• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

B. Skizofrenia di Indonesia

2. Permasalahan Psikologis

Selain mengalami permasalahan dalam berhubungan sosial baik antar anggota keluarga maupun masyarakat disekitarnya, keluarga penderita skizofrenia juga mengalami permasalahan secara psikologis. Permasalahan psikologis yang dimaksud disini meliputi ungkapan emosi yang terjadi selama merawat anak yang menderita skizofrenia.

Emosi berasal dari kata latin, yaitu emovere yang berarti bergerak menjauh. Daniel Goleman (2002 : 114) mengatakan bahwa emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu yang mencakup perubahan-perubahan yang disadari yang sifatnya mendalam dan perubahan perilaku yang disertai adanya ekspresi biologis.

Berikut merupakan reaksi psikologis yang dialami oleh keluarga penderita gangguan jiwa :

a. Kesedihan

Kesedihan merupakan salah satu emosi yang berlangsung lebih lama. Setelah sebuah periode penderitaan mendalam yang disertai dengan ungkapan protes, biasanya ada sebuah periode mengehentikan kesedihan yang di dalamnya orang merasa tidak berdaya dan kemudian, periode penderitaan yang disertai protes

itu muncul kembali dalam usaha untuk memulihkan rasa kehilangan tersebut, yang diikuti oleh kesedihan, kemudian penderitaan mendalam dan begitu seterusnya.(Paul Ekman).

Kesedihan (grief) merupakan reaksi normal ketika mengalami kehilangan sesuatu atau seseorang yang dicintai. (Davies, 1998). Kesedihan yang berkenaan kepada seluruh perasaan yang menyakitkan dihubungkan dengan kehilangan, termasuk perasaan sedih, marah, perasaan bersalah, malu dan kegelisahan (Zeanah, 1989).

b. Kehilangan

Kehilangan merupakan suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Potter&Perry, 2005).

Keluarga yang memiliki anak penderita gangguan jiwa merasa kehilangan karena menganggap kehidupan masa depan keluarga dan penderita telah berakhir (Willick, 1994 dalam Mohr, 2006).

c. Kecemasan

Kecemasan berhubungan dengan sesuatu yang dirasa mengancam. Menurut Nevid (2005), kecemasan dapat menjadi reaksi emosional yang normal dibeberapa situasi, tetapi tidak disituasi lain. Kecemasan merupakan suatu perasaan takut yang

tidak menyenangkan yang disertai dengan meningkatnya ketegangan fisiologis. Dalam teori pembelajaran, kecemasan dianggap sebagai suatu dorongan yang menjadi perantara antara suatu situasi yang mengancam dan perilaku menghindar (Davidson, dkk, 2006). Sumadinata (2004) mengatakan bahwa seseorang yang merasa khawatir karena menghadapi situasi yang tidak bisa memberikan jawaban yang jelas, tidak bisa mengharapkan suatu pertolongan, dan tidak ada harapan yang jelas akan menyebabkan orang mengalami rasa cemas.

Kecemasan merupakan sebuah fenomena kognitif, dimana seseorang nerasa sesuatu akan terjadi diluar kehendak dan tidak bisa diprediksi. Kecemasan akan menjadi lebih parah ketika seseorang merasa tidak sanggup menghadapinya karena meragukan kemampuan diri sendiri.

Ciri-ciri kecemasan (Nevid, 2003) meliputi :

1) Secara fisik meliputi kegelisahan, kegugupan, tangan dan anggota tubuh yang bergetar atau gemetar, banyak berkeringat, mulut atau kerongkrongan terasa kering, sulit berbicara, sulit bernapas, jantung berdebar keras atau berdetak kencang, pusing, merasa lemas atau mati rasa, sering buang air kecil, merasa sensitif atau mudah marah. 2) Secara perilaku, meliputi perilaku menghindar, perilaku

3) Secara kognitif, meliputi khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu atau ketakutan, keyakinan bahw2a akan terjadi sesuatu yang buruk tanpa ada penjelasan yang jelas, ketakutan akan kehilangan kontrol, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi maslaah, berpikir bahwa seuanya tidak bisa lagi dikendalikan, merasa sulit untuk memfokuskan pikiran atau konsentrasi.

Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang jelas. Terkadang seseorang mengalami kecemasan sebagai sebuah tantangan sehingga mempersiapkan untuk menghadapinya dan memberikan hal yang positif. Akan tetapi terkadang pula, kecemasan membuat seseorang tidak berdaya dan merasa tidak mampu menghadapi kecemasan tersebut sehingga ingin lari dari maslaahnya dengan mengembangkan defend mechanism (mekanisme pertahanan diri/ego).

Ketika memiliki anak yang menderita skizofrenia, keluarga memiliki kekhawatiran tersendiri tentang hal tersebut. Hal ini terjadi karena kebanyakan penderita skizofrenia tidak mampu melakukan penyesuaian diri.

d. Malu

Malu merupakan perasaan yang muncul ketika seseorang mengevaluasi tindakanm, perasaan dan perilakunya dan

menyimpulkan bahwa dirinya telah melakukan sesuatu yang keliru, kurang benar atau tidak sesuai (Lewis, 1993, dalam Strongman, 2003). Meskipun pada kondisi tertentu, malu merupakan hal yang wajar, namun ada kalanya malu menyebabkan orang merasa takut atau segan untuk terbuka kepada orang lain.

Penyebab rasa malu, meliputi 3 hal :

1) Merasa telah melakukan sesutau kekonyolan atau kebodohan 2) Melakukan sesuatu yang dinilai tidak sesuai dengan norma

sekitar

3) Gagal menyesuaikan tindakan dengan standart yang ditetapkan sendiri.

Perasaan malu bisa muncul melalui proses belajar. Selain itu, perasaan malu juga bisa terjadi melalui pengalaman yang tidak menyenangkan, seperti dikritik oleh orang lain, dan dicemooh. Ketika rasa malu berada dalam tingkat yang tinggi, maka akan menghambat pergaulan sosial. Seseorang akan menarik diri secara sosial.

e. Stres karena gangguan perilaku dan kekambuhan

Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan dapat membuat produktivitas seseorang menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental.

Stres merupakan bentuk ketegangan baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan diakibatkan karena stress disebut strain.

Gejala stress meliputi :

1) Hilang minat terhadap kegiatan yang disenangi

2) Hilang selera makan yang berujung pada penurunan berat badan

3) Terlihat lelah, atau kurang energi

4) Memiliki perasaan tidak berharga dan tidak memiliki harapan 5) Rasa bersalah yang tidak pada tempatnya

6) Tidak mampu berkonsentrasi dan berpikir jernih

7) Melankolik yang biasanya disertai bangun pagi terlambat dua jam dari biasanya, rasa tidak berdaya dipagi hari dan bergerak lebih lamban

8) Pusing atau sakit perut

9) Mempunyai keinginan atau harapan untuk mati bahkan bunuh diri.

Sementara itu, faktor penyebab stress meliputi :

1) Faktor biologis yang terbagi dalam beberapa tipe : a) Gen

Keadaan individu pada masa konsepsi dipengaruhi oleh sikap dan perilaku ibu. Bagaimana ibu berperilakuketika hamil dan asupan gizi yang sudah terpenuhi atau mal;ah

defisiensi. Ketika seorang ibu stres, otomatis bayi yang dikandung akan ikut stres pula dan kebanyakan hal ini tidak disadari bahkan dapat menyebabkan cacat fisik atau mental pada bayi.

b) Penyakit

Memiliki penyakit langka, atau sulit disembuhkan dapat mengakibatkan seseorang memilih untuk mengakhiri hidupnya. Hal ini karena penyakit dapat membuat orang merasa tidak berguna. Penyakit yang tidak dapat sembuh atau tidak ada obatnya dapat menjadi sebuah stressor c) Tidur

Obat capek yang paling manjur adalah tidur. Ketika porsi tidur seseorang tidak dapat terpenuhi maka akan terjadi tekanan dalam diri orang tersebut. Hal ini ditandai dengan tingkat sensitivitas yang lebih tinggi dari biasanya, pusing, sulit beradaptasi dengan lingkungan dan belum menyadari dimana berada. Hal tersebut menimbulkan stres baik tingkat ringan maupun tinggi. d) Postur tubuh

Kebanyakan stressor ini terjadi pada perempuan yang menyebabkan ingin melakukan apa saja untuk mendapatkan postur tubuh yang diinginkan/ideal.

Faktor ini tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu penyebab stress yang paling utama. Ketika seseorang merasa kelelahan maka hal yang ingin segera dipenuhi adalah beristirahat.

2) Faktor psikologis :

a) Frustasi, sudah sangat jelas bahwa frustasi adalah penyebab seseorang mengalami stres.

b) Perasaan dan emosi : marah, mudah tersinggung, ,merasa tidak nyaman, merasa tidak aman, sedih, merasa bersalah, dll.

c) Pengalaman hidup, meliputi peristiwa-peristiwa hidup yang dialami oleh seseorang, misalnya kehilangan tempat tinggal karena bencana alam, kebakaran, kematian orang yang disayangi, kecelakaan yang menyebabkan cacat, memiliki keluarga yang menderita gangguan jiwa, dll. Akan tetapi perpisahan dengan orang yang dicintai merupakan stressor dari psikologis yang paling banyak mempengaruhi tingkat kesadaran seseorang.

d) Keputusan perilaku. Salah mengambil keputusan membuat orang merasa takut dan tidak mau lagi menjalani hidupnya.

e) Respon berlawanan. Ketika seseorang melawan hal yang terjadi namun dia tetap tidak merubah keadaan. Disaat itu orang akan merasa down dan tidak berguna.

3) Faktor sosial :

a) Keluarga. Misalnya terjadi kesalahan pola asuh, yang diberikan, broken home, keadaan sosial ekonomi.

b) Lingkungan. Peristiwa alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor secara langsung membuat orang memiliki ketegangan tinggi.

c) Dunia kerja. Tugas yang menumpuk atau tugas yang sedikit namun memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Gangguan perilaku yang dialami oleh penderita gangguan jiwa seperti suka tersenyum sendiri, tertawa tanpa sebab, suka berdiam diri, perilaku yang seperti dihantui atau diteror, dan terkadang suka mengamuk menyebabkan keluarga mengalami kesulitan dalam merawat penderita. Keluarga kurang dapat beristirahat secara maksimal, kelelahan fisik karena merawat penderita skizofrenia bukanlah hal yang mudah karena memerlukan perhatian yang ekstra.

Keluarga mengalami peningkatan konflik, sikap saling menyalahkan satu sama lain, kesulitan untuk mengerti dan menerima anggota keluarga yang sakit, meningkatnya emosi ketika berkumpul dan kehilangan energi untuk merawat anggota

keluarga yang sakit (Doornbos, 1997 dalam Stuart & Laraia, 2001). Selain itu gangguan yang tidak dapat disembuhkan secara total dan sering mengalami kekambuhan menambah beban yang dialami oleh keluarga.

f. Frustasi akibat perubahan pola interaksi dalam keluarga

Frustasi berasal dari bahasa latin yaitu frustasio yang artinya perasaan kecewa atau jengkel akibat terhalang dalam pencapaian tujuan. Frustasi merupaka suatu keadaan ketegangan yang tidak menyenangkan, dipenuhi perasaan dan aktivitas simpatetis yang semakin meninggi yang disebabkan oleh rintangan atau hambatan. Frustasi dapat berasal dari dalam (internal) dan dari luar diri(eksternal). Sumber yang berasal dari dalam salah satunya seperti kurangnya rasa percaya diri atau ketakutan pada situasi yang menghalangi pencapaian tujuan (Kesehatan Mental, 1968).

Terdapat tiga faktor penyebab frustasi yaitu :

1) Frustasi lingkungan, merupakan frustasi yang disebabkan oleh halangan atau rintangan yang terdapat dalam lingkungan dimana ia tinggal

2) Frustasi pribadi, merupakan frustasi yang tumbuh dari ketidakpuasan seseorang dalam mencapai tujuan dengan kata lain frustasi pribadi ini terjadi karena adanya perbedaan antara tingkatan aspirasi dengan tingkatan kemampuannya

3) Frustasi konflik, merupakan frustasi yang disebabkan oleh konflik dari berbagai motif dalam diri seseorang dengan adanya motif saling bertentangan, maka pemuasan dari salah satu motif yang menyebabkan frustasi bagi motif yang lain.

Penderita gangguan jiwa skizofrenia ketika mengalami kekambuhan seringkali tidak dapat berkomunikasi secara efektif sehingga tidak mampu menyampaikan perasaan, tidak mampu memahami pesan dari orang lain, menginterupsi percakapan, bahkan mengucapkan kata-kata kasar. Hal ini menyebabkan perubahan pola interaksi di dalam keluarga tersebut. Anggota keluarga menjadi kurang maksimal dalam berinteraksi sebab penderita kesulitan untuk menyampaikan pesan. Penderita juga tidak dapat menjadi pendengar yang baik, kurang dapat mengungkapkan diri dan fokus pada isi komunikasi. Oleh karena komunikasi merupakan kunci di dalam berinteraksi, ketika penderita dan anggota keluarga yang lain kurang dapat membangun komunikasi secara baik maka interaksi di dalam keluarga tersebut juga menjadi terhambat dan membuat keluarga menjadi frustasi.

Dokumen terkait