• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ISTRI YANG DICERAIKAN

D. Perlindungan Hukum Bagi Istri Yang Diceraikan Secara Sepihak

Perkawinan

Salah satu bentuk perlindungan hukum bagi istri secara umum yang merupakan seorang wanita yaitu perlindungan hukum tersebut, secara umum diberikan oleh Pasal 28 D UUD 1945 ayat (1) yang mengatur setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Setiap orang di sini menegaskan bahwa baik perempuan maupun laki-laki adalah memiliki hak-hak yang sama di hadapan hukum. Selain itu dalam Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah tangga, bahwa perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokad, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pelaksana lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.

Hakim, dalam memutuskan suatu kasus, harus senantiasa berorientasi pada penegakan hukum dan keadilan, sehingga putusannya akan dinilai dengan objektif bagi masyarakat umumnya dan khususnya bagi pencari keadilan, apalagi di tengah-tengah era refomasi hukum dan transformasi yang sedang berjalan saat ini,

peran dan fungsi hukum semakin ditempatkan sebagai instrument penting dalam mengadakan berbagai perubahan yang direncanakan.144

Kedudukan perempuan dalam sistem hukum Indonesia, UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor : 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia telah menegaskan kesetaraan perempuan dengan laki-laki, namun tidak sedikit produk hukum negara baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota/kabupaten yang berpotensi menimbulkan diskriminasi terhadap perempuan, seperti di masa awal kemerdekaan, produk hukum di Indonesia di tahun 2000 atau pasca reformasi 1998, sudah menunjukkan perhatian terhadap perempuan dan kesetaraan gender, akan tetapi potensi diskriminasi tetap ada dan masin dijumpai dalam masyarakat.

Kedudukan perempuan dalam hukum Indonesia sudah dijelaskan secara eksplisit dalam UUD 1945 Pasal 28 D sebagaimana di uraikan di atas. Kesetaraan kedudukan perempuan dan laki-laki tersebut dipertegas dalam Undang-Undang Nomor: 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 3:

(1) Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yangg sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan.

(2) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dalam semangat di depan hukum.

144 Heru Susanto, “Peran Hakim Agung Dalam Penemuan Hukum (Reshtsvinbding) dan Penciptaan Hukum (Rechtsschepping) Pada Era Reformasi dan Transformasi”, Jurnal Hukum Masalah-Masalah Hukum, Vol. 36 No. 2, Fakultas Hukum Undip April-Juni, Semarang 2007 , hal. 91.

(3) Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan manusia, tanpa diskriminasi.

Kemudian Pasal 2 Undang-Undang Hak Asasi Manusia menentukan bahwa Negara RI mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kondrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegaskan demi peningkatann martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan. Pasal 3 ayat (2) juga menentukan bahwa setiap orang berhak atas perngakuan, jaminan perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Sedangkan ayat (3) merumuskan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia tanpa diskriminasi. Pasal 8 merumuskan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah yang bersangkutan.

Sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan berupaya dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Berdasarkan ketentuan tersebut maka tidak dimungkinkan lagi perceraian terjadi di luar prosedur pengadilan. Untuk melakukan perceraian harus ada alasan tertentu yang menyebabkan suami istri tidak dapat lagi hidup bersama.

Di dalam hukum yang berlaku di Indonesia yang mengatur tentang perkawinan, tidak diatur dan dikenal mengenai perceraian di luar Pengadilan.

Talak menurut hukum berarti ikrar suami yang di ucapkan didepan sidang

Pengadilan Agama. Sedangkan apabila talak dilakukan atau diucapkan di luar Pengadilan, maka perceraian sah secara agama saja, tetapi belum sah secara hukum negara karena belum dilakukan didepan sidang Pengadilan Agama. Akibat dari talak yang dilakukan di luar sidang Pengadilan adalah ikatan perkawinan antara suami-istri tersebut belum putus secara hukum, atau dengan kata lain, baik suami atau istri tersebut masih sah tercatat sebagai suami istri. Sehingga suami tetap berkewajiban memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Dalam hal ini perlindungan hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak senyata-nyata tidak ada lagi, namun anak-anak masih terlindungi.

Upaya yang dilakukan bagi istri yang diceraikan sepihak di luar pengadilan yaitu pengajuan gugatan gono gini secara tersendiri, ada segi positifnya yaitu akan mempermudah dan mempercepat proses perceraian karena tidak diperlukan pembuktian yang mendalam dalam permasalahan harta gono gini, yang dibuktikan cukup hal-hal yang menjadi persoalan perceraian. Disisi lain kelemahan dari pengajuan gugatan gono gini secara mandiri, bilamana harta gono gini berada di bawah kekuasaan suami atau istri akan rentan terjadi peralihan kepada pihak lain selain itu karena mereka sudah merasa tidak ada ikatan dan bahkan sudah sama-sama menikah lagi dengan pihak ketiga, rasa tanggung jawab sudah tidak ada, bahkan cenderung untuk saling menghukum.145

Bagi istri yang diceraikan sepihak diluar pengadilan, maka istri dapat perlindungan hukum atas hak harta perkawinan dengan cara diadakan pembagian.

Pembagian dilakukan menurut hukum adat yang berlaku dalam masyarakat

145 Hasil Wawancara, Moh. Hasyim, Hakim Pengadilan Agama Medan, pada tanggal 20 November 2018.

setempat. Pembagian yang dimaksud, dilakukan dengan membagikan harta bersama suami isteri menjadi dua bagian. Satu bagian untuk bekas suami dan satu bagian lagi untuk bekas istri. Cara pembagiannya, yaitu dengan terlebih dahulu mengalkulasikan semua harta kekayaan yang ada dalam jumlah uang. Kemudian setelah dikurangi untuk perlunasan hutang kedua belah pihak jika ada dan segala biaya untuk keperluan tersebut, sisanya dibagi kepada suami istri yang masing-masing mendapat satu bagian, pada kasus yang terjadi dalam pembagian harta bersama ini, para pihak mengundang pihak ketiga untuk membantu ikut menyelesaikan mengenai pembagian ini.146

Walaupun secara Kompilasi hukum Islam, ada perlindungan hukum tetapi tidak bisa dipraktekkan dalam kehidupan karena di Indonesia berlaku hukum nasional mengenai perkawinan yang sudah dikodifikasikan. Selama ini, setelah berpisah, sang istri yang diceraikan sepihak diluar pengadilan, tidak bisa menuntut banyak hal kepada sang suami, kadang-kadang sang istri meminta pertolongan kepada keluarga istri untuk mendapatkan perlindungan, seperti perlindungan hukum berupa dilindungi dari segala gangguan yang datang dari suami, atau pun bantuan atau perlindungan hukum berupa uang untuk kebutuhan hidup, karena kalau mau meminta bantuan dari pihak yang berwajib, sang istri harus menyerahkan dokumen yang terkait seperti akta perceraian, kenyataan tidak ada.147

146 Hasil Wawancara, Dharma Bakti NST, Mediator Pengadilan Agama Medan, pada tanggal 05 November 2018.

147 Hasil wawancara, Ibu X, Mengurus Rumah Tangga, Binjai, pada tanggal 10 Oktober 2018.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Prosedur perceraian menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah sama sama mengatur bahwa perceraian harus dilakukan di depan sidang pengadilan dengan acara peradilan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor: 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dimana diawali dengan perkara didaftarkan, Pemohon atau Penggugat dan pihak Termohon atau Tergugat serta Turut Termohon atau Turut Tergugat menunggu Surat Panggilan untuk menghadiri persidangan, lalu tahapan persidangan dimulai dengan upaya perdamaian atau disebut dengan mediasi, Ketika mediasi berhasil maka akan dilanjutkan dengan pembuatan akta perdamaian tetapi ketika mediasi tidak berhasil maka dilanjutkan dengan pembacaan permohonan atau gugatan, jawaban Termohon atau Tergugat, replik Pemohon atau Penggugat, duplik Termohon atau Tergugat, Pembuktian (Pemohon/Penggugat dan Termohon/Tergugat, kesimpulan (Pemohon/-Penggugat dan Termohon/Tergugat), Musyawarah Majelis yang terakhir adalah pembacaan Putusan.

2. Akibat hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak di luar pengadilan menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu dari segi status hukum, seorang istri yang telah diceraikan sepihak dianggap perceraiannya tidak sah secara hukum karena tidak dilakukan di depan pengadilan sesuai dengan Pasal 39 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Selanjutnya terhadap

harta benda dalam perkawinan, oleh karena perceraiannya dianggap tidak sah di mata hukum maka istri tidak dapat menuntut pembagian harta benda dalam perkawinan dan sulit untuk menerima hak-haknya.. Hak asuh anak karena selama ini sang anak tinggal dengan ibunya maka, anak tetap menjadi tanggung jawab ibunya, namun biaya hidup anaknya dari suaminya tanpa putusan pengadilan akan sulit diperoleh, kecuali dilakukannya upaya cerai gugat dari pihak istri.

3. Tidak ada perlindungan hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak di luar Pengadilan menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, karena tidak melakukan perceraian menurut prosedur yang telah ditetapkan terutama menurut yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sehingga tidak ada perubahan status hukum terhadap perkawinan tersebut.

B. Saran

1. Bagi Pihak Pengadilan selaku salah satu penegak hukum agar membuat program sosialisasi penyuluhan hukum tentang perkawinan serta perceraian secara rutin dan berkala agar masyarakat dapat semakin mengetahui betapa sakral dan pentingnya suatu perkawinan dan memperoleh pengetahuan tentang bagaimana suatu perkawinan itu harus dipertahankan dan bagaimana perceraian itu harus dilaksanakan sebagaimana seharusnya sesuai hukum yang berlaku sehingga perceraian khususnya perceraian secara sepihak di luar pengadilan dapat diminimalisir.

2. Bagi pejabat di Kantor Urusan Agama hendaknya memiliki data yang benar-benar akurat dan terkoneksi dengan data kemendagri, sehingga setiap orang yang mendaftarkan pernikahan akan dapat dicek dan semakin terjamin status seseorang dan terkait tindak penipuan data yang besar kemungkinan terjadi juga dapat dicegah dengan adanya data tersebut dan bagi para pembuat Undang-undang, hendaknya dapat meninjau kembali Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan membuat aturan tersendiri tentang bagaimana sanksi pidana terhadap suami yang menceraikan istrinya secara sepihak tanpa melalui pengadilan sehingga di kemudian hari para suami tidak dapat sewenang-wenang dalam menceraikan istrinya dan istri mendapatkan status hukum yang jelas.

3. Tehadap pasangan suami istri hendaknya lebih dewasa dalam menghadapi masalah dalam rumah tangga, pahami tanggungjawab masing-masing pihak dan tingkatkan rasa saling menghargai dan menghormati, agar terciptanya keluarga yang bahagia serta tidak ada anak yang menjadi korban dari suatu perkawinan tersebut dan apabila berakhir pada perceraian hendaknya dilakukan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Akademika Pressindo, Jakarta, 1992.

Abidin Slamet, Aminuddin, Fiqih Munakahat 2, Cetkan 1, Cv Pustaka Setia, Bandung, 1999.

Ahmad, Haidlor Ali, dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian Diberbagai Komunitas dan Adat, Penerbit Balai Penelitian Dan Pengembangan Agama, Jakarta, 2007.

Aibak,Kutbuddin,Metodologi Pembaruan Hukum Islam, Pustaka Pelajar, 2008.

Ali,Muhammad Daud,Hukum Islam, P.T. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1991.

Anshori, Abdul Ghofur, Hukum Perkawinan Islam (Perspektif Fikih dan Hukum Positif), UII Press,Yogyakarta, 2011.

Arikunto Suharsini, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Bineka Cipta, Jakarta, 1986.

Arto, Mukti, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Penerbit Pustaka Pelajar, Jakarta, 2003.

Ayyub Syaikh Hassan, Fikih Keluarga, Pustaka al-Kautsar, Jakarta, 2004.

As-Sa‟any, Subulussalam diterjemahkan Abu Baker, Jilid III, Al-Ikhlas, Surabaya, 1995.

Basri, Cik Hasan, Kompilasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, Cet.

II, Pasal. 115, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999.

Basyir, Ahmad Azhar,Hukum Perkawinan Islam, Penerbit UII Press, Yogyakarta,1999.

Bugin Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif, Akualisasi Metodologi Ke Arah Ragam Varian Kontemporer, Raja Grafindo, Jakarta, 2006.

Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama, Penerbit Badan Peradilan Agama RI, Jakarta, 2001.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2001.

Dewi, Diah Sulastri, Merancang Kesepakatan Perdamaian, Badan LitBang DikLat Mahkamah Agung RI, Megamendung, Jakarta 2015.

Doi A Rahman I, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

Ernaningsih, Wahyu dan Samawati, Putu, Hukum Perkawinan Indonesia, PT Rambang Palembang, Palembang, 2006.

Ernaningsih, Wahyu, “Perspektif Gender Dalam Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga”, Jurnal Ilmiah Pusat Studi Wanita Jipswari,Vol. I, Palembang: Unsri, No. 1 Tahun 2010.

Fattah Damanhuri, Teori Keadilan menurut John Rawls, Jurnal TAPIs Vol. 9 No.

2 Juli-Desember 2013.

Ghazaly, Abd. Rahman, Fiqh Munakahat, Penerbit Kencana,Bogor, 2003.

Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Adat, Penerbit PT Cipta Aditya Bakti, Bandung,1990.

__________, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat Hukum Agama, Mandar Maju, 1990.

Hafiz, Imam, Sunan Abi Daud, Penerbit Dar Ibn Hazm, Beirut, 1998.

Hamdani, H.S.A., Risalat Al-Nikah, Pustaka Amani, Jakarta, 2002.

Harahap, Yahya, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Penerbit Pustaka Kartini, Jakarta,1997.

_______, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

I. Doi, A Rahman,Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,2002.

Jasmani, Cerai Gugat Dalam Kompilasi Hukum Islam (Sebuah Analisis Fikih Indonesia)

Kementerian Agama RI, Musaf Al-Qur’an dan Terjemahannya, Penerbit PT.

Lentera Jaya Abadi, Jakarta, 2011.

Komaruddin, Yooke Tjuparmah S Komaruddin, Kamus istilah Karya Tulis Ilmiah, Bumi Aksara, Jakarta,2006.

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994.

Mamudi Sri dan Soekanto Soerjono, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995.

Manan Abdul, “Problematika Perceraian Karena Zina dalam Proses Penyelesaian Perkara di Lingkungan Peradilan Agama”, dalam Jurnal Mimbar Hukum Al-Hikmah, DITBINBAPERA, Jakarta No. 52 Th. XII 2001.

Mansyur, Abdul Qadir, Buku Pintar Fiqih Wanita : Segala Hal Yang Ingin Anda Ketahui Tentang Perempuan Dan Hukum Islam, terj. Muhammad Zaenal Arifin, Zaman, Cet. 1 Jakarta, 2012.

Manullang, E. Fernando M., Menggapai Hukum Berkeadilan, Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai ,Kompas, jakarta, 2007

Mardani, Hukum Acara Pedata Peradilan Agama & Mahkamah Syar’iyah, Editor, Tarmizi. Ed. 1. Cet. 2, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1991.

Muhammad, Syaikh Kamil „Uwaidah, Fiqih Wanita, Terj. M. Abdul Ghofar, EM, Pustaka al-Kautsar, Jakarta, 1998.

Munawir, Ahmad Warsan, Al-Munawir, Kamus Arab Indonesia, Penerbit Pustaka Progresif, Surabaya, 1997.

Muchtar, Kamal, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Bulan Bintang, Jakarta, 2004

Mushoffa, Aziz, Untaian Mutiara Buat Keluarga Cetakan I, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2007.

Nazir, Muhammad, Metode Penelitian, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1986.

Ningrat, Koentjoro, Metode-metode Penelitian masyarakat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997.

Nugroho, F.H. Edy, “Keberadaan Hukum Adat Dalam Penegakan Hukum Pidana Indonesia”, Gloria Juris, Vol. 8 No. 1 Tahun 2008, F.H. UNIKA Atmajaya, Jakarta, 2008.

Prodjohamidjodjo, Martiman, Hukum Perkawinan Indonesia, Penerbit Indonesia Legal Publishing, Jakarta, 2002.

Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta, Ilmu Fiqih, Departemen Agama, Jakarta, 1985.

Rafiq Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1997.

Rahardjo, Satjipro,Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta, 2003.

_______, Ilmu hukum,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,2000.

Ramulyo, Muhammad Idris, Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam,cet. 2, Bumi Aksara, Jakarta, 1999.

________, Hukum Perkawinan Islam, Bumi Akasara, Jakarta, 1990.

Rasjidi, Lili, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung, 1982.

Rusyd Ibnu, Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid, Penerjemah Imam Ghazali Said dan Ahmad Zaidun, Penerbit Pustaka Amani, Jakarta, 2007.

Sahrani, Tihami dan Sahari Fiqh Munakahat: Kajian Fiqh Nikah Lengkap, Cet.

Ke-7, Rajawali Pers, Jakarta, 2010.

Sanusi, H. M. Arsyad, “Keadilan Substantif dan Problematika Penegakannya”, Varia Pertadilan Majalah Hukum, Tahun XXV No. 288, Jakarta: Ikahi, 2009.

Simanjuntak, P.N.H., Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Pustaka Djambatan, Jakarta, 2007.

Syaifuddin Muhammad, Hukum Perceraian, Sinar Grafika, Jakarta, 2014.

Singarimbun, Masri, dkk, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1999.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudi, Penelitiant Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,1995.

_______, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1986.

Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988.

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan (UU No.

1 Tahun 1974), Penerbit Liberty, Yogyakarta,1982.

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1996.

Sudarsono, Hukum Perkawinan Internasional, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 1992.

Supriatna dkk, Fiqih Munakahat II, Bumi Aksara, Jakarta, 2001.

Suryabrata, Sumandi,Metodelogi Penelitian, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1998.

Susanto Heru, “Peran Hakim Agung Dalam Penemuan Hukum (Reshtsvinbding) dan Penciptaan Hukum (Rechtsschepping) Pada Era Reformasi dan Transformasi”, Jurnal Hukum Masalah-Masalah Hukum, Vol. 36 No. 2, Fakultas Hukum Undip April-Juni, Semarang 2007.

Tihami, Sahrani Sohari, Fikih Munakahat, PT Rajagrofindo Persada, Jakarta, 2003.

Thaib, M. Hasballah, Hukum Keluarga dalam Syariat Islam, 1993.

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.

________, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.

Widinarto Thomas, Asas-asas Hukum Perjanjian Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta, Salemba Empat, 2012).

Yamin Muhammad, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, (Medan, Pustaka Bangsa Press, 2003).

Yazid Muhammad, Hukum Perkawinan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2001.

Yunus, Mahmud, Hukum Perkawinan dalam Islam Menurut Mazhad: Syafi’i, Hanafi, Maliki dan Hambali, CV. Al-Hidayah, Jakarta, 1968.

B. Perundang-Undangan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

C. Jurnal.

Isnawati Rais, “Kedudukan Hukum Perempuan dalam Undang-Undang Perkawinan (UUP)”, Jurnal Legislasi Indonesia, Jakarta: Ditjen Peraturan Perundang- Undangan Kementerian Hukum dan HAM RI, Vol 7 No. 2 Tahun 2010.

Heru Susanto, “Peran Hakim Agung Dalam Penemuan Hukum (Reshtsvinbding) dan Penciptaan Hukum (Rechtsschepping) Pada Era Reformasi dan Transformasi”, Jurnal Hukum Masalah-Masalah Hukum, Vol. 36 No. 2, Fakultas Hukum Undip April-Juni, Semarang 2007.

D. Wawancara

Moh Hasyim, Hakim Pengadilan Agama Medan, pada tanggal 20 November 2018.

Dharma Bakti NST, Mediator Pengadilan Agama Medan, pada tanggal 05 November 2018.

Bapak X, Wiraswasta, Binjai, pada tanggal 18 Oktober 2018.

Ibu X, Mengurus Rumah Tangga, Binjai, pada tanggal 10 Oktober 2018.

Ibu X, Mengurus Rumah Tangga, Kabupaten Langkat, pada tanggal 10 Oktober 2018.