• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Mekanisme Pelaksanaan Pembiayaan Sekunder Perumahan

2. Sekuritisasi Aset dan Penerbitan Efek Beragun Aset

1. Penjualan Piutang

Secara umum piutang-piutang perbankan lembaga-lembaga keuangan non-bank dapat dialihkan kepada pihak ketiga. Ada 2 hal yang terkait dengan penjualan piutang tersebut, yaitu sebagai berikut226

a. Penjualan putus (asset sales without recouse)

:

227

Dalam penjualan piutang jenis ini, penjual piutang tidak lagi memiliki kewajiban untuk membeli kembali piutang yang tidak tertagih oleh pembeli. Pada umumnya transaksi ini dilakukan dalam anjak piutang murni. Melalui proses penjualan ( yang dilakukan secara on-balance sheet ini) risiko yang dihadapi oleh penjual tersebut dialihkan kepada pembeli. Penjualan pada umumnya dilakukan dengan diskonto. Diskonto ini menggambarkan 2 hal, yaitu harga pengembalian oleh debitur piutang di masa yang akan datang (nilai masa yang akan datang yang dihitung pada saat piutang dijual = current value of debt) dan nilai presentase piutang yang

225

Pasal 17 Peraturan Bank Indonesia No.7/4/PBI/2005

226

Ibid, hal 38.

227

diperkirakan tidak dapat dipenuhi oleh debitur piutang tersebut (jika piutang yang dijual bersumber dari berbagai debitur).

b. Penjualan Tidak Putus (assets sales with recourse)228

Jual-beli piutang yang tidak putus ini dalam terminologi KUHPerdata disebut sebagai perjanjian jual-beli dengan hak membeli kembali.

Penjualan tidak putus adalah penjualan aset dengan janji atau kewajiban untuk membeli kembali dalam jangka waktu tertentu . Pada umumnya penjualan tidak putus ini dilakukan untuk melakukan pembiayaan sementara, karena pada prinsipnya piutang yang dijual tersebut tidak dimaksudkan untuk benar-benar dijual (dalam pengertian yang sebenarnya yaitu peralihan hak atas piutang tersebut), melainkan hanya sebagai jaminan dalam rangka memperoleh pinjaman sementara (bisa juga dalam bentuk bridging finance).

229

Dalam proses sekuritisasi aset penjualan yang dilakukan mengambil bentuk penjulan putus. Dengan dilakukannya penjualan dengan sistem putus ini maka seluruh risiko yang terkait dengan piutang yang akan disekutisasikan sudah beralih kepada issuer, yang selanjutnya akan dialihkan kepada investor.230

Dengan demikian, dari proses penjualan atau pengalihan piutang-piutang (yang tidak atau kurang likuid tersebut) dapat ditemukan sekurang-kurang 3 keuntungan dari sekuritisasi aset, yaitu231

a. Menerima dana lebih awal ;

b. Memberi kesempatan mengelola dana itu sehingga meningkatkan hasil investasi ;

228 Ibid 229

Pasal 1519 KUHPerdata menyebutkan “ Kekuaaan untuk membeli kembali barang yang telah dijual, timbul karena suatu perjanjian, yang tetapi memberi hak kepada penjual untuk mengambil kembali barang yang dijualnya dengan mengembalikan uang harga pembelian asal dan memberikan penggantian yang disebut dalam Pasal 1532”

230

Ibid, hal 40 231

c. Meningkatkan kualitas aset atau piutang;

Di Indonesia sendiri penjualan piutang dalam rangka sekuritisasi aset yang dilakukan oleh bank pengalihan piutang itu dialihkan dari neraca hanya dapat dilakukan dengan jual-beli putus232

Jual-beli dalam KUHPerdata diartikan sebagai suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain unuk membayar harga yang dijanjikan.233 Perjanjian jual-beli di dalam KUHPerdata ditentukan sebagai suatu perjanjian yang bersifat konsensual yang berarti bahwa perjanjian jual-beli telah ada pada detik dicapainya kesepakatan tentang benda tersebut dan harganya.234 Perjanjian jual-beli dalam KUHPerdata ditentukan juga sebagai suatu perjanjain obligatoir, yang berarti bahwa perjanjian jual-beli baru menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihak yang melakukan perjanjian jual-beli tersebut, sedangkan hak milik atas benda baru akan beralih setelah dilakukanya penyerahan yakni berupa suatu perjanjian kebendaan

(zakelijk overeenkomsten).235

a. Menyerahkan benda

Adapun yang menjadi kewajiban utama penjual dalam jual-beli piutang yang dalam hal ini adalah originator/kreditur asal yakni bank yang menerbitkan Kredit Pemilikan Rumah ada 2 yakni :

b. Menanggung benda yang dijual

a. Menyerahkan barang

232

Pasal 4 ayat (3) huruf a Peraturan Bank Indonesia No 7/PBI/4/2005 Tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset Bagi Bank Umum menyebutkan “aset keuangan yang dialihkan dari kreditur asal kepada penerbit memenuhi kondisi jual putus”

233 Pasal 1457 KUHPerdata. 234 Pasal 1458 KUHPerdata 235 Pasal 1459 KUHPerdata.

Penyerahan benda (levering) adalah suatu proses peralihan hak milik dari satu pihak kepada pihak yang lain. Jadi dalam hal ini yang terjadi adalah peralihan atas hak kebendaan dari seseorang kepada orang lain dengan segala akibat hukum yang ada.236

Mengenai asas bahwa hak kebendaan dapat dialihkan di dalam KUHPerdata dapat dilihat pada ketentuan Pasal 584 KUHPerdata yang antara lain menyebutkan bahwa hak milik atas suatu benda dapat timbul karena adanya penyerahan (levering) berdasarkan titel yang sah dan dilakukan oleh orang yang berwenang bebas terhadap benda terserbut. Sahnya titel dan berwenangnya orang yang mengalihkan benda tersebut merupakan suatu syarat yang memaksa sebagai akibat dari dianutnya sistem kausal dalam sistem Peralihan hak atas kebendaan tersebut dilakukan melalui suatu perjanjian kebendaan

(zakelijk overeenkomsten). dengan Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian dengan mana suatu hak kebendaan dilahirkan, dipindahkan, dirubah atau dihapuskan. Dapat juga dikatakan bahwa perjanjian kebendaan adalah perjanjian yang bertujuan untuk langsung meletakkan atau memindahkan hak kebendaan. Sekalipun istilah “perjanjian kebendaan” sudah umum dipakai dalam literatur hukum perdata, namun demikian istilah itu tidak dikenal dalam KUHPerdata.

Perjanjian kebendaan (zakelijk overeenkomsten) memiliki ciri khusus, yakni bahwa walaupun terminologi perjanjian kebendaan (zakelijk overeenkomsten) menggunakan kata perjanjian akan tetapi perjanjian kebendaan tidak melahirkan suatu perikatan tertentu seperti perjanjian lain pada umumya, karena perjanjian kebendaan (zakelijk overeenkomsten) merupakan suatu penyelesaian bagi suatu perjanjian obligatoir-nya. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak akan ada suatu perjanjian kebendaan tanpa dilatarbelakangi oleh suatu perjanjian obligatoir-nya (titelnya).

236

penyerahan (levering) di dalam KUHPerdata.237 Pemindahan hak milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 584 KUHPerdata itu di dalam KUHPerdata ada 3 macam, yakni penyerahan nyata (feitelijk levering)238, cessie239, dan lembaga balik nama.240

Dalam hal sekuritisasi aset dan pembiayaan sekunder peruamahan, maka tentu saja bentuk penyerahan dalam jual-beli piutang dari kreditur asal yakni pihak bank kepada pihak pembeli yakni penerbit efek beragun aset (issuer) adalah cessie, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 613 KUHPerdata. Telah disebutkan sebelumya bahwa cessie adalah suatu bentuk perjanjian kebendaan (zakelijk overeenkomsten), yang pada intinya merupakan suatu perjanjian yang merupakan salah satu wujud dari pemenuhan perjanjian

obligatoir-nya. Cessie adalah suatu cara pengalihan piutang atas nama yang diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata. Pengalihan ini terjadi atas dasar suatu peristiwa perdata, seperti perjanjian jual-beli antara kreditur lama dengan calon kreditur baru.241

Sebenarnya cessie merupakan suatu lembaga yang mirip dengan novasi subjektif aktif,242 yakni suatu bentuk pembaruan utang (yakni salah satu cara hapusnya suatu perikatan) yang terjadi apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, ditunjuk seorang kreditur baru, untuk menggantikan kreditur lama terhadap siapa si debitur dibebaskan dari perikatannya.243 Hal ini disebut novasi subjektif aktif.244

1) Pemberitahuan kepada pihak debitur.

Dalam melihat cessie sebagai suatu perjanjian kebendaan ada beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan, antara lain sebagai berikut :

2) Sepakat yang sah

237

R. Subekti, 1995, Op.cit, hal 12-13

238

Pasal 612 KUHPerdata.

239

Pasal 613 KUHPerdata.

240

Pasal 616 jo Pasal 620 KUHPerdata

241

Soeharnoko dan Endah Hartati,2008 Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie, cet.3, Jakarta, Kencana,, hal. 101.

242

J.Satrio, 1996, Tentang Hapusnya Perikatan, Buku II, Bandung, Citra Aditya Bakti, hal 45

243

Pasal 1413 ayat (3) KUHPerdata

244

3) Kecakapan untuk membuat perjanjian

4) Hak para pihak terhadap adanya cacat dalam cessie

1) Pemberitahuan Kepada Debitur.

DI dalam KUHPerdata disebutkan penyerahan piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan dengan membuat suatu akta otentik atau akta di bawah tangan, dengan mana hak-hak kebendaan tersebut dilimpahkan kepada orang lain.245 Selanjutnya agar penyerahan piutang dari kreditur lama kepada kreditur baru mempunyai akibat hukum kepada debitur, maka penyerahan tersebut harus diberitahukan kepada debitur, atau debitur secara tertulis telah menyetujuinya atau mengakuinya.246 Piutang atas nama adalah piutang yang pembayarannya dilakukan kepada pihak yang namanya tertulis dalam surat piutang tersebut dalam hal ini kreditur lama.247

245

Pasal 613 ayat (1) KUHPerdata

246

Pasal 613 ayat (2) KUHPerdata.

247

Soeharnoko dan Endah Hartati, Op.cit hal 103

Dalam kerangka sekuritisasi aset dan pembiayaan sekunder perumahan, pemberitahuan mengenai telah diadakannya cessie ini kepada debitur tergantung pihak mana yang ditunjuk sebagai servicer. Servicer adalah pihak yang bertanggung jawab untuk memproses dan mengawasi pembayaran yang akan dilakukan debitur, termasuk melakukan tindakan awal apabila terjadi keterlambatan/kegagalan pembayaran dari debitur hingga negosiasi sesuai dengan kontrak. Dapat pula dikatakan bahwa yang dimaksud dengan servicer adalah pihak yang memperoleh kuasa dari issuer untuk melakukan collecting atas piutang yang menjadi jaminan penerbitan efek beragun aset.

Dengan demikian apabila yang menjadi servicer adalah pihak kreditur asal (originator) sendiri maka pemberitahuan ini tidak diperlukan, karena dalam hal tidak diberitahukan kepada debitur mengenai telah dilakukannya cessie tersebut maka pihak

servicer yakni kreditur asal (originator) sendiri dapat bertindak sebagai kreditur asal hanya saja demi kepentingan kreditur baru. Karena walaupun dengan tidak diberitahukannya mengenai telah dilakukannya cessie tersebut tidak mengikat debitur untuk membayar utangnya kepada kreditur yang baru, namun debitur tersebut masih terikat untuk membayar utangnya kepada kreditur yang lama yakni kreditur asal

(originator). Lain halnya apabila pihak yang ditunjuk sebagai servicer adalah pihak lain selain dari pada kreditur asal, maka pemberitahuan tersebut merupakan suatu keharusan. Dengan adanya pemberitahuan pengalihan piutang atas nama kepada debitur, maka debitur terikat untuk membayar kepada kreditur baru dan bukan kreditur lama.248

Penerapan ketentuan umum tentang perjanjian pada perjanjian kebendaan membawa konsekuensi, bahwa agar cessie itu sah, maka sepakat itu harus merupakan sepakat yang sah, yang tidak mengandung cacat dalam kehendaknya, dilakukan oleh orang yang berwenang, objeknya tertentu dan kausanya halal.

2) Sepakat yang sah

249

Suatu kesepakatan tidaklah memiliki kekuatan yang mengikat jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh karena paksaan atau penipuan250

248 Ibid. 249

J.Satrio, 2009, Op.cit hal 51.

250

Pasal 1321 KUHPerdata

dengan demikian dapat dikatakan bahwa apabila suatu perjanjian termasuk perjanjian kebendaan didasarkan karena suatu kekhilafan atau diperoleh karena paksaan atau penipuan maka perjanjian tersebut (termasuk perjanjian kebendaan) tidaklah memiliki kekuatan yang mengikat.

Perjanjian yang didasari karena kekhilafan mengenai diri orang yang dengannya seseorang bermaksud untuk mengadakan persetujuan tidak mengakibatkan perjanjian itu menjadi batal, namun apabila kekilafan itu terjadi mengenai objek atau barang yang menjadi pokok persetujuan maka perjanjian itu menjadi batal.251 Sedangkan apabila perjanjian itu diadakan dengan paksaan maka perjanjian itu menjadi batal.252 Sedangkan apabila perjanjian itu terjadi karena suatu penipuan maka hal itu bisa dijadikan sebagai alasan untuk membatalkan persetujuan, bila penipuan yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak yang lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat, dan penipuan itu tidak dapat hanya dikira-kira melainkan harus dibuktikan.253

Kesesatan dalam cessie bukan mengenai sifat dari tagihan atas namanya, tetapi mengenai tagihan itu sendiri, seperti misalnya cedent254 menyerahkan tagihan tertentu yang dipunyai olehnya terhadap A, sedangkan cessionaris255 mengira tagihan yang akan diserahkan bukanlah yang dipunyai cedent terhadap terhadap A melainkan terhadap B.256 251 Pasal 1322 KUHPerdata. 252 Pasal 1323 KUHPerdata. 253 Pasal 1328 KUHPerdata 254

Cedent adalah pihak yang menyerahkan piutang.

255

Cessionaris adalah pihak yang menerima penyerahan piutang.

256

Wiarda, Op.cit hal 114.

Dalam peristiwa cessie, seseorang berangkat dari pikiran, bahwa piutang yang akan dia beli merupakan piutang yang debiturnya merupakan seseorang yang dianggapnya mampu untuk melunasi utang tersebut, dan kemudian apabila terjadi kekhilafan mengenai siapa yang menjadi debitur, tentu akan mengubah keputusan si pembeli piutang tersebut apakah akan membeli piutang tersebut atau tidak, karena belum tentu debitur yang lain (selain dari yang diduganya sebagai debitur dari piutang tersebut) tersebut mempunyai kemampuan yang sama dalam melunasi piutang tersebut. Oleh karena itu kekhilafan yang seperti ini dapat dikatakan

sebagai kekhilafan mengenai objek dari perjanjian, karena mengenai piutang tentu kualitas dari debiturnya merupakan penentu dari kualitas piutang tersebut di samping jumlah dari piutang itu sendiri, sehingga apabila terjadi kekhilafan yang demikian maka perjanjian tersebut batal.

3) Kecakapan Untuk Membuat Perjanjian

Kalau penyerahan melalui suatu cessie itu dilakukan oleh seorang yang tidak cakap maka perjanjian itu tidak sah, dalam arti atas tuntutan pihak yang tidak cakap, penyerahan itu bisa dituntut pembatalannya. Kalau perjanjian kebendaannya

(cessienya) tidak sah, maka tagihan atas nama yang dioperkan itu bisa tidak jadi beralih, kalau kemudian dituntut pembatalannya.257

Cessionaris atau bahkan siapa saja berhak untuk mengemukakan, bahwa perjanjian itu adalah demi hukum, kalau terhadap syaratnya “hal tertentu” dan “kausa yang halal”, yang demikian itu didasarkan atas prinsip bahwa suatu kebatalan yang absolut mempunyai daya kerja terhadap semua orang atau batal terhadap siapa saja.

4) Hak Para Pihak Terhadap Adanya Cacat dalam Cessie.

258

Namun Pitlo keberatan, karena menurutnya semua perjanjian yang bisa dituntut pembatalannya adalah selalu relatif batal, tetapi sesudah dibatalkan oleh hakim maka selanjutnya bersifat absolut.259

Dalam penyerahan benda itu (yakni berupa piutang) perlu diperhatikan pula mengenai hak tanggungan yang melekat pada piutang tersebut, karena adanya asas droit desuite dan asas totalitas, maka tentunya peralihan piutang akan berdampak pada peralihan hak tanggungan yang melekat pada piutang tersebut (KPR), oleh karenanya perlu diperhatikan

257

J. Satrio, 2009, Op.cit hal 52.

258

Ibid, hal 57

259

mengenai peralihan hak tanggungan tersebut yang harus sesuai dengan UU No 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan.

b. Menanggung Benda yang Dijual

Pihak penjual yang dalam hal ini adalah penjual piutang yakni kreditur asal/

Originator (bank penyalur KPR), mempunyai kewajiban untuk menanggung benda yang dijualnya, maksudnya adalah bahwa penjual menanggung cacat tersembunyi dari piutang yang dijualnya dan menanggung kenikmatan tenteram atas benda yang dijualnya kepada pihak pembeli (yang dalam hal ini adalah pihak Issuer/pihak penerbit). Dalam kerangka sekuritisasi aset dalam pembiayaan sekunder perumahan, yang perlu diperhatikan secara seksama adalah mengenai kewajiban penjual piutang yakni kreditur asal/ Originator (bank penyalur KPR), untuk menanggung cacat tersembunyi pada piutang yang dijualnya. Memang dalam hal jual-beli piutang KUHPerdata menyatakan bahwa pihak kreditur asal tidak menanggung bagi kemampuan debitur asal untuk membayar utangnya kecuali pihak kreditur asal mengikatkan diri untuk itu,260 akan tetapi perlu diperhatikan mengenai kewajiban bank untuk melakukan prinsip kehati-hatian,261

Prinsip kehati-hatian bank dalam hal menyalurkan KPR atau kredit lainnya dikenal dengan konsep 5 C (character, capacity, collateral, capital, condition). Oleh karenanya pihak bank walaupun tidak diperjanjikan secara tertulis dalam perjanjian jual-beli piutang, tetap bertanggung jawab atas kewajibannya untuk memperhatikan konsep 5 C tersebut, karena bank terikat untuk itu karena undang-undang menetapkan demikian.

dalam hal ini pihak bank harus memperhatikan mengenai kehati-hatian pihak bank tersebut dalam menyalurkan KPR kepada nasabah debiturnya.

262

260

Pasal 1535 KUHPerdata

261

Pasal 2 UU No 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

262

Pasal 1233 KUHPerdata menyebutkan “perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang- undang.

pun merupakan penentu dari kualitas piutang KPR yang akan dijual oleh bank kepada pihak

Issuer, oleh karenanya pihak bank wajib memberitahukan hal tersebut kepada pihak pembeli efek beragun aset yang diterbitkan oleh pihak pembeli efek beragun yang diterbitkan oleh

Issuer) di dalam prospektus263

Dalam kerangka sekuritisasi aset dan pembiayaan sekunder perumahan, adapun jual-beli piutang terjadi antara kreditur asal (originator) yang dalam hal sebagai penjual piutang dan pihak issuer yang dalam hal ini bertindak sebagai pembeli piutang. Jika efek beragun aset yang diterbitkan dalam pembiayaan sekunder perumahan itu bersifat partisipasi (equity security) maka yang bertindak sebagai pihak issuer adalah suatu perusahaan conduit

yang dipersiapkan oleh issuer.

Selain dari pada itu perlu diperhatikan bahwa di tiap-tiap KPR di dalamnya melekat suatu hak tanggungan atas nama kreditur asal (bank penyalur KPR). Oleh karenanya pihak bank juga menanggung setiap cacat tersembunyi berupa cacat yuridis mengenai hak tanggungan tersebut, karena hak tanggungan tersebut merupakan suatu kesatuan (asas totalitas) dari benda yang hendak dialihkan tersebut.

264

lembaga keuangan yang khusus untuk itu265, sedangkan dalam hal hak efek beragun aset berbentuk surat utang maka pihak yang membeli piutang tersebut adalah suatu Special Purpose Vehicle yang ditunjuk oleh lembaga keuangan khusus tersebut.266

a. Conduit.

Dengan kata lain pihak pembeli piutang dalam hal pembiayaan sekunder perumahan ini ada 2 yakni antara lain sebagai berikut :

b. Special Purpose Vehicle.

263

Pasal 1 angka 26 UU no 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal menyebutkan “Prospektus adalah setiap informasi tertulis sehubungan dengan Penawaran Umum dengan tujuan agar Pihak lain membeli efek.”

264

Conduit adalah lembaga keuangan khusus yang didirikan dengan tujuan melakukan sekuritisasi aset, Gunawan Widjaja dan E. Paramitha Sapardan, Op.cit, hal 72

265

Pasal 6 ayat (2) Perpres No 19 Tahun 2005 Tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan.

266

a. Conduit.

Pihak yang dapat melakukan sekuritisasi aset dengan cara bertindak sebagai conduit

adalah lembaga keuangan khusus yang didirikan dengan tujuan melakukan sekuritisasi aset. Lembaga Keuangan ini didirikan oleh swasta maupun pemerintah.

1) Lembaga Keuangan yang Dibentuk oleh Swasta.

Lembaga keuangan ini meskipun lembaga keuangan yang dibentuk oleh swasta, pada kenyataannya lembaga ini merupakan suatu perusahaan yang disponsori oleh pemerintah. Sebagai lembaga keuangan yang dibentuk swasta, saham lembaga keuangan tersebut dapat dimiliki oleh swasta, yang berarti secara tidak langsung aset dan kewajiban lembaga keuangan ini juga dimiliki oleh swasta.

Salah satu contoh lembaga keuangan yang dibentuk oleh swasta adalah Federal National Mortgage Association (FNMA), dan biasa disebut “Fannie Mae”. Tugas FNMA adalah menyediakan pasar sekunder untuk pinjaman bagi rumah tinggal atau pinjaman untuk perumahan. FNMA merupakan perusahaan swasta yang dibentuk sebagai salah satu lembaga yang menjadi sumber dana bagi pembelian piutang-piutang atau pinjaman-pinjaman perumahan dan mensekuritisasikannya serta selanjutnya menjualnya kepada investor. Pendapatan FNMA berasal dari dua sumber, yaitu fee income dan selisih antara biaya peminjaman dan yield267

Lembaga keuangan sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah, dan kegiatan keuangannya didukung dari dana yang diperoleh oleh pemerintah. Contoh lembaga keuangan yang dibentuk oleh pemerintah ini adalah Government National Mortgage Association (GNMA) dan sering disebut “Gennie Mae”. GNMA memiliki 2 fungsi utama, yaitu :

2) Lembaga Keuangan yang Dibentuk oleh Pemerintah

267

Yield adalah pembagian atau selisih antara pendapatan tetap dengan uang yang diinvestasikan., Gunawan Widjaja dan E Paramitha Sapardan, Op.cit hal 72-73.

a) Menyediakan pelayanan dengan mengutamakan pihak peminjam untuk perumahan yang kurang beruntung.

b) Mengumpulkan dana tambahan untuk pinjaman perumahan.

b. Special Purpose Vehicle

Secara sederhana Special Purpose Vehicle (SPV) adalah suatu robot yang tidak mempunyai karyawan, tidak membuat suatu keputusan ekonomi yang substantif, tidak memiliki lokasi fisik, dan tidak dapat dipailitkan.268 Dasar hubungan hukum yang terjadi antara perusahaan pendiri dan SPV-nya dapat dijelaskan dalam pendekatan holding- subsidiary. Dalam pendekatan PSV sebagai subsidiary atau anak perusahaan pihak yang mendirikannya disebut sebagai holding companyi. Holding company merupakan suatu perusahaan yang dinamakan perusahaan induk dimana perusahaan itu mengendalikan kegiatan perusahaan lainnya.269

Holding Company dapat diartikan juga sebagai perusahaan yang memiliki cukup banyak saham dengan hak suara perusahaan lain untuk mengawasi kebijakan dan manajemennya.

270

Menurut Harry Simmon parent company adalah suatu perusahaan yang memegang saham perusahaan lain dan mengendalikan aktivitas perusahaan tersebut. Apabila suatu perusahaan didirikan secara khusus untuk tujuan memiliki saham perusahaan lain dan untuk mengendalikan aktivitasnya maka disebut holding company271

268

National Bureau of Economic Research, 2007, The Risk of Financial Institutions, chicago, University of Chicago Press, hal 550.

269

K.Smith dan D.J. Keane, 1980, Company Law, 3rd edition, London, McGraw Hill Inc, hal 746

270

Joe G. Siegel dan Jae K. Shim, 1996, Kamus Istilah Akuntansi, Jakarta, Media Elex Komputindo, hal 221.

271

Harry Simon dan W.E Karena Brock, 1989, Advanced Accounting, Taipe, Meyya Publication, hal 194 . Karena perusahaan yang di bawah pengendalian holding company dinamakan anak perusahaan atau (perusahaan)

subsidiary, maka SPV adalah subsidiary yang didirikan dengan tujuan khusus dimana saham (dengan hak suara)-nya dimiliki dalam jumlah banyak oleh perusahaan pendiri sehingga

kebijakan dan manajemennya diawasi dan aktivitasnya dikendalikan oleh perusahaan pendiri tersebut.

Dalam hal efek beragun aset yang diterbitkan adalah efek beragun aset yang bersifat utang, maka tentu saja jika pihak penerbit dalam hal ini dipailitkan tentu saja aset-aset yang dimilikinya termasuk piutang-piutang yang telah dibelinya dan kemudian dijadikan dasar bagi penerbitan efek beragun aset dalam pembiayaan sekunder perumahan, akan menjadi budel pailit272 bagi pelunasan seluruh kewajiban dari pihak penerbit tersebut. Hal ini tentunya merugikan pihak investor, karena seharusnya efek beragun aset adalah aset yang aman dari proses kepailitan. Oleh karena itu SPV dirancang sedemikian rupa agar tidak dapat dipailitkan. Perusahaan pendiri SPV memelihara kontrol terhadap keputusan bisnis, dimana kegiatan pembiayaan dilaksanakan, SPV bukanlah subjek bagi kepailitan karena SPV tidak