• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN TENTANG KAPAL LAUT YANG

A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Kapal Laut

Sehubungan dengan pengertian hukum jaminan, tidak banyak literatur yang merumuskan pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur. Ringkasnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang.48

Menurut M. Bahsan, hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang piutang (pinjaman uang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.49

Sementara itu, Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.50

Unsur-unsur yang tercantum di dalam definisi ini adalah :

48

J. Satrio,Op Cit, hal. 3. 49

M. Bahsan,Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia,Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008, hal. 3.

50

Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008, hal. 6.

1. Adanya kaidah hukum. Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah- kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan.

2. Adanya pemberi dan penerima jaminan. Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim disebut dengan debitur. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah orang atau badan hukum. Badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank.

3. Adanya jaminan. Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan nonkebendaan.

4. Adanya fasilitas kredit. Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya.51

Jaminan merupakan kebutuhan kreditur untuk memperkecil resiko apabila debitur tidak mampu menyelesaikan segala kewajiban yang berkenaan dengan kredit yang telah dikucurkan. Dengan adanya jaminan apabila debitur tidak mampu membayar maka debitur dapat memaksakan pembayaran atas kredit yang telah diberikannya.52

Arti pentingnya jaminan dalam hal ini, memberikan keamanan modal dan kepastian hukum bagi si pemberi modal untuk pelunasan hutangnya juga agar debitur berperan serta dalam transaksi yang dibiayai oleh kreditur, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usahanya yang dapat merugikan diri sendiri atau perusahaan dapat dicegah serta memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi perjanjian kredit yang telah disetujui agar tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada kreditur.

51Ibid, hal. 7-8.

52Badriyah Harun,Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah,Yogyakarta: Pustaka Yustisia,

Sesuai dengan tujuannya, barang jaminan bukan untuk dimiliki kreditur, karena perjanjian hutang piutang bukan perjanjian jual beli yang mengakibatkan perpindahan hak milik atas suatu barang. Barang jaminan dipergunakan untuk melunasi hutang, dengan cara sebagaimana peraturan yang berlaku, yaitu barang jaminan dijual lelang. Hasilnya untuk melunasi hutang, dan apabila masih ada sisanya dikembalikan kepada debitur. Barang jaminan tidak selalu milik debitur, tetapi undang-undang juga memperbolehkan barang milik pihak ketiga, asalkan pihak yang bersangkutan merelakan barangnya dipergunakan sebagai jaminan hutang debitur. Dengan demikian, jaminan adalah suatu perikatan antara kreditur dengan debitur, dimana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan hutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila dalam waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran hutang di debitur.

Jaminan secara umum diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata yang menetapkan bahwa segala hak kebendaan debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Dengan demikian, segala harta kekayaan debitur secara otomatis menjadi jaminan manakala orang tersebut membuat perjanjian utang meskipun tidak dinyatakan secara tegas sebagai jaminan. Terhadap jaminan ini akan timbul masalah manakala seorang debitur memiliki lebih dari seorang kreditur dimana masing-masing kreditur menginginkan haknya didahulukan. Hukum mengantisipasi keadaan demikian dengan membuat jaminan yang secara khusus diperjanjikan dengan hak-hak istimewa seperti hak tanggungan, fiducia, gadai,

maupun cessie piutang. Kreditur yang memegang hak tersebut memiliki hak utama untuk mendapatkan pembayaran kredit seluruhnya dari hasil penjualan benda jaminan. Apabila terdapat kelebihan dalam penjualan benda jaminan tersebut dapat diberikan kepada kreditur lain.

KUH Perdata mengatur dua macam jaminan, yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaaan. Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada orang tertentu dan hanya dapat dipertahankan terhadap kreditur tertentu terhadap kekayaan debitur. Sedangkan jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang memberikan hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya (droit de suite) dan dapat dialihkan.53

Jaminan merupakan hal yang penting dalam membuat dan melaksanakan perjanjian kredit atau perjanjian pinjam meminjam uang, serta guna melindungi kepentingan para pihak khususnya kreditur (yang meminjamkan). Djuhaendah Hasan mengatakan bahwasanya fungsi jaminan secara yuridis adalah kepastian hukum pelunasan hutang di dalam perjanjian kredit atau dalam hutang piutang atau kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum ini adalah dengan mengikat perjanjian jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan.54

53

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal. 47.

54Djuhaenda Hasan,Perjanijan Jaminan Dalam Perjanjian Kredit,Proyek Elips dan Fakultas

Fungsi jaminan secara yuridis adalah untuk kepastian hukum pelunasan hutang didalam perjanjian kredit atau hutang piutang atau kepastian realiasasi sutau prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum ini adalah dengan peningkatan jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang dikenal dalam hukum Indonesia.

Sebelum membahas lebih lanjut tentang kapal laut yang dijadikan jaminan, penting kiranya untuk mengetahui terlebih dahulu pengertian kapal laut itu sendiri atau sering disebut juga dengan kapal. Pengertian kapal banyak defenisi yang dikemukakan para ahli dan peraturan perundang-undangan. Didalam KUH Dagang pengertian kapal dinyatakan dalam Pasal 309 ayat (1) yang menyebutkan: “Kapal adalah semua perahu, dengan nama apapun dan dari macam apapun pula.” Defenisi Pasal tersebut menafsirkan pengertian kapal “Segala alat-alat berlayar”. Defenisi tersebut serba luas. Menurut R. Soekardono bahwa pemberian pengertian serba luas itu mengenai kapal, untuk sementara dapat dipertahankan, sampai nanti terbukti adanya keperluan nasional dibidang perkapalan yang mengharuskan mengubah itu.55

Selanjutnya dalam Pasal 310 KUH Dagang dijelaskan pengertian kapal laut yaitu semua kapal yang dipakai untuk pelayaran dilaut atau yang diperuntukkan untuk itu. Apa yang dimuat dalam KUH Dagang tentang pengertian kapal laut lebih tegas dan mengacu kepada pengertian kapal secara luas. Berbagai peraturan-peraturan bidang angkutan laut nasional juga pernah memberikan pengertian tentang kapal, namun yang lebih kontekstual diuraikan saat ini adalah pengertian kapal menurut

55Hasim Purba,Hukum Pengangkutan di Laut Perspektif Teori dan Praktek, Pustaka Bangsa,

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992.56 Undang-undang tersebut telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang pada Pasal 1 butir (36) dinyatakan pengertian kapal, yakni: “Kapal adalah kenderaan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kenderaan yang berdaya dukung dinamis, kenderaan dibawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.”

Selanjutnya pada penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Pelayaran disebutkan yang dimaksud dengan kapal adalah:

a. Kapal yang digerakkan oleh angin adalah kapal layar;

b. Kapal yang digerakkan dengan tenaga mekanik adalah kapal yang mempunyai alat penggerak mesin, misalnya kapal motor, kapal uap, kapal dengan tenaga matahari, dan kapal nuklir;

c. Kapal yang ditunda atau ditarik adalah kapal yang bergerak dengan menggunakan alat penggerak kapal lain;

d. Kenderaan berdaya dukung dinamis adalah jenis kapal yang dapat dioperasikan dipermukaan air atau di atas permukaan air dengan menggunakan daya dukung dinamis yang diakibatkan oleh kecepatan dan/atau rancang bangun kapal itu sendiri, misalnyajet foil, hidro foil,hovercraft, dan kapal-kapal cepat lainnya yang memenuhi kriteria tertentu;

e. Kenderaan dibawah permukaan air adalah jenis kapal yang mampu bergerak di bawah permukaan air; dan

f. Alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah adalah alat apung dan bangunan terapung yang tidak mempunyai alat penggerak sendiri, serta ditempatkan di suatu lokasi perairan tertentu tidak berpindah-pindah untuk waktu yang sama, misalnya hotel terapung, tongkang akomodasi (accommodation barge) untuk menunjang kegiatan lepas pantai dan tongkang penampung minyak (oil storage barge), serta unit-unit pemboran lepas pantai berpindah (mobile offshore drilling units/modu).

Berdasarkan pengertian kapal laut menurut Wiryono Prodjodikoro terdapat dua unsur yakni:

a. Hal keadaan dipakai;

b. Hal ditujukan untuk dipakai.

Wiryono Prodjodikoro berpendapat bahwa suatu kapal meskipun dipakai untuk berlayar di sungai untuk satu kali pelayaran di laut, maka mulai saat itu berlaku istilah kapal laut terhadapnya, sampai kapal itu terus menerus dipakai untuk pelayaran di sungai. Sedangkan mengenai unsur kedua, yaitu hal kapal ditujukan untuk dipakai guna pelayaran di laut, beliau berpendapat bahwa bentuk dari tubuh kapal menentukan adanya tujuan pelayaran di laut.57

Menurut Soekardono, hukum positif Indonesia menganut pengertian kapal secara luas, yaitu kapal dengan ukuran tertentu yang dapat terapung baik dengan kekuatan sendiri maupun digerakkan dengan tenaga lain.58

KUH Perdata dalam Pasal 510 mengatur kapal laut sebagai benda bergerak, yakni: “Kapal-kapal, perahu-perahu, perahu-perahu tambang, gilingan-gilingan dan tempat-tempat pemandian yang dipasang di perahu atau yang berdidi terlepas dan benda-benda sejenis itu adalah benda bergerak.”

Sedangkan Pasal 314 ayat (1) KUH Dagang menyatakan sebagai berikut: “Kapal laut yang berukuran paling sedikit 20 meter kubik isi kotor dapat didaftarkan dan akan ditentukan dalam suatu undang-undang tersendiri.”

57Wiryono Prodjodikoro,Hukum Laut Bagi Indonesia,Sumur, Bandung, 1984, hal 69-70. 58Soekardono,Hukum Perkapalan Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, 1969, hal. 9.

Dari dua ketentuan di atas dapat disimpulkan mengenai status hukum kapal laut. KUH Perdata menyatakan bahwa kapal laut adalah benda bergerak, sedangkan KUH Dagang membagi dua status hukum kapal, kapal laut sebagai benda bergerak dan kapal laut sebagai benda tidak bergerak. Undang-Undang Pelayaran dan peraturan pelaksanaannya menyatakan KUH Perdata dan KUH Dagang tetap berlaku sepanjang tidak diatur dan tidak bertentangan, oleh karena itu maka kapal laut dapat dibagi dua yaitu sebagai benda bergerak dan kapal sebagai benda tidak bergerak. Benda yang bergerak dapat dijadikan jaminan fidusia, dan sebagai benda yang tidak bergerak dapat dijadikan jaminan hipotik.

Pendaftaran kapal sangat menentukan tempat atau wilayah pendaftaran jaminan yang akan dibebani terhadap kapal tersebut, selain itu ada beberapa asas umum hukum pendaftaran kapal. Anis Idham dalam bukunya menerangkan beberapa asas umum hukum pendaftaran kapal, yakni antara lain:

1. Asas Kebangsaan Kapal

Kapal laut maupun kapal perairan pedalaman dapat didaftarkan. Pendaftaran pada buku Daftar Induk merupakan syarat untuk memperoleh Kebangsaan dari suatu kapal. Dari sudut Hukum Internasional, pendaftaran publik berkaitan erat dengan kebangsaan (nationality) suatu kapal, dan suatu kapal dihubungkan dengan yurisdiksi atas suatu kapal.

2. Asas Fakultatif/Imperatif

R. Soekardono seperti yang dikutip oleh Anis Idham dalam bukunya menafsirkan kata “dapat” didaftarkan itu sebagai “harus”. Berdasarkan Pasal 314 KUH

Perdata dalam kaitannya dengan UU Pelayaran mengenai prinsip-prinsip pendaftaran kapal dan kebangsaan, dapat diambil kesimpulan bahwa kapal harus didaftarkan. Kapal yang berukuran besar maupun kapal yang berukuran kecil wajib didaftarkan untuk mendapatkan tanda kebangsaan.

3. Asas Hak Kebendaan

Anis Idham berpendapat bahwa hak perdata atas kapal lahir pada saat pendaftaran dilakukan dalam daftar induk. Pendaftaran kapal hendaknya mengatur tentang momentum lahirnya hak milik itu. Misalnya untuk kapal yang tidak terdaftar, hak milik tersebut lahir pada saat perjanjian jual beli diadakan yang berlaku antara penjual dan pembeli, sedangkan untuk kapal terdaftar (perdata) hak milik atas kapal lahir pada saat pendaftaran dilakukan di Daftar Induk. Hal ini akan menjadi tolak ukur dalam hal terjadi gugatan oleh para pihak yang bersangkutan.

4. Asas Pembedaan Perjanjian yang Bersifat Perorangan dengan yang Bersifat Kebendaan

Perjanjian yang bersifat perorangan terjadi pada saat perjanjian jual beli kapal antara penjual dan pembeli dilakukan. Dalam fase ini yang lahir adalah hubungan hukum antara penjual dan pembeli dan belum lagi lahir hak pembeli atas kapal, yang dapat dipertahankan oleh pemilik pada setiap gangguan dari pihak ketiga (droit de suite). Fase perjanjian bersifat kebendaan (penyerahan) terjadi pada saat akta diperkuat dihapadan pejabat pendaftaran yang diikuti pendaftaran.

Pendaftaran kapal itu terbuka untuk umum, artinya setiap orang yang berkepentingan berhak melihatnya. Keterbukaan ini melindungi masyarakat, karena setiap orang yang akan mengadakan transaksi kapal dengan pemilik dapat menyaksikan sendiri status kapal tersebut.

6. Asas Sistem Negatif

Pendaftaran kapal menganut sistem stelsel negative. Bahwa pegawai pencatat balik nama hanya diberi wewenang mengontrol surat-surat tentang caranya saja, tetapi ia tidak perlu meneliti tentang kebendaan isi surat itu. Dengan demikian, secara hukum ditegaskan bahwa pejabat pencatat balik nama wajib membuat akta apabila dari surat-surat itu, para pihak berhak melakukan perbuatan-perbuatan hukum yang termaktub dalam akta. Apabila tidak cukup bukti, pembuatan akta ditolak oleh pejabat pencatat balik nama dengan suatu surat keputusan yang disertai alasan penolakan.

7. Asas Spesialitas

Asas ini mengandung arti bahwa pendaftaran harus mampu memberikan informasi mengenai kapal yang didaftar secara rinci. Melalui asas ini, masyarakat umum dapat mengetahui kebenaran fisik dari kapal tersebut.59

Pendaftaran kapal sangat erat kaitannya dengan penyusunan keterangan mengenai kapal dan pemiliknya dalam suatu buku pendaftaran nasional. Jika ditinjau dari sudut hukum internasional, konsep pendaftaran kapal laut erat kaitannya dengan kebangsaan kapal, sedangkan kebangsaan suatu kapal dihubungkan dengan yurisdiksi dari suatu kapal. Tujuan pendaftaran ialah untuk memungkinkan memperoleh suatu tanda kebangsaan kapal dan ini perlu

59 Anis Idham, Pranata Jaminan Kebendaan Hipotik Kapal Laut dan Masalah Eksekusi Hipotik Kapal Laut Ditinjau dari Hukum Maritim, Alumni, Bandung, 1995, hal. 181-191.

untuk kewenangan mengibarkan bendera merah putih. Pendaftaran kapal itu memungkinkan pula pembebanan hipotik atas kapal tersebut.60

Berdasarkan hukum internasional, kebangsaan suatu kapal mengandung hak- hak dan kewajiban suatu negara terhadap kapalnya. Akibatnya dari pendaftaran dipihak lain merupakan tindakan pemberian kebangsaan pada suatu kapal, dan dari sisi lain dimaksudkan untuk pendaftaran hak-hak seperti pemilikan, hipotik dan hak-hak kebendaan lainnya. Secara umum pendaftaran kapal berdampak kepada dua aspek yaitu pendaftaran publik dan pendaftaran perdata, pendaftaran publik mengakibatkan:

a. Kapal tersebut berada dibawah yurisdiksi Negara bendera kapal (flag state) dalam hal pengaturan administratif, yaitu perihal keselamatan, kelaikan laut, awal kapal dan hukum pidana atau demikian kejahatan yang dilakukan diatas kapal.

b. Negara bendera kapal berkewajiban untuk melaksanakan kewajiban internasional atas kapal yang membawa benderanya.

c. Kapal yang bersangkutan memperoleh keuntungan perlindungan dari Negara bendera kapal yang diberikan pada warga negaranya.

d. Registrasi atau pendaftaran dianggap sebagai bukti pemilikan (evidence of title), walaupun diberbagai Negara bukti ini tidak mutlak. Kesemuanya menandakan adanya effective controldari Negara bendera kapal atas kapal tersebut.61

Sedangkan pendaftaran perdata adalah:

a. Penetapan status hukum keperdataan kapal laut, yang selanjutnya akan berpengaruh pada penetapan aturan-aturan hukum keperdataan yang menguasai kapal laut tersebut. Dengan kata lain, kapal laut yang menurut sifatnya merupakan benda bergerak, dengan pembukuannya dalam buku pendaftaran akan memperoleh kedudukan sebagai benda tidak bergerak. b. Pendaftaran perdata menyangkut pendaftaran (recordation) dari seluruh

hak-hak keperdataan (baik pemilikan maupun jaminan/security interest) yang melekat pada kapal yang bersangkutan.62

Di Indonesia terdapat pendaftaran kapal sistem tunggal (single system of registration), yaitu satu buku pendaftaran untuk pendaftaran kapal maupun hak-hak atas kapal, misalnya hipotik yaitu dalam daftar buku induk.63

60Hasim Purba,Op Cit, hal. 36-37. 61Anis Idham,Op Cit, hal. 170-171. 62Ibid, hal. 171-172.

Alasan pemilik kapal mendaftarkan kapalnya, karena pendaftaran ini dimaksudkan untuk memperoleh suatu surat kebangsaan, antara lain, surat laut dan pas kapal yang diperlukan untuk pengangkutan dilaut. Pendaftaran memungkinkan juga pembebanan suatu hipotik yang diperlukan untuk jaminan memperoleh dana atau kredit untuk pembiayaan pengadaan kapal.64 Pendaftaran kapal bertujuan, antara lain:

a. Menentukan status hukum dari kapal yang didaftarkan;

b. Memenuhi persyaratan guna mendapatkan surat kebangsaan kapal Indonesia; c. Kapal yang telah didaftarkan mempunyai status benda tidak tetap terdaftar dan

diperlakukan sebagai hak kebendaan di dalam jual beli dan pengalihan haknya;

d. Kapal yang didaftarkan dapat dibebani hak hipotik.65

Pendaftaran hak atas kapal berarti pendaftaran hak kepemilikan atas kapal tersebut. Pendaftaran ini merupakan dasar hukum yang memberikan pembuktian tentang kepastian hak si pemilik dan juga alat bukti bagi pihak lain siapa pemilik kapal. Dan segala hak yang timbul sebagai akibat dari kepemilikan tersebut.

Undang-Undang Pelayaran pada Pasal 154 dinyatakan sebagai berikut: “Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui proses:

a. Pengukuran kapal; b. Pendaftaran kapal; dan

c. Penetapan kebangsaan kapal.”

63Ibid, hal. 172. 64Ibid.

Status hukum kapal dimulai dengan pengukuran kapal. Menurut Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Pelayaran, pengukuran kapal dapat dilakukan menurut 3 (tiga) metode, yaitu:

a. Pengukuran dalam negeri untuk kapal yang berukuran panjang kurang dari 24 (dua puluh empat) meter;

b. Pengukuran internasional untuk kapal yang berukuran panjang 24 (dua puluh empat) meter atau lebih; dan

c. Pengukuran khusus kapal yang akan melalui terusan tertentu.

Bedasarkan pengukuran diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan ukuran tonasi kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Pasal 158 Undang- Undang Pelayaran dinyatakan:

(1) Kapal yang telah diukur dan mendapat Surat Ukur dapat didaftarkan di Indonesia oleh pemilik kepada Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal yang ditetapkan oleh Menteri.

(2) Kapal yang dapat didaftar di Indonesia yaitu:

a. Kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh

Gross Tonnage);

b. Kapal milik warga Negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; dan

c. Kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh warga Negara Indonesia.

(3) Pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat dalam daftar kapal Indonesia.

(4) Sebagai bukti kapal telah terdaftar, kepada pemilik diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi pula sebagai bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar.

(5) Pada kapal yang telah didaftar wajib dipasang Tanda Pendaftaran.

Pendaftaran kapal dapat dilakukan di kantor pusat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut atau di pelabuhan-pelabuhan yang ditentukan oleh Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM.26 Tahun 2006 tentang Penyederhanaan Sistem dan Prosedur Pengadaan Kapal dan Penggunaan Penggantian Bendera Kapal. Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal yang ditetapkan oleh Menteri yang dimaksud adalah syahbandar. Untuk tempat pendaftaran diseluruh Indonesia ada 43 (empat puluh tiga) pelabuhan-pelabuhan sebagai berikut:

1. Ambon; 23. Manado;

2. Bagan Siapi-Api; 24. Manokwari;

3. Balikpapan; 25. Maumere; 4. Banjarmasin; 26. Meneng; 5. Batam; 27. Merauke; 6. Belawan; 28. Palembang; 7. Bengkulu; 29. Panjang; 8. Benoa; 30. Pekanbaru; 9. Bitung; 31. Pontianak;

10.Cilacap; 32. Sabang;

11.Cirebon; 33. Samarinda;

12.Donggala; 34. Sampit;

13.Dumai; 35. Sibolga;

14.Gorontalo; 36. Sorong;

15.Jambi; 37.Tanjung Emas;

16.Jayapura; 38. Tanjung Perak;

17.Kendari; 39. Tanjung Pinang;

18.Kupang; 40. Tanjung Priok;

19.Lembar; 41. Teluk Bayur;

20.Lhokseumawe; 42. Ternate;

21.Luwuk; 43. Tual.66

22.Makasar;

Pelabuhan internasional yang memenuhi syarat ISPIS (International Security Pos System) di Indonesia berjumlah 200 pelabuhan.67 Hal tersebut tentunya tidak sebanding dengan jumlah tempat pendaftaran kapal yang hanya 43 pelabuhan, apalagi dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih 17.000 pulau.

Status hukum kapal yang terakhir melalui proses penetapan kebangsaan kapal. Sesuai dengan ketentuan Pasal 163 Undang-Undang Pelayaran, yang dinyatakan sebagai berikut:

(1) Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut diberikan Surat Tanda

Dokumen terkait