• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Efek Beragun Aset Pada Pembiayaan Sekunder Perumahan.

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI HAK KEBENDAAN PEMBELI EFEK BERAGUN ASET PADA PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN

C. Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Efek Beragun Aset Pada Pembiayaan Sekunder Perumahan.

359

357

Gunawan Widjaja dan E Paramitha Sapardan, Op.cit, hal 85

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa kata perlindungan hukum merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu “rechtbescheming”. Hal ini berarti bahwa pengertian perlindungan hukum

35

359

diartikan sebagai suatu usaha untuk memberikan hak-hak pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang telah dilakukan.360

Philipus M. Hadjon menyebutkan bahwa pada dasarnya perlidungan hukum meliputi 2 hal, yaitu perlidungan hukum preventif dan perlidungan hukum represif. Perlidungan hukum preventif meliputi tindakan yang menuju upaya pencegahan terjadinya sengketa sedangkan perlindungan represif maksudnya adalah perlindungan yang arahnya lebih kepada upaya untuk menyelesaikan sengketa, seperti contohnya adalah penyelesaian sengketa di pengadilan.

Perlindungan terhadap investor merupakan kewajiban negara. Negara yang dimaksud adalah Bapepam sesuai dengan UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Perlindungan investor merupakan sebuah penerapan keadilan terhadap seluruh investor. Keadilan merupakan tujuan hukum yang harus dijunjung tinggi oleh negara dan masyarakat.

361

Perlindungan preventif yang diberikan oleh hukum kepada pemegang/ pembeli efek beragun aset adalah adanya ketentuan mengenai prinsip keterbukaan (disclosure principle).

Prinsip keterbukaan adalah merupakan persoalan inti di pasar modal dan sekaligus merupakan jiwa pasar modal itu sendiri. Keterbukaan tentang fakta materil sebagai jiwa pasar

1. Perlindungan Hukum Preventif.

Perlindungan hukum preventif ini merupakan suatu bentuk perlindungan yang diberikan oleh hukum untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan di dalam hukum, yakni terlanggar hak-hak tiap orang dalam masyarakat. Dalam hal ini maka perlindungan hukum preventif ini adalah perlindungan yang diberikan hukum untuk mencegah agar hak-hak para investor terhadap hak kebendaan pada efek beragun aset pada pembiayaan sekunder tidak dilanggar oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

360

Ibid, hal 2 361

modal di dasarkan pada keberadaan prinsip keterbukaan yang memungkinkan tersedianya bahan pertimbangan bagi investor, sehingga ia secara rasional dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atau penjualan sekuritas di pasar modal.362 Menurut Undang- Undang Pasar Modal disebutkan bahwa yang dimaksud dengan prinsip keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak Lain yang tunduk pada Undang-undang Pasar Modal untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi material sebagai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek dimaksud dan atau harga dari efek tersebut.363

a. Prinsip keterbukaan berfungsi untuk memeliihara kepercayaan publik terhadap pasar.

Sifat Perlindungan hukum preventif dari prinsip keterbukaan dapat dilihat dari fungsi dari prinsip keterbukaan tersebut yakni antara lain sebagai berikut :

364

b. Prinsip keterbukaan berfungsi untuk menciptakan mekanisme pasar yang efisien.365 c. Prinsip keterbukaan penting untuk mencegah penipuan (fraud).366

Prinsip Keterbukaan ini pada akhirnya akan melahirkan hak bagi para investor yang dalam hal ini adalah pembeli atau pemegang efek beragun aset untuk mendapatkan informasi material sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Dalam hal ini maka fakta materil yang perlu diketahui adalah mengenai kualitas piutang yang dijadikan dasar bagi penerbitan efek beragun aset yang dalam hal pembiayaan sekunder merupakan piutang yang terbit dari penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR). Untuk mengetahui kualitas dari pada piutang tersebut maka dalam hal ini pihak penerbit serta pihak kreditur asal (originator)

362

William H. Beaver , 1980, The Nature of Mandate Disclosure, Boston, Little, Brown & Company, hal 317.

363

Pasal 1 angka 25 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

364

Frank Easterbrook dan Daniel R. Fischel, 1996, The Economic Structure of Corporate Law, Cambridge Massachusetts, Harvard University Press, hal 296.

365

Lyn A. Sout, 1988, The Unifortance of Being Efficient : An Economic Analysis of Stock Market Pricing and Securitie Regulation, Michigan Law Review (Vol 87) Hal 615-616.

366

berkewajiban untuk membuat suatu rangkaian informasi yang diperlukan yang dalam hal ini dikemas dalam credit rating seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Dengan demikian maka dalam hal ini pihak yang melakukan credit rating juga harus melakukan credit rating secara jujur dan pihak penerbit serta kreditur asal juga harus memberikan informasi yang penting dalam rangka pemeringkatan kredit yang akan dilakukan oleh pihak yang akan melakukan credit rating tersebut. Sifat jujur tersebut merupakan bentuk dari iktikad baik dalam pra kontraktual yang merupakan tahap yang mendahului proses kontraktual yang menjadi perikatan dasar pada penerbitan efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan.

Pasal 1338 alinea ketiga KUHPerdata menyebutkan bahwa perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik. Dari ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata tersebut dapat dilihat bahwa KUHPerdata hanya mengatur mengenai iktikad baik hanya pada saat pelaksanaan kontrak saja dan bukan pada tahapan yang mendahului kontrak atau perjanjian tersebut (pra kontraktual). Padahal pemberian kewajiban untuk melakukan iktikad baik pada tahapan pra kontraktual pada penerbitan efek beragun aset adalah sesuatu yang sangat penting karena apabila tidak adanya kewajiban untuk melakukan iktikad baik pada tahapan kontraktual pada penerbitan efek beragun aset tentunya akan menimbulkan kecenderungan bahwa pihak penerbit, kreditur asal dan pihak yang melakukan credit rating tidak melakukan iktikad baik dalam hal memberikan informasi materil mengenai efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan, yang mana tentunya hal ini akan merugikan pihak pemegang/pembeli efek beragun aset. Dengan demikian siapapun pihak terkait yang tidak melakukan iktikad baik pada tahapan pra kontraktual dapat digugat oleh pembeli atau pemegang efek beragun aset karena telah melakukan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) baik

berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata ataupun berdasarkan Pasal 111 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.367

Perlindungan represif maksudnya adalah perlidungan yang arahnya lebih kepada upaya untuk menyelesaikan sengketa, seperti contohnya adalah penyelesaian sengketa di pengadilan.

2. Perlindungan Hukum Represif.

368

a. Perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad)

Sengketa dalam hal ini terjadi karena adanya suatu perbuatan yang diduga merupakan suatu perbuatan yang melanggar hak-hak dari pihak-pihak tertentu.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan hak adalah. “suatu kepentingan seseorang, kelompok ataupun asosiasi yang oleh “hukum” dijamin keberadaannya, dan pelaksanaan dari pada kepentingan tersebut dapat dipaksakan kepada tiap-tiap orang lain dihadapan “hukum” yang memiliki hubungan hukum dengan orang tersebut.” Dari pemahaman tersebut dapat dipahami bahwa hukum dalam hal ini memberikan perlindungan kepada tiap-tiap individu agar tiap-tiap individu dapat memperoleh apa yang menjadi haknya. Oleh karenanya perlindungan hukum identik dengan perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh tiap-tiap individu dengan meletakkan kewajiban bagi pihak lain dan dapat memberikan suatu upaya paksa kepada pihak-pihak yang melalaikan kewajibannya tersebut.

Dalam hal ini hak-hak tiap-tiap individu dalam hukum keperdataaan dapat terlanggar oleh orang lain, baik dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja terjadi antara lain karena :

b. Perbuatan ingkar janji (wanprestasi)

367

Pasal 111 UU No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyebutkan “Setiap pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran atas Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya dapat menuntut ganti rugi, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain yang memiliki tuntutan yang serupa, terhadap Pihak atau Pihak-Pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut.”

368

a. Perbuatan Melanggar Hukum.

Pasal yang menjadi dasar bagi pengaturan perbuatan melawan hukum di dalam KUHPerdata adalah Pasal 1365 KUHPerdata yang menyebutkan “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.” Dalam ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata tersebut disebutkan mengenai suatu perbuatan melanggar hukum. Dalam hal ini apa yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum itu tidak hanya perbuatan yang melanggar perundang-undangan saja, melainkan juga tiap perbuatan yang melanggar hak-hak orang lain, perbuatan yang melanggar kesusilaan, dan perbuatan yang melanggar kepatutan. Hal tersebut dapat dilihat pada putusan Hogeraad369

1) Melanggar hak orang lain atau

pada perkara Lindenbaum Cohen berpendapat bahwa “yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah berbuat atau tidak berbuat yang:

2) bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku atau 3) bertentangan dengan kesusilaan atau

4) bertentangan dengan kecermatan yang patut harus diperhatikan dalam lalu lintas masyarakat terhadap diri dan barang orang lain.”

Perbuatan melawan hukum dalam hukum keperdataan merupakan bagian dari pada suatu perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberikan hak kepada yang satu untuk menuntut sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.370 KUHPerdata mengatur bahwa suatu perikatan dapat bersumber pada perjanjian dan undang-undang.371

369

HR.31-1-1919,NJ 1919,161;Lindenbaum/Cohen

370

Subekti , 1982, Op.cit, Hal 122

371

Pasal 1233 KUHPerdata

undang-undang karena perbuatan orang.372 Perikatan yang bersumber dari undang-undang karena perbuatan orang, dapat karena perbuatan yang sah atau karena perbuatan melanggar hukum.373 Oleh karenanya dapat dipahami bahwa suatu perbuatan melanggar hukum dapat melahirkan suatu perikatan antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain. Perikatan itu pada akhirnya akan melahirkan suatu hak bagi orang yang kepentingannya (hak hukumnya) terlanggar untuk menuntut kepada pihak yang melanggar hukum tersebut, untuk melakukan suatu prestasi berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.374

Dalam rangka sekuritisasi aset pada pembiayaan sekunder perumahan ini yang berkenaan dengan perlindungan hukum bagi pembeli/pemegang efek beragun aset, maka perbuatan melanggar hukum dalam sekuritisasi aset pada pembiayaan sekunder perumahan adalah segala perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi pembeli/pemegang efek beragun aset berkenaan dengan efek yang dimiliki olehnya. Segala bentuk kegiatan yang berkenaan dengan efek pada dasarnya dilakukan di pasar modal. Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.375 372 Pasal1352 KUHPerdata. 373 Psal 1353 KUHPerdata. 374

Pasal 1234 KUHPerdata menyebutkan “perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu , untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.”

375

Pasal 1 angka 13 UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Sehingga perbuatan melanggar hukum dalam hal ini terkait juga dengan perbuatan- perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan peraturan pelaksananya. Hal ini jelas tercantum dalam Pasal 111 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang menyebutkan “Setiap pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran atas Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya dapat menuntut ganti rugi, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan pihak lain yang memiliki tuntutan yang serupa, terhadap pihak atau pihak-pihak yang bertanggung jawab atas

pelanggaran tersebut” . Peraturan-peraturan pelaksana yang terkait dengan penerbitan efek beragun tersebut antara lain sebagai berikut :

1) Peraturan Presiden No 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan. 2) Peraturan Bapepam No. V.G.5 tentang Fungsi Manajer Investasi berkaitan dengan

efek beragun aset

3) Peraturan Bapepam No.VI.A.2 tentang Fungsi Bank Custodian berkaitan dengan Efek Beragun Aset;

4) Peraturan Bapepam No. IX.C.9 tentang pernyataan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum Efek Beragun Aset ;

5) Peraturan Bapepam No. IX.C.10 tentang Pedoman Bentuk dan Isi Prospektus Dalam Rangka Penawaran Umum Efek Beragun Aset;

6) Peraturan Bapepam No. IX.K.1 tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset dan

7) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No Kep-147/PJ/2003 tanggal 13 Mei 2003 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Kontrak Investasi Kolektfi Efek Beragun Aset dan Para Investornya.

b. Perbuatan Ingkar Janji (wanprestasi).

Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang berarti prestasi buruk. Perbuatan wanprestasi dapat berupa 4 macam, antara lain sebagai berikut :

1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

2) Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan. 3) Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.

4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.376

Jadi dalam hal ini jelas bahwa sengketa yang mungkin timbul dalam rangka penerbitan efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan dan perlindungan hukum bagi pihak pemegang/pembeli efek beragun aset yang merupakan perbuatan wanprestasi adalah perbuatan-perbuatan yang melanggar hak-hak pemegang/pembeli efek beragun aset.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam penerbitan efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan disini terjadi peralihan hak dari kreditur asal dan pada akhirnya kepada pembeli/ pemegang efek beragun aset. Hak-hak tersebut merupakan hak atas piutang yang terbit dari penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Jadi dalam hal ini ada hubungan kontraktual antara debitur asal dengan pemegang/pembeli efek beragun aset berdasarkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Dalam hal ini jelas bahwa pemegang dan pembeli efek beragun aset akan mendapatkan perlindungan hukum dalam hal terjadi perbuatan wanprestasi yang dilakukan oleh debitur asal dalam membayar utangnya yang terbit dari Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Kepentingan pemegang/pembeli efek beragun aset yang paling utama adalah untuk mendapatkan pembayaran kembali atas hak-haknya, termasuk di dalamnya kepentingan pemegang/pembeli efek beragun aset terhadap debitur asal agar debitur asal tersebut membayar utang-utangnya. Dengan demikian seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pihak pembeli/pemegang efek beragun aset dalam hal ini mempunyai hak untuk mendapatkan pelunasan piutang-piutangnya.

Seperti yang telah disebutkan bahwa dalam penyaluran kredit pemilikan rumah tersebut terdapat suatu hak tanggungan atas nama kreditur asal/originator (bank yang menyalurkan KPR). Oleh karena adanya asas totalitas (totaliteit) dan asas tidak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid), maka penyerahan piutang dari KPR tersebut mengakibatkan beralih juga hak tanggungan tersebut kepada pihak issuer.

Dalam hal efek beragun aset dalam pembiayaan sekunder perumahan tersebut adalah efek yang bersifat partisipasi (equity security) yakni berupa unit penyertaan. Maka semua hak tanggungan yang melekat pada piutang-piutang yang dikumpulkan untuk dijadikan dasar bagi penerbitan unit penyertaan tersebut (pool) menjadi kepemilikan bersama yang terikat dari para pemegang efek beragun aset tersebut, dalam artian bahwa masing-masing pemegang efek beragun aset tidak dapat meminta secara sendiri-sendiri untuk dieksekusinya hak-hak tanggungan tersebut untuk melunasi piutang-piutang yang dimiliki yang terkandung dalam tiap-tiap efek-efek yang dimilikinya sesuai dengan proporsinya masing-masing. Sifat kepemilikan bersama yang terikat dari kumpulan piutang dan hak tanggungan tersebut dapat dilihat pada ketentuan KUHPerdata yang menyebutkan bahwa semua aturan tentang pembagian warisan tentang cara pembagian itu, begitu pula tentang kewajiban-kewajiban yang timbul dari aturan-aturan itu berlaku juga untuk pembagian pemberlakuan untuk pembagian harta benda perseroan di antara para peserta.377

377

Pasal 1652 KUHPerdata

Sementara telah disebutkan sebelumnya bahwa suatu harta warisan memiliki sifat kepemilikan bersama yang terikat.

Akan tetapi seperti yang telah disebutkan sebelumnya juga bahwa walaupun pada dasarnya harta bersama pada suatu persekutuan adalah merupakan suatu kepemilikan bersama yang terikat yang dalam artian bahwa tiap-tiap anggota persekutuan tidak dapat melakukan tindakan hukum sesuka hatinya atas harta benda persekutuan, tetap saja bahwa karena dalam pembentuk persekutuan perdata itu diperlengkapi dengan unit penyertaan yang berupa suatu surat berharga yang dapat dikatakan sebagai suatu tanda bukti kepemilikan atas harta kepemilikan bersama berdasarkan proporsionalitas, maka dalam hal ini masing-masing anggota persekutuan perdata tersebut tetap dapat melakukan perbuatan hukum bebas atas kepemilikan bersama atas harta persekutuan perdata sejauh tiap-tiap unit penyertaan yang dimiliki oleh masing-masing anggota persekutuan tersebut.

Oleh karenanya hak-hak yang dimiliki oleh pemegang efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan yang bersifat ekuitas (equity security) ini untuk mendapatkan pelunasan piutangnya dari benda-benda tak bergerak yang menjadi objek hak tanggungan merupakan hak-hak bersama yang terikat dari pemegang efek beragun aset yang pelaksanaan atau pemenuhan hak tersebut hanya dapat dilakukan oleh pihak yang dalam hal ini bertindak sebagai pengurus persekutuan perdata (reksa dana), yakni manajer investasi.

D. Penyesuaian Hukum Nasional Terhadap Konsep Pembiayaan Sekuder Perumahan