• Tidak ada hasil yang ditemukan

b Perkembangan Tari pada Masa Kerajaan

Masa kerajaan ini ditandai oleh masuknya pengaruh luar sebagai unsur asing, antara lain kebudayaan Cina, Hindu-Budha, Islam, dan Barat. Kebudayaan Cina kurang mendapat perhatian oleh para peneliti, karena kemungkinan dasar kepercayaan yang hampir sama dengan masyarakat pribumi, yaitu percaya kepada roh-roh leluhur, sehingga kurang begitu nyata pada perubahan sistem kemasyarakatannya. Barangkali pula karena nenek moyang yang menghuni Indonesia oleh para pakar kebudayaan dikatakan imigran dari daratan Asia, yaitu wilayah Cina bagian Selatan. Pengaruh budaya Cina ini berbeda dengan pengaruh asing lainnya terutama pengaruh Hindu, Islam, dan Barat. Pengaruh ini sangat nyata pada stratiikasi sosial hirarkis yang ditandai dengan adanya sistem kelas sosial, yaitu masyarakat adat atau rakyat dan masyarakat bangsawan atau istana. Sistem ini cukup langgeng dari awal berdirinya kerajaan-kerajaan sekitar abad ke-4 sampai awal abad ke-20. Dengan adanya dua kelas sosial ini maka muncul dua wajah tari yang disebut tari rakyat dan tari istana atau tari klasik.

Pengaruh kebudayaan India (atau Hindu/Budha) semula berlangsung di Kalimantan dan Sumatra, tetapi proses akulturasi sangat kuat di Jawa dan Bali (Soedarsono, 1977). Jika masa praHindu manusia masih merupakan bagian dari kosmosnya, maka ketika masuk pengaruh Hindu dan berdirinya kerajaan- kerajaan titik berat pusat orientasi kosmos terletak pada kedudukan sang raja. Tarian merupakan bagian yang menyertai

perkembangan pusat baru ini. Ternyata pada masa kerajaan ini, tari mencapai tingkat estetis yang tinggi. Jika dalam lingkungan rakyat tarian bersifat spontan dan sederhana, maka dalam lingkungan istana tarian mempunyai standar, rumit, halus, dan simbolis.

Jika ditinjau dari aspek gerak, maka pengaruh tari India yang terdapat pada tari- tarian istana Jawa terletak pada posisi tangan,

dan di Bali ditambah dengan gerak mata. Posisi Gambar 7.2Tari Bedhaya

tangan dan gerak mata pada tarian India mempunyai arti tertentu, yaitu berarti kata benda, kata sifat, kata kerja, dan sebagainya. Posisi tangan dan gerak mata pada tari Jawa dan Bali tampaknya sudah kehilangan makna aslinya, mungkin hanya untuk kepentingan estetis saja.

Tarian yang terkenal ciptaan para raja, khususnya di Jawa, adalah bentuk teater tari seperti wayang wong dan bedhaya ketawang. Dua tarian ini merupakan pusaka raja Jawa. Namun selanjutnya, wayang wong lebih berkembang di keraton Yogyakarta, sedangkan bedhaya ketawang berkembang di keraton Surakarta. Selain kedua tarian itu, berkembang pula Wayang Topeng.

Wayang Topeng adalah teater tari yang penarinya menggunakan penutup muka yang disebut topeng. Teater tari ini tersebar di Jawa, Bali, dan Madura. Salah satunya adalah tari Topeng Cirebon seperti yang telah dipelajari pada bab terdahulu.

3. Perkembangan Tari pada Masa Pascakerajaan

Pada masa ini, terdapat situasi yang cukup menonjol dalam bidang kesenian yang disebabkan oleh perubahan masyarakat yang agraris-feodal menuju masyarakat negara kesatuan atau Republik Indonesia yang modern. Kecepatan perubahan tersebut didukung pula oleh media massa elektronik, seperti televisi.

Pada masa ini banyak sekali akulturasi dalam seni tari. Gagasan tari banyak dituangkan dengan jalan menembus secara sengaja atas batas-batas kesukuan (etnik), penyederhanaan tari-tari tradisional yang sudah mapan, dan ramuan unsur-unsur tari berbagai daerah di Indonesia.

Dukungan dari pemerintah dan situasi negara saat ini memungkinkan tari berkembang dengan pesat. Hal tersebut ditandai dengan bemunculannya perkumpulan seni tari yang salah satunya digagas oleh Tb. Oemay bangsawan dari Banten seperti Sekar Pakuan yang kemudian berubah menjadi BKI tahun 1948. Tari- tarian yang diajarkan adalah tari Jawa dan tari Keurseus (Sunda). Untuk bidang Tari Jawa didatangkan guru asal Jawa bernama Sujono dan Sudiani. Materinya adalah tari Golek, tari Srimpi, tari Srikandi Mustakaweni, dan sebagainya.

Pada tahun 1960-an berdirilah lembaga pendidikan formal kesenian, yaitu Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI, sekarang ISI) di Yogyakarta yang dipelopori antara lain, oleh Soedarsono dan Ben Soeharto, sedangkan Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI, sekarang STSI) di Surakarta dimotori oleh SD Humardani. Disusul dengan berdirinya ASTI Bandung, STSI Denpasar, Bali, dan ASKI Padang Panjang, di Sumatra Barat.

Instansi ini sangat berkepentingan untuk mempelajari secara praktis dan teoretis tari-tarian tradisional, baik rakyat maupun keraton, menumbuhkan proses kreatif, dan mengkaji tari secara ilmiah. Di samping lembaga formal, muncul pula lembaga nonformal, yaitu Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta pada tahun 1968 yang dipromotori oleh Ali Sadikin. Dua instansi ini menjadi pusat revitalism

Buatlah kelompok yang terdiri atas 4 orang siswa. Carilah dari berbagai sumber seperti buku-buku di perpustakaan atau internet tentang salah satu tari kelompok yang terdapat di Nusantara. Diskusikan peran dan perkembangan tarian tersebut. Tuliskan hasil diskusi kelompok Anda dan serahkan hasilnya pada guru Anda untuk mendapat penilaian!

Pelatihan 1

B. Unsur Estetis Tari dalam Tata Rias dan Busana

Pada pelajaran sebelumnya, Anda sudah mengenal unsur estetis tari dari unsur pokok tari, yaitu gerak, irama, dan perasaan. Di samping itu terdapat unsur lainnya juga, yaitu wujud. Unsur wujud dapat dipahami melalui tata rias dan busana tari.

1. Tata Rias Tari

Tata rias tari tergolong pada tata rias pertunjukan.

Tata rias wajah atau make-up yang Anda kenal

sekarang ini, secara relatif merupakan hasil penemuan abad modern. Pada zaman dahulu, seni tari tidak begitu mengindahkan seni tata rias wajah, yang penting sampai pada tujuannya saja. Biasanya, untuk menegaskan maksud atau tujuan dipergunakan topeng dengan berbagai ukuran atau rias muka yang tidak tampak wajar, sehingga sering tampak terlampau tebal dengan garis-garis yang kurang halus.

Dengan adanya perkembangan teknologi terutama adanya lampu yang dipergunakan untuk penerangan panggung, maka untuk mengungkapkan ekspresi yang diinginkan, penguasaan teknik rias sangatlah penting.

Akibat adanya penemuan listrik/lampu,

pencahayaan pentas yang tadinya bersifat tradisional beralih pada pencahayaan modern. Ini memungkinkan dihasilkannya teknik rias muka yang lebih sempurna,

Gambar 7.3

Tata rias Tari Jauk

Sumber: www.lickr.com

yang ditandai dengan penyelamatan nilai-nilai keindahan lama yang luhur dan pencarian nilai-nilai baru. Kemudian, berdiri pula Taman Budaya hampir di setiap provinsi di Indonesia yang berperan mirip dengan TIM.