• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. MEREK DAN KEGIATAN PERDAGANGAN

D. Perlindungan Hukum Atas Merek

Sebagaimana diketahui, bahwa dalam perlindungan hukum atas merek di Indonesia semula diatur dalam Reglement Industrieele Eigendom Kolonien tahun 1912, yang kemudian diperbaharui dan diganti dengan Undang – undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan ( dikenal dengan Undang – undang Merek 1961 ). Adapun pertimbangan tentang lahirnya Undang – undang Merek Tahun 1961 adalah untuk melindungi khalayak ramai dari tiruan barang – barang yang memakai suatu merek yang sudah dikenalnya sebagai merek barang-barang yang bermutu baik. Selain itu, Undang – undang Merek 1961 juga bermaksud melindungi pemakai pertama dari suatu merek di Indonesia.

Kedua undang – undang tersebut mempunyai banyak kesamaan. Perbedaannya salah satu terletak pada masa berlakunya merek, yaitu : 10 tahun menurut Undang – undang Merek 1961 dan jauh lebih pendek dari Reglement

Industrieele Eigendom Kolonien tahun 1912 yang masa berlakunya sampai 20

barang – barang dalam 35 jenis ( sesuai dengan klasifikasi internasional berdasarkan persetujuan pendaftaran merek di Nice, Perancis tahun 1957 yang kemudian diubah di Stockholm pada tahun 1967 dengan penambahan satu kelas yang disesuaikan dengan keadaan di Indonesia ). Penggolongan barang – barang ini tidak berlaku dalam Reglement Industrieele Eigendom Kolonien tahun 1912.24

1. Bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan bidang ekonomi pada khususnya, merek sebagai salah satu wujud karya intelektual, memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang dan jasa.

Selanjutnya pengaturan hukum mereka yang terdapat dalam Undang – undang Merek 1961, diperbaharui dan diganti lagi dengan Undang – undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek ( dikenal dengan Undang – undang Merek 1992 ), yang mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1993. Dengan berlakunya Undang – undang Merek 1992, Undang – undang Merek tahun 1961 dinyatakan tidak berlaku lagi. Pada prinsipnya Undang – undang Merek 1992 telah melakukan berbagai penyempurnaan dan perubahan terhadap hal – hal yang berkaitan dengan merek, guna disesuaikan dengan Paris Convention.

Adapun yang menjadi dasar pertimbangan dan tujuan dari pembentukan Undang – undang Merek 1992 tersebut adalah :

2. Bahwa dengan memperhatikan pentingnya peranan merek tersebut, diperlukan penyempurnaan pengaturan dan perlindungan hukum atas merek yang selama ini diatur oleh Undang – undang Merek 1961, karena

24

Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 250.

dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan.

Di samping itu, dasar pertimbangan lainnya dapat dijumpai dalam penjelasan Umum Undang – undang Merek 1992 yang antara lain mengatakan :

1. Materi dari Undang – undang Merek 1992 bertolak dari konsepsi merek yang tumbuh pada masa sekitar perang dunia kedua. Sebagai akibat perkembangan keadaan dan kebutuhan serta semakin majunya norma dan tatanan niaga menjadikan konsepsi merek yang tertuang dalam Undang – undang Merek 1961 tertinggal jauh. Hal ini semakin terasa pada saat komunikasi semakin maju dan pola perdagangan antar bangsa sudaj tidak terikat lagi pada batas – batas suatu negara. Keadaan ini menimbulkan salin ketergantungan antar bangsa, baik dalam hal kebutuhan, kemampuan maupun kemajuan teknologi yang semakin mendorong pertumbuhan dunia sebagai pasar bagi produk – produk mereka.

2. Perkembangan norma dan tatanan niaga itu sendiri telah menimbulkan persoalan baru yang memerlukan antisipasi yang harus diatur dalam suatu undang – undang.

Dengan demikian, berdasarkan atas pertimbangan seperti itulah, maka dipandang perlu untuk menyempurnakan pengaturan mengenai merek yang terdapat dalam Undang – undang Merek 1961 dalam suatu undang – undang. Apabila dibandingkan dengan dengan Undang – undang Merek 1961, Undang – undang Merek 1992 menunjukkan perbedaan – perbedaan antara lain :

Undang – undang Merek Nomor 1961, yang membatasi pada merek perusahaan dan merek perniagaan, yang dari segi obyeknya hanya mengacu pada hal yang sama yaitu merek dagang. Sedangkan merek jasa sama sekali tidak dijangkau. Dengan pemakaian judul merek dalam Undang – undang Merek 1992, lingkup merek mencakup merek dagang maupun merek jasa. Demikian pula aspek nama dagang yang pada dasarnya juga terwujud sebagai merek, telah pula ditampung pengertian merek lainnya seperti merek kolektif. Bahkan dalam perkembangan yang akan dating penggunaan istilah merek akan dapat pula menampung pengertian lain seperti : certification marks, associate marks, dan lain – lainnya.

b. Perubahan Sistem pendaftaran Merek

Sistem pendaftaran merek, berubah dari sistem deklaratif menjadi sistem konstitutif, berhubung sistem yang disebut terakhir lebih menjamin kepastian hukum daripada sistem deklaratif. Sistem deklaratif yang mendasarkan pada perlindungan hukum bagi mereka yang menggunakan merek terlebih dahulu, selain kurang menjamin kepastian hukum juga akan dapat menimbulkan persoalan dan hambatan dalam dunia usaha. Dalam Undang – undang Merek tahun 1992, penggunaan sistem konstitutif lebih menjamin kepastian hukum disertai dengan ketentuan – ketentuan yang menjamin segi – segi keadilan. Jaminan terhadap aspek keadilan dapat kita lihat pada pembentukan cabang – cabang kantor merek di daerah – daerah di Indonesia, pembentukan komisi banding merek dan juga memberikan kesempatan untuk mengajukan gugatan yang tidak terbatas melalui

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tetapi juga bisa melalui Pengadilan Negeri lainnya yang akan ditetapkan secara bertahap.

c. Pendaftaran Merek

Agar permintaan pendaftaran merek dapat berlangsung dengan tertib, pemeriksaannya tidak semata – mata dilakukan berdasarkan kelengkapan persyaratan formal saja, tetapi juga dilakukan pemeriksaan substantive. Selain itu dalam sistem yang baru diintroduksi adanya pengumuman permintaan pendaftaran suatu merek. Pengumuman tersebut bertujuan memberi kesempatan kepada masyarakat yang berkepentingan dengan permintaan pendaftaran merek mengajukan keberatannya. Dengan mekanisme semacam ini bukan saja problema yang timbul dari sistem deklaratif dapat teratasi, tetapi juga bisa menumbuhkan keikutsertaan masyarakat. Selanjutnya dipertegas pula kemungkinan penghapusan dan pembatasan merek yang telah didaftar berdasarkan alasan dan tata cara tertentu. Selain itu, diatur pula pendaftaran merek dengan menggunakan hak prioritas, berhubung kita telah menjadi negara peserta Paris

Convention, yang di dalamnya mengatur mengenai penggunaan hak

prioritas tersebut.

d. Pengalihan Merek dengan Lisensi

Berbeda dengan Undang – undang Merek 1961, Undang – undang Merek tahun 1992 tidak mengatur pengalihan hak atas merek berdasarkan lisensi. Sebaliknya, dalam Undang – undang Merek 1992 diatur pengalihan hak atas merek berdasarkan lisensi. Hal ini telah diatur dalam Pasal 44 sampai dengan pasal 50.

e. Ketentuan dan Sanksi Pidana

Selain itu, Undang – undang Merek 1992 mengatur juga sanksi pidana, baik untuk tindak pidana yang diklasifikasikan sebagai kejahatan maupun sebagai pelanggaran. Sementara dalam Undang – undang Merek 1961 hal tersebut belumlah diatur.

Perbedaan – perbedaan dengan Undang – undang Merek 1961 tersebut, sekaligus menunjukkan perluasan ruang lingkup yang diatur dalam Undang – undang Merek tahun 1992. Perluasan itu diperlukan dalam rangka memantapkan peranan merek sebagai sarana untuk lebih meningkatkan tata perdagangan barang dan jasa yang sehat serta bertanggung jawab.

Selang beberapa waktu kemudian, sama halnya dengan Undang – undang Hak Cipta dan Undang – undang Paten, Undang – undang Merek 1992 juga mengalami perubahan dan penyempurnaan. Perubahan dan penyempurnaan itu dituangkan dalam Undang – undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undang – undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Perubahan pada dasarnay disesuaikan dengan dengan Paris Convention dan juga merupakan penyempurnaan atas beberapa kekurangan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan praktik – praktik internasional.

Adapun dasar pertimbangan sekaligus yang merupakan latar belakang dan sekaligus tujuan pembentukan Undang – undang Merek 1992 tersebut, yaitu : a. Bahwa dengan adanya perkembangan kehidupan yang berlangsung cepat,

terutama di bidang perekonomian baik di tingkat nasional maupun internasional, pemberian perlindungan hukum yang semakin efektif terhadap HaKI, khususunya di bidang merek, perlu lebih ditingkatkan dalam rangka

mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan perdagangan dan penanaman modal yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan atas Undang – Undang Dasar 1945.

b. Bahwa dengan penerimaan dan keikiutsertaan Indonesia dalam persetujuan

Paris Convention yang merupakan bagian dari persetujuan pembentukan WTO sebagaimana telah disahkan dengan Undang – undang Nomor 7 Tahun

1994, berlanjut dengan melaksanakan kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang – undangan nasional di bidang HaKI termasuk merek dengan persetujuan internasional tersebut.

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan–pertimbangan tersebut serta memperhatikan penilaian terhadap segala pengalaman, khususnya kekurangan selama pelaksanaan Undang – undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek, maka dipandang perlu untuk mengubah dan menyempurnakan beberapa ketentuan yang terdapat dalam Undang – undang Nomor 19 Tahun 1992 tersebut dengan Undang – undang.

Dengan latar dan pertimbangan di atas, maka secara umum bidang dan arah penyempurnaan yang dilakukan terhadap Undang – undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek, meliputi antara lain :

1. Penyempurnaan :

a. Tata cara pendaftaran merek

Berbeda dengan ketentuan sebelumnya, Undang – undang Merek 1997 menganut prinsip bahwa satu permintaan pendaftaran merek dapat juga

diajukan untuk lebih dari satu kelas barang atau jasa. Perubahan ini dilakukan terutama untuk menyederhanakan administrasi permintaan pendaftaran merek, Artinya : permintaan pendaftaran merek untuk lebih dari satu kelas tidak perlu diajukan masing – masing secara terpisah. Namun, kewajiban pembayaran biaya pendaftaran tetap dikenakan sesuai dengan jumlah kelas barang dan atau jasa yang dimintakan pendaftarannya.

Selain itu, permintaan pendaftaran merek yang menggunakan bahasa asing dan atau huruf latin atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia wajib disertai dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia, dalam huruf latin dan dalam angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia serta cara pengucapannya dalam ejaan latin. Hal ini diperlukan oleh Kantor Merek untuk dapat melakukan penilaian apakah pengucapan merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek orang lain yang telah didaftar untuk barang dan jasa yang sejenis.

b. Penghapusan merek terdaftar

Merek terdaftar dapat dihapuskan pendaftarannya dengan alasan tidak digunakan berturut – turut selama 3 ( tiga ) tahun atau lebih dalam perdagangan barang atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir. Akan tetapi Undang – undang Merek 1997 memberikan pengecualian terhadap ketentuan di atas apabila tidak dipakainya merek terdaftar itu di luar kehendaknya, seperti alasan larangan impor atau pembatasan – pembatasan lainnya yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

c. Perlindungan merek terkenal

Perlindungan terhadap merek terkenal didasarkan pada pertimbangan bahwa peniruan merek terkenal milik orang lain pada dasarnya dilandasi itikad yang tidak baik, terutama untuk mengambil kesempatan dari ketenaran merek orang lain, sehingga tidak seharrusnya mendapat perlindungan hukum. Berdasarkan Undang – undang Merek 1997, mekanisme perlindungan merek terkenal, selain melalui inisiatif pemilik merek, dapat pula ditempuh melalui penolakan oleh Kantor Merek terhadap permintaan pendaftaran merek yang sama pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal.

d. Sanksi pidana

Sanksi pidana pada dasarnya menyangkut rumusan dalam ketentuan pidana yang semula tertulis “setiap orang” diubah menjadi “barang siapa”. Perubahan ini dimaksudkan untuk menghindari penafsiran yang keliru bahwa pelanggaran oleh badan hukum tidak termasuk dalam tindakan yang diancam dengan sanksi pidana tersebut. Di samping itu, untuk konsistensi dengan lingkup perlindungan merek, yaiut terbatas pada barang dan atau jasa yang sejenis, dalam ketentuan pidana konsepsi ini dipertegas.

2. Penambahan :

Lingkup pengaturan perlindungan.

Selain perlindungan terhadap merek barang dan jasa, dalam Undang – undang Merek 1997 diatur pula perlindungan terhadap indikasi geografis yaitu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan

geografis termasuk faktor alam atau faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Di samping itu, diatur pula perlindungan terhadap indikasi asal yaitu tanda yang hamper sama dengan tanda yang dilindungi sebagai indikasi geografis, tetapi perlindungannya diberikan tanpa harus didaftarkan.

3. Perubahan :

Pengalihan merek jasa terdaftar.

Hak atas merek jasa terdaftar yang cara pemberian jasa dan hasilnya sangat erat kaitannya dengan kemampuan atau ketrampilan pribadi seseorang dapat dialihkan maupun dilusensikan kepada pihak lain dengan ketentuan harus disertai dengan jaminan kualitas dari pemilik merek tersebut. Semula pengalihan tersebut tidak dapat dilakukan. Selanjutnya dalam Undang – undang Merek 1997 ditentukan bahwa pengalihan merek untuk jasa serupa itu hanya dapat dilakukan apabila ada jaminan bahwa kualitas jasa yang diperdagangkan memang sama. Hal ini perlu dipertegas untuk menjaga dan melindungi kepentingan konsumen.

Pengaturan mengenai ketentuan merek ini kemudian juga mengalami perubahan yang menyeluruh yakni dengan disahkan Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ( Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4131 ), yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2001. Perubahan menyeluruh ini, selain dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan teknologi informasi dan transportasi yang telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan semakin meningkat secara pesat dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama serta

mempertahankan iklim persaingan usaha yang sehat, juga dimaksudkan untuk menampung beberapa aspek atau ketentuan dalam persetujuan Paris Convention yang bahkan belum ditampung dalam Undang – undang Merek 1997.

Setidaknya terdapat 3 ( tiga ) dasar pertimbangan yang merupakan latar belakang dan sekaligus tujuan yang mengiringi pembentukan Undang – undang Nomor 14 Tahun 2001 tersebut yakni :

a. Bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi – konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan merek menjadi sangat penting terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat.

b. Bahwa untuk hal tersebut, diperlukan pengaturan yang memadai tentang merek guna memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat.

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada poin (a) dan (b) serta memeprhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang – undang Merek yang ada, dipandang perlu untuk mengganti Undang – undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan Undang – undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undang – undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.

Mengingat ruang lingkup perubahan serta untuk memudahkan masyarakat dalam penggunaannya, dengan Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 terciptalah pengaturan yang menyeluruh dalam satu naskah ( single text ) pengganti Undang – undang Merek yang lama. Dalam hal ini, ketentuan dalam Undang – undang Merek yang lama, yang substansinya tidak diubah, dituangkan kembali dalam Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 ini.

Secara umum, terdapat beberapa perbedaan yang menonjol dalam Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 bila dibandingkan dengan Undang – undang Merek yang lama, meliputi :

1. Proses penyelesaian permohonan :

Dalam Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 ini, pemeriksaan substantif dilakukan setelah permohonan dinyatakan memenuhi syarat secara administratif. Semula pemeriksaan substantif dilakukan setelah selesainya masa pengumuman tentang adanya permohonan. Dengan perubahan ini dimaksudkan agar dapat lebih cepat diketahui apakah permohonan tersebut disetujui atau ditolak dan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan terhadap permohonan yang telah disetujui untuk didaftar. Sekarang jangka waktu pengumuman dilaksanakan selama 3 ( tiga ) bulan, lebih singkat dari jangka waktu pengumuman berdasarkan Undang – undang Merek yang lama. Dengan dipersingkatnya jangka waktu pengumuman, secara keseluruhan akan dipersingkat pula jangka waktu permohonan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

2. Hak prioritas :

Berkenaan dengan Hak Prioritas, dalam Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 diatur bahwa apabila permohonan yang pertama kali, menimbulkan Hak Prioritas dalam jangka waktu 3 ( tiga ) bulan setelah berakhirnya Hak Prioritas, permohonan tersebut diproses seperti permohonan biasa tanpa menggunakan Hak Prioritas.

3. Penolakan permohonan :

Hal lain berkenaan dengan ditolaknya permohonan yang merupakan kerugian bagi pemohon. Untuk itu, perlu pengaturan yang dapat membantu pemohon untuk mengetahui lebih jelas alasan penolakan permohonannya dengan terlebih dahulu memberitahukan kepadanya bahwa permohonan akan ditolak. 4. Perlindungan indikasi geografis :

Selain perlindungan terhadap merek dagang dan merek jasa, dalam Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 ini diatur juga perlindungan terhadap indikasi geografis dan indikasi asal.

5. Penyelesaian sengketa merek :

Mengingat merek merupakan bagian dari kegiatan perekonomian atau dunia usaha, penyelesaian sengketa merek memerlukan badan peradilan khusus yaitu Pengadilan Niaga, sehingga diharapkan sengketa merek dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang relatif cepat. Sejalan dengan itu, juga diatur hukum acara khusus untuk menyelesaikan masalah sengketa merek seperti juga bidang HaKI lainnya.

Undang – undang Nomor15 Tahun 2001 ( selanjutnya disebut sebagai Undang –Undang Merek 2001 ), memuat 101 Pasal yang tersebar di 16 bab. Dengan demikian jumlah pasalnya tidak jauh berbeda dengan Undang – undang Merek yang lama yakni terdapat 98 Pasal yang tersebar dalam 13 bab. Di samping itu Undang – undang Merek 2001 juga dilengkapi dengan Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal demi Pasal yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Pasal – Pasal atau Batang Tubuh Undang – undang Merek 2001.

Dokumen terkait