• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. GAMBARAN UMUM PT. SOCI MAS, MEDAN

2.1.2. Perkembangan Perusahaan

Berdasarkan data yang diperoleh dari Majalah Kina (2012), perusahaan yang didirikan pada tahun 1992 ini mulai membangun fasilitas industri oleokimia di Kawasan Industri Medan, Deli Serdang Sumatera Utara pada bulan September 1993 dengan investasi sebesar US$ 46 juta. Adapun

kegiatan produksinya baru dimulai pada bulan September 1994 dengan kapasitas produksi terpasang sebesar 88.000 ton per tahun. Pada bulan April tahun 2008 PT Smart Tbk mengakuisisi PT SOCI dan terhitung mulai tanggal 2 September 2010 perusahaan berganti nama menjadi PT. SOCI Mas.

Di bawah payung kelompok usaha Sinar Mas, PT. SOCI Mas terus melakukan ekspansi untuk meningkatkan kapasitas produksi maupun memperluas variasi produk yang dihasilkan. Mulai bulan April 2011 kapasitas produksi PT SOCI Mas berhasil ditingkatkan menjadi 100.000 ton per tahun yang terdiri dari 90.000 ton fatty acid dan 10.000 ton gliserin.

Secara umum, ada dua bentuk produk oleochemical yang diproduksi PT Soci Mas, yaitu berupa padatan (khususnya untuk kelompok produk fatty acid) dan cairan (khususnya untuk kelompok glycerin). Produk padatan terbagi dalam dua bentuk, yaitu dalam bentuk serpihan (flake) dan dalam bentuk butiran (bead). Secara umum sekitar 90% produk oleochemical yang dihasilkan PT SOCI Mas diekspor ke mancanegara antara lain ke Jepang, Korea, Taiwan, Amerika Serikat, Eropa, Timur Tengah dan lain-lain. Sisanya sebesar 10% dijual kepada perusahaan lokal.

Sebagai perusahaan yang suda mapan, PT Soci Mas terus berupaya untuk meningkatkan investasinya di industri oleokimia dengan melakukan penambahan kapasitas pabrik yang sudah ada sekaligus melakukan diversifikasi produk yang dihasilkan. Dengan peningkatan investasi itu rencananya mulai bulan April 2013 kapasitas produksi terpasang PT. SOCI Mas akan meningkat 1,5 kali lipat menjadi 250.000 ton per tahun. Dengan penambahan investasi itu maka kapasitas produksi fatty acid perusahaan naik menjadi 220.000 ton per tahun dan kapasitas produksi gliserin naik menjadi 22.000 ton per tahun. Selain itu, produksi juga diperluas ke produk lainnya yang agak lebih hilir seperti methyl ester, soap noodles dan oleic acid.

Untuk kegiatan ekspansi tersebut, PT. SOCI Mas telah mengalokasikan dana investasi sebesar US$ 140 juta atau sekitar Rp 1 triliun. Ekspansi dilakukan sebagai jawaban atas terus meningkatnya permintaan produk oleokimia di pasar, khususnya dari negara-negara tujuan ekspor. Selain itu,

ekspansi juga dilakukan dalam rangka meningkatkan penyerapan bahan baku di dalam negeri agar diperoleh nilai tambah yang lebih besar lagi.

Dengan peningkatan kapasitas itu, kebutuhan bahan baku PT Soci Mas akan meningkat dari 6.000-7.000 ton per bulan saat ini menjadi 15.000 ton per bulan pada tahun 2013. Bahan baku yang dipergunakan pabrik oleochemical PT Soci Mas terdiri dari dua jenis produk minyak sawit, yaitu minyak inti sawit (palm kernel oil/PKO) yaitu minyak hasil pengolahan dari inti sawit dan Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS) yang merupakan hasil pengolahan RBD Palm Oil menjadi RBD Palm Olein dan RBDPS. Bahan baku diperoleh secara komersial dari pabrik pengilangan CPO dan penggilingan inti sawit di sekitar Medan, sebagian diantaranya diperoleh perusahaan sesama anak perusahaan PT Smart Tbk.

Saat ini PT Soci Mas mempekerjakan karyawan sebanyak 325 orang yang hampir seluruhnya warga negara Indonesia dengan mempekerjakan hanya satu orang ekspatriat asal India. Saat ini perusahaan mengoperasikan pabriknya secara penuh selama tujuh hari per minggu dan 24 jam per hari yang setiap harinya para karyawan dibagi ke dalam tiga shift (jam kerja).

Perkembangan perusahaan tersebut di atas tidak terlepas dari bangkitnya industri hilir kelapa sawit nasional. Seperti dikutip dari Majalah Kina tahun 2012, pemerintah telah menerbitkan sejumlah kebijakan untuk mendorong pertumbuhan industri hilir kelapa sawit. Kebijakan tersebut antara lain, pemerintah melakukan revisi terhadap kebijakan Bea Keluar komoditas sawit yang lebih mendukung perkembangan industri hilirnya, dan sebaliknya lebih tidak kondusif bagi kegiatan ekspor bahan mentah sawit. Selain itu, pemerintah juga telah menerbitkan kebijakan insentif di bidang perpajakan untuk mendorong masuknya investasi di sektor industri hilir kelapa sawit seperti kebijakan tax holiday dan tax allowance. Dengan diterbitkannya kebijakan pemerintah tersebut, saat ini banyak perusahaan yang melakukan ekspansi bisnis baik yang berasal dari luar maupun dari perusahaan lokal yang telah ada sebelumnya. Tentu dengan ekspansi tersebut maka akan dicapai peningkatan kapasitas produksi, serta diversifikasi produk hilir.

Berdasarkan data Apolin (Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia) yang dikutip dari Majalah Kina tahun 2012, total kapasitas produksi industri oleochemical nasional pada tahun 2011 mencapai 1.458.700 ton per tahun yang terdiri dari 996.000 ton fatty acid, 320.000 ton fatty alohol dan 142.700 ton glycerin. Dengan dilakukannya ekspansi oleh sejumlah perusahaan dalam beberapa waktu terakhir ini, maka pada tahun 2012 total kapasitas produksi industri oleochemical nasional sudah mengalami kenaikan menjadi 1.934.800 ton yang terdiri dari 1.027.000 ton fatty acid, 700.000 ton fatty alcohol, dan 207.800 ton glycerin.

Namun, meski kapasitas produksi yang dihasilkan industri oleokimia tergolong besar dan terus mengalami pertumbuhan, sebagian besar masih diekspor ke luar negeri. Bila dipersentasekan, ada sekitar 80% hasil produksi dikirim ke luar negeri, sementara sisanya yakni 20% diserap oleh industri lokal. Hal ini menunjukkan permintaan industri pengguna bahan oleokimia di dalam negeri masih relatif kecil. Padahal, bila bahan oleokimia tersebut bisa diolah maka akan menciptakan produk yang lebih memiliki nilai tambah.

Dalam perkembanganya tersebut, seperti dikutip dalam wawancara Majalah Kina (edisi 1,2012) dengan Stevanus Goei King An yang merupakan Ketua Apolin sekaligus COO PT. SOCI Mas, PT. SOCI Mas maupun perusahaan industri oleokimia lainnya juga menghadapi beberapa hambatan. Hambatan tersebut salah satunya adalah dikenakannya tarif anti dumping terhadap produk oleokimia Indonesia di negara-negara Uni Eropa. Hambatan lainnya adalah krisis ekonomi yang melanda kawasan Eropa dan Amerika Serikat yang bisa berdampak pada penurunan permintaan dari kedua kawasan tersebut terhadap produk-produk oleokimia Indonesia. Praktis, saat ini pasar China dan India menjadi pasar utama untuk memasarkan produk-produk oleokimia dari Indonesia. Sangat tidak diharapkan tentunya, kedua negara tersebut mengalami kondisi yang serupa dengan kawasan Eropa dan Amerika Serikat. Meski demikian prospek untuk mengembangkan industri oleokimia masih sangat menjanjikan.

2.2. Visi dan Misi Perusahaan

Dokumen terkait