TESIS
Oleh
MISMIMI
097011018/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan
pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
MISMIMI
097011018/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Sanwani Nasution, SH)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) (Notaris Syafnil Gani, SH. M.Hum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Sanwani Nasution, SH
Anggota : 1.Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH
2. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum
3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Nama : MISMIMI
Nim : 097011018
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS PENGIKATAN DAN PENDAFTARAN JAMINAN KAPAL LAUT (STUDI DIKOTA MEDAN-BELAWAN)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
oleh lembaga keuangan disertai dengan jaminan, salah satu jaminan tersebut adalah kapal laut.
Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini, yakni: bagaimana pengaturan tentang kapal laut yang dijadikan objek jaminan, bagaimana pelaksanaan pengikatan dan pendaftaran jaminan kapal laut, dan bagaimana perlindungan hukum terhadap debitur dan kreditur dalam kaitannya dengan jaminan kapal laut.
Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut, maka penelitian ini dilakukan bersifat deskriftif analistis, yaitu menggambarkan semua gejala dan fakta yang terjadi dilapangan serta menganalisa sesuai dengan permasalahan yang ada dalam penelitian. Penelitian ini untuk menganalisa kaidah hukum tentang perundang-undangan jaminan fidusia dan hipotik serta perlindungan hukum kepada kreditor dan debitor. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode yuridis empiris yaitu mengungkap peraturan yang berkaitan dengan teori-teori hukum dan pelaksanaannya didalam masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian pelaksanaan penelitian.
Pengaturan kapal laut yang terdapat diperaturan perundang-undangan dapat dijadikan jaminan fidusia dan hipotik. Pada kenyataannya dalam pelaksaannya di Propinsi Sumatera Utara khususnya Kota Medan pembebanan kapal laut sebagai benda bergerak belum pernah terjadi. Pengikatan barang yang akan dijadikan jaminan diawali dengan pengikatan didalam perjanjian kredit. Perjanjian kredit yang dilakukan oleh bank untuk hipotek kapal laut dilakukan secara notariil atau dibawahtangan. Pendaftaran hipotik kapal laut yang dijaminkan kepada syahbandar tempat pendaftaran kapal laut yang dijadikan jaminan tersebut. Setelah dicatat pada Daftar Induk Kapal yang bersangkutan, maka grosse akte hipotek bersama dengan grosse akta pendaftaran/baliknama kapal diserahkan kepada kreditur untuk disimpan. Perlindungan hukum terhadap debitur dan kreditur yang didapati dalam peraturan perundang-undangan dan pada prakteknya. Berdasarkan dari kesimpulan, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: Kapal laut nelayan yang dibawah 7 GT secara ekonomis masih memiliki nilai, dan menurut peraturan perundang-undangan dapat dijadikan jaminan fidusia. Sehingga diharapkan peran aktif dari semua jajaran untuk lebih memberikan sosialisasi bahwa kapal laut dapat dijadikan jaminan fidusia. Tempat pendaftaran kapal yang akan menentukan tempat pendaftaran pembebanan hipotik kapal laut diseluruh Indonesia sudah seharusnya ditambah jumlahnya, karena tidak sepadan dengan jumlah pelabuhan di Indonesia. Pertanggungan seharusnya dinyatakan secara rinci didalam perjanjian kredit. Dan kepada para pihak disarankan untuk melaksanakan perjanjian dengan etikad baik.
cabotage principle. The implementation of cabotage principle of course needs big capital. The capital is provided by financial institution with collateral, one of the collaterals is ship.
The problems discussed in this study were how the use of ship as collateral is regulated, how the binding and registration of ship assurance is implemented and what legal protection can be given to the debtor and creditor in relation to a ship as the collateral.
The purpose of this descriptive analytical study was to describe all existing symptoms and facts and to empirically and juridically analyze the legal norms of the law on fiduciary and mortgages and legal protection for the debtor and creditor in accordance with the existing research questions.
The use of ship as the collateral of fiduciary and mortgages is regulated in the regulation of legislation. In its implementation in the Province of Sumatera Utara, especially in Medan, the imposition of a ship as a movable good has never happened. The binding of the goods will be preceded by the binding of collateral in credit agreement. Credit agreement done by the bank for the ship mortgage is made before the notary or underhanded. The registration of the ship mortgage is used as the collateral to the harbor master of the place where the ship used as the collateral was registered. After the ship concerned is recorded in the Ship Master List, the grosse mortgage agreement and the grosse ship registration/transfer certificate are submitted to the creditor to keep. Legal protection for the debtor and creditor are found in the regulation of legislation and its practice. Based on the conclusion, it is suggested that Fishing ships under 7 GT still have their economic value, and according to he regulation of legislation, they can still be used as fiduciary collateral. Therefore, the active role of all parties is needed to more socialize the issue that ship can be used as fiduciary collateral. The number of place of ship registration which will determine the place to register the imposition of ship mortgage in Indonesia should be increased, because it is not equivalent with the existing number of seaports in Indonesia. Responsibility should be described in detail in credit agreement and all parties are suggested to implement the agreement in good faith.
Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat
dan inayah-Nya, tesis yang berjudul“TINJAUAN YURIDIS PENGIKATAN DAN PENDAFTARAN JAMINAN KAPAL LAUT (Studi Di Kota Medan-Belawan)”
ini telah selesai sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk
memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini, penulis banyak mendapat bimbingan, arahan dan
bantuan, sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh Dosen Pembimbing yaitu
kepada Bapak Prof. Sanwani Nasution, SH, Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, dan
Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum yang telah membimbing demi selesainya
tesis ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Komisi Penguji Bapak Prof. Dr.
Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, M.Hum,
CN atas saran dan masukkannya yang sangat membangun terhadap penulisan tesis
ini.
Selanjutnya penulis ucapkan terimakasih atas semua bimbingan, bantuan, dan
dorongan secara khusus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K)., selaku
Universitas Sumatera Utara.
3. Ketua, Sekretaris dan Staf Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, yaitu kepada:
a. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
b. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris
Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
c. Seluruh Staf Biro Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
4. Bapak dan Ibu Guru besar serta Staf Pengajar pada Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis.
5. Seluruh pihak yang telah memberikan keterangan dan informasi selama penulis
melakukan penelitian di Kota Medan.
6. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Alm. Darmizen, dan Ibunda Rasmiati yang
telah mencurahkan segenap doa, perhatian, cinta kasih, kesabaran dan dukungan,
8. Adinda Irmayusi, adinda Ajman Satibera, adinda Aldem Depraja Putra, adinda
Syahrazak Khunaifah, serta ponakan-ponakan tercinta, yang juga mencurahkan
segenap doa, cinta kasih, kesabaran dan dukungan.
9. Seluruh teman-teman khususnya Kelas C angkatan 2009 atas bantuan dan
perhatiaannya.
Akhirnya atas segala bantuan semua pihak, semoga mendapat balasan dari
Allah SWT. Besar harapan penulis, tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua. Amiin.
Medan, Juni 2012
Penulis,
Nama : Mismimi
Tempat/Tanggal Lahir : Bukit Tinggi/09 Pebruari 1975
Alamat : Komplek Tasbi I, Blok VV No.110
Jenis Kelamin : Wanita
Umur : 37 Tahun
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Nama Suami : Stephen James Stewart
Anak Kandung : Kallen James Stewart
II. PENDIDIKAN
Sekolah Dasar : Negeri II, Sijunjung (1981-1987)
Sekolah Menengah Pertama: Negeri I, Sijunjung (1987-1990)
Sekolah Menengah Atas : Negeri I, Muaro Sijunjung (1990-1993)
Universitas : S1 Fakultas Hukum Universitas Andalas (1994-2000)
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latarbelakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Keaslian Penelitian ... 11
F. Kerangka Teori dan Konsep ... 12
1. Kerangka Teori ... 12
2. Konsepsi ... 22
G. Metode Penelitian ... 26
1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 26
2. Lokasi Penelitian ... 26
3. Metode Pengumpulan Data... 27
4. Sumber Data ... 28
5. Analisa Data ... 28
BAB II PENGATURAN TENTANG KAPAL LAUT YANG DIJADIKAN JAMINAN ... 29
A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Kapal Laut ... 29
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR DAN KREDITUR DALAM KAITANNYA DENGAN
JAMINAN KAPAL LAUT ... 95
A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum ... 95
B. Perlindungan Hukum terhadap Debitur dan Kreditur ... 100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 123
A. Kesimpulan ... 123
B. Saran ... 125
oleh lembaga keuangan disertai dengan jaminan, salah satu jaminan tersebut adalah kapal laut.
Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini, yakni: bagaimana pengaturan tentang kapal laut yang dijadikan objek jaminan, bagaimana pelaksanaan pengikatan dan pendaftaran jaminan kapal laut, dan bagaimana perlindungan hukum terhadap debitur dan kreditur dalam kaitannya dengan jaminan kapal laut.
Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut, maka penelitian ini dilakukan bersifat deskriftif analistis, yaitu menggambarkan semua gejala dan fakta yang terjadi dilapangan serta menganalisa sesuai dengan permasalahan yang ada dalam penelitian. Penelitian ini untuk menganalisa kaidah hukum tentang perundang-undangan jaminan fidusia dan hipotik serta perlindungan hukum kepada kreditor dan debitor. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode yuridis empiris yaitu mengungkap peraturan yang berkaitan dengan teori-teori hukum dan pelaksanaannya didalam masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian pelaksanaan penelitian.
Pengaturan kapal laut yang terdapat diperaturan perundang-undangan dapat dijadikan jaminan fidusia dan hipotik. Pada kenyataannya dalam pelaksaannya di Propinsi Sumatera Utara khususnya Kota Medan pembebanan kapal laut sebagai benda bergerak belum pernah terjadi. Pengikatan barang yang akan dijadikan jaminan diawali dengan pengikatan didalam perjanjian kredit. Perjanjian kredit yang dilakukan oleh bank untuk hipotek kapal laut dilakukan secara notariil atau dibawahtangan. Pendaftaran hipotik kapal laut yang dijaminkan kepada syahbandar tempat pendaftaran kapal laut yang dijadikan jaminan tersebut. Setelah dicatat pada Daftar Induk Kapal yang bersangkutan, maka grosse akte hipotek bersama dengan grosse akta pendaftaran/baliknama kapal diserahkan kepada kreditur untuk disimpan. Perlindungan hukum terhadap debitur dan kreditur yang didapati dalam peraturan perundang-undangan dan pada prakteknya. Berdasarkan dari kesimpulan, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: Kapal laut nelayan yang dibawah 7 GT secara ekonomis masih memiliki nilai, dan menurut peraturan perundang-undangan dapat dijadikan jaminan fidusia. Sehingga diharapkan peran aktif dari semua jajaran untuk lebih memberikan sosialisasi bahwa kapal laut dapat dijadikan jaminan fidusia. Tempat pendaftaran kapal yang akan menentukan tempat pendaftaran pembebanan hipotik kapal laut diseluruh Indonesia sudah seharusnya ditambah jumlahnya, karena tidak sepadan dengan jumlah pelabuhan di Indonesia. Pertanggungan seharusnya dinyatakan secara rinci didalam perjanjian kredit. Dan kepada para pihak disarankan untuk melaksanakan perjanjian dengan etikad baik.
cabotage principle. The implementation of cabotage principle of course needs big capital. The capital is provided by financial institution with collateral, one of the collaterals is ship.
The problems discussed in this study were how the use of ship as collateral is regulated, how the binding and registration of ship assurance is implemented and what legal protection can be given to the debtor and creditor in relation to a ship as the collateral.
The purpose of this descriptive analytical study was to describe all existing symptoms and facts and to empirically and juridically analyze the legal norms of the law on fiduciary and mortgages and legal protection for the debtor and creditor in accordance with the existing research questions.
The use of ship as the collateral of fiduciary and mortgages is regulated in the regulation of legislation. In its implementation in the Province of Sumatera Utara, especially in Medan, the imposition of a ship as a movable good has never happened. The binding of the goods will be preceded by the binding of collateral in credit agreement. Credit agreement done by the bank for the ship mortgage is made before the notary or underhanded. The registration of the ship mortgage is used as the collateral to the harbor master of the place where the ship used as the collateral was registered. After the ship concerned is recorded in the Ship Master List, the grosse mortgage agreement and the grosse ship registration/transfer certificate are submitted to the creditor to keep. Legal protection for the debtor and creditor are found in the regulation of legislation and its practice. Based on the conclusion, it is suggested that Fishing ships under 7 GT still have their economic value, and according to he regulation of legislation, they can still be used as fiduciary collateral. Therefore, the active role of all parties is needed to more socialize the issue that ship can be used as fiduciary collateral. The number of place of ship registration which will determine the place to register the imposition of ship mortgage in Indonesia should be increased, because it is not equivalent with the existing number of seaports in Indonesia. Responsibility should be described in detail in credit agreement and all parties are suggested to implement the agreement in good faith.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak antara
benua Asia dan benua Australia serta antara samudera Pasifik dan samudera Hindia.
Indonesia memiliki jumlah pulau lebih dari 17.800 pulau, panjang garis pantai lebih
dari 81.000 kilometer yang 2/3 (dua per tiga) dari seluruh wilayahnya merupakan
perairan. Berdasarkan kondisi geografis tersebut, peranan transportasi laut bagi
Indonesia sangat strategis sebagai pemicu perkembangan ekonomi. Transportasi laut
menjadi sangat strategis karena berperan dalam menghubungkan satu pulau dengan
pulau yang lain sehingga aktivitas perekonomian dapat berjalan lancar.
Presiden Republik Indonesia I, Soekarno pada tahun 1963 di acara peringatan
hari maritim, mengatakan, “Bangsa Indonesia akan maju dan dapat bersaing dengan
negara-negara lain, jika bangsa ini dapat menguasai lautan”. Kata-kata Bung Karno
tersebut tentunya bukanlah sebuah slogan belaka, sebagai negara kepulauan tentunya
bangsa ini harus mampu menguasai lautan, karena tidak mungkin bangsa ini dapat
bersatu jika penghubung antara pulau tidak dilakukan dengan menguasai lautannya.
Keterpurukan pelayaran ini terjadi ketika ada kebijakan dari pemerintah pada tahun
1984 yang mengharuskan semua kapal yang telah berusia 20 tahun harus
dimusnahkan dan diganti dengan yang baru. Kebijakan ini pada awalnya memang
membantu pengadaan kapal-kapal baru sebagai pengganti kapal yang telah
dimusnahkan. Namun kenyataannya pemerintah tidak dapat menepati janjinya.
Melihat kondisi yang semakin terpuruk, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran Nasional, yang salah satu butirnya
mengatakan pelayaran dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh
pemerintah. Dengan pernyataan tersebut maka pelayaran Indonesia menggunakan
asascabotageatau pemberdayaan pelayaran nasional, dimana untuk pelayaran dalam
wilayah pabean Indonesia haruslah menggunakan kapal milik nasional. Namun
demikian lagi-lagi undang-undang ini tidak menghasilkan perubahan yang signifikan
kepada industri pelayaran nasional. Pada tahun 1994 Menteri Perindustrian dan
Perdagangan, yang kala itu dijabat oleh Rini S Suwandi, mengatakan pelayaran
nasional tidak mengalami perkembangan yang signifikan karena pelayaran asing
menguasai sekitar 95 persen arus pergerakan barang dari Indonesia ke luar negeri.1
Industri pelayaran nasional seakan bangkit dengan dikeluarkannya kebijakan
Inpres Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional.
Dalam Inpres tersebut diinstruksikan kepada tiga belas kementerian dan seluruh
gubernur, bupati, walikota di seluruh Indonesia, untuk menerapkan asas cabotage
secara konsekuen dan merumuskan kebijakan serta mengambil langkah-langkah yang
diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenang masing-masing guna
memberdayakan industri pelayaran nasional. Dibidang perdagangan, salah satunya
1Warta Bea Cukai, Tahun XXXVIII, Edisi 377, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta,
diinstruksikan agar muatan pelayaran antar pelabuhan di dalam negeri dalam jangka
waktu sesingkat-singkatnya setelah instruksi Presiden ini berlaku, wajib diangkut
dengan kapal berbendera Indonesia dan dioperasikan oleh perusahaan pelayaran
nasional. Dibidang keuangan, salah satunya diinstruksikan agar menyempurnakan
kebijakan perpajakan yang lebih mendukung tumbuh dan berkembangnya industri
pelayaran nasional dan industri perkapal, termasuk pemberian insentif kepada pemilik
muatan ekspor yang diangkut dengan kapal berbendera Indonesia dan dioperasikan
oleh perusahaan pelayaran nasional. Dibidang lembaga keuangan, salah satunya
diinstruksikan agar mengembangkan proses pendanaan yang lebih mendorong
terciptanya pengembangan proses pendanaan yang lebih mendorong terciptanya
pengembangan armada nasional.2
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (selanjutnya
disebutkan Undang-Undang Pelayaran) dengan jelas asascabotagedipertahankan dan
dipertegas, dibandingkan dengan Undang-Undang Pelayaran tahun 1992. Yang
dimaksud dengan asas cabotage adalah hak untuk melakukan pengangkutan
penumpang, barang dan pos secara komersial dari satu pelabuhan ke pelabuhan yang
lain di dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Asascabotagemerupakan hak
prerogratif Republik Indonesia sebagai Negara berdaulat. Hak tersebut diberikan
kepada perusahaan angkutan laut nasional, dan tidak akan diberikan kepada
perusahaan angkutan asing manapun, kecuali atas pertimbangan untuk kepentingan
nasional negara yang bersangkutan.3
Dalam melaksanakan asascabotagetersebut sudah tentu membutuhkan modal
yang besar. Pemberian modal dilakukan oleh lembaga keuangan, dan sudah tentu
disertai dengan jaminan. Rachmadi Usman dalam bukunya menyimpulkan pengertian
hukum jaminan menurut J. Satrio dan Salim HS setelah dihubungkan dengan
kesimpulan Seminar Hukum Jaminan tahun 1978, inti dari hukum jaminan adalah
ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur)
dan penerima jaminan (kreditur) sebagai akibat pembebanan suatu utang tertentu
(kredit) dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu). Dalam hukum jaminan
tidak hanya mengatur perlindungan hukum terhadap kreditur sebagai pihak pemberi
utang saja, melainkan juga mengatur perlindungan hukum terhadap debitur sebagai
pihak penerima utang. Dengan kata lain, hukum jaminan tidak hanya mengatur
hak-hak kreditur berkaitan dengan pelunasan utang, juga mengatur hak-hak-hak-hak debitur
berkaitan dengan jaminan pelunasan utang tersebut.4
Menurut Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya akan
disebut KUH Perdata), semua milik debitur, bergerak atau tidak bergerak, baik yang
sudah ada maupun yang akan ada, menjadi tanggungan hutang yang dibuatnya.
Ketentuan ini sudah merupakan suatu jaminan terhadap pembayaran hutang-hutang
3 H.K. Martono dan Eka Budi Tjahjono, Transportasi di Perairan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hal. 14-16.
debitur, tanpa diperjanjikan dan tanpa menunjuk benda khusus dari si debitur.5
Disamping jaminan umum berdasarkan Pasal 1131 KUH Perdata dalam ilmu hukum
jaminan dikenal pula jaminan yang bersifat khusus, yaitu jaminan kebendaan yang
khusus menentukan/menunjuk atas benda tertentu milik debitur atau milik pihak
ketiga. Benda yang dimaksud sebagai jaminan hutang kepada kreditur apabila debitur
wanprestasi atas pembayaran hutangnya. Hasil dari penjualan objek jaminan tersebut
harus terlebih dahulu (preferens) dibayar kepada kreditur yang bersangkutan untuk
melunasi pembayaran hutangnya, sedangkan jika ada sisanya baru dibagi-bagikan
kepada kreditur yang lain (kreditur kongkuren).6
Jaminan yang bertujuan untuk pengaman kredit, sehingga realisasi perjanjian
kredit terlaksana sesuai dengan kesepakatan. Pemberian jaminan ini akan
memberikan kepastian hukum kepada pihak kreditur. Jaminan yang diberikan kepada
pihak kreditur dalam hal ini adalah kapal laut.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya akan disebut
KUH Dagang), maka kapal Indonesia adalah setiap kapal laut yang telah memenuhi
syarat menjadi kapal Indonesia, sehingga menjadi kapal berkebangsaan Indonesia.
Syarat-syarat untuk menjadi kapal Indonesia adalah yang berkenaan dengan surat laut
dan pas kapal. Kapal yang berukuran minimal 20 m3 (dua puluh meter kubik) isi
kotor dapat dibukukan dalam suatu register kapal dan atas kapal yang demikian dapat
diikatkan dengan hipotik.7
KUH Dagang membedakan kapal laut dalam dua golongan, yaitu kapal laut
sebagai kebendaan yang bergerak dan kapal laut sebagai benda yang tidak bergerak.
Kapal laut sebagai kebendaan yang bergerak yaitu kapal-kapal yang tidak terdaftar
(Pasal 314 KUH Dagang). Kapal laut sebagai kebendaan yang tidak bergerak yaitu
kapal laut yang memiliki ukuran sekurang-kurangnya dua puluh meter kubik isi kotor
dan didaftarkan di Syahbandar Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen
Perhubungan, dan dengan pendaftaran tersebut memiliki kebangsaan sebagai Kapal
Indonesia. Kapal laut sebagai kebendaan yang tidak bergerak ini penjaminan yang
dapat diletakan diatasnya dalam hanya bentuk hipotek.8Hipotik diatur dalam Buku II
KUH Perdata Bab XXI Pasal 1162 sampai dengan 1232.
Jaminan hipotik ini harus dibebani dan didaftarkan. Undang-Undang
Pelayaran pada Pasal 60 ayat (2) dinyatakan sebagai berikut: “ Pembebanan hipotek
atas kapal dilakukan dengan pembuatan akta hipotek oleh Pejabat Pendaftaran dan
Pencatat Balik Nama Kapal ditempat kapal didaftarkan dan dicatat dalam Daftar
Induk Pendaftaran Kapal.” Dan hipotik ini didaftarkan pada Kantor Syahbandar.
7
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal. 261.
8Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani,Jaminan Fidusia, PT Grafindo Persada, Jakarta, 2007,
Sepanjang tahun 2010 pendaftaran hipotik kapal laut pada Kantor Syahbandar Utama
Belawan Medan tercatat 10 hipotik.9
Selain berupa jaminan hipotik kapal laut sebagai kebendaan yang bergerak
dapat juga digadaikan atau dapat dijadikan jaminan fidusia. Fidusia menurut asal
katanya berasal dari kata “fides” yang berarti kepercayaan. Sesuai dengan arti kata
ini, maka hubungan hukum antara debitor (pemberi fidusia) dan kreditor (penerima
fidusia) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Pemberi fidusia
percaya bahwa penerima fidusia mau mengembalikan hak milik barang yang telah
diserahkan, setelah dilunasi utangnya.10Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor
42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia sering disebut sebagai jaminan hak milik
secara kepercayaan, yang keberadaannya didasarkan pada yurisprudensi.
Secara kepercayaan artinya tidak untuk dimiliki. Dalam hal ini ada selisih
pendapat diantara para sarjana. Disatu pihak ada yang berpendapat, bahwa kreditor
pemegang jaminan fidusia yang dinamakan fiduciairus dengan penyerahan tersebut
benar-benar telah menjadi pemilik dari benda jaminan dengan hak-hak sebagai yang
dipunyai seorang pemilik, tetapi dilain pihak ada yang berpendapat, bahwa
fiduciairus terhadap pihak ketiga berkedudukan sebagai seorang pemilik sedang
terhadap pemberi jaminan hanya berkedudukan sebagai seorang pemegang gadai
yang tak memegang benda jaminan (bezitloos pandrecht), karena para pihak memang
tidak benar-benar bermaksud untuk mengalihkan hak milik atas benda jaminan dan
9Wawancara dengan Bapak Marnala Simanungkalit, Pegawai Pembantu Untuk Pendaftaran
dan Baliknama Kapal, Kantor Syahbandar Utama Belawan Medan, pada tanggal 6 Mei 2011.
dalam prakteknya para pihak mengadakan kesepakatan yang membatasi hak-hak
kreditur sampai sejauh hak seorang pemegang hak jaminan saja.11
Jaminan fidusia ini harus dilakukan pembebanan dan pendaftaran. Sesuai
dengan Undang-Undang Fidusia, pembebanan suatu benda atas jaminan fidusia
dibuat dengan akta notaris, sebagaimana yang dinyatakan dalam padal 5 ayat (1):
“Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa
Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia.” Untuk pendaftarannya dilakukan
kepada Dinas Perhubungan.12
Jaminan kapal laut yang telah dibebani dan didaftarkan baik dalam bentuk
jaminan fidusia maupun dalam bentuk jaminan hipotik tidak secara pasti telah
memberikan jaminan kepada kreditur, mengingat adanya resiko kecelakaan atau
hal-hal lain diluar kendali manusia yang mungkin terjadi terhadap kapal yang dijadikan
jaminan. Untuk menanggulangi hal tersebut diperlukan asuransi yang diharapkan
meminimalisir kerugian yang timbul.
Selain hal-hal diluar kendali manusia tersebut ada hal lain yang mungkin
dapat menimbulkan kerugian terhadap kreditur. Mengingat sifat kapal laut yang
bergerak dan ada kemungkinan berlayar hingga diluar wilayah hukum perairan
Indonesia. Maka pengaturan hipotek kapal laut di dalam KUH Dagang dilengkapi
dengan diratifikasi Konvensi International tentang Piutang Maritim dan Mortgage
11
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal. 176.
12Wawancara dengan Bapak Marnala Simanungkalit, Pegawai Pembantu Untuk Pendaftaran
1993, khususnya pengaturan tentang perubahan pemilik dan pendaftaran, penyerahan
dan subrogasi, pemberitahuan penjualan paksa, dan perubahan bendera sementara.
Pengaturan tersebut dibuat untuk melindungi pemegang hak hipotek atas kapal,
khususnya yang berlayar antar negara.13
Menurut KUH Perdata musnahya kapal yang menjadi objek hipotik tidak
termasuk dalam hal yang menyebabkan hapusnya hipotik. Kemungkinan resiko yang
terjadi terhadap kapal yang dijadikan jaminan sangat besar, mengingat sifat dan
fungsi dari kapal tersebut. Maka diperlukan pencegahan dan penanggulangan
pengurangan resiko kerugian debitor dan kreditur. Jaminan tidak hanya dalam bentuk
pelunasan hutang saja, tetapi perlindungan terhadap barang yang dijadikan jaminan
juga merupakan hal terpenting.
Perlindungan terhadap objek yang dijaminkan sangat penting karena ada
kemungkinan debitur tidak melunasi hutangnya, dan kreditur dapat memintakan
eksekusi terhadap barang yang dijaminkan.
Debitur yang tidak melaksanakan perjanjian kredit atau wanprestasi terhadap
perjanjian kredit dapat dimintakan eksekusi terhadap kapal laut yang dijadikan
jaminan. Berdasarkan peraturan yang berlaku saat ini, eksekusi atas kapal yang
menjadi objek hipotik dapat dimintakan bantuan pengadilan karena kekuatan hukum
grosse akta adalah sama dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap. Permasalahan yang dapat timbul dalam hal kapal yang menjadi objek
13 Ramlan Ginting, Tinjauan Terhadap RUU tentang Hipotek Kapal, Buletin Hukum
hipotek yang akan dieksekusi tersebut tidak berada didalam wilayah Indonesia.
Dalam hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia tidak ada pengaturan
mengenai penyitaan benda yang berada di luar wilayah Indonesia, sehingga terhadap
pengeksekusian benda yang berada di luar Indonesia belum ada dasar hukumnya.14
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas
dalam tesis ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan tentang kapal laut yang dijadikan objek jaminan?
2. Bagaimana pelaksanaan pengikatan dan pendaftaran jaminan kapal laut?
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap debitur dan kreditur dalam
kaitannya dengan jaminan kapal laut?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan adalah untuk mendapatkan atau mengetahui jawaban dari
rumusan masalah, sehingga dapat memberikan penjelasan terhadap rumusan
permasalahan. Mengacu pada judul dan rumusan masalah, maka dapat dikemukan
bahwa tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaturan tentang kapal laut yang dijadikan objek jaminan.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan pengikatan dan pendaftaran jaminan kapal laut.
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap debitor dan kreditor dalam
kaitannya dengan jaminan kapal laut.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penulisan yang diharapkan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa
sumbang saran dan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan
berbagai konsep kajian yang pada gilirannya dapat memberikan masukan pada
perkembangan ilmu hukum.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan masukan kepada
masyarakat dan bagi para praktisi hukum.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penulusuran kepustakaan di lingkungan Universitas
Sumatera Utara, penelitian dengan judul: “Tinjauan Yuridis Pengikatan dan
Pendaftaran Jaminan Kapal Laut (Studi Di Kota Medan-Belawan)”, belum
pernah ada dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dinyatakan asli adanya.
Artinya secara akademik penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kemurniannya,
karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini.
Bahwa tercatat pernah diteliti yang hampir sama dengan judul penelitian tesis
ini ada dua, yakni:
1. Judul pertama “PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP BARANG
Handayani/017011013/MKn Universitas Sumater Utara. Permasalahan yang
diteliti antara lain:
a. Bagaimana proses pemberian jaminan hipotik kapal dalam praktek?
b. Mengapa terjadi wanprestasi dalam pemberian jaminan hipotik kapal?
c. Bagaimana pelaksanaan eksekusi atas jaminan hipotik kapal?
2. Judul kedua “JAMINAN FIDUSIA ATAS BENDA BERGERAK DAN
TIDAK BERGERAK SETELAH BERLAKUNYA UNGANG-UNDANG
NOMOR 42 TAHUN 1999”, oleh Novans Hanafie
Rumngangun/002111033/MKn Universitas Sumatera Utara. Permasalahan
yang diteliti antara lain:
a. Bagaimanakah karakter hukum yang sebenarnya dari perjanjian fidusia
sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Jaminan Fidusia?
b. Benda-benda apa sajakah yang dapat dijadikan obyek jaminan fidusia dan
mengapa terjadinya perubahan obyek fidusia tersebut?
c. Dilihat dari segi sistem hukum jaminan, mengapa pengaturan jaminan
fidusia belum sinkron dengan prinsip-prinsip hukum jaminan kebendaan
lainnya yang berlaku dalam hukum positif?
F. Kerangka Teori dan Konsep
1. Kerangka Teori
Kelangsungan perkembangan ilmu hukum senantiasa bergantung pada
sangat ditentukan oleh teori.15 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau
butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem)
yang menjadi dasar perbandingan, pegangan teoritis.16 Fungsi teori dalam penelitian
ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan
gejala yang diamati.17
Penelitian ini menggunakan teori kepastian hukum MR. J. Van Kan, teori
sebagai dasar perbandingan atau pegangan teoritis. Agar tercapainya ketertiban dalam
masyarakat, maka diusahakanlah kepastian. Kepastian disini diartikan sebagai
kepastian hukum dan kepastian oleh karena hukum. Hal ini disebabkan karena
pengertian hukum mempunyai dua segi. Segi pertama adalah ada hukum yang pasti
bagi peristiwa yang konkret, segi kedua adalah bahwa adanya suatu perlindungan
hukum terhadap kesewenang-wenangan.18
Menurut ajaran Yuridis-Dogmatis, tujuan hukum tidak lain dari sekedar
menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh
hukum dengan sifatnya membuat suatu aturan hukum. Sifat umum dari aturan-aturan
hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau
kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian. Menurut aliran ini meskipun
aturan hukum atau penerapan hukum terasa tidak adil dan tidak memberikan manfaat
15Soerjono Soekamto,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 6. 16
M.Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.
17
Lexy J. Meleong,Metodologi Penelitian Kualitatif,Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 35.
yang besar bagi mayoritas warga masyarakat, hal itu tidak menjadi soal asalkan
kepastian hukum dapat terwujud. Hukum identik dengan kepastian.19
Kepastian hukum tersebut diharapkan dapat terpenuhi dengan adanya
pengaturan dalam KUH Perdata, Undang-Undang Fidusia, Undang-Undang
Pelayaran dan hal-hal yang mengikat lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 1131 KUH Perdata diletakkan asas umum hak seorang kreditur terhadap
debiturnya, dalam mana ditentukan bahwa: ”Segala kebendaan si berutang, baik yang
bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada
dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.”20
Jaminan seperti itu diberikan kepada setiap kreditur dan karenanya disebut jaminan
umum. Setiap kreditur menikmati hak jaminan umum seperti itu.
Pasal 1132 KUH Perdata memberikan pengecualian, yaitu dalam hal seorang
kreditur kedudukan yang lebih baik dibanding kreditur lain dalam pelunasan
hutangnya. Hak jaminan khusus dan jaminan umum ini tidak memberikan jaminan
bahwa tagihannya pasti akan dilunasi, tetapi hanya memberikan kepada kreditur
kedudukan yang lebih baik dalam penagihannya, atau lebih terjamin dalam
pemenuhan tagihannya.21
Pada dasarnya jenis jaminan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
19
Achmad Ali, Menguak Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta, 2002, hal. 83.
1. Jaminan materiil (kebendaaan), dan
2. Jaminan inmaterial (perorangan)22
Jaminan materiil (kebendaan) adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas
suatu benda yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda
tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat
dialihkan.23
Jaminan inmaterial (perorangan) adalah jaminan yang menimbulkan
hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap
debitor tertentu, terhadap harta kekayaan debitor umumnya.24
Jaminan kebendaan dapat dilakukan pembebanan dengan:
1. Gadai (pand), yang diatur di dalam Bab 20 Buku II KUH Perdata;
2. Hipotek, yang diatur dalam Bab 21 Buku II KUH Perdata;
3. Credietverband, yang diatur dalam Stb. 1908 Nomor 542 sebagaimana telah
diubah dengan Stb. 1937 Nomor 190;
4. Hak tanggungan, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996;
5. Jaminan Fiducia, sebagaimana yang diatur didalam Undang-Undang Nomor
42 Tahun 1999.25
Jaminan perorangan adalah:
22
Salim HS,Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, 2008, hal. 112.
1. Penanggung (brog) adalah orang lain yang dapat ditagih;
2. Tangung-menanggung, yang serupa dengan tanggung renteng;
3. Perjanjian garansi.26
Berdasarkan pasal-pasal 1162, 1168, 1171, 1175 dan 1176 KUH Perdata dapat
disimpulkan bahwa unsur-unsur dari jaminan hipotik adalah sebagai berikut:
1. Harus ada benda yang dijaminkan.
2. Bendanya adalah benda tidak bergerak.
3. Dilakukan oleh orang yang memang berhak memindahtangankan jaminan.
4. Ada sejumlah uang tertentu dalam perjanjian pokok dan yang ditetapkan
dalam suatu akta.
5. Diberikan dengan suatu akta otentik.
6. Bukan untuk dinikmati atau dimiliki, namun hanya sebagai jaminan pelunasan
hutang saja.27
Hipotik mempunyai sifat dari hak kebendaan pada umumnya antara lain:
1. Absolute, yaitu hak yang dapat dipertahankan terhadap tuntutan siapapun.
2. Droit de suite atau zaaksgevolg, artinya hak itu senantiasa mengikuti
bendanya ditangan siapapun benda tersebut berada.
3. Droit de preference yaitu seseorang mempunyai hak untuk didahulukan
pemenuhan piutang diantara orang yang berpiutang.28
26 Ibid.
27Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaaan Perdata Hak-Hak yang Memberi Jaminan,
Jilid 2, Indo Hill-Co, Jakarta, 2009, hal. 94-95.
Disamping itu hipotik mempunyai ciri-ciri khas tersendiri, yaitu:
1. Accessoir, artinya hipotik merupakan perjanjian tambahan yang
keberadaannya tergantung pada perjanjian pokoknya yaitu hutang-piutang.
2. Ondeelbaar,yaitu hipotik tidak dapt dibagi-bagi karena hipotik terletak diatas
seluruh benda yang menjadi objeknya artinya sebagian hak hipotik tidak
menjadi hapus dengan dibayarnya tagihan sebagian dari hutang.
3. Mengandung hak untuk pelunasan hutang (verhaalsrecht) saja. Jadi tidak
mengandung hak untuk memiliki bendanya. Namun jika diperjanjikan,
kreditur berhak menjual benda jaminan yang bersangkutan atas kekuasaan
sendiri (eigenmachtig everkoop/parateexecusi) jika debitur lalai atau
wanprestasi.29
Asas yang terkandung didalam hipotik adalah sebagai berikut:
1. Asas Publiciteit (Openbaarheid)
Berarti bahwa pengikatan hipotik harus didaftarkan dalam registerasi umum agar masyarakat khususnya pihak ketiga dapat mengetahuinya.
2. Asas Specialiteit
Pengikatan hipotik hanya dilakukan atas benda-benda yang ditunjuk secara khusus, misalnya: bendanya berwujud apa, dimana letaknya, berapa besarnya atau luasnya, berbatasan dengan apa dan sebagainya.30
Menurut Pasal 1164 KUH Perdata yang dapat dibebani Hipotik adalah:
1. Benda-benda tidak bergerak yang dapat dipindahtangankan, beserta segala perlengkapannya yang dianggap sebagai benda tidak bergerak.
2. Hak pakai hasil (vruchtgebruik) atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya.
3. Hak numpang karang (opstal, identik dengan hak guna bangunan) dan hak usaha (erfpacht, identik dengan hak guna usaha).
4. Bunga tanah, baik yang harus dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil tanah.
5. Bunga sepersepuluh.
6. Pasar-pasar yang diakui oleh Pemerintah, beserta hak-hak istimewa yang melekat padanya.
Diluar Pasal 1164 KUH Perdata yang dapat dibebani Hipotik antara lain
adalah:
1. Bagian yang tak dapat dibagi-bagi dalam benda tak bergerak yang merupakan Hak Milik bersama bebas (Vrije Mede Eigendom)
2. Kapal-kapal yang didaftar menurut Pasal 314 ayat 1 KUH Dagang. 3. Hak konsesi Pertambangan menurut Pasal 18 Indische Mijnwet.
4. Hak Konsesi menurut S. 1918 No. 21 jo. No. 20 yang juga dapat dijadikan jaminan hipotik.
Selain pengaturan yang terdapat dalam KUH Perdata dan KUH Dagang,
hipotik kapal laut juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran. Pada Pasal 60 Undang-Undang Pelayaran tersebut dinyatakan sebagai
berikut:
“ (1) Kapal yang telah didaftarkan dalam Daftar Kapal Indonesia dapat dijadikan jaminan utang dengan pembebanan hipotek atas kapal.
(2) Pembebanan hipotek atas kapal dilakukan dengan pembuatan akta hipotek oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal di tempat kapal didaftarkan dan dicatat dalam Daftar Induk Pendaftaran Kapal.
(3) Setiap akta hipotek diterbitkan 1 (satu) Grosse Akta Hipotek yang diberikan kepada penerima hipotek.
(4) Grosse Akta Hipotek sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Selanjutnya pada Pasal 61 Undang-Undang Pelayaran tersebut mengatur
tentang pembebanan hipotek yang lebih dari 1 (satu), sebagaimana yang dinyatakan:
“(1) Kapal dapat dibebani lebih dari 1 (satu) hipotek.
(2) Peringkat masing-masing hipotek ditentukan sesuai dengan tanggal dan nomor urut akta hipotek.”
Pasal 62 Undang-Undang Pelayaran mengatur tentang pengalihan hipotek
kapal, yakni sebagai berikut:
“Pengalihan hipotek dari penerima hipotek kepada penerima hipotek yang lain
dilakukan dengan membuat akta pengalihan hipotek oleh Pejabat Pendaftar
dan Pencatat Balik Nama Kapal di tempat kapal didaftarkan dan dicacat dalam
Daftar Induk Pendaftaran Kapal.”
Kemudian pada Pasal 63 Undang-Undang Pelayaran diatur tentang pencoretan
hipotek (roya), dinyatakan sebagai berikut:
(1) Pencoretan hipotek (roya) dilakukan oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal atas permintaan tertulis dari penerima hipotek.
(2) Dalam hal permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pemberi hipotek, permintaan tersebut dilampiri dengan surat persetujuan pencoretan dari penerima bipotek.
Sebagaimana yang telah disinggung jaminan atas kapal laut dapat juga dalam
bentuk jaminan fudusia. Jaminan fidusia adalah salah satu sarana perlindungan
hukum bagi keamanan bank yakni sebagai suatu kepastian bahwa nasabah debitor
akan melunasi pinjaman kredit. Perjanjian jaminan fidusia bukan suatu hak jaminan
yang lahir karena undang-undang melainkan harus diperjanjikan terlebih dahulu
jaminan fidusia lebih bersifat khusus jika dibandingkan jaminan yang lahir
berdasarkan Pasal 1131 KUH Perdata. Fungsi yuridis pengikatan benda jaminan
fidusia dalam akta jaminan fidusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
perjanjian kredit. Dengan fungsi yuridis jaminan fidusia yang dinyatakan dalam akta
jaminan fidusia semakin meneguhkan kedudukan bank sebagai kreditor preferen.
Selain itu, kreditor penerima fidusia akan memperoleh kepastian terhadap
pengembalian hutang debitor. Fungsi yuridis itu juga akan mengurangi tingkat resiko
bank dalam menjalankan usahanya sebagaimana yang dimaksud dalam
Undang-undang Perbankan.31
Pasal 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia memberikan batas ruang lingkup
berlakunya UUJF yaitu berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk
membebani benda dengan jaminan fidusia, yang dipertegas kembali oleh rumusan
yang dimuat dalam Pasal 3 UUJF dengan tegas menyatakan bahwa UUJF ini tidak
berlaku terhadap:
a. Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang
peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas
benda-benda tersebut wajib didaftar. Namun demikian bangunan di atas milik orang
lain yang tidak dapat dibebani hak tanggunan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dapat dijadikan objek
jaminan fidusia.
b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 M3atau lebih;
c. Hipotek atas pesawat terbang; dan
d. Gadai.32
Secara garis besar dapat ditemukan norma-norma umum dalam UUJF
memaparkan tentang jaminan fidusia yang membentuk seperangkat bangunan norma
yang ditujukan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak
yang berkepentingan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Norma yang Fasilitatif, menegaskan sebagai berikut:” UUJF ini berlaku
terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan
jaminan fidusia.” Dikatakan norma fasilitatif karena norma itu membuka pintu
selebar-lebarnya terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani
benda jaminan dalam bentuk apapun dengan jaminan fidusia. Dengan kata
lain, norma pengaturan ini memberikan kebebasan seluas-luasnya guna
memfasilitasi para pihak yang terkait membuat perjanjian dengan tujuan untuk
membebani benda jaminan dengan jaminan fidusia.
b. Norma yang Regulatif, merupakan norma yang mempunyai sifat mengatur.
Norma-norma ini dapat dilihat pada semua atau sebagian besar pasal-pasal
UUJF. Regulasi yang diamanatkan dalam norma yang ada harus dipatuhi
karena kepastian hukum (legal certainty) diperoleh dari dipatuhinya
norma-norma yang telah ditetapkan dalam bentuk undang-undang.
c. Norma-norma larangan, yakni memalsukan, mengubah, menghilangkan, atau
memberikan keterangan palsu yang jika diketahui lebih awal oleh salah satu
pihak yang dapat membatalkan kehendak untuk membuat perjanjian jaminan
fidusia diancam dengan pidana kurungan dan denda (Pasal 35 UUJF).
Larangan mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda yang menjadi
objek jaminan fidusia yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis dari penerima
fidusia. Diancam pidana paling lama 2 (dua) tahun (Pasal 36 UUJF).
Jaminan ideal yang secara maksimal dapat menjamin bahwa kreditor dapat
menerima kembali uang yang dipinjamkannya harus memenuhi semua syarat sebagai
berikut:
a. Tidak menyusahkan debitur dalam melakukan usahanya, sehingga memungkinkan debitur membayar kembali utangnya;
b. Mudah diidentifikasikan;
c. Setiap waktu tersedia untuk dieksekusi; d. Nilai yang tidak mudah merosot;
e. Mudah direalisasikan sehingga kreditor dapat menerima dananya untuk melunasi utang;
f. Mudah diketahui oleh pihak lain supaya tidak ada jaminan kedua dipasang atas agunan yang sama kecuali dengan sepengetahuan atau persetujuan pemegang jaminan;
g. Tidak mahal untuk membuatnya dan untuk merealisasikan.33
2. Konsepsi
Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam
penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi
dan relitas.34 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi
33Rachmadi Usman,Op cit, hal. xi.
operasional.35 Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan
perbedaan, pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang
dipakai.
Konsepsi merupakan unsur pokok dalam usaha penelitian atau untuk membuat
karya ilmiah. Sebenarnya yang dimaksud dengan konsepsi adalah suatu pengertian
mengenai sesuatu fakta atau dapat berbentuk batasan atau defenisi tentang sesuatu
yang akan dikerjakan. Jadi jika teori berhadapan dengan sesuatu hasil kerja yang telah
selesai, sedangkan konsepsi masih merupakan permulaan dari sesuatu karya yang
setelah diadakan pengolahan akan dapat menjadikan suatu teori.36
Agar tidak terjadi penafsiran yang salah, maka diberikan konsepsi pengertian
dari penelitian yang akan dilakukan:
1. Pengikatan adalah pengikatan objek jaminan kepada masing-masing lembaga
jaminan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan.
2. Pendaftaran adalah proses dan cara untuk mendaftarkan objek jaminan yang
diperjanjikan.
3. Jaminan adalah hak (een recht) yang memberikan kepada kreditur kedudukan
yang lebih baik daripada kreditur-kreditur lain.37
4. Kapal laut adalah semua kapal yang dipakai untuk pelayaran dilaut atau yang
diperuntukan untuk itu (Pasal 310 KUH Dagang). menurut Undang-Undang
Pelayaran, kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang
digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau
ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan
dibawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak
berpindah-pindah (Pasal 1 butir (36)). Kapal laut dalam hal ini dapat dibagi
dua, yakni:
a. Kapal laut sebagai benda tak bergerak yang dapat dijadikan jaminan
hipotik yakni kapal laut yang berukuran diatas 7 GT;
b. Kapal laut sebagai benda bergerak yang dapat dijadikan jaminan fidusia
yakni kapal laut yang berukuran dibawah 7 GT.
5. Asas cabotage adalah hak untuk melakukan pengangkutan penumpang,
barang dan pos secara komersial dari satu pelabuhan ke pelabuhan yang lain
di dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Asas cabotage merupakan
hak prerogratif Republik Indonesia sebagai Negara berdaulat. Hak tersebut
diberikan kepada perusahaan angkutan laut nasional, dan tidak akan diberikan
kepada perusahaan angkutan asing manapun, kecuali atas pertimbangan untuk
kepentingan nasional negara yang bersangkutan.38
Pada asasnya menurut Pasal 510 KUH Perdata, kapal-kapal, perahu-perahu,
perahu tambang, gilingan-gilingan dan tempat-tempat pemandian yang dipasang
diperahu atau yang berdiri, terlepas dari benda sejenis itu adalah benda bergerak.
Akan tetapi jika kapal-kapal itu didaftar, ia tidak mempunyai status benda bergerak.39
Pasal 309 ayat 1 KUH Dagang mengatakan bahwa kapal adalah semua alat
pelayaran dengan nama atau sifat apapun juga. Ayat (2) menentukan bahwa apabila
tidak ditentukan lain atau tidak dijanjikan lain, maka kapal itu dianggap meliputi
segala alat perlengkapannya. Ayat (3) mengatakan pula bahwa yang dimaksud
dengan alat perlengkapan kapal ialah segala benda yang bukan suatu bagian dari
kapal itu sendiri, namun diperuntukkan untuk selamanya dipakai tetap dengan kapal
itu. Hal ini berarti bahwa rantai, sekoci, layar, jangkar termasuk dalam pengertian
kapal.40
Barang-barang yang tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
yang bersifat bahan makanan, minyak solar, batu arang tidak termasuk dalam
pengertian kapal.41
Dari pasal 309 ayat (2) dan ayat (3) KUH Dagang ini dapat juga disimpulkan
bahwa untuk pengertian kapal, berlaku juga azas accesie (perlekatan) dimana alat
perlengkapan dianggap merupakan kesatuan dengan benda pokoknya, yaitu kapal.
Hal ini menjamin kepastian hukum.42
Menurut KUH Dagang, maka kapal Indonesia adalah setiap kapal laut yang
telah memenuhi syarat menjadi kapal Indonesia, sehingga menjadi kapal
39 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Hypotheek, Alumni, Bandung, 1986,
hal.86.
40Ibid
.
berkebangsaan Indonesia. Syarat-syarat untuk menjadi kapal Indonesia adalah yang
berkenaan dengan surat laut dan pas kapal. Kapal yang berukuran minimal 20 m2
(dua puluh meter kubik) isi kotor dapat dibukukan dalam suatu register kapal dan atas
kapal yang demikian dapat iikatkan dengan hipotik.43
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Dalam kaitannya dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini maka sifat
penelitian ini adalah deskriftif analistis, yaitu menggambarkan semua gejala dan fakta
yang terjadi dilapangan serta mengaitkan dan menganalisa semua gejala dan fakta
tersebut dengan permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian disesuaikan
dengan keadaan yang terjadi dilapangan.
Jenis penelitian ini dimaksudkan untuk melukiskan keadaan objek dan
peristiwanya. Penelitian ini untuk menganalisa kaidah hukum tentang
perundang-undangan jaminan fidusia dan hipotik serta perlindungan hukum kepada kreditor dan
debitor, maka jenis penelitian yang digunakan adalah metode yuridis empiris yaitu
mengungkap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum
yang menjadi objek penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya didalam
masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian.44
2. Lokasi Penelitian
43Munir Fuady,Op Cit,hal. 261.
Lokasi penelitian diperlukan bagi penelitian hukum terutama bagi penelitian
hukum empiris, dan lokasi penelitian harus disesuaikan dengan judul dan
permasalahan penelitian.45 Oleh karena itu maka lokasi penelitian ini dilakukan di
Kota Medan-Belawan.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan
studi dokumentasi yaitu dengan mempelajari serta menganalisa data yang berkaitan
dengan objek penelitian dan peraturan perundang-undangan, menelaah
pelaksanaannya dan kemudian mengambil kesimpulan. Metode pengumpulan data
dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Penelitian kepustakaan (library research) atau studi dokumen, yaitu dengan
membaca, mempelajari dan menganalisa literatur/buku-buku, peraturan
perundang-undangan dan bahan-bahan lain, untuk memperoleh data sekunder.
b. Penelitian lapangan (field research) dilakukan untuk menghimpun data primer
dengan cara wawancara, dilakukan secara langsung kepada nara sumber,
dengan mempergunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara.
Wawancara dengan informan, yakni:
1. Kepala Kantor Syahbandar Belawan
2. Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan
3. Notaris Ferry Susanto Limbong, SH, M.Hum
4. Sumber Data
Pengelompokan data kepustakaan berdasarkan kekuatan mengikat dari isinya,
yakni antara lain:
1. Bahan primer: bahan yang isinya mengikat karena dikeluarkan oleh
pemerintah, contohnya berbagai peraturan perundang-undangan, putusan
pengadilan, dan traktat.
2. Bahan sekunder: bahan-bahan yang isinya membahas bahan primer,
contohnya: buku, artikel, laporan penelitian, dan berbagai karya tulis ilmiah
lainnya.
3. Bahan tertier: bahan-bahan yang bersifat menunjang bahan primer dan
sekunder, contohnya: kamus, buku pegangan, almanak, dan
sebagainya.46
5. Analisa Data
Semua data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisa secara kualitatif, yaitu
data yang telah terkumpul dipisah-pisahkan menurut kategori masing-masing dan
kemudian ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban penelitian.47 Setelah data diperoleh
maka dikelompokkan sesuai dengan kategorinya.
Penelusuran analisa data dimulai dari konsep jaminan, kapal laut, pengikatan, proses
pendaftaran jaminan dan perlindungan hukum terhadap kreditur dan debitur. Setelah itu
ditarik suatu kesimpulan dari data yang telah dianalisis dan merupakan hasil dari penelitian.
BAB II
PENGATURAN TENTANG KAPAL LAUT YANG DIJADIKAN JAMINAN
A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Kapal Laut
Sehubungan dengan pengertian hukum jaminan, tidak banyak literatur yang
merumuskan pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu
diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang
kreditur terhadap seorang debitur. Ringkasnya hukum jaminan adalah hukum yang
mengatur tentang jaminan piutang seseorang.48
Menurut M. Bahsan, hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang
mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang piutang (pinjaman
uang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat
ini.49
Sementara itu, Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah
keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan
penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan
fasilitas kredit.50
Unsur-unsur yang tercantum di dalam definisi ini adalah :
48
J. Satrio,Op Cit, hal. 3. 49
M. Bahsan,Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia,Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008, hal. 3.
50
1. Adanya kaidah hukum. Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah
hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah
kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat,
dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah
kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam
masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang
dilakukan secara lisan.
2. Adanya pemberi dan penerima jaminan. Pemberi jaminan adalah orang-orang
atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima
jaminan. Yang bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan
hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim disebut dengan
debitur. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima
barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai penerima
jaminan ini adalah orang atau badan hukum. Badan hukum adalah lembaga
yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau
lembaga keuangan nonbank.
3. Adanya jaminan. Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur
adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan
yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan
4. Adanya fasilitas kredit. Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi
jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga
keuangan nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan
kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya bahwa
debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu
juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat
memberikan kredit kepadanya.51
Jaminan merupakan kebutuhan kreditur untuk memperkecil resiko apabila
debitur tidak mampu menyelesaikan segala kewajiban yang berkenaan dengan kredit
yang telah dikucurkan. Dengan adanya jaminan apabila debitur tidak mampu
membayar maka debitur dapat memaksakan pembayaran atas kredit yang telah
diberikannya.52
Arti pentingnya jaminan dalam hal ini, memberikan keamanan modal dan
kepastian hukum bagi si pemberi modal untuk pelunasan hutangnya juga agar debitur
berperan serta dalam transaksi yang dibiayai oleh kreditur, sehingga kemungkinan
untuk meninggalkan usahanya yang dapat merugikan diri sendiri atau perusahaan
dapat dicegah serta memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi perjanjian
kredit yang telah disetujui agar tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan
kepada kreditur.
51Ibid, hal. 7-8.
52Badriyah Harun,Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah,Yogyakarta: Pustaka Yustisia,
Sesuai dengan tujuannya, barang jaminan bukan untuk dimiliki kreditur,
karena perjanjian hutang piutang bukan perjanjian jual beli yang mengakibatkan
perpindahan hak milik atas suatu barang. Barang jaminan dipergunakan untuk
melunasi hutang, dengan cara sebagaimana peraturan yang berlaku, yaitu barang
jaminan dijual lelang. Hasilnya untuk melunasi hutang, dan apabila masih ada sisanya
dikembalikan kepada debitur. Barang jaminan tidak selalu milik debitur, tetapi
undang-undang juga memperbolehkan barang milik pihak ketiga, asalkan pihak yang
bersangkutan merelakan barangnya dipergunakan sebagai jaminan hutang debitur.
Dengan demikian, jaminan adalah suatu perikatan antara kreditur dengan debitur,
dimana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan hutang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila dalam waktu yang
ditentukan terjadi kemacetan pembayaran hutang di debitur.
Jaminan secara umum diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata yang
menetapkan bahwa segala hak kebendaan debitur baik yang bergerak maupun yang
tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari menjadi
tanggungan untuk segala perikatannya. Dengan demikian, segala harta kekayaan
debitur secara otomatis menjadi jaminan manakala orang tersebut membuat perjanjian
utang meskipun tidak dinyatakan secara tegas sebagai jaminan. Terhadap jaminan ini
akan timbul masalah manakala seorang debitur memiliki lebih dari seorang kreditur
dimana masing-masing kreditur menginginkan haknya didahulukan. Hukum
mengantisipasi keadaan demikian dengan membuat jaminan yang secara khusus
maupun cessie piutang. Kreditur yang memegang hak tersebut memiliki hak utama
untuk mendapatkan pembayaran kredit seluruhnya dari hasil penjualan benda
jaminan. Apabila terdapat kelebihan dalam penjualan benda jaminan tersebut dapat
diberikan kepada kreditur lain.
KUH Perdata mengatur dua macam jaminan, yaitu jaminan perorangan dan
jaminan kebendaaan. Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan
hubungan langsung pada orang tertentu dan hanya dapat dipertahankan terhadap
kreditur tertentu terhadap kekayaan debitur. Sedangkan jaminan kebendaan adalah
jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang memberikan hubungan
langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu
mengikuti bendanya (droit de suite) dan dapat dialihkan.53
Jaminan merupakan hal yang penting dalam membuat dan melaksanakan
perjanjian kredit atau perjanjian pinjam meminjam uang, serta guna melindungi
kepentingan para pihak khususnya kreditur (yang meminjamkan). Djuhaendah Hasan
mengatakan bahwasanya fungsi jaminan secara yuridis adalah kepastian hukum
pelunasan hutang di dalam perjanjian kredit atau dalam hutang piutang atau kepastian
realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian realisasi suatu prestasi
dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum ini adalah dengan mengikat perjanjian
jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan.54
53
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal. 47.
54Djuhaenda Hasan,Perjanijan Jaminan Dalam Perjanjian Kredit,Proyek Elips dan Fakultas
Fungsi jaminan secara yuridis adalah untuk kepastian hukum pelunasan
hutang didalam perjanjian kredit atau hutang piutang atau kepastian realiasasi sutau
prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum ini adalah dengan peningkatan
jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang dikenal dalam hukum Indonesia.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang kapal laut yang dijadikan jaminan,
penting kiranya untuk mengetahui terlebih dahulu pengertian kapal laut itu sendiri
atau sering disebut juga dengan kapal. Pengertian kapal banyak defenisi yang
dikemukakan para ahli dan peraturan perundang-undangan. Didalam KUH Dagang
pengertian kapal dinyatakan dalam Pasal 309 ayat (1) yang menyebutkan: “Kapal
adalah semua perahu, dengan nama apapun dan dari macam apapun pula.” Defenisi
Pasal tersebut menafsirkan pengertian kapal “Segala alat-alat berlayar”. Defenisi
tersebut serba luas. Menurut R. Soekardono bahwa pemberian pengertian serba luas
itu mengenai kapal, untuk sementara dapat dipertahankan, sampai nanti terbukti
adanya keperluan nasional dibidang perkapalan yang mengharuskan mengubah itu.55
Selanjutnya dalam Pasal 310 KUH Dagang dijelaskan pengertian kapal laut
yaitu semua kapal yang dipakai untuk pelayaran dilaut atau yang diperuntukkan untuk
itu. Apa yang dimuat dalam KUH Dagang tentang pengertian kapal laut lebih tegas
dan mengacu kepada pengertian kapal secara luas. Berbagai peraturan-peraturan
bidang angkutan laut nasional juga pernah memberikan pengertian tentang kapal,
namun yang lebih kontekstual diuraikan saat ini adalah pengertian kapal menurut
55Hasim Purba,Hukum Pengangkutan di Laut Perspektif Teori dan Praktek, Pustaka Bangsa,
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992.56 Undang-undang tersebut telah diganti
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang pada Pasal 1
butir (36) dinyatakan pengertian kapal, yakni: “Kapal adalah kenderaan air dengan
bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik,
energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kenderaan yang berdaya dukung
dinamis, kenderaan dibawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung
yang tidak berpindah-pindah.”
Selanjutnya pada penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Pelayaran disebutkan
yang dimaksud dengan kapal adalah:
a. Kapal yang digerakkan oleh angin adalah kapal layar;
b. Kapal yang digerakkan dengan tenaga mekanik adalah kapal yang mempunyai alat penggerak mesin, misalnya kapal motor, kapal uap, kapal dengan tenaga matahari, dan kapal nuklir;
c. Kapal yang ditunda atau ditarik adalah kapal yang bergerak dengan menggunakan alat penggerak kapal lain;
d. Kenderaan berdaya dukung dinamis adalah jenis kapal yang dapat dioperasikan dipermukaan air atau di atas permukaan air dengan menggunakan daya dukung dinamis yang diakibatkan oleh kecepatan dan/atau rancang bangun kapal itu sendiri, misalnyajet foil, hidro foil,hovercraft, dan kapal-kapal cepat lainnya yang memenuhi kriteria tertentu;
e. Kenderaan dibawah permukaan air adalah jenis kapal yang mampu bergerak di bawah permukaan air; dan
f. Alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah adalah alat apung dan bangunan terapung yang tidak mempunyai alat penggerak sendiri, serta ditempatkan di suatu lokasi perairan tertentu tidak berpindah-pindah untuk waktu yang sama, misalnya hotel terapung, tongkang akomodasi (accommodation barge) untuk menunjang kegiatan lepas pantai dan tongkang penampung minyak (oil storage barge), serta unit-unit pemboran lepas pantai berpindah (mobile offshore drilling units/modu).
Berdasarkan pengertian kapal laut menurut Wiryono Prodjodikoro terdapat
dua unsur yakni:
a. Hal keadaan dipakai;
b. Hal ditujukan untuk dipakai.
Wiryono Prodjodikoro berpendapat bahwa suatu kapal meskipun dipakai
untuk berlayar di sungai untuk satu kali pelayaran di laut, maka mulai saat itu
berlaku istilah kapal laut terhadapnya, sampai kapal itu terus menerus dipakai
untuk pelayaran di sungai. Sedangkan mengenai unsur kedua, yaitu hal kapal
ditujukan untuk dipakai guna pelayaran di laut, beliau berpendapat bahwa bentuk
dari tubuh kapal menentukan adanya tujuan pelayaran di laut.57
Menurut Soekardono, hukum positif Indonesia menganut pengertian kapal
secara luas, yaitu kapal dengan ukuran tertentu yang dapat terapung baik dengan
kekuatan sendiri maupun digerakkan dengan tenaga lain.58
KUH Perdata dalam Pasal 510 mengatur kapal laut sebagai benda bergerak,
yakni: “Kapal-kapal, perahu-perahu, perahu-perahu tambang, gilingan-gilingan dan
tempat-tempat pemandian yang dipasang di perahu atau yang berdidi terlepas dan
benda-benda sejenis itu adalah benda bergerak.”
Sedangkan Pasal 314 ayat (1) KUH Dagang menyatakan sebagai berikut:
“Kapal laut yang berukuran paling sedikit 20 meter kubik isi kotor dapat didaftarkan
dan akan ditentukan dalam suatu undang-undang tersendiri.”