• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permasalahan yang timbul dari sisi seorang da’i

1. Terjadinya penyempitan makna dakwah oleh para da‟i. Dakwah saat ini sering terkesan dimaknai sebatas pada ceramah-ceramah di masjid, Majelis Ta’lim, dan pengajian-pengajian. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa dakwah bisa dilakukan siapa saja, kapan saja, dimana saja oleh siapa saja, kegiatan dakwah tidak hanya terfokus dari masjid ke masjid, mushola saja, bahwa kegiatan dakwah bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun. Meskipun tidak dapat

dipungkiri bahwa metode lisan merupakan salah satu metode dakwah namun hendaknya para da‟i tidak menjadikan dakwah dengan metode ceramah sebagai hal yang esensi dalam dakwah.82

Pada kesempatan ini penulis ingin memaparkan hasil wawancara dengan seorang da‟i di Majelis Ta’lim Nurul Yakin Desa Pauh Kecamatan Pauh dalam menyampaikan misi dakwahnya, hal ini di ungkapkan oleh Ustadz Idham Kholid S, Pd:

[J]adi jadwal kami ngaji disiko (Majelis Ta’lim) itu seminggu sekali, harinyo beda beda galo, di Rt 07 itu Hari Kamis, di Rt 10 hari sabtu, di Rt 15 hari Jum‟at. jadi jadwalnyo ngapo dak srempak kareno kami da‟i ko banyak jadwal di Rt lain, bahkan ado yang keluar dusun kito ko, jadi supayo dio enak pokus dengan gawe nyo yoo kito aturlah jadwal yang dak mengganggu kegiatan dio supayo dio pokus sekok sekok, naa adopun kendalanyo yo palingan kami lemahnyo penyarapan IQ ibuk-ibuk disiko, karno umurnyo lah tuo tuo rato rato diatas 50 lebih galonyo.83

Dari wawancara diatas dapat dipahami bahwa karena terbatasnya da‟i yang ada di Majelis Ta’lim Nurul Yakin Desa Pauh mengingat Kelurahan Pauh memilki sebanyak 15 Rt, dan karena terbatasnya da‟i yang ada maka kegiatan Majelis Ta’lim sedikit terhambat dengan kurangnya da‟i yang ada di Desa Pauh, bahkan dalam satu bulan satu kali ibu-ibu pengajian mengundang da‟i dari luar wilayah, tujuannya agar menambah wawasan dan pengalaman serta mendapatkan ilmu baru dalam kehidupan bermasyarakat. Kemudian karena terbatasnya pola pikir yang berbeda serta lemahnya IQ mad‟u, sehingga para da‟i selalu mengulang-ulangi kajian lama agar supaya dapat melekat didalam sanubari ibu-ibu Majelis Ta’lim Desa Pauh dalam hal menambah seputar khazanah Islam.

Bahkan akhir-akhir ini masyarakat Indonesia sudah mulai bosan dengan ceramah-ceramah Kalaupun ada yang mengikuti hanya sebatas gengsi atau mencari sisi lain yang menarik dari ceramah sang da‟i seperti sang dai‟ yang suka membuat lelucon, alhasil ketika ditanya kepada masyarakat tentang apa yang

82Ibid., 81.

83Ustadz Idham Kholid Da‟i Majelis Ta’lim Nurul Yakin, Wawancara Dengan Penulis, 13 April 2018, Kelurahan Pauh. Catatan Hasil Wawancara.

mereka dapatkan dalam ceramah tersebut mereka hanya menjawab “Uztadznya pelawak, lucu, dan menarik” namun esensi dakwah tidak lagi sampai kepada masyarakat tersebut. Padahal sebenarnya masyarakat di Indonesia saat ini membutuhkan dakwah dengan metode Bil Hal, mereka saat ini kehilangan figure Qudwah, Figure uswah yang akan mereka jadikan pedoman dan tauladan dalam hidup.

Pada kesempatan ini peneliti memaparkan apa yang disampaikan oleh ketua Da‟i Majelis Ta’lim Desa Pauh Ustadz Drs. Zuhdi :

[J]adi, kalu untuk permasalahan dari para da‟i itu kalu menurut sayo tergantung dengan pribadi da‟i itu masing-masing, kadang masalah keluargo dak perlu disampaikan, karno itu menyangkut privasi seorang da‟i itu, tapi kadang kami sering jugo curhat dengan ibu-ibu dsiko untuk mencari solusi dari masalah itu sambil bebagi pengalaman dengan jamaah, kalu responnyo tergantung jamaah itulah ado yang menanggap positif dan negatif, ado yang memberi solusi dan sebaliknyo.84

Dapat dipahami bahwa masalah yang timbul dalam diri seorang da‟i itu tergantung bagaimana da‟i tersebut menyikapi masalahnya dengan bijak, sehingga para mad‟u dapat berkonsentrasi penuh mendengarkan ceramah yang disampaikan myang disampaikan oleh para da‟i, selain itu manajemen dakwah haruslah selaras dengan apa yang terjadi ketika itu.

Kunci keberhasilan juru dakwah sebenarnya terletak pada juru dakwah atau da‟i sebagai subjek dakwah itu sendiri. Dalam hal ini Rasulullah SAW telah mencontohkan keberhasilan dakwahnya dalam mengembangkan ajaran islam yang seharusnya menjadi teladan bagi para da‟i. Adapun sikap para da‟i haruslah ilmiah dan alamiyah dalam berbagai permasalahan. Ilmiah berarti harus berdasarkan ilmu Al-qu‟an dan Sunnah (Hadist) dengan pemahaman komprehensif dan sama sekali tidak berdasarkan hawa nafsu kemarahan atau kecintaan. Sedangkan amaliyah berarti sikap pengamalan ilmu Qur‟an dan Sunnah dengan diikhlaskan semata-mata karena Allah bukan untuk kepentingan materi dan pribadi serta pelampiasan hawa nafsu.85

84Ustadz Zuhdi ketua Majelis Ta’lim Nurul Yakin, Wawancara Dengan Penulis, 13 April 2018, Kelurahan Pauh. Catatan Hasil Wawancara.

85Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah : kriteria juru dakwah ( Jakarta: Amzah,2009), 87.

Pada dasarnya seorang juru dakwah hendaklah memiliki kemampuan kompeherensif di dalam masalah-masalah agama islam, di samping sekaligus mengamalkannya. Sehingga dengan demikian, kunci sukses seorang da‟i terletak pada kesungguhan dan keikhlasan dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam.

2. Lemahnya kualitas ilmu yang dimiliki para da‟i. Hal ini berdampak pada menurunnya profesionalisme sang Da‟i. Contohnya banyak kita lihat di Indonesia bagaimana materi yang disampaikan hanya bersifat pengulangan sehingga para objek dakwah mudah bosan. selain itu, dakwah yang disampaikan sering tidak tepat sasaran karena metode yang dipakai sang da‟i tidak sesuai dengan kondisi objek dakwahnya. Ditambah lagi sang da‟i tidak memiliki keilmuan yang cukup terutama dalam bidang Fiqh dakwah sehingga sering mengecewakan objek dakwah.

Kekurangan ilmu yang dimiliki da‟i hari ini juga banyak menimbulkan masalah tersendiri dalam bidang dakwah. Sering kali terjadi kegoncangan pada umat diakibatkan keraguan yang ditimbulkan oleh para da‟i dalam menetapkan sebuah hukum. Keraguan ini akan berlanjut pada ketidak percayaan terhadap sang da‟i itu sendiri. Hal ini tentunya berdampak negatif terhadap tatanan umat yang ada. Contoh lain, adalah seringnya para da‟i terlalu memaksakan sebuah hukum namun tanpa alternative sehingga tak jarang sikap ini mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada da‟i tersebut malah masyarakat bisa menjadi apatis kepadanya.

3. Manajemen dakwah yang dilakukan oleh para da‟i masih bersifat konvensional, yang hanya terbatas pada ceramah dan kuliah agama. Kurangnya pengetahuan da‟i tentang ilmu dakwah ditambah lagi dengan kurang nya pengetahuan tentang manajemen dakwah yang efektif dan efisien membuat dakwah sering hanya bergaung dalam ceramah dan kuliah agama tanpa mengetahui kondisi dan keadaan mad‟u.86

86Tutty Alawiyah, Strategi Dakwah Dilingkungan Majelis Ta’lim: (Bandung: Mizan, 1997).

82.

Dokumen terkait