• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skema mekanisme inisiatif pembayaran jasa lingkungan di Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Mekanisme Inisiatif Pembayaran Jasa Lingkungan di Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum

5.1.4 Skema mekanisme inisiatif pembayaran jasa lingkungan di Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum

Kesepakatan kerjasama dalam mekanisme inisiatif pembayaran jasa lingkungan di Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum telah terjadi antara PT. Aetra Air Jakarta dengan Kelompok Tani Syurga Air. Kesepakatan tersebut tertuang dalam Perjanjian Kerjasama antara PT Aetra Air Jakarta dengan Kelompok Tani Syurga Air Desa Sunten Jaya Nomor: 063/AGR-SA/IX/09 tentang Membangun Mekanisme Hubungan Hulu-Hilir Dalam Upaya Pelestarian Sumberdaya Air Di DAS Citarum. Berikut ini adalah penggambaran skema mekanisme inisiatif pembayaran jasa lingkungan antara PT.Aetra Air Jakarta dengan Kelompok Tani Sunten Jaya (Gambar 10).

Gambar 10 Skema mekanisme inisiatif pembayaran jasa lingkungan di Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum.

Dalam perjanjian tersebut, PT. Aetra Air Jakarta sebagai pembeli jasa lingkungan (buyer) memberikan sejumlah kompensasi kepada Kelompok Tani Syurga Air sebagai penyedia jasa lingkungan (seller) untuk menanami lahan milik

LP3ES fasilitasi fasilitasi fasilitasi lapang Kelompok Tani Syurga Air, Desa

Sunten Jaya, Lembang-Bandung

PT. Aetra Air Jakarta Konservasi air dan lahan

milik seluas 22 ha di Sub DAS Cikapundung, hulu DAS Citarum Yayasan Peduli Citarum Dana kompensasi sebesar Rp 50.000.000,- Waduk Jatiluhur- Kanal Tarum Barat Jasa air Working Group

anggota Kelompok Tani Syurga Air seluas 22 ha dari lahan pertanian sayur menjadi lahan perkebunan dengan pola tanam multistrata.

5.1.4.1 Jenis-jenis tanaman dalam perjanjian

Jenis-jenis yang ditanam sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak antara lain 20.000 bibit kopi, 1000 bibit suren, dan 1000 bibit eukaliptus. Jenis-jenis tersebut diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan baru karena nilai ekonomi dari jenis-jenis tersebut dan juga dapat berpengaruh baik terhadap konservasi air dan tanah. Menurut Pujiyanto et al. (2001) diacu dalam Agus (2004), tanaman kopi dapat mengurangi erosi. Berdasarkan penelitian skala petak kecil, erosi sangat tinggi pada dua tahun pertama tanaman kopi bila petakan tersebut tidak dikelola dengan perlakuan pengendalian erosi karena minimnya penutupan permukaan tanah oleh tanaman. Tindakan pengendalian erosi seperti teras bangku dan strip (hedgerow) efektif mengurangi erosi dalam dua tahun pertama. Mulai tahun ketiga, erosi menjadi sangat kecil karena makin rapatnya tajuk kopi dan mulai saat itu berbagai perlakuan konservasi tidak lagi memberikan pengaruh terhadap erosi. Untuk tanaman Eucalyptus, menurut Cornish dan Vertessy (2001) diacu dalam Suprayogi (2003) menyatakan bahwa fase-fase pertumbuhan tanaman Eucalyptus mempengaruhi besarnya evapotranspirasi. Kondisi ini dapat dianalisis dengan melihat hasil air (water yield), pada awal pertumbuhan eucalyptus hasil air mengalami peningkatan kemudian mengalami penurunan pada fase menjelang penebangan. Selain itu, menurut Pudjiharta (2001), isu bahwa Eucalyptus berpengaruh buruk pada aspek hidrologi tidak seluruhnya benar. Pada Eucalyptus, kehilangan air hujan oleh intersepsi tajuk relatif kecil, air lolos dan aliran batang relatif besar sedang erosinya relatif kecil. Sedangkan untuk tanaman suren, menurut Sofyan & Islam (2006) suren memiliki potensi untuk digunakan sebagai salah satu jenis tanaman rehabilitasi dan lahan terdegradasi.

5.1.4.2 Masa berlaku dan tata cara penyerahan kompensasi

Masa berlaku perjanjian pembayaran jasa lingkungan adalah selama 6 bulan (September 2009-Februari 2010) untuk menyelesaikan kegiatan penanaman. Pada perjanjian tersebut Kelompok Tani Syurga Air menerima kompensasi dari PT. Aetra Air Jakarta sebesar Rp 50.000.000,- yang dibayarkan dalam tiga tahap berdasarkan ketentuan sebagai berikut:

1. Tahap pertama dibayarkan sebesar 50% dari nilai yang disepakati, setelah perjanjian ditandatangani dan seluruh persiapan lahan sudah diselesaikan oleh Kelompok Tani Syurga Air

2. Tahap kedua dibayarkan sebesar 25% dari nilai yang disepakati setelah lewat 3 bulan perjanjian ditandatangani dan tanaman yang ditanam oleh Kelompok Tani Syurga Air telah tumbuh dengan baik

3. Tahap ketiga dibayarkan sebesar 25% dari nilai disepakati setelah lewat 6 bulan perjanjian ditandatangani dan antara pihak PT. Aetra Air Jakarta dan Kelompok Tani Syurga Air sepakat atas hasil yang telah dicapai dari tujuan perjanjian.

Jika ketentuan tersebut tidak dipenuhi, maka pembayaran dana kompensasi akan ditunda sampai ketentuan tersebut terpenuhi. Setelah perjanjian berakhir (6 bulan masa perjanjian), Kelompok Tani Syurga Air tetap harus melakukan pemeliharaan tanaman sehingga tanaman mampu menghasilkan buah atau produk lainnya. Hasil dari buah atau produk lainnya merupakan hak Kelompok Tani Syurga Air dan PT. Aetra tidak memiliki sedikit pun hak atas produk yang dihasilkan tersebut. Khusus untuk produk tanaman berupa kayu baru dapat diambil sekurang-kurangnya 7 tahun dan harus menanam kembali tanaman sejenis di lahan yang sama dengan jumlah yang sama atau lebih.

.

5.1.4.3 Monitoring

Setiap kegiatan yang telah dilakukan sesuai dengan perjanjian dilakukan monitoring oleh kedua belah pihak secara bersama-sama dengan dibantu oleh pihak LP3ES selama sebagai fasilitator sampai dengan November 2009 sehingga dapat diketahui perkembangan kegiatan konservasi yang telah dilakukan. Hasil laporan kegiatan kemudian akan diberikan kepada PT. Aetra sebagai bentuk pertanggung jawaban kegiatan. Selain itu kemajuan dari tiap kegiatan juga dilaporkan pada setiap pertemuan working group untuk kemudian didiskusikan dan dievaluasi bersama oleh pihak-pihak yang tergabung. Monitoring dalam mekanisme pembayaran ini memang hanya sebatas pada perubahan penggunaan lahan yang telah disepakati dalam perjanjian. Sedangkan untuk monitoring terhadap efek dari perubahan lahan tersebut terhadap jasa air tidak dilakukan mengingat jangka waktu perjanjian dan cakupan wilayah yang sempit. Menurut Pagiola dan Platais (2007) diacu dalam Engel et al. (2008), monitoring terhadap program pembayaran jasa lingkungan terbagi menjadi dua, yaitu monitoring apakah penyedia jasa lingkungan menjalani perjanjian yang disepakati seperti perubahan penggunaan lahan dan monitoring apakah penggunaan lahan tersebut faktanya dapat meningkatkan jasa lingkungan yang diinginkan. Walaupun dalam praktek kebanyakan program pembayaran jasa lingkungan tidak lebih dari monitoring penggunaan lahan yang disepakati dalam perjanjian.

5.1.4.4 Kategori mekanisme pembayaran jasa lingkungan

Berdasarkan kategori mekanisme pembayaran jasa DAS yang dikemukakan oleh Landell-Mills & Porras (2002), mekanisme yang terjadi antara PT. Aetra dengan Kelompok Tani Syurga Air termasuk ke dalam mekanisme intermediary- based transaction. Kategori mekanisme tersebut menggunakan perantara untuk mengontrol biaya transaksi dan resiko, dan paling sering dibangun dan dijalankan oleh LSM, organisasi masyarakat, dan instansi pemerintah. Hal tersebut terlihat dari keterlibatan LP3ES dan YPC yang merupakan LSM dan BPLHD Jawa Barat yang merupakan instansi pemerintah sebagai pihak perantara yang memfasilitasi dan mendorong terjadinya kesepakatan pembayaran jasa lingkungan ini. Sedangkan menurut kategori yang dikemukakan oleh Cahyono & Purwanto (2006), mekanisme ini termasuk ke dalam kategori kesepakatan yang diatur

sendiri. Pada kategori ini, kesepakatan diatur sendiri antara pemyedia jasa dengan penerima jasa, biasanya bersifat tertutup, cakupannya sempit, negosiasi terjadi secara tatap muka, perjanjian cenderung sederhana, dan campur tangan yang rendah dari pemerintah. Hal tersebut terlihat dari jumlah pihak yang terlibat secara langsung yang hanya terdiri dari satu pembeli jasa lingkungan yaitu PT. Aetra dan satu penyedia jasa lingkungan (Kelompok Tani Syurga Air) dengan perjanjian yang sederhana dan campur tangan dari pihak pemerintah hanya sebatas memfasilitasi dan menjadi saksi dalam perjanjian tersebut. Pengkategorian ini bisa saja berkembang menjadi skema pembayaran publik jika pemerintah sudah menyediakan landasan kelembagaan untuk mekanisme ini dengan skala yang lebih luas, mengingat mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang sudah terjadi merupakan proyek uji coba yang memungkinkan pereplikasian dengan cakupan yang lebih luas dan keterlibatan pihak yang lebih banyak.

5.2 Keterlibatan Para Pihak