• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, peneliti membagi sistematika penulisan proposal skripsi ini ke dalam lima bab sebagai berikut:

Bab Pertama Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, kerangka teori metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

Bab Kedua Menjelaskan tentang pengertian perkawinan, dasar hukum perkawinan, rukun dan syarat perkawinan tujuan perkawinan

pengertian perkawinan usia dini, sebab terjadinya pernikahan dini dan pandangan Islam mengenai Penikahan Dini dan permasalahan serta dampaknya terhadap faktor psikologis, kualitas keturunan dan kependudukan.

Bab Ketiga Gambaran umum desa dan masyarakat Tegaldowo Kabupaten Rembang yang meliputi; Letak Geografis, Letak Demografis, Kondisi Sosial Penduduk dan Perekonomian, Kondisi Agama, Budaya dan Pendidikan.

Bab Keempat Berisikan latar belakang yang mempengaruhi terjadinya tradisi Ngemblok, solusi serta dampaknya mengenai pernikahan dini dan banyaknya janda muda persepsi masyarakat tentang pernikahan dini dan banyaknya janda muda penyebab pernikahan dini serta analisa penulis.

Bab Kelima Penutup yang berisi kesimpulan dan saran yang kemudian diakhiri dengan Lampiran dan Daftar Pustaka.

16 A. Pernikahan

1. Pengertian dan Tujuan

Menurut Undang-Undang Perkawinan pasal 1, perkawinan ialah“ikatan

lahir batin antara seorang wanita sebagai suami istri bertujuan untuk membentuk suatu keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan menurut ajaran Islam perkawinan adalah aqad (ijab qabul) yang diucapkan oleh calon mempelai pria, yang ditumbuhkannya rasa saling mengasihi dan mencintai diantara

keduanya.”

Adapun pengertian menurut KHI sebagai berikut: “perkawinan menurut

hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau Mitsaqan Ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah."1Tujuan perkawinan dan hakikat keluarga harus jelas, disepakati, di antara keduanya ada keharmonisan bersama dan merangkai cita-cita di hari ke depan. Pernikahan yang sah akan mewujudkan nilai „iffah (kesucian diri) memberikan pemeliharaan diri dari dosa dan menjaga kehormatan serta menutup rapat pintu dan sarana penyimpangan seksual dengan segala dampak

1

Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Departemen Agama Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama 1992) h.14.

kerusakan seks bebas dan dekadensi moral karena Islam memiliki karakteristik sebagai agama yang memelihara kesucian, serta memelihara fitrah manusia.2

Tujuan-tujuan pernikahan yang terpenting adalah sebagai berikut:3 a. Memperoleh Ketenangan

Keadaan jasmani ruhani dan pola pikir seseorang akan mengalami perubahan ketika mencapai usia baligh. Dan semua itu memunculkan kebutuhan terhadap pernikahan. Pada fase ini hendaklah seseorang memenuhi kebutuhan alamiahnya. Maka salah satu tujuan pernikahan adalah memperoleh ketenangan fisik jiwa pikiran dan akhlak. Dalam kehidupan bersama hendaklah pasangan suami istri selalu berusaha meneguhkan keadaan tersebut sehingga memungkinkan keduanya tumbuh sempurna.

b. Saling Mengisi

Tatkala mencapai usia baligh maka para jejaka dan gadis merasakan ada kekurangan perasaan semacam ini akan lenyap sewaktu mereka menikahmembina kehidupan bersama dan saling mengisi satu sama lain. Semua itu pun mencapai puncaknya ketika anak pertama dari pasangan suami-istri terlahir ke dunia ini.

2 Lembaga Kajian Ketahanan Keluarga Indonesia,“Tatanan Berkeluarga Dalam Islam,” (Jakarta: LK3I,2011).

3

c. Memelihara Agama

Pernikahan tidak hanya menyelamatkan seseorang dari kejatuhan (ke lembah dosa) dan selain pula akan memuaskan nalurinya secara wajar sehingga menjadikan jiwanya tenteram dan damai semua itu tentu penting dalam kehidupan beragama.

d. Kelangsungan Keturunan

Allah Swt telah menumbuhkan keinginan dalam diri seseorang untuk melanjutkan keturunan.

Adapun yang menjadi tujuan dalam berkeluarga yang merupakan suatu keinginan atau keharusan dalam berkeluarga maka harus memperhatikan kepentingan dan tujuan yang ingin dicapai yaitu:

a. Kemuliaan keturunan yaitu menjaga keturunan dan melestarikan jenis manusia di dunia.

b. Menjaga diri dari setan

c. Bekerja sama dalam menghadapi kesulitan hidup.

d. Menghibur jiwa dan menenangkannya dengan bersama-sama. e. Melaksanakan hak hak keluarga.4

B. Dasar Hukum

Pernikahan adalah sunatullah bagi seluruh alam ini. Laki-laki dan perempuan laksana siang dan malam, dua hal yang berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan.

4

Ali Yusuf As Subki, “Hukum Keluarga Islam,”(Sinar Grafika Offset: Jakarta, Februari 2010), h. 2431.

Dalam kehidupan rumah tangga bagi manusia pernikahan membawa implikasi dan tanggung jawab sosial yang sangat besar. Oleh karena itu pernikahan harus didasarkan oleh pondasi yang kuat dan kukuh agar tidak mudah runtuh.5

Adapun dasar hukum yang menunjukkan pensyariatan nikah adalah sebagai berikut:

   

  

Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak -hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya) maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: duatiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada

tidak berbuat aniaya.” (Q.S An-Nisa:3)

Adapun menurut Rasul menikah adalah sunnah karena Rasul pun melakukan hal tersebut dan beliau menginginkan para umatnya melakukan sunnahnya seperti dalam salah satu hadistdari Anas ibn Malik r.a.:

“…. Akan tetapi aku shalat malam dan tidur, dan aku berpuasa serta berbuka, dan aku menikah. Maka barangsiapa yang membenci sunnahku bukan dari

bagian ummatku.”6

5 Muhammad Mutawwali Sya’rawi Fiqh Wanita (Jakarta:Pena Pundi Aksara 2007)h.95 6

Ibnu Hajar Al-Asqalani dan ditahqiq oleh Isham Ad-din As-Shababuthy, Bulughul Maraam

Sedangkan asal hukum nikah adalah mubah7 dan hukum tersebut dapat berubah sesuai dengan keadaan seseorang yang akan melakukan pernikahan

hukum tersebut bisa menjadi wajib sunnah haram atau makruh. Keempat hukum dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Sunnah

Jumhur berpendapat bahwa hukum nikah adalah sunnah bagi mereka yang tidak khawatir dirinya terjerumus ke perbuatan zina bagi seseorang yang memungkinkan dan mampu untuk menjaga dirinya dari hal-hal yang diharamkan jika tidak menikah maka nikah baginya hukumnya sunnah. Meskipun demikian menikah tetap dianjurkan dan mungkin lebih utama daripada melakukan berbagai macam ibadah. Dasar pemikiran Jumhur adalah firman Allah:

  

“….Maka nikahilah (wanita-wanita lain selain yatim) yang engkau

senangi...”(Q.S. Annisa: 3)

Rasulullah Saw pun, melalui hadis yang telah disebutkan di atas (dari Anas ibn Malik r.a), menegaskan bahwasannya pernikahan merupakan sunnahnya.8

7

Abdul Fatah Idris dan Abu Hamadi Fiqh Islam Lengkap (Jakarta: Rineka Cipta 1994)

h.98. 8

Ahmad Sudirman AbbasPengantar Pernikahan “Analisa Perbandingan Antar Madzhab,” (Jakarta: Prima Heza Lestari 2006 ) h.9.

2. Wajib9

Bagi orang yang sudah siap untuk melangsungkan pernikahan dan dia khawatir manakala tidak menikah dia akan terjebak pada perzinaan maka pernikahan baginya adalah wajib. sebab menjaga diri dari sesuatu yang diharamkan (zina) adalah hukumnya wajib sementara untuk mencegah perbuatan tersebut hanya bisa dilakukan dengan jalan menikah. Karena itu hukum menikah adalah wajib.

3. Makruh

Seseorang yang dianggap makruh untuk melakukan pernikahan adalah seseorang yang belum pantas untuk menikah belum mempunyai keinginan melangsungkan pernikahan serta belum memiliki bekal yang mapan untuk melangsungkan pernikahan.

4. Haram

Bagi orang yang mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam rumah tanggasehingga apabila melangsungkan perkawinan bagi orang tersebut adalah haram.10

5. Mubah

Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak

9

Sayyid SabiqFikih Sunnah Jilid 3 (Jakarta: Cakrawala Publishing 2011), h.208-209. 10

memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin. Hukum perkawinan yang terakhir ini diperselisihkan oleh ulama fikih. Menurut ulama

Mazhab Syafi’i perkawinan bagi lelaki itu adalah mubah. Ada beberapa alasan yang dikemukakan mereka:11

a. Pada umumnyanas yang berbicara dalam masalah perkawinan senantiasa menggunakan kata al-hill (halal) yang mengandung makna mubah seperti dalam surah An-Nisa ayat 24. Menurut merekaal-hill tidak bisa diartikan wajib atau sunnah.

b. Nikah menurut mereka termasuk jenis amalan yang bersifat duniawi. Oleh karena itu perkawinan tersebut dilangsungkan baik oleh muslim maupun non muslim. Di samping itu mereka mengatakan bahwa perkawinan pada prinsipnya merupakan penyaluran naluri seksual; ini merupakan perbuatan yang alami. Karena itu kawin sama saja dengan makan dan minum yang bersifat mubah.

Adapun ulama Mazhab Az-Zahiri berpendapat wajib hukumnya bagi lelaki yang tidak khawatir dirinya akan terjerumus ke dalam perbuatan zina apabila tidak kawin dan juga tidak akan menganiaya istrinya jika ia kawin. Mereka mengemukakan beberapa alasan:

11 “Nikah” dalam Abdul Azis Dahlandkked.Ensiklopedi Hukum Islam vol. 1 (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve 1997) h. 1331.

a. Nas yang menuntut perkawinan di atas (Surah An-Nisa: 3) mengandung perintah untuk kawin bagi laki-laki seperti ini. Menurut ulama Mazhab Az-Zahiri tidak ada satu pun dalil yang menunjukkan bahwa kalimat al-amr dalam ayat tersebut tidak wajib. Oleh karena itu perkawinan bagi lelaki seperti ini termasuk dalam perintah wajib yang dikandung nas. b. Seorang lelaki meskipun dalam keadaan stabil tidak khawatir akan berbuat

zina tetapi suatu saat tetap dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam perbuatan zina apabila tidak kawin.

Dokumen terkait