• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS. Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara."

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TERBITNYA SERTIPIKAT HAK MILIK PADA TANAH GARAPAN YANG MASIH

BERSTATUS HAK GUNA USAHA ( STUDI PADA PTPN III MEMBANG MUDA

KABUPATEN LABUHAN BATU )

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

RIRIN RISMAULI 157011065/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)
(3)

Telah diuji pada

Tanggal : 24 Agustus 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH.,MS.,CN ANGGOTA : 1. Prof. Dr. Syafrudin Kalo, SH., Mhum

2.Prof. Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum

3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., CN, M.Hum, 4. Dr. Edy Ikhsan, SH., MA

(4)
(5)

ANALISIS YURIDIS TERBITNYA SERTIPIKAT HAK MILIK PADA TANAH GARAPAN YANG MASIH BERSTATUS HAK GUNA USAHA ( STUDI PADA PTPN III MEMBANG MUDA KABUPATEN LABUHAN BATU )

ABSTRAK

PTPN III Membang Muda terdaftar sebagai pemegang Hak Guna Usaha sejak tanggal 23 Desember 2005 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 119/HGU/BPN/2005, dimana masa HGU akan berakhir pada tanggal 23 Desember 2005 dan masih dimungkinkan untuk memperpanjang HGU sampai dengan 25 tahun. Pada areal yang masih dalam areal perkebunan PTPN III Membang Muda, terbit pula Sertipikat Hak Milik atas nama HSN yang terdaftar pada Kantor BPN setempat tertanggal 12 April 2012.

Penelitian dinilai perlu dilakukan untuk menjawab permasalahan keabsahan pendaftaran HGU PTPN III Membang Muda, upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan PTPN III Membang Muda terkait penerbitan SHM di atas tanah HGU PTPN III Membang Muda, serta kepastian hukum terbitnya SHM di atas tanah HGU PTPN III Membang Muda.

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan penelitian yang bersifat deskriptif analisis. Data yang diperoleh dianalisis secara metode kualitatif, yakni dengan penarikan kesimpulan berupa penarikan kesimpulan deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pertimbangan hukum BPN yang mewajibkan PTPN III Membang Muda mendaftarkan kembali bidang tanah yang dimohonkan pada Kantor Pertanahan Labuhan Batu sebagaimana mekanisme pendaftaran HGU untuk pertama kali, bukan melakukan mekanisme pendaftaran perpanjangan HGU, dinilai telah sesuai dengan ketentuan Pasal 28 Ayat 1 UUPA.

Penyelesaian sengketa terkait penerbitan SHM atas nama HSN di atas tanah HGU PTPN III Membang Muda, dapat dilakukan PTPN III Membang Muda dengan mengajukan keberatan mengenai pembatalan SHM tersebut secara tertulis kepada BPN melalui Kepala Kantor BPN Kabupaten Labuhan Batu atau dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan TUN untuk membatalkan SHM No.303 yang terdaftar atas nama HSN tersebut. Sejak tanggal 12 April 2012 dan hingga saat dilakukan penelitian, terhadap HSN tidak pernah diajukan gugatan oleh pihak PTPN III Membang Muda. Hal ini menyebabkan secara hukum, PTPN III Membang Muda kehilangan hak menggugat kepemilikan tanah yang berada di areal HGU PTPN III Membang Muda yang dimaksud, sehingga secara hukum pemegang sah hak atas tanah sebagaimana dimaksud adalah HSN, jika data fisik dan data yuridis SHM telah sesuai dengan ketentuan pendaftaran tanah.

Kata Kunci : Pendaftaran Tanah, Hak Milik dan Hak Guna Usaha.

(6)

JURIDICAL ANALYSIS ON THE ISSUANCE OF TILTED LAND CERTIFICATE WITH BUILDING RIGHTS STATUS

(A CASE STUDY AT PTPN III MEMBANG MUDA, LABUHAN BATU REGENCY)

ABSTRACT

PTPN III Membang Muda has been registered as the holder of HGU (leasehold) since December 23, 2005, based on the Directive of the Head of BPN (National Land Agency) No. 119/HGU/BPN/2005, and it will last until December 23, 2005, and it will be possibly renewed for 25 years. The problem is that a SHM (debenture) of the same land location in the name of HSN was issued by the Land Office on April, 2012.

The research problems are how about the validity of registering HGU by PTPN III Membang Muda, how about the settlement of dispute attempted by PTPN III Membang Muda on the issuance of SHM on the HGU land of PTPN III Membang Muda, and how about the legal certainty on the issuance of SHM on the land located in PTPN III Membang Muda.

The research used juridical normative method with descriptive qualitative approach, and the conclusion was drawn deductively.

The result of the research showed that the consideration of BPN to require PTPN III Membang Muda to renew the land registration requested by the Labuhan Batu Land Office as the mechanism of the first HGU registration, not the HGU renewal, is considered as has been in accordance with the regulation stipulated in Article 28, paragraph 1 of UUPA (the Land Act).The settlement can be done by PTPN III Membang Muda by filing legal objection about the revocation of the SHM in a written form to BPN through the Head of the Land Office of Labuhan Batu or to the State Administrative Court to revoke SHM No. 303 registered in the name of HSN. The research which had done since April 12, 2012 up the research is done, shows that PTPN III Membang Muda never files a complaint toward HSN, so that legally, the legal owner of the land is HSN if the physical and juridical data of SHM has been in accordance with the regulation on land registration.

Keywords: Land Registration, Debenture, Leasehold

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Ririn Rismauli

Tempat/Tanggal Lahir : Sengonsari / 14 Oktober 1993

Alamat : Dusun II Sengonsari, Kecamatan Aek Kuasan, Kabupaten Asahan

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Umur : 25 Tahun

Kewarganegaraan : Indonesia

II. KELUARGA

Nama Ayah : Bisma Antoni

Nama Ibu : Mardiah

Nama Saudara Kandung : 1. Dian Kesuma Wardani, AMd, Keb 2. Tiopan Topo Guntur

III. PENDIDIKAN

1997-2003 : SD Negeri 013826 Sengonsari - Asahan 2003-2009 : MTs Daar Al- Uluum Asahan - Kisaran

2009-2011 : MAN 1 Medan

2011-2015 : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

(8)

DAFTAR ISTILAH

Ager = Tanah

Autoriatif = Mempunyai otoritas

Case Approach = Pendekatan kasus

Compensation = Ganti kerugian

General Legal Theory = Teori Hukum Umum Historical Approach = Pendekatan historis Library Research = Penelitian kepustakaan Recht Kadaster = Pendaftaran tanah

Registration of Deeds = Sistem pendaftaran akta Registration of Title = Sistem pendaftaran hak

Statute Approach = Pendekatan perundang-undangan The Law Ought to be = Hukum yang seharusnya

The Pure Theory of Law = Teori Hukum Murni

(9)

DAFTAR SINGKATAN

BPN = Badan Pertanahan Nasional

HGU = Hak Guna Usaha

KEPMEN = Keputusan Menteri

KTUN = Keputusan Tata Usaha Negara

PERMEN = Peraturan Menteri

PP = Peraturan Pemerintah

PTPN = Perseroan Terbatas Perkebunan Negara

SHM = Sertipikat Hak Milik

SKPH = Surat Keputusan Pemberian Hak

UUPA = Undang-undang Pokok Agraria

(10)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillāhi Rabbil „alamīn. Segala puji bagi Allah yang telah mengajarkan manusia dengan pena. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Shallallāhu

„alaihi wa sallam.

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah yang atas rahmat dan hidayah- Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul ANALISIS YURIDIS TERBITNYA SERTIFIKAT HAK MILIK PADA TANAH GARAPAN YANG MASIH BERSTATUS HAK GUNA USAHA (STUDI PADA PTPN III MEMBANG MUDA KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA)

Penulisan tesis ini bertujuan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan tesis ini.

Selesainya tesis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang memberikan bantuan baik moril maupun material secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis dalam penyusunan tesis ini hingga selesai.

Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

(11)

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., CN, M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan dan arahan bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH.,MS.,CN selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan masukan dan arahan bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Syafrudin Kalo, SH., Mhum selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan masukan dan arahan bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing III yang telah memberikan masukan dan arahan bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH., MA selaku Dosen Penguji yang juga telah memberikan masukan dan arahan bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Teristimewa kepada Orang Tua penulis, Bapak Bisma Antoni dan Ibu Mardiah, yang selalu mendoakan, memberikan motivasi dan dukungan baik dari segi moril dan materil kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

(12)

9. Terimakasih kepada kakak dan abang penulis Dian Kesuma Wardani, AMd dan Tiopan Topo Guntur yang selalu memberikan motivasi dan dukungan serta doa demi terselesainya tesis ini.

10. Terimakasih kepada Ibu Idulina Fitri dan Ibu Yanti Octavia Notaris di Medan Seyang telah memberikan ilmu-ilmu dibidang kenotariatan dan telah memberikan dukungan dan motivasinya kepada penulis.

11. Terimakasih kepada Fisal Wiransyah yang telah memberikan dukungan dan motivasinya dalam penyelesaian tesis ini.

12. Terimakasih kepada staf PTPN III yang telah membantu penulis dalam memberikan informasi sebagai bahan tesis.

13. Terimakasih kepada seluruh teman-teman penulis Sri Wahyuni Daulay, SH, MKn, Winda Imoyati Manik, SH, Nurul Tajawaliyah, SH, Ervina Yulia, SH, adik-adik Suci Nurlia sandi dan teman Magister Kenotariatan 2015 Group C yang telah memberikan dukungan dan motivasinya dalam penyelesaian tesis ini.

Medan, 24 Agustus 2018

RIRIN RISMAULI

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR ISTILAH ... iv

DAFTAR SINGKATAN ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 18

C. Tujuan Penelitian ... 19

D. Manfaat Penelitian ... 19

E. Keaslian Penelitian ... 20

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 21

G. Metode Penelitian ... 29

BAB II KEABSAHAN PENDAFTARAN HAK GUNA USAHA PTPN III MEMBANG MUDA A. Pendaftaran Tanah di Indonesia ... 35

B. Mekanisme Hukum Pendaftaran Hak Guna Usaha di Indonesia ... 54

C. Keabsahan Pendaftaran Hak Guna Usaha PTPN III Membang Muda ……….. ... 67

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA YANG DAPAT DILAKUKAN PTPN III MEMBANG MUDA TERKAIT PENERBITAN SHM DI ATAS TANAH HGU PTPN III MEMBANG MUDA A. Penyelenggara dan Pelaksana Pendaftaran Tanah ... 81

B. Fungsi Sertipikat Hak Atas Tanah ... 83

C. Upaya Penyelesaian yang Dapat Dilakukan PTPN III Membang Muda Terkait Penerbitan SHM di Atas Tanah HGU PTPN III Membang Muda. ... 86

(14)

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG

SERTIPIKAT HAK MILIK DI AREAL TANAH HGU PTPN III MEMBANG MUDA

A. Konsep Hak Kepemilikan atas Tanah Menurut UUPA ... 104 B. Kepastian Hukum Bagi Pemegang Sertifikat Hak Milik di areal

Tanah HGU PTPN IIIMembang Muda ... 105 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 114 B. Saran ... 115 DAFTAR PUSTAKA ... 116

ii

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agraria mempunyai arti yang sangat berbeda antara bahasa yang satu dengan bahasa lainnya. Dalam bahasa Latin kata “agraria” berasal dari kata “ager” dan

“agrarius”. Kata ager berarti tanah atau sebidang tanah, sedangkan kata “agrarius”

mempunyai arti sama dengan perladangan, persawahan, pertanian. Pengertian dari agraria dan hukum agraria mempunyai arti atau makna yang sangat luas.

Menurut Pasal 1 Ayat 2 UU N.5 Tahun 1960 tentang Pokok Pokok Agraria (UUPA), pengertian agraria meliputi bumi, air dan ruang angkasa, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Sementara itu pengertian bumi meliputi permukaan bumi (yang disebut tanah), tubuh bumi dibawahnya serta yang berada di bawah air (Pasal 1 Ayat (4) juncto Pasal 4 Ayat 1.1

Sejak diundangkannya UUPA, berlakulah Hukum Agraria Nasional yang mencabut peraturan dan keputusan yang dibuat pada masa pemerintahan Hindia Belanda, antara lain Agrariscehe Wet Stb. 1870 No. 55 dan Agrarische Besluit Stb.

1870 No. 118.

Tujuan diundangkannya UUPA sebagaimana yang dicantumkan dalam Penjelasan Umumnya, yaitu :

1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan Hukum Agraria Nasional, yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi Negara dan Rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat adil dan makmur;

(16)

2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum pertanahan;

3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak- hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.2

Ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. Tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai sebagian dari bumi disebutkan dalam Pasal 4 Ayat 1 UUPA, yaitu “atas dasar hak menguasai dari negara yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”.

Dengan demikian jelaslah bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, sedangkan hak atas tanah adalah hak sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hak atas tanah merupakan hak yang diberi wewenang kepada pemegang haknya untuk menggunakan dan/atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya.

Kata “menggunakan” mengandung pengertian bahwa hak atas tanah itu digunakan utuk kepentingan mendirikan bangunan, sedangkan perkataan “mengambil manfaat” mengandung pengertian bahwa hak atas tanah itu digunakan untuk

2Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, 2011, h.1.

(untuk selanjutnya disingkat “Urip Santoso-I”).

(17)

kepentingan bukan mendirikan bangunan, misalnya pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan.3

Sertipikat hak atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran tanah berisi data fisik yaitu keterangan tentang letak, batas, luas bidang tanah, serta bagian bangunan atau bangunan yang ada di atasnya bila dianggap perlu dan data yuridis yaitu keterangan tentang status hak atas tanah dan hak penuh karena lain yang berada di atasnya.4 Pengertian sertipikat tersebut telah ditetapkan dalam Pasal 32 Ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disingkat “PP 24/1997”), dimana bagi pemegang hak atas tanah memiliki sertipikat tanah mempunyai nilai lebih, sebab dibandingkan dengan alat bukti tertulis lain, sertipikat merupakan tanda bukti alat yang kuat dan diakui secara hukum.5

Menurut Pasal 31 Ayat 3 dalam PP 24/1997 telah dengan tegas dinyatakan, bahwa “sertipikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namannya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau pihak lain yang di kuasakan olehnya”. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemilik sertipikat hak atas tanah menurut PP 24/1997 merupakan pemilik yang sah atas obyek tanah sebagaimana disebutkan dalam sertipikat hak atas tanah tersebut dan harus dianggap benar sampai dibuktikan sebaliknnya dari pengadilan dengan alat bukti yang lain.6

3Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana, Jakarta, 2013, h.9-10. (untuk selanjutnya disingkat “Urip Santoso-II”).

4Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, Kompas, Jakarta, 2005, h.20.

5Ibid.

(18)

Berdasarkan Pasal 3 PP 24/1997 tersebut dapat diketahui, bahwa untuk meminimalisir terjadinya persoalan atas tanah-tanah yang dimiliki oleh masyarakat, perlu diadakan pendaftaran hak atas tanah. Kebutuhan akan tanah yang meningkat, serta pengetahuan masyarakat yang semakin luas menuntut kesadaran yang lebih tinggi (dengan inisiatif diri sendiri) warga masyarakat untuk melaksanakan atau melakukan pendaftaran hak atas tanah dengan tujuan untuk menghindari adannya sengketa tanah yang disebabkan tidak adanya bukti kepemilikan hak atas tanah yang sering disebut dengan sertipikat.7

Bagi pemegang hak, sertipikat hak atas tanah berfungsi sebagai alat bukti yang kuat dan dengan mudah untuk membuktikan bahwa tanah adalah miliknya, maka pemegang hak tersebut dengan bebas untuk memindahkan haknya dan memberikan beban hak atau memperoleh manfaat dari pihak ketiga yang menggunakannya. Demikian pula bagi pihak ketiga atau yang akan berkepentingan terhadap tanah yang bersangkutan akan lebih mudah memperoleh keterangan yang dapat dipercaya. Menurut Pasal 1 Angka 20 PP 24/1997, sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Ayat 2 huruf (c) UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

Sertipikat tanah sebagai produk pendaftaran yang memenuhi aturan hukum normatif , belum menjamin kepastian hukum dari sudut pandang sosiologi hukum.

7Herman Hermit, Cara Memperoleh Sertipikat Tanah hak Milik,Tanah Negara Dan Tanah Pemda, Mandar Maju, Bandung, h.17.

(19)

Kepastian hukum dari sudut pandang sosiologi hukum itu yang dimaksud adalah realitas sosial yang terjadi di masyarakat.8

Tanah hak milik adalah hak atas tanah yang paling tinggi statusnya atau derajatnya di negara manapun, keistimewaan hak milik itu adalah masa berlakunya yang tidak terbatas, tidak memerlukan izin siapa-siapa bila pemiliknya bermaksud menjaminkan tanahnya sebagai agunan kredit atau pinjaman uang ke bank, dan masih banyak lagi sisi keistimewaan dari tanah yang berstatus hak milik bila dibandingkan dengan tanah berstatus lain.9

Ada tiga hal yang menjadi dasar lahirnya hak milik atas tanah hal ini tercantum dalam Pasal 22 dan Pasal 26 UUPA :

1. Menurut ketentuan hukum adat, yang diatur dalam suatu Peraturan Pemerintah;

2. Karena ketentuan Undang-Undang;

3. Karena adanya suatu peristiwa perdata, baik yang terjadi karena dikehendaki, yang lahir karena perbuatan hukun dalam bentuk perjanjian, misalnya dalam bentuk jual beli, hibah, tukar menukar, ataupun karena peristiwa perdata. 10 Hak Milik yaitu hak turun-temurun, terkuat dan berpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah (Pasal 20 UUPA). Apabila sudah dilakukan peralihan hak atas tanah maka harus segera didaftarkan tanahnya di Kantor Pertanahan yang biasa disebut dengan pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah yang dimaksud adalah pemeliharaan data, pendaftaran data yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran tanah, daftar tanah, daftar nama, surat

8Muchtar Wahid, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah, Republika, Jakarta, 2008, h.9.

9G.Kartasapoetra, Masalah Pertanahan di Indonesia, Rineka, Jakarta, 1992, h.11

10Kartini dan Gunawan, Seri Hukum Harta Kekayaan : Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta,

(20)

ukur, buku tanah, dan sertipikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian.

Perubahan data yuridis bisa mengenai haknya, yaitu berakhir jangka waktu berlakunya, dibatalkan, dicabut atau dibebani hak lain. Perubahan juga bisa mengenai pemegang haknya, yaitu jika terjadi pewarisan, pemindahan hak/peralihan hak, penggantian nama.

Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 UUPA, turun temurun artinya hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak milik.

Terkuat artinya hak milik atas tanah lebih kuat dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya hak milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain.11

Pernyataan di atas mengandung pengertian betapa penting dan berharganya menguasai hak atas tanah dengan title “hak milik” yang secara hukum memiliki kedudukan terkuat dan terpenuh sehingga pemilik hak dapat mempertahankan haknya terhadap siapapun. Namun demikian bukan berarti bahwa sifat terkuat dan terpenuh yang melekat pada hak milik menjadikan hak ini sebagai hak yang mutlak, tidak

11Urip Santoso, Hukum Agraria & Hak-hak atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007, h.10 (untuk selanjutnya disingkat “Urip Santoso-I”).

(21)

terbatas, dan tidak dapat diganggu gugat, karena dalam situasi dan kondisi tertentu hak milik ini dapat pula dibatasi. Pembatasan yang paling nyata diatur dalam ketentuan UUPA.

Pasal 6 UUPA menegaskan bahwa, “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Seseorang tidak dibenarkan mempergunakan atau tidak mempergunakan hak miliknya (atas tanah) semata hanya untuk kepentingan pribadinya, apalagi jika hal itu dapat merugikan kepentingan masyarakat karena sesuai dengan asas fungsi social ini hak milik dapat hapus jika kepentingan umum menghendakinya.

Pasal 7 UUPA menegaskan, bahwa “untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan”. Selanjutnya Pasal 17 UUPA menentukan bahwa “dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 3 diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam Pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.”

Menrut Pasal 18, bahwa “untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang. Pasal 21 Ayat (1) UUPA menentukan bahwa, “hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik”.

Ada 2 (dua) asas mengenai keabsahan dan kehalalan hak milik yang dikenal, yaitu :

(22)

1. Asas Nemo plus juris transfere potest quam ipse habel, artinya tidak seorangpun dapat mengalihkan atau memberikan sesuatu kepada orang lain melebihi hak miliknya atau apa yang dia punyai.

2. Asas “Nemo sibi ipse causam possessionis mutare potest”, artinya tidak seorangpun mengubah bagi dirinya atau kepentingan pihaknya sendiri, tujuan dari penggunaan objeknya.12

Kedua asas tersebut semakin mengukuhkan kekuatan sifat terkuat dan terpenuh hak milik atas tanah. Kewenangan yang luas dari pemiliknya untuk mengadakan tindakan-tindakan di atas tanah hak miliknya, kekuatan pemiliknya untuk selalu dapat mempertahankan hak miliknya dari gangguan pihak lain, dan segala keistimewaan dari hak milik mempunyai nilai keabsahan dan kehalalan yang dijamin kedua asas tersebut.

Jaminan perlindungan dan kepastian hukum bagi hak milik atas tanah terdapat penegasannya lebih lanjut yaitu melalui suatu mekanisme yang dinamakan

„Pendaftaran Tanah” atau “Recht Kadaster.” Pasal 1 Angka (1) PP 24/1997 mendefenisikan pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertipikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

12Adrian Sutedi, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, h.8-9.

(23)

Berkaitan dengan hal ini terdapat 2 macam asas hukum, yaitu :

1. Asas itikad baik, yaitu bahwa orang yang memperoleh sesuatu hak dengan itikad baik akan tetap menjadi pemegang hak yang sah menurut hukum. Asas ini bertujuan untuk melindungi orang yang beritikad baik.

2. Asas nemo plus yuris, yaitu bahwa orang tidak dapat mengalihkan hak melebihi hak yang ada padanya. Asas ini bertujuan melindungi pemegang hak yang selalu dapat menuntut kembali haknya yang terdaftar atas nama siapapun. 13

Dari kedua asas tersebut melahirkan 2 sistem pendaftaran tanah, yaitu : 1. Sistem publikasi positif, yaitu bahwa apa yang sudah terdaftar itu dijamin

kebenaran data yang didaftarkannya dan untuk keperluan itu pemerintah meneliti kebenaran dan sahnya tiap warkah yang diajukan untuk didaftarkan sebelum hal itu dimasukkan dalam daftar-daftar. Jadi kelebihan pada sistem pendaftaran ini adalah adanya kepastian dari pemegang hak, oleh karena itu ada dorongan bagi setiap orang untuk mendaftarkan haknya. Kekurangannya adalah bahwa pendaftaran tersebut tidak lancar dan dapat saja terjadi pendaftaran atas nama orang yang tidak berhak dapat menghapuskan hak orang yang berhak.

2. Sistem publikasi negatif, yaitu bahwa daftar umum tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga terdaftarnya seseorang dalam daftar umum tidak merupakan bukti bahwa orang tersebut yang berhak atas hak yang telah didaftarkan.14

Kelebihan dari system pendaftaran ini, yaitu kelancaran dalam prosesnya dan pemegang hak yang sebenarnya tidak dirugikan sekalipun orang yang terdaftar bukan orang yang berhak. Tetapi kekurangannya adalah bahwa orang yang terdaftarkan akan menanggung akibatnya bila hak yang diperolehnya berasal dari orang yang tidak berhak sehingga orang menjadi enggan untuk mendaftarkan haknya. Kebijakan hukum tentang pembatasan kepemilikan hak atas tanah yang diterapkan dalam pasal-

13Adrian Sutedi, ibid., h.117-121.

(24)

pasal UUPA tersebut dalam tatanan teoritis idealis tampak mencerminkan cita-cita dari pembentukan UUPA itu sendiri yang pada pokoknya bertujuan untuk :

1. Meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur;

2. meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan, dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;

3. meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak- hak atas tanah bagi rakyar keseluruhan. 15

Dalam tatanan praktis, bukan hal mudah untuk mewujudkan cita-cita pembentukan UUPA tersebut karena konflik kepentingan antara berbagai pihak senantiasa menjadi duri dalam pencapaian tujuan tersebut sehingga pelaksanaan kebijakan yang mengatur masalah hak-hak atas tanah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Perselisihan yang terjadi baik secara horizontal maupun vertikal banyak mewarnai ranah pertanahan Indonesia, khususnya mengenai hak milik ini sehingga pada akhirnya banyak menimbulkan sengketa hak milik. Dalam praktek, pencabutan hak atas tanah milik yang tidak dilandasi amanat Pasal 18 UUPA seringkali terjadi.

Masyarakat dituntut untuk melepaskan haknya dengan alih-alih untuk kepentingan umum dengan diperkuat oleh asas fungsi sosial hak atas tanah yang termuat dalam Pasal 6 UUPA, tetapi ganti kerugian yang diberikan tidak seimbang dengan nilai hak yang dilepaskan sehingga banyak masyarakat yang pada akhirnya tidak dapat bermukim kembali secara layak karena ganti kerugian yang diterima tidak mampu untuk menggantikan kedudukannya seperti sedia kala.

15 Ibid.

(25)

Bagi penduduk yang masih memiliki lahan luas, mungkin hal tersebut tidak terlalu dipermasalahkan, namun bagi sebagian besar penduduk yang hanya memiliki sebidang lahan sempit, kenyataan pahit ini harus diterimanya dengan terpaksa.

Ironisnya, kenyataan ini malah akan semakin menyeret pada proses pemiskinan penduduk yang entah disadari atau tidak oleh para pembuat kebijakan bahwa proses pemiskinan tersebut ternyata malah lahir dari para pelaksana kebijakan itu sendiri.

Dengan pendaftaran peralihan hak atas tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota maka masyarakat yang melakukan pendaftaran tanah tersebut akan mendapat jaminan kepastian hukum mengenai pemilik tanah setelah diadakannya kegiatan peralihan hak atas tanah tersebut yang akan diperoleh dengan sertipikat baru dengan data yuridis yang baru/nama pemilik hak yang baru. Menurut Pasal 19 UUPA, jaminan kepastian hukum yang dimaksud adalah :

1. Kepastian hukum mengenai orang atau badan hukum yang menjadi pemilik hak atas tanah. kepastian mengenai siapa yang memilik sebidang tanah atau subyek hak.

2. Kepastian hukum bidang tanah yang dimilikinya. Hal ini menyangkut letak, batas, dan luas bidang tanah atau obyek hak.

3. Kepastian hukum mengenai hak atas tanah

Ketentuan mengenai Hak Guna Usaha (HGU) disebut dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b UUPA. Menurut Pasal 50 ayat (2) UUPA, ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Guna Usaha diatur dengan peraturan perundangan. Peraturan yang dimaksud disini adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna

(26)

Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, secara khusus diatur dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 18.16

Jangka waktu pemberian Hak Guna Usaha dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960. Dalam rumusan pasal tersebut ditentukan bahwa :

1. Hak Guna Usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun.

2. Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan Hak Guna Usaha untuk waktu paling lama 35 tahun.

3. Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu yang paling lama 25 tahun.

Berdasarkan rumusan Pasal 29 UUPA sebagaimana tersebut di atas, dapat diketahui bahwa Hak Guna Usaha diberikan untuk jangka waktu antara 25 tahun hingga 35 tahun, dengan ketentuan bahwa setelah berakhirnya jangka waktu tersebut, Hak Guna Usaha tersebut dapat diperpanjang untuk masa 25 tahun berikutnya.

Ketentuan mengenai jangka waktu dan perpanjangan Hak Guna Usaha dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (untuk selanjutnya disingkat “PP 40/1996”). Pasal 8 PP 40/1996 menentukan bahwa :

1. Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun

2. sesudah jangka waktu Hak Guna Usaha dan perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakhir, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Usaha di atas tanah yang sama.

16Ibid., h.101.

(27)

Berdasarkan ketentuan Pasal 8 PP 40/1996 tersebut, diketahui bahwa HGU dapat diberikan untuk jangka waktu maksimum (selama-lamanya) 60 (enam puluh) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut :

1. tanah tersebut masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian haknya. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996.

2. syarat-syarat pemberian hak tersebut masih dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak

3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak. Setelah berakhirnya jangka waktu 35 tahun dengan perpanjangan selama 25 tahun (seluruhnya berjumlah 60 tahun), Hak Guna Usaha hapus demi hukum.

Hapusnya Hak Guna Usaha ini bukan berarti tidak dapat diperbaharui. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 9 dan Pasal 10 PP 40/1996 yang menentukan bahwa HGU yang telah berkahir jangka waktunya atau hapus dapat diperpanjang kembali.

4. Hapusnya Hak Guna Usaha secara jelas telah diatur di dalam Pasal 17 PP 40/1996 yang menentukan sebagai berikut :

a. berakhirnya jangka waktu sebagaimana yang ditetapkan dalam keputusan pemberian hak atau perpanjangannya,

b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir, karena :

1) pemegang hak tidak melakukan kewajiban-kewajibannya, yaitu : a) tidak membayar uang pemasukan kepada negara;

b) tidak melaksanakan usaha dibidang pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai dengan peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputuan pemberian haknya;

(28)

c) tidak mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;

d) tidak membangun dan/atau menjaga prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal Hak Guna Usaha;

e) tidak memelihara kesuburan tanah dan tidak mencegah terjadinya kerusahan sumber daya alam serta kelestarian lingkungan;

f) tidak menyampaikan laporan secara tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan dan pengelolaan Hak Guna Usaha;

g) tidak menyerahkan kembali tanah dengan Hak Guna Usaha kepada negara setelah hak tersebut hapus;

h) tidak menyerahkan sertipikat Hak Guna Usaha yang telah berakhir jangka waktunya kepada kantor pertanahan.

2). Adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

a) dilepaskan oleh pemegang hak secara sukarela sebelum jangka waktunya berakhir;

b) dicabut untuk kepentingan umum;

c) ditelantarkan (objek Hak Guna Usaha tidak dimanfaatkan sebaik mungkin oleh pemegang hak);

d) tanahnya musnah, misalnya akibat terjadi bencana alam;

e) pemegang hak tidak lagi memenuhi syarat dan tidak melepaskannya kepada pihak lain yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak.17 Pada dasarnya setiap orang maupun badan hukum membutuhkan tanah, karena tidak ada aktivitas orang ataupun badan hukum apa lagi yang disebut kegiatan pembangunan yang tidak membutuhkan tanah. Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan pemerintah tidak bisa ditawar ataupun ditunda, terlebih lagi di dalam dasar negara Pancasila dinyatakan bahwa kepentingan umum itu harus dipandang porsinya lebih besar dan didahulukan dari kepentingan individu.18

17Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan, Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, 2008, h.158.

18Tampil Anshari Siregar, Mempertahankan Hak Atas Tanah, Multi Grafik Medan, Medan, 2005, h.2-3.

(29)

Semakin cepat roda pembangunan berputar maka semakin luaslah tanah yang dibutuhkan. Dimana wilayah yang padat penduduknya, secara logis disitu pulalah kegiatan pembangunan yang lebih luas dilaksanakan. Dengan demikian pengambilan tanah yang lebih luaspun yang sudah dimiliki/dikuasai oleh masyarakat tidak terelakan akan menjadi korban.

Hak seseorang atas tanah semestinya harus dihormati, dalam pengertian tidak boleh oleh orang lain melakukan tindakan yang melawan hukum untuk memiliki/menguasai lahan tersebut. Seyogiyanya jika ada hak seseorang atas tanah harus didukung oleh bukti hak, dapat berupa sertipikat, bukti hak tertulis non sertipikat dan/atau pengakuan/keterangan yang dapat dipercaya kebenarannya.

Jika penguasaan atas tanah dimaksud hanya didasarkan atas kekuasaan, arogansi atau kenekatan semata, pada hakekatnya penguasaan tersebut sudah melawan hukum.Tegasnya berdasarkan hukum tidak dapat disebut bahwa yang bersangkutan mempunyai hakatas tanah itu. Atau dengan kata lain, penguasaan yang demikian tidak dapat ditolelir dan semestinya yang berwenang dengan segala wewenang yang ada padanya harus segera menggusurnya dari tanah tersebut.

Masalah yang tidak ditangani segera akan semakin rumit untuk diselesaikan dan pengaruhnya sangat meluas (komplikatif) dan berdampak tidak baik (destruktif) dimasa datang. Masalah ini semakin meningkat akhir-akhir ini karena jumlah penduduk Indonesia sebagai petani yang membutuhkan lahan untuk diolah dan warga kota yang membutuhkan hunian semakin besar jumlahnya.19

Tanah menyediakan berbagai peluang dan pilihan bagi manusia untuk mencakup kebutuhannya. Sebidang tanah dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia mulai perumahan, bercocok tanam berkebun dan lain-lain. Di atas

(30)

sebidang tanah manusia juga dapat membangun jalan, jembatan dan berbagai fasilitas kepentingan umum lainnya. Mengingat sangat terbatasnya kemampuan lahan untuk menyediakan ruang, kebutuhan akan lahan ini dapat menimbulkan pembenturan kepentingan berbagai pihak, baik dalam hal kepemilikan maupun peruntukannya.

Masalah pencabutan, pembebasan dan pelepasan hak atas tanah tersebut, menimbulkan persoalan yang kontroversial, dimana kebutuhan tanah, baik untuk pembangunan yang dilakukan pemerintah maupun swasta terus meningkat, sedangkan persediaan tanah yang dapat dikelola relatif terbatas. Akibatnya tanah telah menjadi komoditas ekonomi, sehingga nilai tukar tanah cenderung naik sesuai dengan permintaan pasar.20

PP 40/1996 menerangkan bahwa, dalam hal pemberian Hak Guna Usaha pada dasarnya dilakukan pendaftaran pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) baik dalam hal permohonan pendaftaran maupun perpanjangan sesuai dengan ketentuan dalam ketentuan dalam Pasal 7. Dalam hal perpanjangan terhadap HGU jika memenuhi syarat dalam perpanjangan dengan jangka waktu paling lama 35 tahun dengan perpanjangan sekali lagi dengan jangka 25 tahun. Dalam hal perpanjangan Hak Guna Usaha tersebut dapat dilakukan perpanjangan dengan mengikuti proses pemeriksaan data fisik dan yuridis kembali.

Pemeriksaan data fisik dan yuridis dalam dalam proses perpanjangan dalam hal ini guna untuk mengetahui bahwa Hak Guna Usaha tersebut tetap pada luas dan

20Syafruddin Kalo, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, h.6.

(31)

fisik yang sama ketika pemberian dan pendftaran Hak Guna Usaha tersebut pertama kali.

Permasalahan tersebut terjadi pada PT.Perkebunan Nusantara III (PTPN III) Membang Muda yang dalam hal ini jangka waktu HGU perkebunan tersebut belum habis akan tetapi, pada areal perkebunan PTPN III Membang Muda tersebut terjadi kepemilikan dan pendirian rumah yang didasarkan pada Sertipikat Hak Milik (SHM) yang terdaftar atas nama HSN.

Pasal 16 PP 40/1996 menentukan bahwa HGU dapat beralih dengan jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal, hibah dan pewarisan. Dalam hal ini, PTPN III Membang Muda tidak pernah sama sekali melakukan peralihan hak tersebut baik secara jual beli, maupun dengan penyerahan hak secara ganti rugi yang dalam hal ini menjadi dasar terbitnya SHM di atas tanah Hak Guna Usaha.

PTPN III Membang Muda terdaftar seagai pemegang Hak Guna Usaha sejak tanggal 23 Desember 2005 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 119/HGU/BPN/2005. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, bahwa jangka waktu Hak Guna Usaha selama 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang sampai dengan 25 (duapuluh lima) tahun. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat diketahui bahwa Hak Guna Usaha PTPN III Membang Muda akan berakhir pada tanggal 23 Desember 2005 dan masih dimungkinkan untuk memperpanjang Hak Guna Usaha sampai dengan 25 tahun, jika jangka waktu tersebut telah berakhir.

(32)

HSN memperoleh Hak Milik atas areal tanah yang masih dalam areal perkebunan PTPN III Membang Muda berdasarkan Sertipikat Hak Milik yang terdaftar pada Kantor Badan Pertanahan setempat tertanggal 12 April 2012.

Sebagaimana diketahui dari uraian sebelumnya, bahwa Hak Milik merupakan hak yang terkuat dan terpenuh, yang berlaku untuk jangka waktu yang tidak ditentukan sebagaimana Hak Guna Usaha. Hak milik akan tetap menjadi milik nama yang terdaftar, selama hak milik tersebut tidak dialihkan atau perolehannya tidak bertentangan dengan peaturan perundang-undangan.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik dan menilai perlu untuk menelaah secara lebih mendalam penelitian dengan judul, “Analisis Yuridis Terbitnya Sertipikat Hak Milik Pada Tanah Garapan Yang Masih Berstatus Hak Guna Usaha (Studi Pada PTPN III Membang Muda Kabupaten Labuhan Batu Utara).”

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana keabsahan pendaftaran Hak Guna Usaha PTPN III Membang Muda?

2. Bagaimana upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan PTPN III Membang Muda terkait penerbitan SHM di atas tanah HGU PTPN III Membang Muda ?

(33)

3. Bagaimana kepastian hukum terbitnya SHM di atas tanah HGU PTPN III Membang Muda ?

C. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis dan mengetahui keabsahan pendaftaran Hak Guna Usaha PTPN III Membang Muda.

2. Untuk menganalisis dan mengetahui kepastian hukum terbitnya SHM di atas tanah HGU PTPN III Membang Muda.

3. Untuk menganalisis dan upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan PTPN III Membang Muda terkait penerbitan SHM di atas tanah HGU PTPN III Membang Muda.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan, serta sebagai referensi tambahan pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatra Utara, khususnya mengenai penguasaan tanah garapan yang masih berstatus hak guna usaha dalam masa

(34)

perpanjangan.

2. Secara praktis.

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kalangan akademisi, praktisi, maupun masyarakat umumnya serta dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian di bidang yang sama.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatra Utara, guna menghindari terjadinya duplikasi terhadap penelitian di dalam masalah yang sama, maka peneliti melakukan pengumpulan data khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Terbitnya Sertipikat Hak Milik Pada Tanah Garapan Yang Masih Berstatus Hak Guna Usaha (Studi Pada PTPN III Membang Muda Kabupaten Labuhan Batu Utara)”, belum ada yang membahasnya, sehingga tesis ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara akademis.

Adapun beberapa judul penelitian sebelumnya yang memiliki kemiripan dengan judul penelitian tesis ini, yaitu :

1. Judul Tesis ”Analisis Yuridis Terhadap Penyelesaian Konflik Pertanahan Di Areal Tanah Garapan (Studi di Kantor Pertanahan Kabupaten Langkat)” oleh Natal Ria Argentina br.Surbakti, NIM 077011051 Program Studi Magister Kenotariatan USU, dengan rumusan permasalahan :

(35)

a) Apakah faktor penyebab timbulnya konflik pertanahan pada masyarakat di Kabupaten Langkat?

b) Bagaimana pelaksanaan penyelesaian konflik pertanahan di areal tanah garapan Kabupaten Langkat?

c) Apakah hambatan – hambatan dalam penyelesaian konflik pertanahan di areal tanah garapan Kabupaten Langkat ?

2. Judul Tesis “Hambatan-hambatan Hukum Dalam Penyelesaian Tanah Garapan Pada Areal Eks HGU PTPN II Kebun Helvetia (atas adanya SK 42/HGU/BPN/2002” oleh Christina Carolyn, NIM 107011071 Program Studi Magister Kenotariatan USU, dengan rumusan permasalahan :

a) Bagaimana perkembangan penyelesaian tanah garapan pada areal Eks HGU PTPN II Kebun Helvetia?

b) Bagaimana bentuk penyelesaian garapan yang dilakukan pada areal Eks HGU PTPN II Kebun Helvetia ?

c) Apa hambatan-hambatan hukum dalam penyelesaian tanah garapan pada areal Eks HGU PTPN II Kebun Helvetia?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan

(36)

penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan dengan benar. Kerangka teori adalah menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu.21

Teori harus mengungkapkan suatu tesis atau argumentasi tentang fenomena tertentu yang dapat menerangkan bentuk substansi atau eksistensinya,22 dan suatu teori harus konsisten tentang apa yang diketahui tentang dunia sosial oleh partisipan dan ahli lainnya, minimal harus ada aturan-aturan penerjemah yang dapat menghubungkan teori dengan ilmu bahkan pengetahuan lain, sedangkan kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis.23

Menurut J.J.H Bruggink yang dikutip oleh Titik Triwulan Tutik teori hukum adalah suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual antara aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan.24

Sedangkan, menurut Bernard Arief Sidharta yang dikutip oleh Hasim Purba teori hukum diartikan sebagai ilmu atau disiplin hukum yang dalam prespektif interdisipliner dan eksternal secara kritis menganalisis berbagai aspek gejala hukum,

21Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, h.19.

22H. R. Otje Salman, S dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Rafika Aditama, Bandung, 2005, h.23.

23M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, h.80.

24Titik Triwulan Tutik, Pengantar Ilmu Hukum, Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2006, h.145.

(37)

baik tersendiri maupun dalam kaitan keseluruhan, baik dalam konsepsi teoritisnya maupun praktisnya dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan memberikan penjelasan sejernih mungkin tentang bahan hukum yang tersaji dan kegiatan yuridisnya dalam kenyataan kemasyarakatan.25

Bagi suatu penelitian, teori atau kerangka teoritis mempunyai beberapa kegunaan. Kegunaan tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut :

a) Teori berguna untuk lebih mempertajam dan mengkhususkan faktor-faktor yang hendak diselidiki atau dikaji kebenarannya.

b) Teori sangan berguna untuk mengembangkan sistem klasifikasi fakta membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan defenisi-defenisi.

c) Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti.

d) Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa mendatang.

e) Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.26

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Teori Kepastian Hukum dan Teori Perlindungan Hukum sebagai pedoman atau landasan dalam melakukan penelitian. Menurut Teori Kepastian Hukum, kepastian pada hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat.

25Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, Cahaya Ilmu, Medan, 2006, h. 98.

(38)

John Austin selaku aliran positivisme berpendapat : “Law is A Command of the law Giver”, hukum adalah perintah dari penguasa yang kekuasaan tertinggi dan berdaulat, aturan yang berlaku adalah aturan yang tertulis sebagai penjelmaan kehendak penguasa karenanya harus dipatuhi, jika tidak siaplah terima sanksi, bukan persoalan adil atau tidak,juga bukan soal relevan atau tidak, ia ada dan sah secara yuridis.27

Hans Kelsen dalam teorinya, yaitu Teori Hukum Murni (The Pure Theory of Law) adalah teori hukum positif tetapi bukan hukum positif suatu sistem hukum tertentu melainkan suatu teori hukum umum (General Legal Theory). Sebagai suatu teori tujuan utamanya adalah penegetahuan terhadap subyeknya untuk menjawab pertanyaan apakah hukum itu dan bagaimana hukum dibuat. Bukan pertanyaan apakah hukum yang seharusnya (What the Law Ought to be) atau bagaimana seharusnya dibuat (Ought to be Made).28

Penelitian juga dilakukan dengan melandaskan penelitian pada Teori Perlindungan Hukum. Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dengan demikian negara menjamin hak-hak hukum warga negaranya dengan memberikan perlindungan hukum dan perlindungan hukum akan menjadi hak bagi setiap warga negara.

Para ahli memberikan berbagai pendapat mengenai defenisi perlindungan hukum, antara lain pendapat yang dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo, Muktie A.

27Bernard L Tanya, dan Yoan. N Simanjuntak dan Markus Y. Hage, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, h.119.

28Jimly Asshiddiqie, dan M. Ali Safa‟at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Cet-IV, Konstitusi Press (Konpress), h.15.

(39)

Fadjar dan Philippus M.Hadjon. Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.29 Menurut Muktie A.Fadjar perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.30

Dari pemaparan para ahli di atas dapat diketahui bahwa perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum dalam melindungi hak asasi manusia serta hak dan kewajiban yang timbul karena hubungan hukum antar sesama manusia sebagai subyek hukum. Teori dan konsep mengenai perlindungan hukum adalah sangat relevan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini yang membahas perlindungan hutan terhadap PTPN III Membang Muda yang terdaftar dalam Sertipikat Hak Guna Usaha sebagai pemegang hak guna usaha, dimana pada areal tanah yang dimaksud terbit pula Sertipikat Hak Milik atas nama HSN.

Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat dan pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum dalam negara hukum dengan berdasarkan pada ketentuan

29Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia, Kompas, Jakarta, 2003, h.121.

(untuk selanjutnya disingkat “Satjipto Rahardjo-I”).

30Tesis Hukum, “Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli” (Cited 2014 Dec 11),

(40)

hukum yang berlaku di negara tersebut guna mencegah terjadinya kesewenangan- wenangan. Perlindungan hukum itu pada umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih mengikat dan akan mengakibatkan adanya sanksi yang harus dijatuhkan kepada pihak yang melanggarnya.31

Menurut Satjipto Raharjo, ”Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.32 Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.33

Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang

31Philipus M. Hadjon, Perlindungan hukum bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, h.205.

32Satjipto Rahardjo, Ilmu hukum, Cet-V, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, h.53. (untuk selanjutnya disingkat “Satjipto Rahardjo-II”).

33Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2004, h.3

(41)

menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.34

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:35

a) Perlindungan Hukum Preventif. Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan- batasan dalam melakukan sutu kewajiban.

b) Perlindungan Hukum Represif. Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

2. Kerangka Konsep

Dalam kerangka konseptional diungkapkan sebagai konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.36 Selanjutnya konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalah dan kerangka

34Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2003, h.14.

35Ibid., h.20.

36Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(42)

konsep teoritisnya sudah jelas, maka sudah diketahui pula fakta mengenai gejala- gejala yang menjadi pokok perhatian dan suatu konsep sebenarnya adalah defenisi secara singkat dari sekelompok fakta dan gejala itu. Maka konsep merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variable-variable yang ingin menentukan antara variable-variable yang ingin menentukan adanya gejala empiris.37

Konsepsional pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis (tinjauan pustaka) yang sering kali bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsional belaka kadang-kadang dirasakan masih abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit didalam penelitian.38

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefenisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Konsep itu adalah sebagai berikut :

a) Sertipikat menurut ketentuan dalam Pasal 32 ayat ( 1 ) PP 24/1997 merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada.

37Koentjoro Ningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, h.21.

38Soerjono Soekanto-I, op. cit, h.21.

(43)

b) Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkanya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain, kesemuanya itu dengan tidak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak tersebut demi kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan undang-undang dengan pembayaran ganti rugi.39

c) Tanah garapan merupakan sebidang tanah yang sudah atau belum dilekati dengan sesuatu hak yang dikerjakan dan dimanfaatkan oleh pihak lain baik dengan persetujuan atau tanpa persetujuan yang berhak dengan atau tanpa jangka waktu tertentu.40

d) Hak Guna Usaha (HGU) menurut Pasal 28 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang pokok-pokok agraria ( UUPA ) adalah hak khusus untuk mengusahakan tanah yang bukan miliknya sendiri atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara untuk perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.

39Pasal 570 KUHPerdata.

40 Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang

(44)

G. Metode Penelitian

Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan demikian metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.41

Pemecahan suatu isu hukum melalui penelitian hukum memerlukan pendekatan-pendekatan tertentu sebagai dasar pijakan untuk menyusun argumen yang tepat. Adapun macam – macam pendekatan dalam penelitian hukum, yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach).

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan (isu hukum) yang sedang dihadapi. Pendekatan perundang-undangan ini dilakukan dengan mempelajari konsistensi/kesesuaian antara Undang-Undang Dasar dengan Undang-Undang, atau antara Undang-Undang yang satu dengan Undang-Undang yang lain.

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan

41 Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, Andi, Yogyakarta, 2000, h.4.

(45)

untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya.42 Penelitian ini bertitik tolak dari suatu pengertian bahwa penelitian pada hakekatnya mencakup kegiatan pengumpulan data, pengelolaan data, analisis data dan kontruksi data yang semuanya dilaksanakan secara sistematis dan konsisten. 43 Data adalah gejala yang akan dicari untuk diteliti, gejala yang diamati oleh peneliti dan hasil pencatatan terhadap gejala yang diamati oleh peneliti.44

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian normatif, yang mengkaji hukum tertulis dengan berbagai aspek seperti teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan penjelasan pada tiap pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu perundangan.45 Penelitian dilakukan dengan cara menganalisa bahan pustaka atau data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,46 berupa peraturan-peraturan perundang-undangan yang mengatur perpanjangan HGU dan pendaftaran hak atas tanah khususnya hak milik maupun hak guna usaha.

42Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, h.43. (untuk selanjutnya disingkat “Soerjono Soekanto-II”).

43 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Peran dan Penggunaan Perpustakaan di Dalam Penelitian Hukum, PDHUL, Jakarta, 1979, h.1-2. (untuk selanjutnya disingkat “Soerjono Soekanto- III”)

44 Ibid.

45Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, Alumni, Bandung, 2006, h.140.

46Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,

(46)

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian akan menggambarkan secara rinci dan sistematis mengenai objek yang diteliti.47 Mekanisme hukum perpanjangan HGU, faktor yang menyebabkan terbitnya SHM pada tanah HGU dalam masa perpanjangan dan upaya penyelesaian yang dapat dilakukan jika terjadi sengketa akan diuriakan secara rinci dan sistematis dalam penelitian ini.

2. Bahan Hukum

Data penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum primer, sekunder maupun tersier yang dikumpulkan melalui studi dokumen dan kepustakaan yang terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoriatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer mempunyai kekuatan yang mengikat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, berupa peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan.48

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer yaitu buku ilmu hukum, tesis, disertasi, jurnal hukum, laporan hukum, makalah, dan media cetak atau elektronik. Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah yang merupakan publikasi tentang hukum yang bukan dokumen resmi, seperti hasil seminar atau pertemuan ilmiah yang relevan dengan penelitian ini.

47 Soerjono Soekanto-III, h.10.

48Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, h.141.

Referensi

Dokumen terkait

Terkait dengan asas hirarkhi perundang-undangan yang menyatakan bahwa peraturan yang derajatnya lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang derajatnya lebih rendah

Oleh karena itu tesis ini akan membahas tentang mengapa Notaris dilarang melakukan rangkap jabatan sebagai pemimpin badan usaha swasta menurut UUJN, bagaimana upaya MPN

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan menjelaskan kejadian yang diamati, yaitu menggali mengenai kekuatan hukum atas

Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah Kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk digunakan membeli atau membayar sebuah bangunan rumah tinggal

Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa undang-undang telah mengatur umur para pihak yang hendak melakukan perbuatan hukum, termasuk dalam hal yang

Kendala yang dialami PPAT dalam melaksanakan perannya turut mengawasi pemungutan BPHTB atas transaksi jual beli hak atas tanah dan bangunan di Kabupaten Samosir antara

atas 3 (tiga) objek tanah dan bangunan tersebut sekaligus melakukan peralihan hak atau balik nama ke atas nama Penggugat. Pertimbangan hukum oleh majelis hakim

Dalam hal status kekuatan alat bukti akta Notaris, suatu akta tersebut dapat mengalami penurunan mutu atau kemunduran atau kemerosotan status apabila dalam