• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum terhadap Debitur dan Kreditur

BAB II PENGATURAN TENTANG KAPAL LAUT YANG

B. Perlindungan Hukum terhadap Debitur dan Kreditur

Perlindungan hukum terhadap debitur yang didapati dalam peraturan perundang-undangan dan pada prakteknya, dalam kaitannya perjanjian kredit dengan jaminan hipotek kapal laut, yakni antara lain:

1. Janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri (beding van eigenmachtig verkoop).

Didalam Pasal 1178 ayat (1) KUH Perdata terdapat larangan adanya/dimuatnya suatu janji dalam akta hipotek, yang menetapkan, bahwa dalam hal si debitur wanprestasi, si kreditur dengan sendirinya menjadi pemilik dari benda jaminan yang bersangkutan. Larangan disini adalah larangan bersifat umum, dalam arti, pada waktu dibuatnya perjanjian hutang piutang dengan jaminan hipotek, orang tak diperkenankan membuat janji seperti dalam Pasal 1178 ayat (1) tersebut. Adanya larangan demikian dimaksudkan untuk melindungi debitur, yang datang kepada kreditur dalam keadaan terjepit, sehingga terpaksa menerima saja syarat-syarat yang sebenarnya sangat merugikan dirinya. Suatu hutang pada umumnya dijamin dengan benda jaminan yang mempunyai nilai diatas atau seringkali jauh diatas hutangnya.114

2. Undang-Undang Perbankan

Undang-undang Perbankan tidak mengatur secara khusus tentang perlindungan bagi debitur, namun mengatur tentang pembinaan dan pengawasan bagi bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Salah satu solusi untuk memberikan perlindungan bagi debitur dari kesulitan keuangan untuk menyelesaikan kewajibannya kepada bank, dilakukan dengan Program Penyehatan Perusahaan. Program ini dilakukan berdasarkan kesepakatan

antara bank dan debitur yang dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis. Dalam perjanjian ini ditentukan bahwa apabila Program Penyehatan Perusahaan gagal atau tidak berhasil menyelamatkan atau menyehatkan kembali perusahaan debitur, maka debitur menyetujui kreditur untuk melakukan proses eksekusi jaminan melalui pengadilan.

Program Penyehatan Perusahaan untuk memberikan perlindungan bagi debitur dapat dilakukan dengan cara:

a. Pemberian moratorium kepada debitur. Selama masa moratorium, debitur tidak perlu membayar bunga maupun hutang pokoknya;

b. Melakukan penjadwalan kembali pelunasan kredit (rescehuling). Debitur diberikan perpanjangan jadwal angsuran maupun jangka waktu kredit secara keseluruhan;

c. Melakukan pensyaratan kembali perjanjian kredit (reconditioning). Perubahan syarat-syarat perjanjian kredit, termasuk jadwal angsuran dan syarat-syarat yang lain;

d. Melakukan restrukturisasi kredit (restructuring). Debitur diberikan pengurangan jumlah hutang pokok, penurunan tingkat suku bunga, dan kalau diperlukan diberikan tambahan hutang (kredit injeksi);

e. Melakukan konversi kredit menjadi modal perseroan;

f. Memasukkan modal baru oleh pemegang saham lama atau pemegang saham baru;

g. Menjual aktiva yang tidak produktif atau yang tidak langsung diperlukan untuk kegiatan usaha perusahaan;

h. Mengganti pengurus/direksi dan atau pengawas/komisaris dari perusahaan debitur;

i. Melakukan hal-hal yang dianggap perlu dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.115

3. Perlindungan pihak lemah dalam syarat-syarat baku.

115 http://duniakontraktor.com/perjanjian-kredit-dan-permasalahannya, diakses pada tanggal

Praktek syarat-syarat baku ini telah biasa digunakan dalam dunia bisnis. Syarat-syarat baku harus dipahami sebagai aturan kontrak yang dipersiapkan sebelumnya untuk digunakan secara umum dan berulang-ulang oleh salah satu pihak dan tanpa negosiasi dengan pihak lain.116Ditinjau dari perjanjian kredit yang dibuat oleh kreditur dan debitur pada umumnya menggunakan perjanjian baku. Bank akan meminta notaris yang bersangkutan untuk berpedoman kepada perjanjian kredit yang telah ditetapkan oleh bank, tetapi pihak bank tetap akan meminta pendapat notaris dalam perjanjian kredit tersebut. Notaris dalam hal ini sebagai salah satu unsur penyaring. Peranan notaris sebagai pejabat yang tidak memihak dalam menjalankan jabatannya dalam kaitan perjanjian kredit, notaris menjelaskan kepada para pihak mengenai hak dan kewajiban para pihak. Dan notaris juga harus memastikan perjanjian kredit tersebut tidak mengandung hal-hal yang dilarang oleh undang-undang ataupun bertentangan dengan kesusilaan dan kepentingan umum.

Dilihat dari hukum hipotek ada perbedaan antara hipotek kapal dengan hipotek atas hak atas tanah. Perbedaan yang apabila dilihat dari kepentingan kreditur, maka dilihat dari sifat bendanya maka kapal itu antara lain:

116 Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,

1. Dapat berkurang fungsinya (daya pakainya dan nilai jualnya), apalagi jika perawatannya tidak diperhatikan, sehingga nilainya akan jauh berkurang. 2. Mengingat musnahnya benda jaminan membuat hipotek berakhir, maka kapal

laut yang dijadikan jaminan hipotek harus dipertanggungkan.

3. Apabila kapal laut yang dijadikan jaminan hipotek terus menerus beroperasi di luar wilayah Indonesia, tidak mudah untuk dilakukan eksekusi atas kapal laut tersebut. Dikarenakan perbedaan yurisdiksi hukum yang dapat mempengaruhi dan kesulitan praktis untuk mengeksekusi kapal yang dibebani jaminan hipotek tersebut.

Apabila pelunasan kredit tidak dapat diharapkan dari hasil usaha debitur dan kredit tidak dapat dilunasi, maka hasil penjualan kapal yang dijadikan jaminan merupakan harapan terakhir untuk pelunasan kredit tersebut. Berkenaan pentingnya peranan kapal laut yang dijadikan jaminan tersebut, maka jaminan tersebut tidak hilang atau musnah. Salah satu upaya yang terpenting adalah dengan asuransi terhadap kapal laut yang dijadikan jaminan. Dalam rangka menjaga kepentingan bank, maka bank memperjanjikan didalam perjanjian kredit bahwa kapal laut yang dijadikan jaminan harus diasuransikan.

Perlindungan kepada kreditur apabila debitur wanprestasi adalah eksekusi barang yang dijadikan jaminan. Sebelumnya ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu

tentang prestasi dan wan prestasi. Kansil membagi macam-macam prestasi kedalam 3 (tiga) kelompok, yakni:

1. Memberikan sesuatu, seperti membayar harga, menyerahkan barang dan sebagainya.

2. Berbuat sesuatu misalnya memperbaiki barang yang rusak, membongkor bangunan, kesemua putusan pengadilan dan sebagainya.

3. Tidak berbuat sesuatu misalnya untuk tidak medirikan sesuatu bangunan, untuk tidak menggunakan merek dagang tertentu, kesemua yang ditetapkan keputusan pengadilan.117

Dalam praktek perjanjian kredit ketiga prestasi tersebut diperjanjikan, antara lain sebagai berikut:

1. Prestasi memberikan sesuai adalah membayar pinjaman pokok beserta bunganya.

2. Prestasi berbuat sesuatu yang dimaksud adalah menjaga dan memelihara barang-barang yang dijadikan jaminan.

3. Prestasi tidak berbuat sesuatu misalnya ada klausula yang melarang debitur melakukan perubahan anggaran dasar, perubahan saham dan sebagainya yang pada umumnya untuk melindungi kepentingan kreditur.

Kalau debitur tidak memenuhi atau tidak menepati perikatan disebut cidera janji (wanprestasi). Sebelum dinyatakan cidera janji terlebih dahulu harus dilakukan

somasi (ingebrekestelling) yaitu suatu peringatan kepada debitur agar memenuhi kewajibannya.118 Apabila setelah dilakukan peringatan tetapi debitur tetap wanprestasi maka kreditur dapat melakukan upaya hukum.

Apabila debitur wanprestasi terhadap pembayaran utang maka pemegang Hipotek Kapal Laut (kreditur) dapat menempuh cara pemenuhan pembayaran utang apabila debitur melakukan wanprestasi, melalui upaya hukum sebagai berikut: :

a. Proses litigasi.

Mengajukan gugatan perdata dalam bentuk gugatan kontentiosa melalui Pengadilan Negeri sesuai dengan kompetensi relatif dalam Pasal 118 HIR. b. Mengajukan permintaan eksekusi.

Berdasarkan Pasal 224 HIR Pasal 440 Rv, hipotek termasuk bentuk grosse akta. Apabila pada sertifikat hipoteknya dicantumkan titel eksekutorial irah- irah DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, maka pada hipotek itu melekat kekuatan eksekutorial (executoriale kracht) karena undang-undang sendiri mempersamakannya dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Apabila debitur cidera janji, Kreditur dapat meminta fiat eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri yang kemudian akan mengambil tindakan prosedur sesuai Pasal 196 dan Pasal 197 HIR hingga mengeluarkan penetapan Sita Eksekusi (executoriale beslag) atas barang obyek hipotek. Selanjutnya panitera atau juru sita akan melakukan penyitaan, membuat Berita Acara

Penyitaan, dan mengumumkan penyitaan dengan cara mendaftarkannya pada kantor pejabat yang berwenang sesuai Pasal 198 HIR. Setelah Ketua PN menerbitkan Penetapan Penjualan Lelang (executoriale verkoop) berdasarkan pasal 200 ayat (1) HIR, maka dilakukan penjualan lelang dengan perantaraan Kantor Lelang.

c. Penjualan lelang oleh kreditor berdasarkan kuasa sendiri.

Hal ini dapat dilakukan apabila akta hipotek memuat klausul eigenmachtige verkoop sebagaimana dimaksud Pasal 1178 KUH Perdata. Dalam hal debitur cidera janji, kreditur dapat menjual barang hipotek tanpa memerlukan intervensi Pengadilan Negeri, tetapi penjualannya harus dilakukan di muka umum melalui lelang dengan bantuan dari Kantor Lelang.

d. Penjualan dibawahtangan.

Mengacu pada Pasal 224 HIR dan Pasal 1178 ayat (2) jo. Pasal 1211 KUH Perdata, obyek hipotek kapal laut tidak boleh dijual oleh kreditur melalui penjualan di bawah tangan. Namun, dengan menggunakan pendekatan secara analog terhadap ketentuan-ketentuan dalam UUHT, maka dapat dibenarkan penjualan di bawah tangan atas obyek hipotek kapal laut. Cara pelaksanaannya sepenuhnya berpedoman pada Pasal 20 UU HT tersebut. Asuransi yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit merupakan salah satu perlindungan penting terhadap kreditur dan debitur yang beretikad baik melaksanakan perjanjian. Menurut ketentuan Pasal 246 KUH Dagang : “Pertanggungan adalah

perjanjian dengan mana penanggung mengaitkan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen.”

Menurut ketentuan Pasal 246 KUH Dagang, pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya akibat dari suatu evenemen. Dalam defenisi ini dapat ditentukan beberapa unsur pertanggungan, yaitu:

a. Unsur subjek

Subjek pertanggungan adalah pihak-pihak, yaitu penanggung dan tertanggung yang mengadakan perjanjian secara bertimbal balik.

b. Unsur status

Pihak penanggung dan tertanggung adalah pendukung kewajiban dan hak, dapat berstatus sebagai manusia pribadi, sekelompok manusia pribadi, dan badan hukum. tetapi khusus mengenai penanggung harus berstatus badan hukum (Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian).

c. Unsur objek

Objek pertanggungan dapat berupa benda, kepentingan yang melekat pada benda, sejumlah uang. Tujuan yang hendak dicapai oleh tertanggung ialah

peralihan risiko dari tertanggung kepada penanggung. Pertanggungan terjadi karena tertanggung tidak mampu menghadapi bahaya yang mengancam benda miliknya (kepentingannya).

d. Unsur peristiwa

Peristiwa asuransi adalah perbuatan hukum berupa persetujuan atau kesepakatan antara penanggung dan tertanggung mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti yang mengancam benda asuransi dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi. Persetujuan dan kesepakatan tersebut dibuat dalam bentuk tertulis berupa akta yang disebut polis. Polis ini merupakan satu- satunya bukti yang dipakai untuk membuktikan telah terjadi kesepakatan asuransi.

e. Unsur hubungan hukum

Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan tertanggung adalah keterikatan yang timbuk karena persetujuan atau kesepakatan. Keterikatan tersebut timbul secara sukarela, yaitu pihak penanggung (perusahaan asuransi) berkewajiban mengganti kerugian yang dialami nasabah karena kejadian atau musibah tertentu (sesuai dengan perjanjian yang disepakati). Tertanggung harus membayar sejumlah dana (premi) kepada perusahaan asuransi.

f. Objek asuransi

Objek asuransi dapat berupa benda, hak, atau kepentingan yang melekat pada benda, dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak.

Penanggung bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai imbalan pengalihan resiko. Tertanggung bertujuan bebas dari resiko dan memperoleh penggantian jika timbul kerugia atas harta benda miliknya. g. Peristiwa asuransi

Peristiwa asuransi adalah perbuatan hukum (legal act) berupa persetujuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dan tertanggung mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti (evenemen) yang mengancam benda asuransi, dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi. Persetujuan atau kesepakatan bebas tersebut dibuat dalam bentuk tertulis berupa akta yang disebut polis. Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti yang dipakai untuk membuktikan telah terjadi asuransi.

h. Hubungan asuransi

Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan tertanggung adalah keterikatan (legally bound) yang timbul karena persetujuan atau kesepakatan bebas. Keterikatan tersebut timbul secara sukarela, yaitu ppihak penanggung (perusahaan asuransi) berkewajiban mengganti kerugian yang dialami nasabah karena kejadian atau musibah tertentu (sesuai dengan perjanjian yang disepaktai). Di lain pihak, nasabah harus membayar sejumlah dana (premi) kepada perusahaan asuransi.119

119Abdulkadir Muhammad,Hukum Asuransi Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006,

Secara umum ada tiga tujuan utama dari asuransi, yaitu:

1. Teori Pengalihan Resiko. Menurut teori pengalihan resiko (Risk Transfer Theory), tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika bahaya tersebut terjadi terhadapnya maka kerugian yang dideritanya sangat besar untuk ditanggung sendiri olehnya. Untuk mengurangi atau menghilangkan beban resiko tersebut, pihak tertanggung berupaya mengalihkan beban resiko ancaman bahaya tersebut kepada pihak lain yang bersedia dengan membayar kontra prestasi yang disebut premi.

Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula resiko beralih kepada penanggung. Apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi yang telah diterimanya dari tertanggung.

2. Pembayaran Ganti Kerugian

Dalam suatu asuransi untuk melindungi terhadap peristiwa yang menimbulkan kerugian, jika pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian tersebut maka kepada tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam praktiknya, kerugian yang timbul itu bersifat sebagian (partial loss), tidak

semuanya berupa kerugian total (total loss). Dengan demikian tertanggung mengadakan asuransi yang bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh-sungguh dideritanya.

3. Pembayaran Santunan

Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung (voluntary insurance). Akan tetapi undang-undang mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsory insurance), artinya tertanggung terikat dengan penanggung karena perintah undang-undang, bukan karena perjanjian. Asuransi jenis ini disebut asuransi sosial (social security insurance). Asuransi sosial bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh.120

Dalam melaksanakan asuransi maka tertanggung harus melakukan perjanjian asuransi dengan penanggung, dengan membayar premi kepada perusahaan asuransi sebagai pelaksanaan dari perjanjian asuransi tersebut. Perusahaan asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian yang mempunyai sifat khusus, sehingga perjanjian ini mempunyai sifat dan karakteristik tertentu yang sangat khas dibandingkan dengan jenis perjanjian lain.

Perjanjian asuransi merupakan suatu perjanjian baku yang menegaskan tentang pemenuhan hak dan kewajiban yang mengikat antara penanggung dengan tertanggung, sehingga mengharuskan untuk mentaatinya seluruh poin-poin perjanjian yang merupakan bagian dari kesepakatan dalam perjanjian tersebut.

Sebagai perjanjian, maka ketentuan, syarat-syarat sah suatu perjanjian dalam KUH Perdata berlaku juga bagi perjanjian asuransi. Karena perjanjian asuransi merupakan perjanjian khusus, maka disamping ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian, berlaku juga syarat-syarat khusus yang diatur dalam KUH Dagang. Syarat-syarat sah suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Syarat khusus yang diatur dalam KUH Dagang adalah kewajiban pemberitahuan sebagai mana yang terdapat dalam ketentuan Pasal 251 KUH Dagang, yakni sebagai berikut:

1. Kesepakatan. Tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi. Kesepakatan tersebut pada pokoknya meliputi: benda yang menjadi objek asuransi, pengalihan resiko dan pembayaran premi, evenemen dang anti kerugian, syarat-syarat khusus asuransi, dan dibuat secara tertulis yang disebut polis. Dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 ditentukan bahwa penutupan asuransi atas objek asuransi harus didasarkan pada kebebasan memilih penanggung kecuali bagi program asuransi sosial. Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi hak tertanggung agar dapat secara bebas memilih perusahaan asuransi sebagai penanggung.

Dalam perjanjian kredit yang menjadikan kapal laut sebagai jaminan, kapal laut diasuransikan pada perusahaan yang ditentukan oleh pihak bank. Perusahaan asuransi tersebut rekanan kreditur, dengan nilai pertanggungan yang wajar terhadap kapal laut yang menjadi barang jaminan, dan atas persetujuan pihak kreditur. Dan biaya premi ditanggung oleh pihak debitur. 2. Kewenangan. Kedua pihak tertanggung dan penanggung berwenang

melakukan perbuatan hukum yang diakui oleh undang-undang. Kewenangan berbuat tersebut ada yang bersifat subjektif dan ada yang bersifat objektif. Kewenangan subjektif artinya kedua pihak sudah dewasa, cakap berbuat hukum, atau pemegang kuasa yang sah. Kewenangan objektif artinya tertanggung mempunyai hubungan yang sah dengan benda objek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan miliknya sendiri. Penanggung adalah pihak yang sah mewakili perusahaan asuransi berdasarkan anggaran dasar perusahaan. Apabila asuransi yang diadakan itu untuk kepentingan pihak ketiga, maka tertanggung yang mengadakan asuransi itu mendapat kuasa atau pembenaran dari pihak ketiga yang bersangkutan.

Kewenangan objektif asuransi kapal laut yang dijadikan jaminan dalam perjanjian kredit, yaitu pemilik kapal laut itu sendiri sebagai debitur dan pihak bank sebagai kreditur. Kreditur diberi kewenangan sesuai perjanjian kredit dan/atau didalam perjanjian khusus berdasarkan perjanjian kredit.

3. Objek tertentu (fixed object). Objek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah objek yang diasuransikan, dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan, dapat pula berupa jiwa atau raga manusia. Objek tertentu berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan terdapat pada perjanjian asuransi kerugian. Objek tertentu berupa jiwa atau raga manusia terdapat pada perjanjian asuransi jiwa.

Kapal laut sebagai jaminan hutang merupakan objek asuransi dan kepentingan yang melekat terhadap kapal laut tersebut selain pemilik kapal laut, ada pula kepentingan kreditur.

4. Kausa yang halal (legal cause). Kausa yang halal adalah isi perjanjian asuransi tidak dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.

Berdasarkan kausa yang halal itu, tujuan yang hendak dicapai oleh tertanggung dan penanggung adalah beralihnya resiko atas objek asuransi yang juga merupakan sebagai barang jaminan, yang diimbangi dengan pembayaran premi asuransi.

5. Pemberitahuan (notification). Salah satu teori yang dikenal dalam hukum asuransi adalah teoti objektifitas, menurut teori ini setiap asuransi harus mempunyai objek tertentu. Objek tertentu artinya jenis, identitas, dan sifat yang dimiliki objek tersebut harus jelas dan pasti. Jenis identitas dan sifat objek asuransi wajib diberitahukan oleh tertanggung kepada penanggung, tidak boleh ada yang disembunyikan. Menurut KUH Dagang tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan objek asuransi. Kewajiban ini dilakukan pada saat mengadakan asuransi. Apabila tertanggung lalai, maka akibat hukumnya asuransi batal.

Dalam hal pemberitahuan ini untuk melindungi kepentingan pihak kreditur maka kreditur berperan aktif untuk memastikan tidak ada yang disembunyikan, identitas dan sebagainya yang bersangkutan terhadap kapal laut sebagai barang jaminan.

Polis merupakan bukti dari asuransi, bukti tertulis yang dijadikan sebagai bukti telah dilakukannya perjanjian asuransi. Menurut ketentuan Pasal 255 KUH Dagang perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis. Selanjutnya dalam Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1992 dinyatakan, polis atau bentuk perjanjian asuransi dengan nama apapun, berikut dengan lampiran yang merupakan satu kesatuan dengannya, tidak boleh mengandung kata-kata atau kalimat yang dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda mengenai resiko yang ditutup asuransinya, kewajiban penanggung dan tertanggung, atau mempersulit tertanggung mengurus haknya.

Kemudian Pasal 256 KUH Dagang menyatakan secara umum polis harus memuat ketentuan-ketentuan yang harus ada didalam asuransi. Surat polis untuk segala macam asuransi, kecuali yang mengenai asuransi jiwa harus memuat:

1. Surat pembentukan asuransi;

2. Nama pihak terjamin yang menyetujui terbentuknya asuransi, yaitu atas tanggungannya sendiri atau tanggungan orang lain;

3. Penyebutan yang cukup jelas tentang hal atau objek yang dijamin; 4. Jumlah uang, untuk mana diadakan jaminan;

5. Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh si penjamin;

6. Mulai dan akhir tenggang waktu, dalam diadakan jaminan oleh penjamin; 7. Uang premi yang harus dibayar oleh di terjamin;

8. Pada umumnya semua hal-hal yang perlu diketahui oleh pihka penjamin, serta semua janji-janji tertentu yang diadakan antara kedua pihak.

Benda asuransi adalah benda yang menjadi objek perjanjian asuransi (object of insurance). Benda asuransi adalah harta kekayaan yang mempunyai nilai ekonomi, yang dapat dihargai dengan sejumlah uang. Benda asuransi selalu berwujudd misalnya gedung pertokoan, rumah, kapal dan lain-lain. Benda asuransi selalu diancam dengan bahaya atau peristiwa yang terjadinya tidak pasti. Menurut Pasal 268 KUH Dagang, asuransi dapat mengenai segala macam kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, asuransi dapat mengenai segala macam kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, diancam oleh bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang-undang. Berdasarkan ketentuan pasal ini dapat ditentukan, yaitu:

1. Harus ada pada setiap asuransi; 2. Harus dapat dinilai dengan uang; 3. Harus diancam oleh bahaya;

4. Harus tidak dikecualikan oleh undang-undang (tidak dilarang oleh undang- undang).

Dalam suatu asuransi premi merupakan salah satu syarat utama dalam pelaksanaan kegiatan asuransi dan juga merupakan kewajiban tertanggung yang harus dibayarkan kepada pihak asuransi. Dengan membayar premi asuransi maka terciptalah hubungan antara tertanggung dan penanggung.

Premi adalah salah satu unsur penting dalam asuransi karena merupakan kewajiban utama yang wajib dipenuhi oleh tertanggung kepada penanggung, karena asuransi dapat berjalan atau resiko dapat dialihkan dari tertanggung kepada penanggung apabila tertanggung telah membayar premi kepada penanggung/perusahaan asuransi tersebut.121 Maka dapat disimpulkan bahwa premi asuransi merupakan syarat mutlak untuk menentukan perjanjian asuransi dilaksanakan atau tidak. Kreteria premi asuransi adalah sebagai berikut:

1. Dalam bentuk sejumlah uang;

2. Dibayar lebih dahulu oleh tertanggung; 3. Sebagai imbalan pengalihan resiko;

4. Dihitung berdasarkan presentase terhadap nilai resiko yang dialihkan.

Dokumen terkait