• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

B. Perlindungan Hukum Bagi Pasien Korban Malpraktek Menurut

Ketika kita berbicara mengenai malpraktek hal tersebut tidak luput dari adanya kerugian yang ditimbulkan akibat kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap pasien selaku konsumen jasa kesehatan. Oleh karena itu untuk melindungi pasien, pemerintah membuat Peraturan Perundang- Undangan yang berkaitan dengan kelalaian atau malpraktek yang dilakukan tenaga kesehatan agar pasien selaku jasa konsumen merasa nyaman dan terlidungi dari kelalaian yang ditimbulkan akibat adanya dugaan malpraktek.

Selain itu, dengan adanya Peraturan Perundangan-Undangan yang mengatur diharapkan pasien dapat mengadukan kesalahan yang diderita kepada pihak yang berwenang menindaklanjuti kasus malpraktek ini.

Perlindugan hukum bagi pasien dapat dilihat dalam Peraturan Perundang-undangan antara lain :

1. Perlindungan Hukum Bagi Pasien Malpraktek Menurut KUH Perdata

Didalam hukum perdata untuk melindungi pasien jika terjadi kelalaian pada hakikatnya terdapat 2 (dua) bentuk pertanggungjawaban dokter, yaitu : a. Pertanggungjawaban yang dapat digugat oleh pasien malpraktek terhadap

dokter itu adalah pertanggungjawaban atas kerugian yang disebabkan karena wanprestasi (prestasi yang buruk) dalam perjanjian terapeutik; dan b. Pertanggungjawaban atas kerugian yang disebabkan oleh perbuatan

melawan hukum (onrechtmatige daad) oleh dokter, yaitu perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban profesi.

Menurut Safitri Hariyani berdasarkan pasal 1366 KUH Perdata, Pasien korban malpraktek dapat menggugat dokter atas perbuatannya dalam pelaksanaan perjanjian terapeutik apabila memenuhi syarat-syarat berikut49: a. Suatu tingkah laku yang menimbulkan kerugian tidak sesuai dengan sikap

hati-hati yang normal.

b. Yang harus dibuktikan adalah tergugat (dokter) lalai dalam kewajiban berhati-hati terhadap penggugat (korban malpraktek).

c. Kelakuan itu merupakan penyebab yang nyata atau proximate cause dari kerugian yang timbul.

49

Hariyani Safitri, Sengketa Medik Alternatif Penyelesaian Perselisihan Antara Dokter Dengan Pasien, (Jakarta : Diadit Media, 2005), h. 46.

2. Perlindungan Hukum Bagi Pasien Malpraktek Menurut Hukum Perlindungan Konsumen

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen perlindungan hukum terhadap pasien malpraktek kedokteran sebagai konsumen jasa kesehatan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu, dengan memberikan ganti rugi kepada konsumen sebagai akibat kerusakan, pencemaran, dan/atau mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan oleh pelaku usaha yang bersangkutan. Oleh karena itu, ketika adanya kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatannya yang di lakukan oleh dokter selaku pelaku usaha. Dokter harus memberikan pertanggungjawaban atas kelalaian yang ia lakukan.

Ganti rugi tersebut tidak selalu berupa pembayaran sejumlah uang, tetapi dapat pula berupa penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau berupa perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku50.

3. Perlindungan Hukum Bagi Pasien Malpraktek Menurut Undang-Undang Praktik Kedokteran

Dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran disebutkan dalam Pasal 66 Ayat (1) Undang-Undang Praktik Kedokteran, jika terjadi kesalahan yang melibatkan pelayan kesehatan dalam hal ini oleh dokter dapat diajukan

50

Susanti dan Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum

pengaduan kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) oleh setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan.

Di samping dapat mengadukan kerugian yang dideritanya kepada MKDKI, menurut Pasal 66 Ayat (3) Undang-Undang Praktik Kedokteran, pasien malpraktek yang dirugikan atas kesalahan atau kelalaian dokter dalam melakukan tindakan medis juga dapat melaporkan adanya dugaan pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian secara perdata ke pengadilan. Sebagai contoh dalam kasus dugaan Malpraktek dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 287/PDT.G/2011 yang menjadi pembahasan penulis.

Dalam putusan tersebut Penguggat mengetahui dan merasa mengalami kerugian akibat kelalaian dan ketidakhati-hatian yang dilakukan oleh dokter yang melakukan tindakan medik. Penggugat lalu mengadukan dugaan malpraktek tersebut kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).

Selanjutnya, disebutkan dalam Pasal 67 dan 68 Undang-Undang Praktik Kedokteran bahwa Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran berwenang untuk memeriksa dan memberikan keputusan atas pengaduan yang diterima. Apabila ditemukan adanya pelangaraan etika (berdasarkan KODEKI) maka MKDKI yang akan meneruskan pengaduan pada organisasi profesi.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk perlindungan hukum terhadap pasien korban malpraktek kedokteran yang diatur dalam Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran, yaitu berupa pemberian hak kepada korban malpraktek untuk melakukan upaya hukum pengaduan kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, yang dapat juga secara bersamaan melakukan upaya hukum secara hukum pidana maupun hukum perdata ke pengadilan serta pemberian wewenang kepada MKDKI untuk mengeluarkan keputusan menjatuhkan sanksi disiplin kepada dokter yang terbukti bersalah.

Hal tersebut juga telah ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XII/2014 yang menyatakan bahwa suatu kelalaian yang dilakukan oleh tindakan dokter atau dokter gigi yang telah diputus oleh MKDKI tetap dapat dilaporkan kepada pihak yang berwenang dan/atau digugat secara pidana ataupun perdata.

Namun, selama terkait dengan tindakan profesi kedokteran harus dilakukan dalam lingkup profesi kedokteran. Artinya standar penilaian terhadap tindakan/asuhan dokter dan dokter gigi tidak boleh semata-mata dilihat dari kacamata Undang-Undang mengenai hukum pidana pada umumnya, melainkan harus didasarkan pada standar disiplin profesi kedokteran yang disusun oleh lembaga resmi yang ditunjuk oleh peraturan Perundang-Undangan.

Pengaduan tersebut tetap diperbolehkan untuk melindungi hak-hak pasien dan pemangku kepentingan dari tindakan dokter atau dokter gigi yang berada di luar cangkupan disiplin profesi kedokteran, atau melindungi hak pasien jika tindakan dokter yang dinyatakan MKDKI melanggar disiplin profesi kedokteran ternyata menimbulkan kerugian pada pasien.

Dari keterangan diatas jelas kita lihat bahwa perlindungan hukum bagi pasien korban malpraktek telah diatur sedemikian rupa agar pasien selaku konsumen jasa kesehatan dapat lebih nyaman dan tidak merasa takut akibat kesalahan untuk melakukan pengobatan dirumah sakit yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Karena pada dasarnya seorang tenaga kesehatan harus melakukan suatu tindakan medis berdasarkan sikap kehati-hatian dan sesuai dengan standar profesi yang telah diatur dalam Peraturan Perundang- Undangan agar kelalaian yang dapat merugikan pasien dapat terhindari.

Dokumen terkait