Dan Industri Berjalan Dengan Baik Sehingga Mampu Mendukung Terjadinya Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan
5.5. Perkembangan Data Keuangan Inklusif dan LKD
5.5.1. Indeks Komposit Keuangan Inklusif Indonesia (IKKI)
Risiko setelmen pada sem Indeks komposit keuangan inklusif merupakan salah satu indikator untuk menilai
tingkat inklusifitas keuangan sebuah negara. Terdapat
beberapa metode perhitungan indeks keuangan inklusif dimaksud yang telah diterapkan oleh beberapa
Negara dan organisasi internasional seperti Alliance for Financial Inclusion (AFI), International Monetary Fund
(IMF), dan ekonom seperti Sarma (2008, 2010, 2012),
Crisil, dan Chi-Wins. Dalam hal ini Bank Indonesia menggunakan metode pengukuran Sarma (2012) untuk menghitung Indeks Keuangan Inklusif Indonesia (IKKI), selain juga menggunakan metode dari AFI.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keuangan
inklusif suatu negara berbeda dengan negara lainnya. Faktor-faktor yang mempunyai pengaruh cukup
besar adalah kondisi geografis, kondisi awareness
masyarakat dan ketersediaan infrastruktur di
wilayahnya. Mempertimbangkan faktor-faktor
tersebut dan mengacu kepada metode Sarma, perhitungan IKKI oleh Bank Indonesia menggunakan 3
(tiga) indikator pada 2 (dua) dimensi keuangan inklusif,
yaitu: (i) dimensi akses yang menggunakan indikator
ketersediaan layanan bank (Banking Services-BS),
mencakup kantor bank, ATM, serta agen Layanan Keuangan Digital (LKD); (ii) dimensi penggunaan
yang menggunakan indikator rekening bank (Banking
Penetration-BP); serta nilai simpanan dan kredit (Usage of Banking System-BU). Metode Sarma (2012) memiliki nilai indeks keuangan inklusif dengan
rentang antara 0 dan 1, dimana semakin tinggi nilainya (mendekati satu) maka tingkat inklusi keuangan di
negara tersebut semakin baik (complete financial
inclusion). Sebaliknya, nilai indeks yang mendekati nol menggambarkan bahwa tingkat inklusi keuangan
di negara tersebut semakin buruk (complete financial
exclusion). Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan metode Sarma (2012) didapatkan IKKI pada akhir semester I 2016 berada di level medium
0,38 (Grafik 1), meningkat 5,2% dari level indeks di Desember 2015. Hal ini menunjukkan bahwa akses dan
penggunaan masyarakat Indonesia terhadap layanan
keuangan secara historical cenderung meningkat,
meskipun masih tergolong medium.
5.5.2. Perkembangan Layanan Keuangan Digital (LKD)
Sebagaimana periode laporan sebelumnya, pada semester I 2016, LKD terus menunjukkan
perkembangan yang positif. Hal ini ditunjukkan oleh
bertambahnya bank penyelenggara LKD dan agen LKD serta meningkatnya transaksi uang elektronik pada agen LKD.
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2014 2015 2016 0,40 0,38 0,36 0,34 0,32 0,30 0,28 0,26 0,24 0,22 0,20 Keterangan Threshold : - Rendah (0 – 0,3) - Medium (0,3 – 0,6) - Tinggi (0.6-1 Jun-16 : 0,38 Jun-15 : 0,31 i. Penyelenggara LKD
Sama dengan semester II 2015, pada Semester I 2016, terdapat 5 bank (BRI, Bank Mandiri, BNI, CIMB NIAGA dan BCA) yang telah mendapatkan ijin sebagai penyelenggara LKD, namun yang telah beroperasi baru 4 (empat) bank yaitu BRI, Bank Mandiri, CIMB Niaga dan BCA. Dari kelima bank penyelenggara
tersebut, 3 (tiga) diantaranya (BRI, Bank MAndiri dan
BCA) mendapatkan ijin untuk menggunakan agen LKD individu maupun badan hukum, sedangkan 2 (dua) bank lainnya (CIMB Niaga dan BNI) hanya mempunyai ijin untuk menggunakan agen LKD berbentuk badan
14 Agen LKD di 3 Kab/ Kota 3 Agen LKD di 1 Kab/ Kota 79.943 Agen LKD di 446 Kab/ Kota 30.713 Agen LKD di 375 Kab/ Kota
hukum. Berdasarkan cakupan wilayah, BRI memiliki
ketersebaran agen LKD yang paling luas yaitu terdapat
di 446 Kabupaten/Kota, diikuti oleh Bank Mandiri
dengan ketersebaran agen LKD di 375 Kabupaten/Kota. Sementara itu, agen LKD dari CIMB Niaga tersebar pada 3 Kabupaten/Kota, dan BCA terkonsentrasi di Kota Jakarta.
ii. Agen LKD Agen LKD
Pada semester I 2016, jumlah agen LKD meningkat
signifikan 46,2% dibandingkan semester II 2015
menjadi 101.689 agen. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh peningkatan jumlah agen LKD badan
hukum yang meningkat tinggi sebesar 78,1%. Namun
dilihat dari komposisinya, mayoritas agen LKD (82,1%)
masih merupakan agen LKD individu seperti toko kelontong, toko pulsa, apotik, restoran, dan payment
point online bank (PPOB). Sementara proporsi agen LKD badan hukum yang antara lain berupa retailer, perusahaan, pengadaian, dan koperasi baru mencapai sekitar 18,9%.
iii. Transaksi pada Agen LKD
Pada semester I 2016, nilai transaksi uang elektronik melalui agen LKD mengalami peningkatan 18,8% (ytd) menjadi sebesar Rp6,39 miliar. Kabupaten/kota yang memiliki jumlah nilai transaksi uang elektronik
Tabel 5.3. Perkembangan Agen LKD Individu
dan Agen LKD Badan Hukum Semester I 2016
Periode 2016 Agen Individu Agen Badan Hukum
Januari 63.810 9.724 Februari 67.970 9.941 Maret 73.790 10.192 April 78.641 10.460 Mei 80.745 9.946 Juni 84.374 17.315
Sumber : Bank Indonesia, Juni 2016, diolah
Grafik 5.4. Perkembangan Agen LKD Tahun 2016
60.000 Januari 73.534 Maret 83.982 Mei 90.691 Februari 77.911 April 89.101 Juni 101.689 100.000 80.000 120.000 0 40.000 20.000
terbesar adalah Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Bogor dan Kota Jakarta Timur. Sama halnya dengan semester II 2015, pada semester I 2016 dari 6 (enam) jenis transaksi uang elektronik, jenis transaksi yang paling banyak digunakan adalah transaksi setor tunai (top up), penarikan tunai (cash out) dan transfer dari
uang elektronik ke rekening tabungan (transfer person
to account). Namun demikian terjadi perubahan komposisi jenis transaksi. Dibandingkan dengan semester II 2015, pada semester I 2016, persentase
jenis transaksi penarikan tunai turun signifikan dari 40%
menjadi 20%. Sementara jenis transaksi setor tunai dan transfer dari uang elektronik ke rekening tabungan masing-masing meningkat dari 31% menjadi 47% dan dari 14% menjadi 20%. Masih belum meratanya penggunaan keenam jenis transaksi uang elektronik
ini menunjukkan tetap perlunya ditingkatkan kegiatan
sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat untuk
meningkatkan awareness masyarakat melakukan jenis
transaksi lainnya melalui agen LKD.
Selain nilai transaksinya, jumlah uang elektronik yang dibuka oleh masyarakat di agen LKD juga mengalami
peningkatan sebagaimana Grafik 5.7. Jumlah
Top Up 47% Cas-Out 20% Payment 2% Transfer person 9% Transfer Government to Person (G2P) 0% Initial 2% Transfer Person to Account 20%
Grafik 5.6. Perkembangan Nilai Rekening Uang Elektronik
(Dana Float) pada Agen LKD (Milyar Rp)
Grafik 5.7. Perkembangan Jumlah Pemegang Uang Elektronik
pada Agen LKD Jan-16 42,95 Mar-16 43,19 Mei-16 43,09 Feb-16 43,29 Apr-16 43,15 Jun-16 43,11 Jan-16 1.226,126 Mar-16 1.218,896 Mei-16 1.165,010 Feb-16 1.218,476 Apr-16 1.183,139 Jun-16 1.151,571
Sumber : Bank Indonesia, Juni 2016, diolah
mencapai 1.226.126, meningkat sebesar 7,04% (ytd). Sementara itu, nominal rekening uang elektronik belum menunjukan perkembangan yang cukup
signifikan seperti yang ditunjukan pada Grafik 5.6. iv. Pengembangan LKD: Pilot Project
Dalam rangka pengembangan LKD di Indonesia, Bank Indonesia sejak tahun 2015 telah melakukan pilot project LKD kepada komunitas Pondok pesantren (Ponpes) dan penyaluran bantuan sosial (bansos)
pemerintah kepada masyarakat. Pelaksanaan pilot
project di semester I 2016 dilakukan di komunitas pondok pesantren (ponpes), bekerjasama dengan perusahaan telekomunikasi di Indonesia (PT. Telekomunikasi Indonesia, PT. XL Axiata dan PT Indosat
Ooredoo). Ponpes yang telah melaksanakan pilot
project adalah Ponpes Daarut Tauhiid di Bandung dan
akan diikuti oleh Ponpes putri Al-Mawaddah di Jawa
Timur.
Pelaksanaan pilot project LKD di Ponpes Daarut
Tauhid berjalan lancar dan disambut dengan baik. Namun demikian berdasarkan hasil monitoring, masih terdapat kendala/kelemahan yang ditemui dalam
pelaksanaannya yang harus ditindaklanjuti untuk
kesuksesan implementasi LKD ke depan, antara lain: a. Agen belum dapat melakukan proses registrasi
tanpa bantuan telco. Layanan setor tunai masih sangat jarang dilakukan bahkan layanan tarik tunai belum pernah dilakukan.
b. Ketidaknyamanan nasabah terhadap layanan
uang elektronik karena belum terbiasa dengan transaksi menggunakan telepon genggam sehingga nasabah merasa proses pembayaran menjadi lebih lama.
c. Sinyal provider di daerah Ponpes Daarut Tauhiid yang kurang baik.
d. Santri Karya yang tidak dapat melakukan transaksi
karena SIM Card telah expired.
e. Ketidaknyamanan nasabah karena apabila terjadi
masalah (misalnya lupa PIN, SIM Card telah expired) harus diselesaikan di gerai provider yang terdekat, belum bisa diselesaikan di agen.
f. Manfaat dan kegunaan terkait LKD belum banyak diketahui oleh masyarakat sekitar, untuk itu sebagai upaya edukasi, masing-masing telco telah menyediakan pusat informasi secara berkala untuk melayani dan menjelaskan terkait produk LKD masing-masing provider serta telah
menyiapkan manual book untuk melakukan
transaksi.
Rencana pilot project LKD di Ponpes putri Al-Mawaddah
masih dalam persiapan pemasangan operasional LKD dan edukasi kepada pengurus Ponpes, Santri, dan
masyarakat sekitar. Direncanakan pilot project akan
Bantuan sosial (bansos) merupakan salah satu program pemerintah untuk membantu perekonomian masyarakat miskin dan kurang
mampu. Penyaluran bantuan sosial yang efektif, efisien, dan tepat sasaran akan memberikan
manfaat besar kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyaluran tersebut dari hulu sampai ke hilir. Mekanisme penyaluran bantuan sosial secara
konvensional atau tunai terbukti memiliki banyak kelemahan, antara lain lamanya waktu proses
penyaluran, susahnya melakukan kontrol sehingga
tidak tepat sasaran, minimnya pencatatan penyaluran sehingga sulit diketahui statistik
perkembangan penyaluran bantuan, rentan akan
fraud, dsb.
Mempertimbangkan berbagai kelemahan dari
penyaluran tunai bansos tersebut dan sejalan dengan upaya perluasan gerakan nontunai,
Bank Indonesia berinisiatif mengajukan solusi
melalui transformasi penyaluran dana bansos dari tunai menjadi nontunai. Upaya ini diyakini akan dapat mendukung penyaluran dana bansos
menjadi lebih efektif, efisien, dan tepat sasaran.
Untuk mendukung keberhasilan upaya tersebut diperlukan sinergi antara Bank Indonesia dengan pemerintah, kementerian, perbankan, dan otoritas terkait untuk memfasilitas penyaluran bansos secara nontunai melalui rekening uang elektronik. Dengan demikian, dana bansos dapat diambil pada agen-agen LKD Bank yang ditunjuk dan kedepannya akan diperluas pada kantor cabang bank serta ATM.
Selain itu, Bank Indonesia juga berinisiatif
mengembangkan penyaluran dana bansos dengan
melakukan sistem pembayaran HIMBARA serta
memberdayakan masyarakat melalui e-Warong yang juga merupakan Agen Layanan Keuangan Digital (LKD). Pengembangan tersebut untuk
mewujudkan interoperabilitas dan interkoneksi
di antara bank penyalur dana bansos pemerintah sehingga memberikan kemudahan, kenyamanan, dan perluasan akses bagi masyarakat.
Kerja nyata dan sinergi antara Bank Indonesia dengan pemerintah, kementerian, perbankan, dan
otoritas tersebut bertujuan untuk mewujudkan
penyaluran bantuan sosial dengan prinsip 6T, yaitu
Tepat Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat
Waktu, Tepat Kualitas, dan Tepat Administrasi. Ini juga sejalan dengan model bisnis penyaluran bantuan sosial secara non tunai yang disusun Bank Indonesia dan disampaikan dalam Rapat Kabinet Terbatas April 2016 yang terdiri dari 4 (empat) aspek utama, yaitu (i) Registrasi dan
pembukaan rekening secara sekaligus (bulk); (ii)
Edukasi dan sosialisasi; (iii) Penyaluran bantuan; dan (iv) Penarikan bantuan oleh masyarakat penerima. Dengan konsistensi terhadap 4 (empat) aspek tersebut, penyaluran bantuan sosial yang
berkesinambungan akan dapat terwujud, dimana
masyarakat dapat menerima bantuan dengan nyaman, perbankan dapat menjaga sustainabilitas bisnis, agen dapat merasakan peningkatan pendapatan, dan Pemerintah dapat memenuhi Prinsip 6T dalam penyaluran.
Pilot project penyaluran bantuan sosial dengan dukungan interoperabilitas dan interkoneksi sistem
pembayaran perbankan HIMBARA yang dilakukan
pada menggambarkan potensi yang begitu besar
dari sinergi perbankan HIMBARA, dimana s.d. Juni 2016 tercatat Bank HIMBARA telah memiliki
114.000 Agen LKD dan Laku Pandai di seluruh Indonesia. Dengan terciptanya interoperabilitas dan interkoneksi diantara Bank penyalur, maka masyarakat akan langsung mendapatkan manfaat berupa kemudahan, kenyamanan serta perluasan akses dalam bertransaksi karena masyarakat akan dapat bertransaksi di seluruh ATM, EDC,
dan agen LKD/Laku Pandai dari Bank HIMBARA. Bank Indonesia senantiasa akan mendorong dan
memperluas upaya ini supaya dapat menjangkau
perbankan lain diluar HIMBARA. Dengan perluasan tersebut, maka titik penarikan/pengambilan
bantuan sosial akan menjadi semakin banyak dan semakin mempermudah masyarakat.
Bank Indonesia juga menyambut baik pemberdayaan masyarakat didalam penyaluran bansos melalui pemanfaatan e-Warong KUBE
PKH. Sebagai perpanjangan tangan dari bank, e-Warong berperan penting dalam mendorong
perluasan penyaluran, karena secara langsung berada dan menjadi bagian dari lingkungan masyarakat penerima. Namun demikian, prinsip
kehati-hatian dan perlindungan konsumen tetap
harus dikedepankan oleh Perbankan dalam memperluas jaringan agen. Bank Indonesia menekankan terdapat 5 (lima) hal yang perlu
diperhatikan untuk dapat menjadi agen LKD,
yaitu (1) Memiliki kemampuan, reputasi, dan integritas; (2) Merupakan penduduk/unit usaha setempat; (3) Memiliki usaha yang telah berjalan
minimum 2 tahun; (4) Lulus due diligence oleh
bank; dan (5) Menempatkan sejumlah deposit di
bank. Persyaratan ini penting untuk dipenuhi agar kegiatan penyaluran tidak hanya terselenggara dengan efektif dan efisien, namun juga senantiasa aman dan tidak memberikan beban tambahan