• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Mekanisme Inisiatif Pembayaran Jasa Lingkungan di Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum

HASIL DAN PEMBAHASAN

22. Forum Komunikasi Penggiat

5.3 Perkembangan Mekanisme Inisiatif Pembayaran Jasa Lingkungan di Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum

Dalam implementasi dari mekanisme inisiatif pembayaran jasa lingkungan di Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum, terdapat kerangka logis yang digunakan sebagai acuan. Indikator pelaksanaan dari pencapaian proyek ini adalah kontrak perjanjian antara petani di daerah hulu dan pemanfaat dari jasa DAS terhadap konservasi air dan tanah di DAS Citarum. Berikut adalah outcome yang diharapkan dari proyek pembayaran jasa lingkungan di DAS Citarum.

Tabel 7 Outcome yang diharapkan dari proyek pembayaran jasa lingkungan di DAS Citarum

Komponen Output Outcome Sumber

verifikasi

Efek

Pembentukan mekanisme kompensasi untuk jasa DAS

Umum: pembentukan mekanisme kompensasi untuk jasa perlindungan DAS di DAS Citarum Khusus: a. pembentukan

working group para

pihak b. pemilihan lokasi proyek di DAS Citarum c. komitmen dari pemanfaat kepada petani hulu yang menyediakan jasa lingkungan

d. komitmen dari petani hulu untuk merehabilitasi dan melindungi jasa lingkungan

e. perjanjian untuk implementasi

perlindungan jasa DAS

Sebagai aset yang bernilai, skema pendanaan alternatif dan pendekatan pengelolaan sumberdaya air yang dibangun dari proyek uji coba pembayaran jasa lingkungan dapat berefek snowball Respon dari publik terhadap pembentukan mekanisme kompensasi a. daftar dari anggota dan isu yang berkaitan b. nama desa dan sub DAS. Perjanjian ditandatangani oleh kedua belah pihak untuk jasa perlindungan DAS e. realisasi perjanjian Daerah tangkapan air dari DAS Citarum yang terlindungi dan terehabilitasi Kerjasama yang baik dari para pihak selama dan setelah implementasi mekanisme inisiatif pembayaran jasa lingkungan. Sumber: Munawir (2011)

Berdasarkan kerangka logis tersebut, perjanjian pembayaran jasa lingkungan telah terjalin antara PT. Aetra Air Jakarta dengan Kelompok Tani Syurga Air sudah selesai dari bulan Februari 2010. Luaran-luaran (Output-output) yang diharapkan dari kerangka logis tersebut juga sudah tercapai. Untuk efek (outcome) berupa efek bola salju (snowball) untuk mekanisme ini tentunya masih memerlukan waktu dan usaha yang lebih maksimal.

Beberapa perkembangan telah muncul setelah impelemantasi mekanisme insisatif pembayaran jasa lingkungan ini selesai. Hingga saat ini petani sudah merasakan panen hasil perdana dari jenis tanaman kopi yang ditanam. Walaupun perjanjian antara kedua belah pihak sudah selesai, namun pihak PT. Aetra masih tetap berhubungan dengan Kelompok Tani Syurga Air untuk mengetahui perkembangan tanaman yang ditanam pada saat perjanjian. Selain itu karena sudah terbangun kepercayaan dari pihak PT. Aetra atas hasil kerja petani,

selanjutnya mereka memberikan bantuan tambahan kepada petani berupa 1 unit alat pemecah biji kopi walaupun bantuan tersebut tidak tertuang dalam perjanjian. Setelah berlalunya proses implementasi ini beberapa perkembangan baik dari pihak PT.Aetra maupun pihak Kelompok Tani Syurga Air mulai dapat terasa. Dari sisi pihak Kelompok Tani Syurga Air misalnya, berdasarkan hasil wawancara terhadap 12 anggota Kelompok Tani, keseluruhan petani (12 responden) mulai menyadari bahwa telah terjadi penurunan kualitas lingkungan di sekitar mereka seperti misalnya banyak mata air yang kini sudah mati atau tidak berfungsi lagi, selain itu mereka juga sadar bahwa menanam sayuran itu selain butuh biaya besar juga dapat merusak lahan karena aktivitas pengoyakan tanah. Dari 12 anggota tani yang diwawancarai 9 diantaranya sudah dapat memahami/menyebutkan jasa lingkungan dari hutan atau tegakan berkayu diantaranya adalah lahan menjadi tidak tandus lagi, untuk menyimpan air tanah, mencegah erosi, supaya udara tidak berpolusi, dan lingkungan terasa lebih teduh. Perkembangan baik lainnya adalah bertambahnya jumlah anggota kelompok tani yang menanami lahannya dengan tanaman pola multistrata.

Manfaat yang dirasakan dari berlangsungnya implementasi pembayaran jasa lingkungan ini oleh petani masih belum terasa karena tanaman kopi masih berumur muda sehingga buah yang dihasilkan masih sedikit. Namun manfaat lain yang dirasakan adalah dengan pemahaman akan lingkungan yang sudah baik oleh petani, kegiatan penghijauan yang memang sudah disadari petani untuk segera dilakukan menjadi lebih cepat terjadi dengan adanya bantuan dana dari mekanisme ini dan petani merasa program ini lebih mengakomodasi apa yang diinginkan oleh petani dibandingkan dengan program penghijauan lain sebelumnya (seperti GRNHL) dimana petani hanya disuruh menanam tanpa mempertimbangkan jenis tanaman apa yang diinginkan petani dan waktu penanamannya.

Dari sisi pihak PT. Aetra, manfaat secara signifikan belum dirasakan, karena program baru berjalan hampir dua tahun, dan luasan area yang dikonservasikan juga baru satu lokasi. Tetapi karena kepercayaan yang telah terbangun dimana pihak PT. Aetra dapat memonitoring kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan sesuai dengan perjanjian dan yakin bahwa dana yang mereka keluarkan benar-

benar dimanfaatkan untuk kegiatan konservasi lahan dan air, PT. Aetra selanjutnya akan memperluas area yang dikonservasikan. Perluasan tersebut direncanakan akan dilakukan dengan membangun perjanjian mekanisme pembayaran jasa lingkungan lagi di lokasi lain yaitu di desa Mekarwangi dan saat ini masih dalam tahap penjajagan dengan pihak desa tersebut.

Agar kegiatan konservasi lahan dan air yang telah dilakukan dapat berkelanjutan dan menyentuh aspek-aspek sumber pencemaran lainnya, maka pihak BPLHD sebagai fasilitator dan juga lembaga pemerintahan yang bergerak di bidang perbaikan lingkungan, membentuk program kampung konservasi di desa Sunten Jaya ini. Beberapa kegiatan telah di sosialisasikan kepada petani melalui focus group discussion (FGD). Kegiatan tersebut diantaranya FGD mengenai lahan dan air, pupuk alami, biopori, ekonomi dan kelembagaan, agroforestry, sekolah lingkungan, dan polusi sungai dan konservasi energi dari kotoran ternak (biogas) yang juga merupakan masalah utama dalam pencemaran sungai di desa ini. Selain itu, untuk meperluas skala implementasi mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Citarum, maka telah direncanakan untuk replikasi mekanisme pembayaran jasa lingkungan di Sub DAS lainnya pada DAS Citarum. Rencana terdekat adalah replikasi implementasi mekasisme pembayaran jasa lingkungan di Sub DAS Cisangkuy.

Kerangka logis yang dibentuk seperti pada tabel 7 diatas memang terbatas hanya sampai terlaksananya implementasi mekanisme pembayaran jasa lingkungan dan dengan jangka waktu yang hanya 1 tahun untuk mencapai output yang diharapkan. Hal tersebut terkait dengan kerjasama bantuan dana dari donor asing dengan cakupan waktu yang terbatas. Untuk kerangka logis yang lebih lanjut terkait implementasi dengan cakupan yang lebih luas direncanakan dalam working group. Berdasarkan notulensi working group ke empat (29 Juli 2010), telah terbentuk beberapa agenda ke depan yang ingin di capai, agenda tersebut antara lain: memantapkan mekanisme kompensasi jasa DAS Citarum, replikasi pembayaran jasa lingkungan di lokasi lain, penguatan peran working group, monitoring dan supervisi kinerja lapangan, penguatan kelompok tani penyedia jasa DAS Citarum (di bidang lingkungan, sosial, kelembagaan, dan ekonomi), dan promosi pengelolaan Sub DAS Cikapundung, yang berorientasi pada efek,

keterpaduan, dan keberdayaan masyarakat. Namun kerangka logis yang lebih lanjut tersebut masih belum secara detail sampai pada output dan outcome serta target waktu yang belum ditentukan. Menurut pihak LP3ES, pihak BPLHD diharapkan mampu mengambil peran untuk lebih menggiatkan anggota working group untuk bekerja bersama secara sistematis. Namun peran tersebut masih belum 59ampak, sehingga masih mengharapkan ide dan dorongan dari pihak luar. Menurut ESCAP (2009), keberhasilan program pembayaran jasa lingkungan tergantung pada keterpaduan kebijakan dan tindakan dari instansi instansi terkait. Untuk itu diperlukan terlebih dahulu koordinasi yang baik dari pihak-pihak yang tergabung dalam working group.

5.4 Kendala dan Solusi Implementasi Mekanisme Inisiatif Pembayaran Jasa