• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN

D. Perlindungan Konsumen dalam Peraturan Perundang-

Undang-Undang yang ada dan berkaitan dengan perlindungan konsumen tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau telah diatur khusus oleh Undang-Undang. Oleh karena itu, tidak dapat lain haruslah dipelajari juga peraturan Perundang-Undangan tentang konsumen dan/atau perlindungan konsumen ini dalam kaidah-kaidah hukum peraturan perundang-undangan umum yang mungkin atau dapat mengatur dan/atau melindungi hubungan dan/atau masalah konsumen dengan penyedia barang atau jasa. Sebagai akibat dari penggunaan peraturan perundang-undangan umum ini, dengan sendirinya berlaku pulalah asas-asas

41

hukum yang terkandung di dalamnya pada berbagai pengaturan dan/atau perlindungan konsumen tersebut. Padahal, nanti akan nyata, di antara asas hukum tersebut tidak cocok untuk memenuhi fungsi pengaturan dan/atau perlindungan pada konsumen, tanpa setidak-tidaknya dilengkapi/diadakan pembatasan berlakunya asas-asas hukum tertentu itu. Pembatasan dimaksudkan dengan tujuan “menyeimbangkan kedudukan” di antara pihak-pihak pelaku usaha dan/atau

konsumen bersangkutan.42

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan umum adalah semua peraturan perundangan tertulis yang diterbitkan oleh badan-badan yang berwenang untuk itu, baik di pusat maupun di daerah-daerah. Peraturan perundang-undangan itu antara lain adalah (di pusat) Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Presiden, dan seterusnya dan (di daerah-daerah) Peraturan Daerah (Peraturan Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota serta peraturan Desa dan

sebagainya).43

Alasan yang dapat dikemukakan untuk menerbitkan peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur dan melindungi kepentingan konsumen

dapat disebutkan sebagai berikut :44

a. Konsumen memerlukan pengaturan tersendiri, karena dalam suatuh

ubungan hukum dengan penjual, konsumen merupakan pengguna barang dan jasa untuk kepentingan diri sendiri dan tidak untuk diproduksi ataupun diperdagangkan.

b. Konsumen memerlukan sarana atau acara hukum tersendiri sebagai upaya

guna melindungi atau memperoleh haknya.

42

Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Diadit Media, Jakarta, 2001, Hal. 30

43

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., Hal. 47

Disamping Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hukum konsumen “ditemukan” di dalam berbagai peraturan perundang-undangn yang berlaku. Undang-Undang Perlindungan Konsumen berlaku setahun sejak disahkannya pada tanggal 20 April 2000. Dengan demikian dan ditambah dengan ketentuan Pasal 64 (Ketentuan Peralihan) undang-undang ini, berarti untuk “membela” kepentingan konsumen, masih harus dipelajari semua peraturan perundang-undangan umum yang berlaku memuat juga berbagai kaidah menyangkut hubungan dan masalah konsumen. Sekalipun peraturan perundang-undangan itu tidak khusus diterbitkan untuk konsumen atau perlindungan konsumen, setidak-tidaknya ia merupakan sumber juga dari hukum konsumen dan/atau hukum

perlindungan konsumen. Beberapa diantaranya akan diuraikan berikut ini :45

1. Undang-Undang Dasar dan Ketetapan MPR

Hukum Konsumen, terutama Hukum Perlindungan Konsumen mendapatkan landasan hukumnya pada Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan, Alinea ke-4 yang berbunyi :

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia.”

Kata “melindungi” menurut Az. Nasution di dalamnya terkandung asas

perlindungan (hukum) pada segenap bangsa tanpa kecuali. Baik ia laki-laki ataupun perempuan, orang kaya atau miskin, atau orang kota atau orang desa, orang asli atau keturunan dan pengusaha/pelaku usaha atau konsumen.

45

Landasan hukum lainnya terdapat pada ketentuan termuat dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Ketentuan tersebut berbunyi “

“Tiap warga Negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

Sesungguhnya, apabila kehidupan sesorang terganggu atau diganggu oleh pihak lain, maka alat-alat negara akan turun tangan, baik diminta atau tidak, untuk melindungi dan atau mencegah terjadinya gangguan tersebut. Penghidupan yang layak, apalagi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan merupakan hak dari warga negara dan hak semua orang.

Selanjutnya, untuk melaksanakan perintah UUD 1945 melindungi segenap bangsa, dalam hal ini khususnya melindungi konsumen, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah menetapkan berbagai ketetapan MPR, khususnya sejak tahun 1978. Dengan ketetapan terakhir Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 1993 (TAP-MPR) makin jelas kehendak rakyat atau adanya perlindungan konsumen,

sekalipun dengan kualifikasi yang berbeda-beda pada masing-masing ketetapan.46

Kalau pada TAP-MPR 1978 digunakan istilah “menguntungkan” konsumen, TAP-MPR 1998 “menjamin” kepentingan konsumen, maka pada tahun 1993 digunakan istilah “melindungi kepentingan konsumen”. Sayangnya dalam masing-masing TAP-MPR tersebut tidak terdapat penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan menguntungkan, menjamin atau melindungi kepentingan

konsumen tersebut.47

46Ibid.

2. Hukum Konsumen dalam Hukum Perdata

Dengan hukum perdata dimaksudnya hukum perdata dalam artian luas termasuk hukum perdata, hukum dagang serta kaidah-kaidah keperdataan yang termuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Kaidah-kaidah hukum perdata pada umumnya termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

KUH Perdata memuat berbagai kaidah hukum berkaitan dengan hubungan hukum dan masalah antarpelaku usaha penyedia barang dan/atau jasa dan konsumen pengguna barang-barang atau jasa tersebut. Terutama buku kedua, buku ketiga dan buku keempat memuat berbagai kaidah hukum yang mengatur hubungan konsumen dan penyedia barang atau jasa konsumen tersebut. Begitu pula dalam KUHD, baik buku pertama, maupun buku kedua, mengatur tentang hak-hak dan kewajiban yang terbit dari, khususnya (jasa) perasuransian dan pelayaran.

Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memang sama sekali tidak pernah disebut-sebut kata “konsumen”. Istilah lain yang sepadang dengan

itu adalah seperti pembeli, penyewa, dan si berutang (debitur).48

Beberapa pasal yang mengatur mengenai perlindungan konsumen di dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, antara lain :49

48

Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006, Hal. 99

49Ibid., Hal. 100

a. Pasal 1235 KUHPerdata (jo. Pasal 1033, 1157, 1236, 1236, 1365, 1444,

“Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan suatu termaktub kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik, sampai saat penyerahan”.

b. Pasal 1236 KUHPerdata (jo. Pasal-pasal 1235, 1243, 1264, 1275, 1391,

1444, 1480 KUHPerdata);

“Si berutang adalah berwajib memberikan ganti biaya, rugi dan bunga kepada si berpiutang, jika dia membawa dirinya dalam keadaan tak mampu untuk menyerahkan kebendaannya, atau tidak merawatnya sepatutnya guna menyelamatkannya”.

c. Pasal 1504 KUHPerdata (jo. Pasal-pasal 1322, 1473, 1474, 1491, 1504, s.d

1511 KUHPerdata).

“Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang yang dijual, yang membuat barang itu tak sanggup untuk pemakaian yang dimaksud itu, sehingga seandainya si pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak akan selain dengan harga yang kurang”.

3. Hukum Konsumen dalam Hukum Publik

Hukum publik yang dimaksudkan adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antara negara dengan perorangan. Termasuk hukum publik dan terutama dalam kerangka hukum konsumen dan/atau hukum perlindungan konsumen, adalah hukum administrasi negara, hukum pidana, hukum acara perdata dan/atau hukum acara pidana dan hukum internasional khususnya hukum perdata internasional.

Jadi, segala kaidah hukum maupun asas-asas hukum ke semua cabang-cabang hukum publik itu sepanjang berkaitan dengan hubungan hukum konsumen dan/atau masalahnya dengan penyedia barang atau penyelenggara jasa, dapat pula diberlakukan.

Diantara keseluruhan hukum publik tersebut tampaknya hukum administrasi negara, hukum pidana, hukum internasional khususnya hukum perdata internasional dan hukum acara perdata serta hukum acara pidana paling banyak pengaruhnya dalam pembentukan hukum konsumen.

Ketentuan hukum administrasi, misalnya menentukan bahwa Pemerintah melakukan pengaturan dan pembinaan rumah susun dan pengawasan terhadap pelaksaan undang-undang (termuat dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang tentang Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 LN Tahun 1985 No. 75).

Selanjutnya dalam Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang No.23 Tahun 1992, Pasal 73 ditentukan:

“Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan.”

Hukum pidana termasuk dalam ranah hukum publik sementara pengaturan hukum positifnya yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak disebut-sebut kata “konsumen”. Kendati demikian, secara implisit dapat ditarik beberapa pasal yang

memberikan perlindungan hukum bagi konsumen antara lain:50

a. Pasal 204 KUHP: “Barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang, yang diketahui membahayakan itu tidak diberitahukan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Jika perbuatan mengakibatkan matinya orang, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

b. Pasal 205 KUHP: “Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan bahwa

barang-barang yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang dijual, diserahkan atau dibagi-bagikan, tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah”. Jika perbuatan mengakibatkan matinya orang, yang bersalah dikenakan penjara paling lama satu tahun empat bulan atau kurung paling lama satu tahun.

c. Pasal 359 KUHP: “Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan

matinya orang lain, diancam pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun (LN 11906 No.1).

d. Pasal 360 KUHP: “Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang

lain mendapat luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Barang siapa dengan kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling

lama sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.

e. Pasal 382 KUHP: “Barang siapa menjual, menawarkan, atau menyerahkan

makanan, minuman atau obat-obatan yang diketahui bahwa itu palsu, dan menyembunyikan hal itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

Diluar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terdapat banyak sekali ketentuan pidana yang beraspekkan perlindungan konsumen. Lapangan pengaturan yang paling luas kaitannya dengan hukum perlindungan konsumen terutama terdapat pada bidang kesehatan dan pengaturan hak-hak atas kekayaan

intelektual.51

Dokumen terkait