• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

C. Perkembangan Religiositas Remaja

1. Perkembangan Remaja

Menurut Hurlock (1980: 222) perkembangan remaja ditandai oleh beberapa sikap. Perkembangan itu adalah sebagai berikut:

a. Pertumbuhan Pikiran dan Mental

Periode remaja memang disebut sebagai periode keraguan religiositas. Wagner menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan keraguan religiositas tersebut adalah tanya-jawab religiositas. Menurut Wagner para remaja ingin mempelajari agama berdasar pengertian intelektual dan tidak ingin menerima begitu saja. Mereka meragukan agama bukan karena ingin “agnostic” atau “ateis”, melainkan karena mereka ingin menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna. Mereka ingin mandiri dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri ( Hurlock, 1980: 222). b. Perkembangan Perasaan

Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja untuk menghayati peri kehidupan dalam lingkungannya. Kehidupan religiositas akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religiositas pula. Perubahan minat religiositas selama masa remaja lebih radikal dari pada perubahan dalam minat akan pekerjaan. Adanya perubahan minat akan agama pada remaja tidak mencerminkan kurangnya keyakinan, melainkan suatu kekecewaan terhadap organisasi keagamaan dan

penggunaan keyakinan serta kotbah dalam penyelesaian masalah sosial, politik dan ekonomi (Hurlock, 1980: 222).

c. Sikap dan Minat

Sikap dan minat remaja terhadap perkembangan religiositas dapat dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka.

2. 5 Aspek dalam Perkembangan Religiositas Remaja

Remaja dilihat sebagai periode yang sangat penting dalam memperkembangkan sikap religiositasnya, di mana ditandai dengan pemekaran diri yang tidak hanya bersifat secara fisik tetapi juga dalam religiositasnya. Beberapa kelompok keagamaan memandang masa remaja sebagai saat “penyadaran”, maksudnya bahwa masa remaja adalah saat di mana keimanan yang tadinya bersifat pinjaman, kini menjadi miliknya sendiri (Hamalik, 1995: 108). Dalam pernyataan tersebut terdapat anggapan bahwa masa remaja merupakan suatu masa dimana remaja telah siap untuk melakukan pertobatan atau siap untuk menceburkan dirinya serta terlibat langsung dalam memperkembangkan sikap religiositasnya mereka dalam kehidupan. Dalam membahas perkembangan religiositas remaja, kiranya perlu mengetahui aspek akan sikap religiositas remaja.

a. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Belief.

Sebagian besar para remaja menganut keyakinan agama dan kepercayaan akan keperluan beragama dalam situasi kehidupan sehari-hari remaja. Dalam perkembangan religiositas, remaja memerlukan yang sesuai dengan kehidupan sehari-

hari dan dapat menolongnya untuk dapat mengatasi konflik atau permasalahan yang sedang mereka hadapi, serta dapat mengatasi keragu-raguan yang dialami oleh remaja. Dalam kesadaran mengenai masalah yang dialami oleh remaja, ada yang masih kurang bersikap toleran terhadap dogma-dogma yang mereka anggap kuno. Dalam hal seperti ini remaja memerlukan agama yang dapat menolongnya untuk mengolah masa transisi yang dialami oleh para remaja (Supriyati, 1988:359).

b. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Practice.

Kesadaran remaja akan mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual agamanya ini erat kaitannya dengan situasi kehidupan remaja yang penuh tekanan, rasa kurang aman dan rasa ingin tahu serta rasa ketidak pastian. Remaja membutuhkan agama yang lebih spesifik yang dapat membimbing sikap serta tingkah laku mereka, karena kesadaran beragama bagi remaja berarti penambahan minat dalam hal hidup beragama yang mengarah pada suatu rekonstruksi sikap-sikap dan keyakinan beragama. Sering orang menganggap remaja beragama dari hal practice saja, tetapi bukan dari keyakinan yang timbul dari dalam diri remaja. Minat beragama di kalangan remaja timbul karena remaja merasakan bahwa nilai-nilai keagamaan yang dibawanya sejak kecil sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan-kebutuhannya pada masa remaja; tidak sesuai lagi dengan perkembangan aspirasi dan gagasan- gagasannya (Supriyati, 1988: 360). Pada masa-masa seperti inilah kadang-kadang remaja malas berdoa ke Gereja atau malas berdoa secara teratur. Keadaan ini bukan karena remaja tidak percaya atau tidak taat lagi terhadap agamanya, tetapi remaja sering merasa bosan dengan perayaan-perayaan rutin dalam upacara-upacara Gerejani. Remaja akan senang apabila dapat melibatkan diri dalam gerakan Gerejani

bersama-sama remaja yang lain, tentu gerakan ini harus timbul melalui bagian terdalam dari diri setiap remaja yang disebut sebagai religiositas remaja.

c. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Feeling.

Dalam perkembangan remaja terdapat kecenderungan mengalami perubahan di dalam cara berpikir dan cara mereka merasakan kehadiran Allah “religiositas feeling”. Perkembangan itu dipengaruhi oleh pengalamaan keagamaan yang menunjuk pada pengalaman subjektif individu dalam berhubungan dengan yang Ilahi. Meskipun bersifat pribadi, tetapi tetap mempunyai elemen sosial, karena mempengaruhi pribadi dalam menginterpretasikan pengalaman personal tersebut. Pengalaman keagamaan yang personal itu berbeda-beda intensitasnya. Pengalaman- pengalaman religiositas bisa berbentuk rasa damai, atau kagum yang bersifat sesaat saja atau juga pengalaman mistik yang luar biasa. Isi dari pengalaman religiositas itu berbeda-beda. Di dalamnya bisa terdapat pengalaman yang menggembirakan seperti damai, harmonis, sukacita, merasa dicintai oleh Allah dan rasa aman. Namun dipihak lain ada juga pengalaman yang tidak menggembirakan yang mengasilkan teror, ketakutan, dan kecemasan. Sementara itu, isi dari pengalaman-pengalaman itu bergantung pada religiositas tentang apa yang dihadapi, sehingga remaja dapat memberikan gambaran tentang perasaan-perasaan yang dialami individu, bahwa remaja mempunyai perasaan dicintai oleh Allah tergantung dari pengalaman religiositas yang dialami oleh remaja sebagai individu (Raho, 2013: 16).

d. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Knowledge

Besarnya minat remaja terhadap ilmu pengetahuan sangat dipengaruhi oleh apa yang kedepannya dapat berguna bagi mereka. Kalau remaja menginginkan

pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi, maka pendidikan akan dianggap seperti batu loncatan saja, contoh konkritnya beberapa tahun terakhir kriteria kelulusan siswa menitik beratkan pada ujian nasional, mereka cenderung untuk lebih serius mendalami materi pelajaran yang diajukan di ujian nasional saja dan kurang memperhatikan materi pelajaran yang lain (Hurlock, 1980: 220). Kurang minatnya remaja terhadap ilmu pengetahuan tertentu biasanya menunjukkan cara-cara berikut, remaja bekerja di bawah kemampuannya atau dalam mengerjakan tidak pernah serius, peristiwa ini sering terjadi pada usaha dan upaya untuk mengembangkan religiositas remaja dalam aspek knowledge, sehingga ketika ditanya siapa itu Kristus?, Apa maksud kedatangan Yesus Kristus di dunia?, mereka akan menjawab dasarnya saja atau kulitnya dan tidak terpikirkan untuk mendefinisikan jawaban dari pertanyaan tersebut, sebab mereka bekerja (berfikir) di bawah kemampuannya, padahal sebenarnya para siswa memiliki potensi yang sangat besar untuk mampu menjawab dengan lebih baik, dan bahkan mampu mengambil makna dari apa yang mereka pelajari serta mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari mereka. e. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Effect

Orang tua atau guru tidak dapat lagi mengawasi remaja dari dekat seperti yang dilakukan pada sat mereka masih anak-anak. Oleh karena itu remaja harus mempunyai rasa tanggung jawab dalam pengendalian perilakunya sendiri. Bila dulu pada saat masih anak-anak rasa takut yang ditimbulkan dari hukuman merupakan pencegahan yang terbaik untuk anak supaya tidak melakukan kesalahan atau dapat menekan perbuatan salah yang dilakukan, ketika mereka sekarang mencapai usia remaja itu dimengerti sebagai sumber motivasi berdasarkan pengendalian dari luar

yang hanya efektif bila ada perilaku yang nyata-nyata salah dan hukuman bagi pelakunya. Bahkan sejumlah telaah mengenai kenakalan remaja menunjukkan bahwa hukuman tidak hanya mencegah perbuatan yang salah tetapi malah menjadi pendorong untuk berperilaku salah, maka ada istilah bagi para remaja, bahwa “peraturan dibuat untuk dilanggar”, dan ketika remaja berbuat salah, mereka akan mencari berbagai alasan untuk dapat menghindari kesalahan agar terbebas dari berbagai bentuk hukuman dengan melakukan berbagai cara, yaitu dengan berbohong, menyalahkan orang lain dll.

Peran suara hati dalam pengendalian perilaku remaja sangatlah penting untuk menimbulkan sikap perilaku yang baik ketika berada di tengah-tengah masyarakat, remaja yang memiliki suara hati yang matang tentu selalu merasa bersalah dan malu ketika berperilaku yang tidak baik, rasa bersalah ini penting timbul dari dalam diri setiap remaja, sehingga remaja selalu berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan atau berbuat salah lagi, karena motivasi ini timbul dari dalam diri remaja itu sendiri. Telaah-telaah mengenai perkembangan moral telah menekankan bahwa cara yang efektif bagi semua orang untuk mengawasi perilakunya sendiri adalah melalui pengembangan suara hati, yaitu kekuatan ke-dalam (batiniah) yang tidak memerlukan pengendalian lahiriah (Hulrock, 1980: 226).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Religiositas Remaja

Dokumen terkait