Kurang dari 8%, skor nilai = 0 - Antara 8% - 12%, skor nilai = 80 - Antara 12-20%, skor nilai = 90 - Lebih dari 20%, skor nilai = 100

34

7) GCG (Good Corporate Governance)

Berdasarkan laporan GCG Bank Panin Syariah (2014) Good

Corporate Governance (GCG) merupakan unsur penting dalam

pengembangan usaha khususnya Bank Panin Syariah seiring dengan meningkatnya tantangan dan risiko yang dihadapi. Penerapan GCG secara konsisten dan didukung pemenuhan komitmen dari seluruh lini organisasi Bank akan memperkuat posisi daya saing perusahaan, memaksimalkan nilai perusahaan dan pengelolaan sumber daya serta pengelolaan risiko secara lebih efektif dan efisien akan memperkokoh kepercayaan seluruh stakeholder Bank yang merupakan unsur penting dalam pertumbuhan usaha Bank jangka panjang. Kepatuhan Bank terhadap ketentuan regulasi, penerapan manajemen risiko dan peningkatan pengendalian internal diseluruh unit kerja menjadi bentuk konsistensi Bank dalam rangka pengembangan implementasi pelaksanaan GCG. Upaya-upaya tersebut diwujudkan melalui pengukuran risiko sesuai prinsip kehati-hatian, proses pengambilan keputusan yang transparan, peningkatan dan pengawasan monitoring, serta pengelolaan kegiatan usaha yang akuntabel dan independen, dengan mengedepankan prinsip-prinsip GCG sebagai berikut :

a. Keterbukaan (Transparancy) yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan.

35 b. Akuntabilitas (Accountability) yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggung jawaban organ Bank sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif.

c. Tanggung Jawab (Responsibility) yaitu kesesuaian pengelolaan Bank dengan peraturan dan perundang-udangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan Bank yang sehat.

d. Independensi (Independency) yaitu memiliki kompetensi, mampu bertindak obyektif dan bebas dari pengaruh/tekanan dari pihak manapun serta memiliki komitmen yang tinggi untuk pengembangan usaha Bank.

e. Kewajaran (Fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders berdasarkan perjanjian dan perundang-undangan yang berlaku.

Pelaksanaan atas kelima prinsip dasar tersebut diterapkan dalam setiap aspek kegiatan Bank yang antara lain terwujud melalui hal-hal sebagai berikut :

1) Bank secara konsisten melakukan pemaparan atas kinerja perusahaan dan hasil yang dicapai kepada semua pemangku kepentingan secara jelas dan transparan.

2) Bank secara tepat waktu menyampaikan laporan sesuai ketentuan yang berlaku kepada Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan dan pihak eksternal regulator lainnya.

36 3) Bank telah melaksanakan Public Expose dalam rangka memenuhi ketentuan OJK, memaparkan kinerja perusahaan dan hasil yang telah tercapai kepada seluruh pemangku kepentingan secara transparan. 4) Bank telah melakukan penerapan fungsi kepatuhan, manajemen

risiko dan pengendalian internal yang efektif dalam setiap pengambilan keputusan bisnis dengan selalu memperhatikan dan mematuhi prinsip kehati-hatian serta prinsip syariah.

5) Bank telah menyusun dan menetapkan Rencana Bisnis Bank secara realistis dan akurat serta disesuaikan dengan berbagai aspek yang mendukung pencapaian atas rencana bisnis Bank tersebut.

6) Proses dalam pengambilan keputusan dilakukan melalui mufakat dan memperhatikan kepentingan bersama.

7) Bank senantiasa melaksanakan komitmen untuk memenuhi kewajiban dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dari pihak regulator secara benar dan tepat waktu.

8) Bank melakukan upaya-upaya dalam rangka mengembangkan tingkat kepatuhan dan budaya risiko melalui sosialisasi, pengukuran dan koordinasi dengan seluruh lini kerja mulai dari front-end,

middle-end sampai back-end, termasuk fungsi monitoring dan

pengawasan.

9) Bank telah menerapkan kebijakan whistle blowing sebagai bagian dari upaya Bank melakukan penerapan strategi Anti Fraud.

37 10) Bank telah menerapkan kebijakan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) sebagai bagian dan peran serta Bank dalam mencegah dijadikannya Bank sebagai sarana pencucian uang dan wadah pendanaan terorisme.

b . Signalling Theory (Jensen dan Meckling, 1976)

Grand Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Sinyal (Signalling Theory). Teori ini menjelaskan pentingnya pengukuran kinerja suatu perusahaan dan juga alasan perusahaan menyajikan informasi untuk pasar modal. Dalam teori ini membahas bagaimana seharusnya signal-signal keberhasilan atau kegagalan manajemen (agen) disampaikan kepada pemilik. Teori signal menjelaskan bahwa pemberian signal dilakukan oleh manajemen untuk mengurangi informasi asimetris.

Menurut kusuma (2006) pada signalling theory terdapat motivasi manajemen dalam menyajikan informasi keuangan yang diharapkan dapat memberikan sinyal kemakmuran kepada pemilik ataupun pemegang saham. Publikasi laporan keuangan tahunan yang disajikan oleh perusahaan akan dapat memberikan signal pertumbuhan dividen maupun perkembangan harga saham perusahaan.

Laporan keuangan yang mencerminkan kinerja yang baik merupakan sinyal bahwa perusahaan telah beroperasi dengan baik, namun sebagai salah satu alat ukur yang digunakan perusahaan dalam mengukur kinerja dan juga untuk menarik calon investor, laporan

38 keuangan seringkali dibuat sedemikian rupa untuk menampilkan angka yang diinginkan oleh manajemen melalui berbagai tindakan manipulasi. Hal ini dilakukan pada laporan laba perusahaan, karena laba sangat rentan terhadap perubahan metoda akuntansi. Hal ini sesuai dengan teori signal yang menunjukkan kecenderungan adanya asimetri informasi antara pemilik perusahaan dan investor (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Meythi, 2013).

Konsisten dengan teori sinyal (signalling theory) penelitian ini membahas tentang kinerja Bank Panin Syariah sebelum dan setelah go

public, kinerja tersebut dilihat dari rasio keuangan yang terdapat pada

laporan keuangan dan juga dilihat dari pelaksanaan GCG Bank Panin Syariah. Selaras dengan signalling theory yang menyebutkan bagaimana pentingnya pengukuran kinerja dan juga memberikan informasi atau signal yang baik kepada pihak eksternal melalui laporan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan, hal ini telah dilakukan oleh Bank Panin Syariah yang dibuktikan dengan publikasi laporan keuangan dan GCG secara periodik.

7. IPO (Initial Public Offering)

Di pasar modal Indonesia, istilah penawaran umum perdana atau IPO (Initial Public Offering) saham atau disebut juga sebagai go public

dapat didefinisikan sebagai kegiatan untuk pertama kalinya suatu saham perusahaan ditawarkan atau dijual kepada publik. Selain saham, istilah IPO juga dapat dikaitkan dengan penawaran penjualan obligasi

39 perusahaan kepada publik. Namun untuk go public, istilah tersebut hanya berlaku untuk IPO saham (Nur Inayah, 2014).

Dalam dunia perbankan syariah di Indonesia, sejauh ini hanya Bank Panin Syariah yang telah melakukan IPO (Initial Public Offering)

dan melisting sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Oleh karena itu, Bank Panin Syariah telah mengukir sejarah baru dalam dunia perbankan syariah sebagai bank syariah pertama yang telah melakukan penawaran saham kepada masyarakat secara luas.

Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara pasar uang dan pasar modal dimana bank merupakan peserta dalam pasar uang dan pasar modal. Sebagai pihak yang menanamkan dana dengan tujuan yaitu untuk memperoleh penghasilan dengan tingkat suku bunga tertentu. Ketiga lembaga tersebut saling terkait karena pasar uang dan pasar modal merupakan wadah untuk lembaga – lembaga seperti bank untuk menanamkan dana atau membutuhkan dana dengan tujuan untuk likuiditas. Selain untuk fungsi tersebut, bank memanfaatkan proses IPO sebagai fasilitas pembiayaan baik dalam hal operasional ataupun permodalan. sehingga antara pasar uang dan pasar modal menunjukkan adanya hubungan saling keterkaitan antara satu dengan yang lain.

Dokumen terkait