• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS

2.1 Motivasi

2.1.5 Persepsi

Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi, manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya yang dilakukan lewat panca inderanya yaitu indera penglihatan, indera pendengaran, indera peraba, indera perasa dan indera penciuman. Desiderato yang dikutip Rakhmat (2005, 51) menyatakan “persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.”

Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. David Krech dan Richard S. Crutchfield yang dikutip oleh Rakhmat (2005, 51) menyebutnya “faktor fungsional dan faktor struktural. Dan faktor yang paling mempengaruhi persepsi yaitu perhatian (attention).” Kenneth E. Andersen yang dikutip oleh Rakhmat (2005, 52) menyatakan bahwa “perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah.”

Persepsi pada seseorang tidak muncul secara tiba-tiba. Menurut Siagian (1995, 100-105) ada beberapa faktor yang menjadi penyebab munculnya persepsi. 3 faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang yaitu:

1. Diri orang yang bersangkutan sendiri

Interprestasi seseorang terhadap sesuatu berbeda-beda. Dan interprestasi tersebut dipengaruhi oleh karakteristik individual seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan.

2. Sasaran persepsi

Sasaran yang dimaksud dapat berupa orang, benda, peristiwa, tergantung pada individu masing-masing.

3. Faktor situasi

Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana persepsi itu timbul perlu pula mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam penumbuhan persepsi seseorang. Misalnya jika seseorang melakukan sesuatu yang tidak biasa dilakukan, atau melakukan suatu hal yang baru, hal tersebut akan menarik perhatian.

2.1.6 Teori Harapan

Harapan adalah keinginan, sesuatu yang diharapkan atau dipercaya dapat menjadi kenyataan. Teori harapan mengakibatkan kuatnya kecendrungan

seseorang bertindak tergantung pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan menghasilkan sesuatu yang diinginkan dan hasil tersebut menjadi daya tarik individu sehingga termotivasi untuk bertindak.

Harapan berkaitan dengan keyakinan individu bahwa suatu perilaku tertentu akan diikuti dengan hasil tertentu. Semakin besar hasil yang akan dicapai, semakin besar pula motivasi individu.

Menurut Vrom dalam Mulyana yang dikutip Gustiani (2011, 32) teori harapan memiliki tiga (3) asumsi pokok yaitu:

1. Suatu perilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu. 2. Hasil tertentu punya nilai positif bagi individu.

3. Hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan individu. Siagian (1995, 179) mengemukakan bahwa

teori harapan mengandung tiga variabel yaitu: daya tarik, hubungan antara prestasi dengan imbalan, dan hubungan (kaitan) antara usaha dan prestasi. Daya tarik maksudnya adalah seberapa besar pengaruh yang dirasakan seseorang dan seberapa besar pentingnya hasil yang didapatkan. Hubungan antara prestasi dan imbalan maksudnya adalah tingkat keyakinan seseorang tentang hubungan antara prestasi dengan hasil yang akan dicapai. Dan hubungan antara usaha dan prestasi adalah persepsi seseorang tentang kemungkinan bahwa usaha tertentu yang dilakukan akan menjurus kepada prestasi.

Inti dari teori ini terletak pada pendapat yang mengatakan bahwa kuatnya kecendrungan seseorang bertindak dengan cara tertentu tergantung pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan pada daya tarik dari hasil itu bagi orang yang bersangkutan.

2.2 Pustakawan 2.2.1 Pendidikan

Untuk menjadi seorang pustakawan, harus mendapatkan pendidikan di bidang Ilmu Perpustakaan. Pendidikan yang didapat boleh formal dan non formal. Pendidikan formal perpustakaan memiliki tingkatan atau jenjang yang berbeda yaitu mulai dari D2, D3, S1, S2 dan S3. Dan untuk pendidikan non formal yaitu berupa seminar, diklat pustakawan, pelatihan, dan lain sebagainya. Hal ini juga tertulis dalam Undang-undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pasal 33 ayat 2 yaitu: Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan tenaga

perpustakaan dilaksanakan melalui pendidikan formal dan/atau nonformal.

2.2.2 Pustakawan Profesional

Pustakawan berasal dari kata “pustaka” dengan penambahan kata “wan” yang artinya orang yang bekerja atau memiliki profesi yang berkaitan dengan perpustakaan dan bahan pustaka. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pustawakan adalah orang yang bergerak dibidang perpustakaan. Dalam Undang-

undang No. 43 Tahun 2007 pasal 1 ayat 8 yang dimaksud dengan “pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.”

Menurut Soekarman yang dikutip oleh Hermawan (2006, 63) mendefinisikan bahwa

profesi adalah sejenis pekerjaan atau lapangan pekerjaan yang untuk melaksanakannya dengan baik memerlukan keterampilan dan/atau keahlian khusus yang diperoleh dari pendidikan dan/atau pelatihan secara berkesinambungan sesuai dengan perkembangan bidang pekerjaan atau lapangan pekerjaan yang bersangkutan.

Profesi adalah pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan dikatakan sebagai profesi. Untuk menjadi sebuah profesi, suatu pekerjaan tersebut harus dilatarbelakangi dengan pendidikan yang sesuai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dsb) tertentu.

Surakhmad yang dikutip oleh Hermawan (2006, 64) menyatakan bahwa sebuah profesi harus mempunyai kriteria yaitu:

a. Profesi harus mempunyai bidang pekerjaan tertentu (spesifik) tidak boleh sama dengan pekerjaan yang dilakukan oleh profesi yang lain. b. Bidang pekerjaan profesi itu harus bersifat pengabdian kepada

masyarakat (public service) pekerjaan yang bersifat pengabdian.

c. Profesi membutuhkan persyaratan tertentu. Persyaratan dasar tidak boleh sama dengan profesi yang lain.

d. Profesi harus memiliki ketrampilan khusus yang tidak dimiliki oleh profesi lain

e. Profesi harus memiliki sikap dan kepribadian yang khas, yang membedakan dengan profesi yang lain.

f. Profesi harus mempunyai organisasi profesi, yang berfungsi menghimpun, mengelola dan melayani anggota profesinya.

g. Profesi harus mempunyai pedoman sikap dan tingkah laku bagi anggotanya atau dikenal sebagai kode etik profesi

h. Profesi harus mempunyai dewan kehormatan profesi, yaitu organisasi yang bertugas mengawasi perilaku anggotanya dalam melakukan tugas dan memberikan pertimbangan kepada pengurus pusat atas pelanggaran kode etik yang dilakukan anggotanya.

Abraham Flexner yang dikutip Bowden dikutip lagi oleh Hermawan (2006, 65) menyatakan bahwa suatu profesi paling tidak memenuhi 6 (enam) persyaratan yaitu:

1. Profesi merupakan pekerjaan intelektual. Artinya suatu profesi harus mempunyai kebebasan intelektual dalam pemecahan masalah, terutama untuk memahami dan menguasai profesinya.

2. Profesi merupakan pekerjaan ilmiah berdasarkan pengetahuan (sains) 3. Profesi merupakan pekerjaan praktikal, bukan hanya bersifat teori saja

tetapi dapat dipraktikkan dan diterapkan. 4. Profesi harus terorganisasi secara sistematis

5. Profesi harus memiliki standar cara melaksanakannya dan mempunyai tolak ukur keberhasilannya

6. Profesi merupakan pekerjaan altruism yang berorientasi pada masyarakat yang dilayani bukan pada diri professional itu sendiri.

Selanjutnya Mc Garry yang dikutip oleh Sukarman dikutip lagi oleh Hermawan (2006, 65) menyatakan bahwa ada 5 (lima) persyaratan dan kelengkapan suatu profesi yaitu:

1. Memiliki ketrampilan khusus

2. Memiliki organisasi profesi yang akan menentukan tingkat-tingkat keahlian dan menetapkan keanggotaan.

3. Memiliki kode etik yang mengatur perilaku yang berdasarkan atas dua loyalitas kepada tugas pokok dan klien.

4. Memiliki dedikasi antar anggota dalam peningkatan profesi dan pendidikan.

5. Dalam melaksanakan tugasnya mengutamakan kesejahteraan umum. Berdasarkan SK MENPAN No. 18 Tahun 1988

profesi pustakawan khususnya Pegawai Ngeri Sipil (PNS) diakui sebagai jabatan fungsional. Jabatan fungsional keahlian adalah jabatan fungsional kualifikasi professional yang pelaksanaan tugas dan fungsinya mensyaratkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keahliannya.

Peranan pustakawan ada lima, dikenal dengan singkatan EMAS yaitu:

a) Edukator b) Manajer

c) Administrator d) Supervisor

2.2.3 Kompetensi Pustakawan

Kompetensi menjadi persyaratan yang harus dimiliki tiap individu dalam suatu organisasi agar semua pekerjaan dapat dilakukan dengan baik, tepat waktu, tepat sasaran, dan sebanding antara biaya dan hasil yang diperoleh (cost-benefit ratio).

Kompetensi menurut Richards dan Rodgers yang dikutip oleh Sulistyo- Basuki (2006, 52)

terdiri atas keterampilan, pengetahuan, sikap dan tingkah laku inti yang dibutuhkan bagi terwujudnya sebuah kinerja yang efektif dalam melaksanakan tugas atau kegiatan nyata. Kompetensi dalam kehidupan sehari-hari terefleksikan dari kebiasaan berpikir dan bertindak. Pendekatan kompetensi ini tidak lahir dari teori baru, tetapi dari tuntutan dunia kerja yang nyata dan juga persaingan global yang semakin tinggi. Setiap individu dalam profesi apapun perlu mengetahui dengan jelas kualifikasi yang dipersyaratkan untuk jenis pekerjaan tertentu, sehingga setiap individu mengetahui dengan jelas apa yang perlu dikuasai dan dipersiapkannya. Kualifikasi ini juga menjadi acuan bagi setiap program pelatihan. Karena itu, kualifikasi yang dipersyaratkan untuk setiap profesi sebagai standar kompetensi perlu dirumuskan dengan jelas dan pasti, setelah mendapat masukan aktif dari masyarakat pengguna tenaga kerja, tentang kualifikasi yang dipersyaratkan untuk setiap profesi sebagai standar kompetensi. Standar kompetensi atau kualifikasi ini dalam sistem kualifikasi ditandai dengan pemberian pengakuan atau sertifikasi yang jelas.

Berdasarkan pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa seseorang yang berkompetensi berarti memiliki pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan nilai dasar yang diterapkan dalam melaksanakan tugas agar terwujudnya kinerja yang efektif. Untuk pustakawan, kompetensi bagi seorang tenaga perpustakaan adalah

standar minimum bagi kemampuan dan keahlian yang perlu dipenuhinya dalam melakukan segala hal yang berkenaan dengan perpustakaan, dan berorientasi kepada hasil yang memuaskan. Kompetensi tersebut harus sering dilatih dan dikuasai secara utuh, tidak hanya sebatas pengetahuan secara teoritis saja.

Sulistyo-Basuki (2006, 53) menyatakan bahwa

sejak 2 dekade terakhir yaitu abad ke-20 dan terutama abad ke-21 telah terjadi era baru yang ditandai dengan: (a) derasnya perkembangan teknologi yang memberi peluang bagi penciptaan layanan baru, (b) tuntutan peningkatan layanan, serta (c) harapan para pustakawan itu sendiri dalam meningkatkan kesejahteraan hidup. Artinya pustakawan perlu meningkatan kinerja mereka. Pada era globalisasi sekarang ini, apabila tenaga perpustakaan tidak meningkatkan profesionalismenya, berbagai peluang yang seharusnya dimanfaatkan pustakawan di negeri sendiri akan diambil oleh pustakawan atau pakar informasi dari luar. Oleh sebab itu, kompetensi dan profesionalisme tenaga perpustakaan kita perlu selalu ditingkatkan sesuai standar yang dibutuhkan para pengguna perpustakaan.

Menurut Spencer & Spencer yang dikutip oleh Sulistyo-Basuki (2006, 54) mengemukakan bahwa:

ada 5 jenis ciri kompetensi yaitu motif, ciri, konsep diri, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi pengetahuan dan keterampilan itu secara relatif tampak di permukaan. Konsep diri, ciri-ciri dan motif itu tersembunyi, melekat dalam kepribadian.

1. Motif: hal yang selalu dipikirkan atau diinginkan seseorang yang dapat melahirkan kegiatan.

2. Ciri: ciri fisik dan tanggapan yang dimiliki terhadap sebuah keadaan atau situasi.

3. Konsep diri: sikap, nilai-nilai atau citra diri seseorang.

4. Pengetahuan: informasi yang dimiliki seseorang dalam bidang- bidang khusus.

5. Keterampilan: kemampuan untuk melaksanakan kegiatan fisik atau mental tertentu.

Kompetensi yang dimiliki seorang pustakawan, akan menunjukkan kualitas dari diri pustakawan tersebut. Kompetensi tersebut dapat terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan maupun sikap profesional dalam menjalankan tugas dalam mewujudkan fungsi perpustakaan yang baik.

Menurut Sulistyo-Basuki (2006,55) ada 3 indikator kompetensi tenaga perpustakaan. Tiga kompetensi tersebut terdiri atas:

a. Kompetensi informasi dengan tiga subkompetensi: 1. Pengembangan koleksi

2. Organisasi informasi 3. Jasa informasi

b. Kompetensi manajemen dengan subkompetensi: 1. Melaksanakan kebijakan

2. Manajemen sumber daya 3. Keuangan dan anggaran

c. Kompetensi pendidikan dengan subkompetensi: 1. Memiliki wawasan pendidikan

2. Mengembangkan keterampilan informasi

3. Bimbingan dan promosi penggunaan perpustakaan memiliki kemampuan berinisiatif

Pustakawan yang berkompeten tentunya lebih mampu bersaing dalam dunia kerja dan mampu menjadikan perpustakaan atau menyelesaikan tugasnya dengan baik dan profesional.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat diketahui bahwa standar kompetensi tenaga perpustakaan adalah suatu pernyataan tentang kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan dan disepakati bersama dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap bagi seorang tenaga kependidikan sehingga layak disebut berkompeten.

Dokumen terkait