BAB I PENDAHULUAN
D. Pernikahan Dini
1. Pengertian Pernikahan Dini
Pernikahan Dini adalah perkawinan yang dilangsungkan oleh salah satu calon mempelai atau keduanya yang belum memenuhi syarat umur yang
ditentukan dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 ayat (1): “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai
umur 19 (sembilanbelas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 (enam
belas) tahun.”17
Mas’um Djauhari menegaskan bahwa apabila seseorang hendak menikah seyogyanya mengetahui empat hal:18
a. Pernikahan sangat perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya.
b. Pernikahan harus memperhitungkan waktu yang sangat tepat sesuai dengan umur seseorang.
c. Kita harus mengetahui prosedur dan tata cara melangsungkan pernikahan. d. Kita tahu siapa yang akan menjadi calon pasangan kita.
Dengan berpatokan pada empat hal tersebut barulah seseorang dibolehkan melangsungkan pernikahan. Disamping hal tersebut juga ada yang belum dipersiapkan usianya yang sudah mencukupi atau belum.
Adapun penyimpangan dari batas minimal umur perkawinan ini harus mendapat dispensasi pengadilan terlebih dahulu setelah itu baru perkawinan dapat dilaksanakan. Pelanggaran terhadap ketentuan yang telah ditetapkan itu dapat dikenakan sanksi dengan peraturan yang berlaku. Agar hal ini dapat terlaksana maka kematangan calon mempelai sangat diharapkan kematangan
17
Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Perkawinan, (Bandung: Fokusmedia,2005), h.4.
18
AsmawiNikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan (Jakarta: Anggota IKAPI 2006) h. 87.
dimaksud di sini adalah kematangan umur perkawinan kematangan dalam berpikir dan bertindak sehingga tujuan perkawinan sebagaimana tersebut di atas dapat terlaksana dengan baik.19
2. Sebab Terjadinya
Adapun yang menjadi sebab terjadinya pernikahan dini yang sering dijumpai kalangan masyarakat antara lain :
a. Masalah Ekonomi
Perkawinan usia muda kerap terjadi karena keadaan keluarga yang hidup digaris kemiskinan.
b. Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua anak dan masyarakatmereka cenderung menikahkan anaknya pada usia muda. c. Faktor Orang Tua
Orang tua khawatir terkena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat dekat sehingga orang tua menyegerakan anaknya untuk menikah.20
d. Faktor Adat dan Budaya
Faktor budaya yang dimaksud adalah kebiasaan beberapa masyarakat sekitar yang cenderung ingin cepat-cepat menikahkan anaknya.
19
Abdul MananAneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2006) h. 11.
20
3. Pandangan Islam
Hukum melakukan pernikahan dini menurut mayoritas besar ulama fiqh,sebagai Ijma’ (konsensus) ulama fiqh, mengesahkan perkawinan di bawah umur. Menurut mereka masalah perkawinan seperti kriteria baligh dan berakal merupakan persyaratan bagi keabsahannya.
Adapun menurut pendapat para ahli dalam menentukan kedewasaan seseorang bisa dengan melihat beberapa aspek, yaitu:21
a. Menentukan kedewasaan anak-anak dengan tanda-tanda ialah datangnya masa haid kerasnya suara tumbuhnya bulu ketiakatau tumbuhnya bulu kasar di sekitar kemaluan.
b. Menentukan kedewasaan dengan umur terdapat berbagai pendapat antara lain:
1. Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah menentukan bahwa masa dewasa itu
di mulai dari 15 tahun. Walaupun mereka dapat menerima kedewasaan dengan tanda-tanda tetapi karena tanda-tanda itu datangnya tidak sama untuk semua orang maka kedewasaan ditentukan oleh umur. 2. Abu Hanifah berpendapat bahwa kedewasaan itu datangnya mulai usia
19 tahun bagi laki-laki dan 17 tahun bagi wanita. Sedangkan Imam Malik telah menetapkan 18 tahun baik laki-laki maupun perempuan.
21
Huzaimah T. Yanggo dan AnshariProblematika Hukum Islam Kontemporer (Jakarta:Pustaka Firdaus 2009)h. 83-84.
3. Yusuf Musa mengatakan bahwa usia dewasa itu setelah seseorang berumur 21 tahun. Hal ini dikarenakan pada zaman modern orang memerlukan persiapan yang matang sebab mereka masih kurang pengalaman hidup dan masih dalam proses belajar. Namun demikian kepada mereka sudah dapat diberikan beberapa urusan sejak usia 18 tahun.
Dalam Islam tidak disebutkan batas umur untuk menikah orang tuanya boleh menikahkan anaknya dibawah umur seperti yang terkandung dalam kitab fiqh dengan syarat tertentu seperti contoh dalam masalah kafa’ah
yaitu sepadan.22 4. Dampak Psikologis
Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa. Bukan hanya dalam artian psikologis tetapi juga fisik. Menurut teori Rousseau yang merekapitulasi (meringkas) perkembangan individu manusia dalam 4 tahap perkembangan sebagai berikut23:
1. Umur 0-4 tahun atau 5 tahun: masa kanak-kanak (infancy). Tahap ini didominasi oleh perasaan senang (pleasure) dan tidak senang (pain) dan menggambarkan tahap evolusi dimana manusia masih sama dengan binatang.
22
Aisyah DachlanMembina Rumah Tangga Bahagia “Peranan Agama Dalam Rumah Tangga” ( Jakarta: Jamunu 1969)h. 81.
23
2. Umur 5-12 tahun: masa bandel (savage stage). Tahap ini mencerminkan era manusia liar manusia pengembara dalam evolusi manusia. Kemampuan akal masih sangat kurang sehingga dikatakan oleh Rousseau bahwa anak pada kurun usia ini jangan dulu diberi pendidikan formal seperti berhitung dan membaca serta menulis.
3. Umur 12-15 tahun: bangkitnya akal (ratio) nalar dan kesadaran diri. Dalam masa ini terdapat energi dan kekuatan fisik yang luar biasa serta tumbuh keinginan tahu dan keinginan coba-coba.
4. Umur 15-20 tahun. Dinamakan masa kesempurnaan remaja dan merupakan puncak perkembangan emosi. Dalam tahap ini terjadi perubahan dari kecenderungan mementingkan diri sendiri kepada kecenderungan memperhatikan kepentingan orang lain dan kecenderungan memperhatikan harga diri. Maka faktor psikologis saat remaja mengalami perubahan pada tubuhnya biasanya mereka merasa bimbang disebabkan perubahan tubuhnya bahkan ketidaksiapan mereka dari mulai menikah sampai terjadinya kehamilan. Tegasnya usia 19 tahun sudah dipandang sebagai usia dewasa. Karena pada usia ini seorang anak sudah duduk di bangku kuliah minimal semester 2 atau 3 di perguruan tinggi. Sebaliknya sedang pada usia 18 tahun ke bawah masih di pandang belum dewasa. Usia ini mereka masih usia sekolah menegah ke atas. Pada usia ini secara psikologis mereka masih labil dan belum mampu untuk menghadapi
tantangan dalam hidup berumah tangga. Dan secara biologi organ-organ
reproduksinya “belum matang” untuk bereproduksi secara sehat.24 5. Dampak Terhadap Kualitas Keturunan
Perkawinan di bawah umur mudah dihinggapi bahaya anaknya gugur
lemah atau meninggal dan tak jarang pula sang ibu muda itu yang menjadi korban. Gadis yang masih muda penuh cita-cita untuk hari ke depan belum pada waktunya dibebani kewajiban-kewajiban beratdilepas dari asuhan orang tua diserahi mengurus rumah tangga bahkan lebih berat lagi dengan segala anggota tubuh yang masih muda dengan alat kandungan yang belum cukup matang ia harus memelihara manusia baru dalam badannya. Maka tak heran apabila banyak terjadi kekecewaan. Badan yang sedang tumbuh masih membutuhkan perkembangan-perkembangan dalam tubuhnya tidak diberi kesempatan terlebih dahulu untuk bersiap-siap sudah diberikan beban lain yang lebih berat.25
Karena menikah pada usia dini bagi perempuan rentan menimbulkan berbagai resiko baik bersifat biologis maupun psikologis. Indonesia tercatat sebagai negara yang sangat tinggi angka kematian ibu melahirkan (AKI). Hal ini mesti dihindari. Tingginya angka kematian ibu bukan hanya karena faktor
24
Muhammad Zain dan Mukhtar AlshodiqMembangun Keluarga Humanis (Jakarta: Graha Cipta 2005)h.34.
25
Aisyah Dahlan Membina Rumah Tangga Bahagiadan Peranan Agama dalam RumahTanggah 81.
kekurangan gizi dan kurang sehatnya organ-organ reproduksi tapi juga masih dipegangi pemahaman keagamaan yang kurang tepat dengan kita.26
Aspek yang lain adalah kehamilan yang memiliki keterkaitan erat dengan kondisi sosio ekonomi dan kesehatan msyarakat. Akan tetapi menurut penelitian yaitu kemungkinan seorang ibu meninggal atau anaknya meninggal atau menderita penyakit bertambah besar bila ibu melahirkan terlalu awal atau terlalu lambat. Perempuan yang secara fisik belum matang akan menghadapi bahaya lebih besar ketika melahirkan dan besar kemungkinan akan melahirkan anak yang lemah dibandingkan perempuan yang berumur dua puluhan atau relatif dewasa.27
Maka saat menikah diperlukan umur yang telah cukup matang untuk menghadapi sebuah rumah tangga karena terlalu muda pun akan membahayakan ibu dan calon anaknya. Bahkan pemerintah sendiri melalui program KB (Keluarga Berencana) berusaha untuk meningkatkan lagi batas usia perkawinan ke umur 20 tahun untuk wanita dengan pertimbangan bahwa kehamilan pada wanita di bawah usia 20 tahun adalah kehamilan yang beresiko tinggi sehingga harus dihindari.28
26
Muhammad Zain dan Mukhtar AlshodiqMembangun Keluarga Humanish.34. 27
Ahmad Tholabie KharlieHukum Keluarga Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika 2013)h.204. 28
6. Dampak Terhadap Kependudukan
Pernikahan dini memberikan pengaruh hubungan gender yang asimetris, menyebabkan kurang akses wanita terhadap bermacam hal seperti pangan
kesehatan pendidikan dan keterampilan secara langsung mengakibatkan kemiskinan dan lain sebagainya. Pernikahan dini merupakan gambaran rendahnya kualitas kependudukan dan menjadi fenomena masyarakat tersendiri.29
Pernikahan dini juga menimbulkan masalah kependudukan maka hal ini terbukti bahwa batas usia perkawinan yang rendah bagi seorang wanita mengakibatkan laju kelahiran lebih tinggi lajunya pertumbuhan secara otomatis akan membantah munculnya permasalahan sosial ekonomi dan masalah hukum yang akan terjadi di masyarakat.30
Bahkan WHO menempatkan masalah kesehatan reproduksi dalam konteks kependudukan dan pembangunan. Berarti masalah penduduk kini diarahkan pada konteks kesehatan dan kesejahteraan sosial individu dan keluarga.31
29
Pokja Analisis Dampak Sosial Ekonomi terhadap Kependudukan Ditdamduk BKKBN
Kajian Pernikahan Dini Pada Beberapa Provinsi di Indonesia: Dampak OverpulationAkar Masalah dan Peran Kelembagaan di Daerah (Jakarta : BKKBN 2012) h.7.
30
Mohammad dan M.Dlori. Jeratan Nikah Dini Wabah Pergaulan (Jogjakarta: Media Abadi
2010) h. 11. 31
Merry Sri Widyanti Kusumaryani. “Determinan Perilaku Pacaran Remaja (Analisis Data Kesehatan Reproduksi Remaja 2002)” (Tesis S2 Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia Jakarta 2005)h.3.
7. Tingginya Angka Perceraian
Usia awal pernikahan merupakan salah satu prediksi yang paling penting dari sebuah suksesnya pernikahan orang yang menikah pada usia yang masih relatif muda lebih memungkinkan untuk bercerai daripada mereka yang menunggu usia mereka sampai benar-benar matang untuk menikah (Heaton 2002: Teachman 2002). T.C Martin dan Bumpass (1989) menyimpulkan bahwa usia pernikahan dalam 5 tahun pertama awal menikah merupakan prediksi paling kuat dalam bercerai (rentan perceraian).32
Usia dan level kedewasaan merupakan sebuah pertimbangan penting dalam mengevaluasi kesiapan untuk menikah. Teti Lamb dan Ester (1987) mengemukakan bahwa pria yang menikah sebelum usia 19 tahun lebih mudah untuk bercerai atau berpisah dibandingkan mereka yang menikah diatas umur 19 tahun. Adapun Booth dan Edward (1985) mengemukakan bahwa pria dan wanita yang menikah ketika masih remaja atau dalam usia muda maka pernikahannya tidak stabil atau kurangnya keharmonisan.33
32
Mark Kay De Genova & F. Philip Rice Intimate Relationship Marriages and Families
(New York: McGraw-Hill 6th ed 2005) h.396. 33
Mark Kay De Genova & F. Philip Rice Intimate Relationship Marriages and Families
36