• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS. Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ISTERI YANG DICERAIKAN SECARA SEPIHAK TANPA MELALUI PENGADILAN

DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974

TENTANG PERKAWINAN

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

DEASY DEFA NATALIA 167011160/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

ABSTRAK

Perkawinan dalam kehidupan nyata tidak selamanya harmonis seperti yang diharapkan.

Padasaatterjadi keretakan suami istri tidak mampu mengendalikan dan tidak ada niat untuk mencari solusi, maka penyelesaian lewat perceraian tidak bisa dielakkan. Dalam hal perceraian harus memiliki alasan yang kuat sebagai dasar keinginan untuk bercerai. Fenomena yang terjadi dimana suami istri melakukan perkawinan secara resmi dan dicatatkan. Namun ketika suami ingin bercerai, hanya dengan mengucapkan kata cerai secara lisan saja. Padahal perceraianharus dilakukan di depan sidang pengadilan dan menggunakan penetapan dari hakim. Dari penjelasan tersebut di atas perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Permasalahan yang dibahas adalah Bagaimana prosedur perceraian menurut KHI dan Undang-Undang Perkawinan, Bagaimana akibat hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak di luar pengadilan menurut KHI dan Undang-Undang Perkawinan, dan Bagaimana perlindungan hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak di luar pengadilan menurut KHI dan Undang-Undang Perkawinan.

Metode penelitian ini adalah bersifat deskriptif analitis,. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prosedur perceraian menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah sama sama mengatur bahwa perceraian harus dilakukan di depan sidang pengadilan dengan acara peradilan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor: 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Akibat hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak di luar pengadilan dianggap perceraiannya tidak sah secara hukum karena tidak dilakukan di depan pengadilan sesuai dengan Pasal 39 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan istri tidak dapat menuntut pembagian harta benda dalam perkawinan maupun hak-haknya, serta hak asuh anak anak tetap menjadi tanggung jawab ibunya, namun biaya hidup anaknya dari suaminya tanpa putusan pengadilan akan sulit diperoleh, kecuali dilakukannya upaya cerai gugat dari pihak istri. Tidak ada perlindungan hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak di luar Pengadilan karena tidak melakukan perceraian menurut prosedur yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sehingga tidak ada perubahan status hukum terhadap perkawinan tersebut.

Kata Kunci : Perceraian, , Luar pengadilan,Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam

(4)

ABSTRACT

A marriage in the real life is not always harmonious as it is expected.

When it is breaking and the married couple cannot control it and are not willing to find any solution, it will be inevitably settled by a divorce which has to be grounded on a strong reason for those who are married legally recorded.

However, when a husband wants a divorce, he can do it by only saying it verbally. In fact, a divorce has to be done before a court and pronounced by a judge’s verdict. The research problems are how about the procedure of a divorce pursuant to the Islamic Law Compilation and Marriage Act, how about the legal consequence for a wife who is unilaterally divorced without litigation pursuant to the Islamic Law Compilation and Marriage Act, and how about the legal protection for such a wife.

The research method is analytical descriptive. It also used normative juridical method, namely a legal research with library study.

The result of the research demonstrates that the procedure of a divorce pursuant to the Islamic Law Compilation and Law No. 1/1974 on Marriage is that a divorce has to be done before a court by carrying out a legal hearing as regulated in Law No. 7/1989 on Religious Court. The legal consequence for a wife who has been unilaterally divorced without litigation is that their divorce is declared null and void because it was not done before a court in accordance with Article 39, paragraph 1 of Law No. 1/1974 on Marriage, and she cannot file a suit for the distribution of their joint property or her rights, and the custody of their children remains her right, but the husband’s responsibility to pay for the children’s living cost will be difficult to charge unless the divorce claim is filed by the wife. There is not any legal protection for the wife who is unilaterally divorced without litigation because the divorce is not done according to its procedure as regulated in the Government Regulation No. 9/1975 on the Implementation of Law No. 1/1974 on Marriage, so that the legal status of the marriage does not change at all.

Keywords: Divorce, Without Litigation, Law on Marriage No. 1/1974, Islamic Law Compilation

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan kemudahan sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis ini yang berjudul

“PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ISTRI YANG DICERAIKAN SECARA SEPIHAK TANPA MELALUI PENGADILAN DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTAN G PERKAWINAN”

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati, Penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara ,atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar SH, CN, M.Hum , selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen penguji saya yang dengan penuh perhatian memberikan saran dan kritik kepada Penulis

4. Bapak Dr. Edy Ikhsan,SH,MA, selaku Sekretaris Program studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen penguji saya yang dengan penuh perhatian memberikan saran dan kritik kepada Penulis

5. Ibu Dr. Idha Aprilyana, SH, M.Hum, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan perhatian, dukungan dan masukan kepada Penulis.

6. Ibu Dr. Yefrizawati,SH,M.Hum, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan perhatian, dukungan dan masukan kepada Penulis

7. Ibu Dr. Utary Maharani Barus,SH, M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah memberikan perhatian, dukungan dan masukan kepada Penulis

(6)

8. .Bapak-bapak dan Ibu-ibu staf pengajar serta para pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Kemudian juga motivator terbesar dalam hidup penulis yang selalu memberikan doa, cinta, kasih sayang, semangat serta dukungan yang tidak henti-hentinya kepada penulis yaitu Orang tua saya yang saya kasihi, Dermawan Sembiring dan Alm Farida Dewi Bukit dan Mona Megasari yang dengan penuh perjuangan telah selalu mendoakan, membesarkan dan mendukung serta mendidik sedemikian rupa sehingga Penulis dapat sampai pada jenjang ini, Suami yang saya cintai, Eka Ferry Sura Barus atas segala motivasi, tenaga,biaya dan dukungan yang sedemikian rupa sehingga Penulis dapat sampai ke jenjang ini dan Seluruh keluarga besar Sembiring dan Barus, khususnya kepada bibi tua Sedia Sembiring, bibi Kartina Tarigan, Frans Sembiring, Friska Sembiring, Farel Sembiring, Defani Sembiring, Andrew Sinulingga, Kevin Sinulingga, Gerald Sinulingga, kak Cici Barus, kak Maya Barus, Arida Barus dan Ely Barus yang telah memberikan semangat, Sahabat sahabat tercinta saya, Sundari Nasution, Margareth Silitonga, dan Founy Yulinisyah atas segala dukungannya selama ini, serta Kepada keluarga besar mahasiswa-mahasiswi Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Angkatan 2016 terkhusus group B dan C yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga kita semua sukses selalu. Amin.

Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan perhatiannya sehingga Penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kesempurna, namun diharapkan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Januari 2019 Penulis

DEASY DEFA NATALIA

NIM.167011160

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR ISTILAH ASING ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah. ... 2

C. Tujuan Penelitian. ... 2

D. Manfaat Penelitian ... 3

E. Keaslian Penelitian ... 3

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 4

1. Kerangka Teori ... 4

2. Konsepsi. ... 4

G. Metode Penelitian ... 5

1. Sifat Penelitian. ... 5

2. Jenis Penelitian ... 6

3. Data Penelitian. ... 6

4. Metode Pengumpulan Data ... 6

5. Alat Pengumpulan Data. ... 7

6. Analisis Data. ... 7

BAB II PROSEDUR PERCERAIAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN... 8

A. Perceraian Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) ... 8

1. Pengertian Perceraian ... 8

(8)

2. Alasan Perceraian ... 8

3. Bentuk dan Jenis Perceraian ... 9

B. Perceraian Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ... 11

1. Pengertian Perceraian ... 11

2. Alasan Perceraian ... 11

3. Bentuk dan Jenis Perceraian ... 12

C. Prosedur Perceraian menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ... 13

a. Cerai Talak (Permohonan) ... 14

b. Cerai Gugat (Putusan) ... 16

D. Prosedur Perceraian di Luar Pengadilan ... 18

BAB III AKIBAT HUKUM BAGI ISTRI YANG DICERAIKAN SECARA SEPIHAK DI LUAR PENGADILAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN ... 19

A. Akibat Hukum Terhadap Status Suami Dan Istri Yang Melakukan Perceraian Secara Sepihak ... 19

B. Akibat Hukum Terhadap Anak Akibat dari Perceraian yang Dilakukan Secara Sepihak ... 20

C. Akibat Hukum Terhadap Harta Bersama Perkawinan ... 21

D. Akibat Hukum Terhadap Tanggung Jawab Suami Sebagai Kepala Keluarga ... 22

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ISTRI YANG DICERAIKAN SEPIHAK DI LUAR PENGADILAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN ... 24

A. Faktor-faktor Terjadinya Perceraian di Luar Pengadilan ... 24

B. Perlindungan Hukum Melalui Proses Perceraian di Pengadilan ... 25

(9)

C. Perlindungan Hukum Bagi Istri Yang Diceraikan Secara Sepihak di Luar

Pengadilan Menurut Kompilasi Hukum Islam ... 28

D. Perlindungan Hukum Bagi Istri Yang Diceraikan Secara Sepihak di Luar Pengadilan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ... 28

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

A. Kesimpulan ... 30

B. Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(10)

DAFTAR ISTILAH ASING

Fasakh : Pembatalan perkawinan

Talak : Menurut bahasa melepaskan ikatan, sedangkan menurut istilah yaitu cerai

Furqah : Cerai atau perceraian

Sakinah : Tenteram

Mawaddah : Rasa cinta

Warahmah : Kasih sayang

Iddah : Masa tunggu setelah perceraian

Ijma’ : Kesepakatan ulama mengenai hukum Islam

Nusyuz : Meninggalkan perintah suami, menentangnya dan membencinya

Syiqaq : Perselisihan atau percekcokan antara suami istri Arbitrator : Pihak ketiga yang dipilih untuk menyelesaikan

masalah

Fakhishah : Terjadinya perzinahan salah satu dari pihak istri atau suami

Li’an : Sumpah seorang suami untuk meneguhkan tuduhannya bahwa istrinya berzinah

Khulu’ : Permintaan cerai dari istri kepada suami dengan memberikan imbalan

Iwadh : Tebusan atau ganti rugi

Talak Raj’i : Talak yang bisa rujuk kembali dalam masa iddah Talak Ba’in : Talak yang memisahkan sama sekali hubungan suami istri

Talak Ba'in kubraa : Habisnya talak tiga dan tidak bisa dinikahi kembali kecuali mantan istri menikah dengan orang lain kemudian bercerai.

Talak Ba'in shughraa : Talak yang tidak boleh dirujuk tetapi

diperbolehkan dengan melaksanakan akad nikah kembali meskipun dalam masa iddah

Qobla al dukhul : Antara suami dan istri belum pernah melakukan hubungan seksual selama perkawinannya

Ba'da al dukhul : Perceraian setelah hubungan intim. Wajib memberikan nafkah mut‟ah dan nafkah masa iddah

Talak Sunny : Talak yang dijatuhkan dalam keadaan suci atau tidak dicampuri

Talak Bid'i : Talak yang dijatuhkan dalam keadaan haid Qadi : Seorang hakim yang membuat keputusan berdasarkan syariat Islam

Gugat volunteer : Gugatan permohonan dalam permasalahan perdata

dalam bentuk permohonan

(11)

Gugat contentiosa : Gugatan yang mengandung sengketa diantara dua pihak atau lebih

Contradictoir : Tidak hadirnya salah satu pihak yang berperkara Toetemming : Pembolehan khusus untuk melakukan sesuatu

yang secara umum dilarang

Petitum : Hal diminta penggugat kepada hakim untuk dikabulkan

Replik : Jawaban tergugat

Duplik : Jawaban atas replik

Akta van dading : : Akta perdamaian yang dikeluarkan oleh pengadilan

Nebis in idem : Tidak boleh dituntut untuk kedua kalinya dalam kasus yang sama

Referte : Jawaban berbeli-belit

Eksepsi : Tangkisan Absolute : Mutlak

Eksepsi abscuurlibel : Gugatan kabur, tidak jelas, tidak dapat dipahami, atau bertentangan

Eksepsi dilatoir : Eksepsi yang menyatakan, bahwa gugatan penggugat belum dapat dikabulkan

Eksepsi peremtoir : Eksepsi yang menghalangi dikabulkannya gugatan

Eksepsi diskualifikator : Bahwa yang penggugat tidak mempunyai

kualifikasi/sifat untuk bertindak atau mengajukan gugatan, atau penggugat salah menentukan tergugat, baik menganai orangnya dan/atau identitasnya

Devaling : Kekeliruan

Dwang : Paksaan

Bed rog : Penipuan

Bepaalde underwerp : Persetujuan mengenai pokok tertentu

Geoorlosofde oorzaak : Adanya sebab yang halal dalam suatu perjanjian Talak tafwid : Talak yang diberikan suami kepada istrinya

berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh keduanya.

Ila’ : Sumpah seorang suami untuk tidak menyetubuhi istrinya

Zhihar : Kalimat yang mengumpamakan istri seperti ibu atau kakak dan adik kandung

Ihdad : Menahan diri

Hadhanah : Hak asuh anak

Mut’ah : Pemberian dari bekas suami kepada istrinya yang dijatuhi talak baik itu berupa benda atau uang.

Image : Kombinasi antara titik, garis, bidang, dan warna untuk menciptakan suatu imitasi dari suatu objek biasanya objek fisik atau manusia

(12)

Stereotype : Penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang

tersebut dapat dikategorikan

Condemnatoir : Jenis putusan hakim ditinjau dari sifatnya

Yustiabel : Orang-orang yang tunduk atau ditundukkan pada kekuasaan suatu badan peradilan tertentu

sedangkan yusidiksi merupakan kekuasaan memeriksa atau mengadili

Beschikking : Salah satu bentuk kegiatan pemerintah dalam menjalankan peranannya yang tergolong dalam perbuatan hukum pemerintah

(Rechtshandelingen)

Declaratoir : Putusan yang hanya sekedar menerangkan atau menetapkan suatu keadaan saja sehingga tidak perlu dieksekusi, demikian juga putusan constitutief, yang menciptakan atau menghapuskan suatu keadaan, tidak perlu dilaksanakan

Contentiosa : Permasalahan yang dimohon penyesuaian oleh pengadilan, pada prinsipnya tidak mengandung sengketa. Tidak ada pihak lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan.

Settlement : Pembayaran yang dilakukan per transaksi Wanprestasi : Cidera janji

In concreto : Dalam hal yang konkret atau istimewa Norm : Kaedah

Value : Kaedah dalam arti sempit

Directive interview : Wawancara yang dilakukan secara terarah Array : Urutan data

Clausa : Syarat

Rekonvensi : Mengajukan gugatan balik terhadap penggugat Case by case : Kasus demi kasus

Verstek : Putusan ketidakhadiran tergugat atau terdakwa dalam proses peradilan

Kekuatan eksekutorial ; kekuatan yang memberikan wewenang berupa dilaksanakannya apa yang dicantumkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat- alat negara

(13)

DAFTAR SINGKATAN

PK : Peninjauan kembali KHI : Kompilasi Hukum Islam

UUPA : Undang-Undang Peradilan Agama M.A.R.I : Mahkamah Agung Republik Indonesia PP : Peraturan Pemerintah

PMH : Penetapan Majelis Hakim.

PHS : Penetapan Hari Sidang

BP4 : Badan Penasihat Perkawinan dan Penyelesaian Perkawinan PERMA : Peraturan Mahkamah Agung

UUD : Undang- Undang Dasar

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan dalam syariat Islam merupakan perjanjian yang kuat dan kokoh yang dengannya Allah mengikat pria dan wanita, sehingga mereka disebut suami-istri.1 Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan Pasal 1 yang menyebutkan: Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2 Dengan adanya perkawinan, diharapkan dapat tercapainya tujuan perkawinan sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang dan sesuai dengan ajaran agama yang dianut.

Perkawinan disyariatkan agar manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.

Sakinah berarti diam3 ketenangan dan ketentraman jiwa 4, Mawaddah artinya saling berkehendak dan berkeinginan untuk saling memiliki, rasa cinta untuk memiliki segenap kelebihan dan kekurangannya.5 Rahmah adalah kasih sayang dan kemurahan yang memiliki pengabdian dalam hidup berkeluarga sebagai suami istri sampai akhir.6

1 Haidlor Ali Ahmad, dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian Diberbagai Komunitas dan Adat, Penerbit Balai Penelitian Dan Pengembangan Agama, Jakarta, 2007, hal. 74.

2 Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

3 Aziz Mushoffa, Untaian Mutiara Buat Keluarga Cetakan I, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2007, hal.27.

4 Ensiklopedi Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, Jilid 4, hal.201.

5 Aziz Mushoffa, Op. Cit, hal. 28.

6 Ibid.,

(15)

Menurut Ahmad Azhar Basyir: “dengan jalan perkawinan yang sah”

pergaulan laki-laki dan perempuan menjadi terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk yang bermartarbat, pergaulan rumah tangga dibina dalam suasana damai, tentram dan rasa kasih sayang antara suami dan istri. Anak keturunan dari hasil perkawinan yang sah menghiasi kehidupan keluarga dan sekaligus merupakan kelangsungan hidup manusia secara bersih dan berkehormatan.7

Suatu perkawinan yang sah akan menjadi sarana untuk mencapai cita-cita membina rumah tangga yang bahagia, di mana suami dan istri serta anak-anak dapat hidup rukun dan tenteram menuju terwujudnya masyarakat sejahtera materiil dan spirituil. Di samping itu perkawinan bukanlah semata-mata kepentingan dari orang yang melangsungkannya namun juga kepentingan keluarga dan masyarakat.

Perkawinan dalam arti luas menurut pendapat M. Hasballah Thaib, adalah: 8

1. merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan emosi dan seksual yang sah dan benar.

2. suatu mekanisme untuk mengurangi ketegangan.

3. cara untuk memperoleh keturunan yang sah.

4. menduduki fungsi sosial.

5. mendekatkan hubungan antar keluarga dan solidaritas kelompok.

7 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, UII Press, Yogyakarta 1999, hal. 1.

8 M. Hasballah Thaib, Hukum Keluarga dalam Syariat Islam, Fakultas Hukum.

Universitas Dharmawangsa, Medan, 1993, hal. 12.

(16)

6. merupakan perbuatan menuju ketaqwaan.

7. merupakan suatu bentuk ibadah, yaitu pengabdian kepada Allah mengikuti sunnah Rasulullah SAW.

Tujuan perkawinan merupakan “ibadah” itu amat luas. Setiap amal baik, menolong sesama, usaha-usaha produktif yang lain, bahkan ucapan yang baik saja merupakan bagian dari ibadah seorang muslim yang benar bagi Penciptanya.

Apabila suami istri itu memperhatikan tujuan utamanya perkawinan ini, tujuan pokok adalah bersatunya kedua belah pihak, dengan mudah mereka akan mengerti cara untuk saling membantu dalam mencapai tujuan ini. Tujuan pokok ini adalah tujuan yang jauh lebih besar ketimbang keinginan birahi semata-mata.

Mereka dapat belajar saling menghargai satu sama lain, mencintai Allah dalam keluarga mereka dan terhadap yang lainnya, serta mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kekurangan mereka.9

Namun dalam kehidupan nyata perkawinan tidak selamanya berlangsung mulus dan harmonis seperti yang diharapkan. Pertengkaran dan percekcokan dapat muncul yang menjadi benih perpecahan sering mewarnai rumah tangga.

Hal ini mungkin dikaitkan oleh adanya perubahan-perubahan tertentu yang mempengaruhi kehidupan suami istri. Pada saat keretakan sudah terjadi dan keduanya tidak mampu mengendalikan serta tidak ada niat untuk mencari solusi, maka penyelesaian lewat perceraian tidak bisa dielakkan.

Ketentraman dan keharmonisan yang semula menjadi dambaan dan tujuan berkeluarga menjadi goyah, yang akhirnya tidak mampu dipertahankan.

9 A Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 152.

(17)

Ketentraman dan kedamaian yang didambakan berubah menjadi pertikaian dan pertengkaran, rumah tangga bukan lagi seperti istana dan surga tetapi berubah bagaikan penjara dan neraka.10 Perceraian merupakan salah satu jalan untuk penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.

Dalam hal perceraian tentunya harus memiliki alasan yang kuat yang dapat dijadikan sebagai dasar keinginan untuk bercerai. Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah : 11

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan yang lainnya selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah karena hal ini lain di luar kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan yang berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri.

10 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, PT Cipta Aditya Bakti, Bandung 1990, hal. 169.

11 Pasal 9, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

(18)

f. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Yahya Harahap menjelaskan dalam bukunya, apabila suami hendak menceraikan istri, harus melalui jalur hukum yang harus ditempuhnya melalui gugatan permohonan ke Pengadilan Agama, menurut ketentuan Pasal 66 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Pasal 67 huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dalam perkara cerai talaq bisa dilakukan secara sepihak. 12

Fenomena yang terjadi di masyarakat, pasangan suami istri melakukan perkawinan secara resmi dan dicatatkan. Namun kadang terjadi ketika suami ingin mengakhiri perkawinannya, suami hanya menceraikan istrinya dengan hanya mengucapkan kata cerai dengan lisan saja. Seharusnya suami dan istri yang menikah dengan resmi, jika harus bercerai maka harus dilakukan dimuka pengadilan dan menggunakan penetapan dari hakim.

Kasus ini dialami oleh seorang Ibu berinsial X, yang beralamat di Kota Binjai, menikah secara sah pada tahun 2005 berdasarkan Kutipan Akta Nikah Nomor : 336/47/IV/2005 serta telah dikaruniai seorang anak laki-laki dan setelah 2 (dua) tahun berjalan perkawinan tersebut terjadi perselisihan yang menyebabkan suami menjatuhkan talak kepada istrinya dan suami meninggalkan istrinya selama kurang lebih 2 (dua) tahun tanpa adanya proses perceraian secara pengadilan. Tidak ada akta perceraian yang membuktikan bahwa pasangan suami istri tersebut telah resmi bercerai. Sang istri dalam kondisi tidak berkemampuan

12 Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Pustaka Kartini, Jakarta, 1997, hal. 231.

(19)

secara ekonomi untuk mengurus perceraiannya. Pada tahun 2007 diketahui bahwa sang suami telah menikah lagi secara sah dan memiliki buku nikah dalam perkawinan yang kedua kalinya.13

Kasus yang sama terjadi di Kabupaten Langkat, ada sepasang suami istri yang menikah ditahun 1990 secara agama dan didaftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA) setempat, belum sempat memiliki anak, pasangan tersebut pisah secara agama dan tidak mendaftarkan perceraiannya ke Pengadilan, lalu ditahun 2017 sang istri menikah lagi secara agama dan didaftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA) dengan pria lain sehingga memiliki buku nikah untuk kedua kalinya tanpa dilakukannya perceraian terhadap perkawinan sebelumnya di pengadilan yang berwenang.

Meskipun pada dasarnya dalam Kompilasi Hukum Islam apabila suami mengucapkan cerai terhadap istri maka jatuhlah talak tersebut, namun perceraian di luar pengadilan akan menimbulkan akibat yang ditimbulkan terhadap mantan istri dan anak-anak, sehingga perlindungan hukum terhadap istri dan anak tidak tercapai. Berdasarkan uraian-uraian di atas, perlu kiranya dilakukan penelitian untuk mengkaji ketentuan perceraian secara sepihak, dan selanjutnya penelitian ini diberi judul “Perlindungan Hukum Bagi Istri Yang Diceraikan Secara Sepihak Tanpa Melalui Pengadilan Ditinjau Dari Kompilasi Hukum Islam dan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan”.

13 Wawancara, Ibu X, di Kota Binjai, Pada tangga l 3 Februari 2018.

(20)

B. Perumusan Masalah.

Berangkat dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur perceraian menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan?

2. Bagaimana akibat hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak di luar pengadilan menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan?

3. Bagaimana perlindungan hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak di luar pengadilan menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan?

C. Tujuan Penelitian.

Perumusan tujuan penelitian selalu berkaitan erat dalam menjawab permasalahan yang menjadi fokus penulisan, sehingga penulisan hukum yang akan dilaksanakan tetap terarah. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui dan menganalisis prosedur perceraian menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

2. Mengetahui dan menganalisis akibat hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak di luar pengadilan menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

(21)

3. Mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak di luar pengadilan menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

D. Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian sebagaimana tersebut di atas, selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :

1. Manfaat Teoretis

Memberikan tambahan wawasan dan masukan pengetahuan bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta dapat digunakan sebagai bahan pengkajian lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep ilmiah yang pada gilirannya dapat memberikan andil bagi pengembangan ilmu hukum di Indonesia, khususnya dalam lapangan hukum perkawinan.

2. Manfaat Praktis

Untuk memberi referensi bagi praktisi hukum, akademisi dan pasangan suami isteri dalam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan hal tersebut.

E. Keaslian Penelitian

Dari hasil penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan sekolah pasca sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul

“Perlindungan Hukum Bagi Istri Yang Diceraikan Secara Sepihak Tanpa Melalui Pengadilan Ditinjau Dari Segi Hukum Islam dan Hukum Perdata” belum pernah

(22)

dilakukan. Memang pernah ada penelitian tentang perceraian yang dilakukan : 1. Nama Aiya Ernita, NIM 117011048, Judul Tesis : Perkawinan Dengan

Perempuan Yang Diceraikan Di luar Pengadilan (Studi Kecamatan Ulee Kareng Banda Aceh).

Perumusan Masalah:

a. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian di luar Pengadilan ?

b. Bagaimana keabsahan perkawinan selanjutnya yang dilakukan perempuan yang diceraikan suaminya di luar pengadilan dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif ?

c. Bagaimana akibat hukum perceraian yang dilakukan di luar pengadilan menurut ketentuan hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia ?

2. Nama Lisdawarta Purba, NIM 002111029, Judul Tesis : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Hak Anak (Kajian Pada Perkawinan Yang Tidak Didaftarkan Pada Kantor Catatan Sipil Pada Masyarakat Karo).

Perumusan Masalah :

a. Bagaimana keabsahan suatu perkawinan yang tidak didaftarkan di Kantor Catatan Sipil?

b. Bagaimana tanggung jawab orang tua setelah perceraian terhadap pemeliharaan dan nafkah hidup anak?

c. Bagaimana hubungan antara anak dengan kedua orang tua dan kerabat kedua orang tua setelah perceraian apabila perkawinan tidak didaftarkan di Kantor Catatan Sipil?

(23)

3. Nama A. Rico H. Sitanggang, NIM 037011006, Judul Tesis : Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian (Studi Pada Pengadilan Negeri Siak Indrapura - Riau).

Perumusan Masalah:

a. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan putusnya perkawinan karena perceraian?

b. Bagaimana akibat hukum terhadap anak dan harta perkawinan yang disebabkan perceraian melalui putusan pengadilan?

c. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam mengadili perkara perceraian di Pengadilan Negeri Siak Indrapura – Riau?

Permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

Dengan demikian penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi maupun dari permasalahan, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik sehingga akan bertanggungjawab sepenuhnya apabila dikemudian hari ternyata penelitian ini merupakan hasil plagiat dari penelitian yang telah ada sebelumnya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori harus mengungkapkan suatu tesis atau argumentasi tentang fenomena tertentu yang dapat menerangkan bentuk substansi atau eksistensinya, dan suatu teori harus konsisten tentang apa yang diketahui tentang dunia sosial oleh partisipan dan ahli lainnya, minimal harus ada aturan-aturan penerjemah

(24)

yang dapat menghubungkan teori dengan ilmu bahkan pengetahuan lain,14 sedangkan kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoretis15.

Kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam teori hukum adalah teori kepastian hukum, teori perlindungan hukum dan teori keadilan. Teori pertama yaitu teori kepastian hukum dari Soerjono Soekanto yang menyatakan yang penting dalam kepastian hukum adalah peraturan dan dilaksanakan peraturan itu sebagaimana yang ditentukan. Apakah peraturan itu harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakat adalah di luar pengutamaan kepastian hukum. Dengan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, siapapun yang berkepentingan akan mudah mengetahui kemungkinan apa yang tersedia baginya untuk menguasai, menggukan sesuatu yang diperlukannya, bagaimana cara memperolehnya, hak-hak, kewajiban serta larangan yang ada di dalamnya.16

Teori kepastian hukum menekankan pada penafsiran dan sanksi yang jelas agar suatu perjanjian dapat memberikan kedudukan yang sama antar subyek hukum yang membuat perjanjian itu. Kepastian memberikan kejelasan dalam melakukan perbuatan hukum saat pelaksanaan perjanjian dalam bentuk prestasi bahkan saat perjanjian tersebut telah masuk kepada wanprestasi.17

Memperbaiki kepastian hukum, memang bukan satu-satunya dan juga

14 Ibid., hal. 23.

15 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung , 1994, hal. 80.

16 Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial, Alumni, Bandung, 1982, hal. 21.

17 Thomas Widinarto, Asas-asas Hukum Perjanjian Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Salemba Empat, Jakarta, 2012, hal. 46.

(25)

tidak dapat berdiri sendiri, namun dengan mengetahui hak dan kewajiban masing- masing yang diatur dalam hukum sangat dimungkinkan tidak terjadi sengketa,18 artinya bila kepastian hukum yang dijadikan sasaran, maka hukum formal adalah wujud yang dapat diambil sebagai tolak ukurnya, dengan demikian perlu mengkaji hukum formal sebagai basis dalam menganalis suatu kebijakan yang dapat memberikan suatu kepastian hukum. Teori kepastian hukum ini digunakan untuk mencari kepastian hukum bagi mantan istri yang telah diceraikan diluar pengadilan atau sepihak, dalam hal statusnya, status harta gono gini dan anaknya.

Kepastian Hukum menurut Gustaf Radbruch yang menyatakan dua macam pengertian kepastian hukum,19 yaitu kepastian hukum oleh hukum dan kepastian hukum dalam atau dari hukum. Hukum yang berhasil menjamin banyak kepastian hukum dalam masyarakat adalah hukum yang berguna. Kepastian hukum oleh karena hukum memberi tugas hukum yang lain, keadilan hukum serta hukum harus tetap berguna. Sedangkan kepastian hukum dalam hukum tercapai apabila hukum tersebut sesuai dalam undang-undang. Dalam undang-undang tersebut terdapat ketentuan-ketentuan yang bertentangan (undang-undang berdasarkan suatu sistem yang logis dan praktis). Undang-undang dibuat berdasarkan keadaan hukum yang sungguh-sungguh dan dalam undang-undang tersebut tidak dapat ditafsirkan berbeda-beda.

Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam

18 Muhammad Yamin, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003, hal. 41-42.

19E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan, Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai ,Kompas, jakarta, 2007, hal. 88.

(26)

artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir) dan logis dalam artian dia menjadi sistem norma dengan norma lain, sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan karena ketidakpastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma.20

Teori ini digunakan untuk mencari kepastian hukum bagi istri yang diceraikan secara sepihak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Kerangka teori kedua yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori perlindungan hukum menurut Salmond yang menjelaskan bahwa hukum bertujuan mengintergrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di para pihak.21 Perlindungan hukum merupakan kebutuhan dalam lalu lintas hukum masyarakat, karena lalu lintas tersebut terdapat kepentingan dalam hubungan hukum masyarakat yang disebut dengan kepentingan hukum.

Teori ketiga yang digunakan adalah teori keadilan menurut John Rawls yang memiliki dua tujuan yaitu : Pertama, teori ini mau mengartikulasikan sederet prinsip-prinsip umum keadilan yang mendasari dan dan menerangkan berbagai keputusan moral yang sungguh-sungguh dipertimbangkan dalam

20 Ibid, hal. 89.

21 Sajipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung , 2000, hal. 53.

(27)

keadaan-keadaan khusus yang terjadi. Keputusan moral adalah sederet evaluasi moral yang telah di buat dan sekiranya menyebabkan tindakan sosial yang terjadi dimasyarakat. Keputusan moral yang sungguh dipertimbangkan menunjuk pada evaluasi moral yang terjadi secara refleksif. Kedua, Rawls mau mengembangkan suatu teori keadilan sosial yang lebih unggul atas teori utilitarianisme. Rawls memaksudkannya “rata-rata” (average utilitarianisme). Maksudnya adalah bahwa institusi sosial dikatakan adil jika diabadikan untuk memaksimalisasi22

Suatu institusi sosial yang terjadi di masyarakat akan menimbulkan keadilan bagi masyarakat melalui keputusan-keputusan moral yang diambil oleh masyarakat tersebut. Teori ini digunakan untuk mencari keadilan yang diperoleh bagi istri yang diceraikan secara sepihak oleh suaminya di luar pengadilan, dalam hal statusnya dan serta hak dan kewajibannya.

2. Konsepsi.

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam pikiran (berupa ide). Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi antara abstraksi dan realitas.23

Selanjutnya, Suwandi Suryabrata memberikan arti khusus apa yang dimaksud dengan konsep, menurut beliau, sebuah konsep berkaitan dengan definisi operasional. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasi dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi

22 Damanhuri Fattah, Teori Keadilan menurut John Rawls, Jurnal TAPIs Vol. 9 No. 2 Juli-Desember 2013.

23 Masri Singarimbun, dkk, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1999, hal. 34.

(28)

operasional. 24

Konsep dapat dilihat dari segi subyektif dan obyektif, dari segi subyektif konsep merupakan suatu kegiatan intelek untuk menangkap sesuatu. Sedangkan dari segi obyektif, konsep merupakan suatu yang ditangkap oleh kegiatan intelek tersebut, hasil dari tangkapan akal manusia itulah yang dinamakan konsep.25

Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum di samping yang lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum.

Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.26

Dalam kerangka konseptional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.27 Selanjutnya konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalah dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari sekolompok fakta atau gejala itu. Maka konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan

24 Sumandi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 3.

25 Komaruddin, Yooke Tjuparmah S Komaruddin, Kamus istilah Karya Tulis Ilmiah, Bumi Aksara, Jakarta, 2006, hal. 122.

26 Satjipto Rahardjo, Ilmu hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung , 1996 hal. 70.

27 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudi, Penelitiant Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 7.

(29)

antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya gejala empiris.28

Beranjak dari judul tesis ini, yaitu : “Perlindungan Hukum Bagi Istri Yang Diceraikan Secara Sepihak Tanpa Melalui Pengadilan Ditinjau Dari Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan”

maka dapatlah dijelaskan konsepsi ataupun pengertian dari kata demi kata dalam judul tersebut, yaitu sebagai berikut :

a. Perlindungan Hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu Hak Asasi Manusia kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.29

b. Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.30

c. Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami istri dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa di antara suami istri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri.31

d. Suami adalah pria yang menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita

28 Koentjoro Ningrat, Metode-metode Penelitian masyarakat, 1997, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 21.

29 Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta, 2003, hal.

121.

30 Pasal 1, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

31 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974), Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1982, hal. 12.

(30)

(istri).32

e. Istri adalah wanita (perempuan) yang telah menikah atau yang bersuami.33

f. Sepihak adalah satu pihak (sisi).34

g. Pengadilan adalah badan yang melakukan peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.35

h. Di luar pengadilan merupakan penyelesaian yang tidak mengikuti hukum acara di pengadilan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, secara lisan tanpa ada bukti tertulis dan tidak ada konsekuensi dari pelanggarannya.36

i. Kompilasi Hukum Islam adalah rangkuman dari berbagai pendapat hukum yang diambil dari berbagai kitab yang ditulis oleh para ulama fikih yang biasa dipergunakan sebagai referensi pada Pengadilan Agama untuk diolah dan dikembangkan serta dihimpun ke dalam satu himpunan.37

32 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2001, hal. 1093.

33 Ibid,.

34 Ibid, hal. 871.

35 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 180.

36 Hasil Wawancara, Moh. Hasyim, Hakim Pengadilan Agama Medan, pada tanggal 20 November 2018.

37 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Akademika Pressindo, Jakarta, 1992, hal. 12.

(31)

G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu data hasil penelitian, baik yang berupa data hasil studi dokumen yang menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum in concreto yang menyangkut permasalahan maupun penelitian lapangan yang berupa hasil pengamatan dianalisa secara kualitatif.

2. Jenis Penelitian.

Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan. Menggunakan pendekatan yuridis normatif oleh karena sasaran penelitian ini adalah hukum atau kaedah (norm). Pengertian kaedah meliputi asas hukum, kaedah dalam arti sempit (value), peraturan hukum konkret. Penelitian yang berobjekan hukum normatif berupa asas-asas hukum, sistem hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal.38

Penelitian ini sering disebut juga penelitian dokumenter untuk memperoleh data sekunder di bidang hukum. Penelitian lebih meliputi penelitian asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang berlaku, literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan. Titik berat penelitian tertuju pada penelitian dokumenter, yang berarti lebih banyak menelaah dan mengkaji data sekunder yang diperoleh dari penelitian.

38 Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., hal. 70.

(32)

3. Data Penelitian.

Penelitian ini menitikberatkan pada studi kepustakaan. Dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan tesis ini, menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dari arsip-arsip, bahan pustaka, data resmi pada instansi pemerintah, undang-undang, makalah yang ada kaitannya dengan masalah yang sedang diteliti, yang terdiri dari :

a). Bahan hukum primer,39 yaitu bahan hukum yang mengikat, yaitu : Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

b). Bahan hukum sekunder,40 yaitu bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer, antara lain berupa jurnal-jurnal perkawinan mengenai perceraian.

c). Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan hukum yang sifatnya penunjang untuk dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum.41

Data pendukung dalam penelitian ini juga menggunakan data primer, yaitu data yang diambil langsung dengan wawancara yang dilakukan secara terarah (directive interview),42 yaitu dengan 2 (dua) pasangan suami istri yang berdomisili di Kota Binjai dan Kabupaten Langkat, seorang pelaku cerai gugat di

39 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hal. 55.

40 Ibid.

41 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., hal. 14.

42 Ronny Hanitijo Soemitro, Op.Cit., hal. 20.

(33)

Kabupaten Langkat, Mediator Pengadilan Agama Medan dan hakim di Pengadilan Agama Medan untuk menunjang data dan hasil penelitian.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Studi pustaka dilakukan guna memperoleh data sekunder, dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa peraturan- peraturan, teori dan dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

Studi pustaka ini dilakukan dengan mengumpulkan data dan bahan yang berkaitan dengan akibat hukum dari adanya perceraian sepihak dan di luar pengadilan, melalui buku-buku, majalah-majalah, tulisan-tulisan, dan peraturan perundang-undangan.

5. Alat Pengumpulan Data.

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui alat pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara :

a. Studi dokumen digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian.43

b. Pedoman wawancara digunakan sebagai panduan dalam melaksanakan wawancara dengan tujuan ketika wawancara itu hendak dilakukan, maka

43 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hal. 21.

(34)

dapat dikuasai dengan baik dan berhasil. Guna memperoleh wawancara dengan baik dalam pedoman wawancara ini akan diuraikan beberapa pertanyaan tentang kasus diatas seperti apa yang menjadi alasan-alasan suami tersebut hanya menceraikan istri dengan lisan saja tidak didepan Hakim dan mediator serta, apa yang terjadi terhadap istri tersebut dalam hak status, hak dan kewajibannya sebagai istri.

6. Analisis Data.

Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisa secara kualitatif. Analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisir data, memilah-milah data menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistematisnya, mencari dan menemukan pola, menemukan yang penting dan apa yang dapat diceritakan orang lain.44

Setelah data sekunder terkumpul, maka langkah berikutnya adalah menganalisa, dan diteruskan dengan mengolah data. Hal pertama yang dilakukan yaitu mengelompokkan data sehingga mempermudah menemukan jawaban dari permasalahan yang ada di penelitian ini. Kemudian data yang teah terkumpul tersebut diklasifikasikan sehingga merupakan suatu urutan data (array) untuk selanjutnya mengambil kesimpulan.45

Adapun kesimpulan yang akan diambil dilakukan dengan caa deduktif yaitu proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berkaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum. Proses

44 Burhan Bugin, Metodologi Penelitian Kualitatif, Akualisasi Metodologi Ke Arah Ragam Varian Kontemporer, Raja Grafindo, Jakarta, 2006, hal. 219.

45 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Bineka Cipta, Jakarta, 1986, hal. 244.

(35)

penalaran ini disebut penalaran deduktif yang merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.46

46 Santoso, Penalaran Deduktif dan Induktif, di akses pada http,//santoso, blogspot.com/2008/08/penalaran-induktif-dan-deduktif-materi.html,tanggal13 Februari 2018.

(36)

BAB II

PROSEDUR PERCERAIAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG

PERKAWINAN

A. Perceraian Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) 1. Pengertian Perceraian

Perceraian merupakan salah satu penyebab putusnya perkawinan. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 113 Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang mengatur bahwa putusnya perkawinan dapat dikarenakan tiga alasan, yaitu kematian, perceraian, dan putusan pengadilan.47

Putusnya ikatan perkawinan karena kematian adalah berakhirnya ikatan suami istri disebabkan wafatnya salah seorang dari mereka. Adapun yang dimaksud dengan putusnya perkawinan karena perceraian adalah berakhirnya ikatan perkawinan karena perceraian yang dilangsungkan di pengadilan. Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak oleh suami atau gugatan perceraian oleh istri. Sedangkan yang dimaksud dengan putusan pengadilan adalah putusnya ikatan perkawinan yang didasarkan atas putusan pengadilan selain cerai talak dan cerai gugat, seperti pembatalan perkawinan (fasakh).

Kata talak berasal dari bahasa Arab yang bermakna melepaskan atau mengurangi tali pengikat, baik tali pengikat itu bersifat konkret seperti tali pengikat kuda maupun

47Mohd. Idris Ramulyo,Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam,cet. 2, Bumi Aksara, Jakarta, 1999, hal. 152.

(37)

bersifat abstrak seperti tali pengikat perkawinan.48 Dalam kamus Arab Indonesia, cerai adalah terjemahan bahasa Arab “Talak” yang secara bahasa artinya melepaskan ikatan.49

Dalam istilah Fiqh perceraian dikenal dengan istilah “Talaq” atau

“Furqah”. Talaq berarti membuka ikatan atau membatalkan perjanjian.

Sedangkan Furqah berarti bercerai yang merupakan lawan kata dari berkumpul.

Perkataan talaq dan furqah mempunyai pengertian umum dan khusus. Dalam arti umum berarti segala macam bentuk perceraian yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim. Sedangkan dalam arti khusus adalah perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami.50

Cerai secara bahasa talak bermakna pelepasan ikatan yang kokoh.51 Pengertian talak menurut istilah dari definisi oleh ahli hukum sangat beragam akan tetapi maksudnya sama yaitu talak dapat diartikan sebagai lepasnya ikatan pernikahan dan berakhirnya hubungan pernikahan.52

Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu penyebab putusnya pernikahan, dengan cara sebagai mana dimaksud dalam Pasal 129, 130, dan 131.53 Jadi, pada intinya talak adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami istri yang diakibatkan oleh sebab-sebab

48Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta, Ilmu Fiqih, Departemen Agama,Jakarta, 1985, hal. 226.

49Ahmad Warsan Munawir, Al-Munawir, Kamus Arab Indonesia, Penerbit Pustaka Progresif, Surabaya,1997 hal. 207.

50Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, PT. Liberti Yogyakarta, 2004, hal. 103.

51As-Sa‟any, Subulussalam diterjemahkan Abu Baker, Jilid III, Al-Ikhlas, Surabaya, 1995, hal.609.

52H.S.A. Al Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam. Pustaka Amani, Jakarta,2002, hal. 203.

53Ibid., hal. 176.

(38)

tertetu yang tidak dapat memenuhi tujuan dari diadakannya suatu perkawinan, yaitu keluarga yang Sakinah mawaddah warahmah.

Menurut H. A. Fuad Sa‟id yang dimaksud dengan perceraian adalah putusnya perkawinan antara suami-istri karena tidak ada kerukunan dalam rumah tangga atau sebab lain, seperti mandulnya istri atau suami dan setelah diupayakan perdamaian dengan melibatkan keluarga kedua belah pihak.54

Meskipun Islam mensyariatkan perceraian tetapi bukan berarti agama Islam menyukai terjadinya perceraian dari suatu perkawinan dan perceraian pun tidak boleh dilaksanakan setiap saat yang dikehendaki. Perceraian walaupun diperbolehkan tetapi agama Islam tetap memandang bahwa perceraian adalah sesuatu yang bertentangan dengan asas-asas Hukum Islam.55

Perceraian masih diperbolehkan dalam Islam selama perkawinan yang telah terjadi tidak dapat dipertahankan lagi. Ini merupakan cara yang terakhir ditempuh dalam suatu perkawinan jika perkawinan tersebut menemui masalah yang tidak dapat diselesaikan melalui jalan perdamaian. Adapun dasar dari diperbolehkannya talak, antara lain :

54Abdul Manan, “Problematika Perceraian Karena Zina dalam Proses Penyelesaian Perkara di Lingkungan Peradilan Agama”, dalam Jurnal Mimbar Hukum Al-Hikmah, DITBINBAPERA, Jakarta No. 52 Th. XII 2001, hal. 7.

55Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, Cetakan Keenam, Liberty, Yogyakarta, 2007, hal. 104.

(39)

1) Al-Qur‟an

Terdapat dalam Surah Al-Baqarah ayat 232 yang artinya :

“apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma‟ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”56

Selain itu Terdapat juga dalam Surah At-Thalaq ayat 1 yang artinya:

“Wahai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.”57

2) Sunnah, Hadist riwayat Abud Daud dan Ibnu Majah dan Sanad yang sahih, yang artrinya Dan dari Ibnu Umar, bahwa sesungguhnya Rasullullah SAW bersabda :

“Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah Azza wa Jalla adalah Talak.58

3) Ijma‟, yaitu kesepakatan para fuqaha yang memperbolehkan talak, mengingat bahwa karena talak akan dapat terjadi atau dilakukan jika

56Kementerian Agama RI, Musaf Al-Qur’an dan Terjemahannya, Penerbit PT. Lentera Jaya Abadi, Jakarta, 2011, hal. 38.

57Ibid., hal. 559.

58Imam Hafiz,Sunan Abi Daud, Penerbit Dar Ibn Hazm,Beirut, 1998, hal. 334.

(40)

terdapat ketidakharmonisan dalam rumah tangga (pada keadaan suami istri). 59

c. Alasan Perceraian

Alasan perceraian menurut Kompilasi Hukum Islam terdapat pada Pasal 116 yang berbunyi perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan: 60

a. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan, dalam kenyataan yang sering terjadi adalah suami atau istri melakukan perzinahan atau menjadi pemabuk karena pengaruh lingkungan sekitar serta kurang kuatnya keimanan salah satu pihak tersebut.

b. salah satu pihak mninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya, hal ini disebabkan salah satunya dikarenakan alasan pertama harus mencari nafkah, namun tidak kembali pulang kerumah setelah mendapat nafkah dengan sengaja tidak menghubungi keluarga yang ditinggalkan, sehingga keluarga yang ditinggalkan tidak bisa berbuat apapun, dikarenakan ketidamampuan secara ekonomi serta kurangnya kesadaran hukum.

c. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung, setelah perkawinan berlangsung, ternyata ada gugatan dari pihak lain kepada salah satunya terutama suaminya atau ditangkap oleh pihak penyidik,

59Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, Dar al Fikr, Beirut, 1989, hal 357

60Muhammad Yazid, Hukum Perkawinan Islam,Bumi Aksara, Jakarta, 2001, hal. 153.

(41)

dan ternyata istrinya tidak mengetahui tentang hal itu, ini dikarenakan kurangnya keterbukaan sesama pasangan hidup dan tidak adanya saling pengertian antara pasangan hidup.

d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain, atau kekerasan dalam rumah tangga, sebelum menikah tidak ada tanda-tanda bahwa calon suami atau istri kasar atau suka bermain tangan, namun setelah melakukan perkawinan, kepribadian pasangan terlihat dan salah satunya terbukti melakukan kekejaman, hal ini disebabkan karena tidak ada pengenalan kepribadian yang baik.

e. salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri, hal ini dikarenakan karena tidak melakukan cek kesehatan di instansi kesehatan yang terkait,

f. antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga, karena tidak ada yang mau mengalah, serta tidak mau menggunakan pihak ketiga sebagai mediator agak perselisihan cepat selesai,

g. Suami melanggar taklik talak, hal ini disebabkan karena ketidakyakinan suami tersebut yang masih menggantung talak.

h. peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga, hal ini biasanya terjadi karena

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini penting untuk dilaksanakan guna memberikan informasi dan data bagi perkembangan ilmu hukum dan studi kenotariatan dan masyarakat khususnya mengenai

PELAKSANAAN LELANG BARANG HASIL SITA PAJAK MELALUI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SECARA ONLINE DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG KOTA MEDAN TESIS Diajukan Untuk Memperoleh

Bagi Yayasan yang telah ada sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan harus menyesuaikan

KEDUDUKAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN (ORMAS) BERBENTUK PERKUMPULAN YANG TIDAK BERBADAN HUKUM (STUDI PADA PERKUMPULAN GENERASI MANAHAN BERKEDUDUKAN DI KOTA MEDAN)

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan menjelaskan kejadian yang diamati, yaitu menggali mengenai kekuatan hukum atas

Kendala yang dialami PPAT dalam melaksanakan perannya turut mengawasi pemungutan BPHTB atas transaksi jual beli hak atas tanah dan bangunan di Kabupaten Samosir antara

Pembocoran isi akta yang dilakukan oleh notaris kepada orang- orang yang tidak berkepentingan terhadap akta tersebut merupakan suatu pelanggaran jabatan yang juga

Perlindungan hukum bila dijelaskan harfiah dapat menimbulkan banyak persepsi. Sebelum mengurai perlindungan hukum dalam makna yang sebenarnya dalam ilmu hukum, menarik