• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Penyuluh Terhadap Keberadaan Kelembagaan Penyuluhan Menilik kepada tugas yang menjadi mandatnya, maka peranan penyuluh

I II III Faktor Kunci Bobot

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Pelaksanaan Sistem Kerja Penyuluhan Pertanian 1 Sistem Penyuluhan

5.2.2. Persepsi Penyuluh Terhadap Keberadaan Kelembagaan Penyuluhan Menilik kepada tugas yang menjadi mandatnya, maka peranan penyuluh

pertanian banyak menentukan keberhasilan pembangunan pertanian, sehingga kepada mereka perlu diberikan dorongan atau motivasi yang dapat mendukung pelaksanaan tugas pokoknya. Untuk meningkatkan motivasi penyuluh, secara internal mereka harus membangun kesadarannya akan tugas dan fungsinya serta keberpihakannya terhadap kepentingan petani dan berinsiatif untuk melengkapi dirinya dengan informasi dan inovasi terbaru serta menterjemahkannya sesuai dengan kondisi petani. Selain itu faktor eksternal seperti dukungan berbagai pihak terhadap eksistensi penyuluh serta ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan penyuluhan akan sangat berpengaruh terhadap etos kerja penyuluh.

Persepsi penyuluh tentang keberadaan kelembagaan penyuluh di tiga kabupaten menunjukkan, bahwa penyuluh di kabupaten Kampar memberikan persepsi 91 persen managemen telah sesuai dengan fungsi penyuluhan, 93 persen

tugas pokok telah sesuai dengan sistem penyelenggaraan penyuluhan, 81 persen penyuluh menyatakan ketersediaan sarana penunjang telah sesuai, dan 91 persen penyuluh mempunyai persepsi bahwa eksistensi kelembagaan penyuluhan dalam meningkatkan etos kerja penyuluh (Tabel 17).

Tabel 17. Persepsi Penyuluh Tentang Keberadaan Kelembagaan Penyuluh di Tiga Kabupaten/Kota

No Aspek / Uraian Pelalawa

n Kampar Pekanbaru a. Kesesuaian managemen dg fungsi penyuluhan (%) Sesuai 70 91 77 Kurang sesuai 21 9 19 Tidak sesuai 9 2 4 b. Kesesuaian Tupok dg sistim Penyelenggaraan Penyuluhan (%) Sesuai 74 93 75 Kurang sesuai 21 6 21 Tidak sesuai 5 1 4 c. Ketersediaan sarana penunjang kegiatan (%) Sesuai 61 81 65 Kurang sesuai 35 17 31 Tidak sesuai 4 2 4 d. Eksistensi kelembagaan Penyuluhan dalam meningkatkan etos kerja Penyuluh (%)

Sesuai 63 91 75

Kurang sesuai 29 9 20

Tidak sesuai 8 0 5

Keterangan: Angka dalam tabel adalah persentase pernyataan responden (Penyuluh)

Persepsi penyuluh terhadap kelembagaan penyuluhan, menunjukkan bahwa kelembagaan yang ada dapat meningkatkan etos kerja penyuluh, kesesuian manajemen dengan fungsi penyuluhan, kesesuaian tugas pokok dengan sistem penyelenggaraan penyuluhan. Namun demikian penyuluh berharap ada lembaga

khusus yang dapat menangani kepentingan penyuluh dan petani secara langsung, dimana lembaga penyuluhan dapat menjadi wadah komunikasi, informasi dan pertemuan antar penyuluh, petani dan pembuat kebijakan, seperti yang diamanatkan dalam Undang Undang RI Nomor 16 Tahun 2006. 5.2.3. Sistem Kerja Penyuluhan Pertanian

Sistem kerja penyuluhan adalah alat yang digunakan untuk penyelenggaraan penyuluhan pertanian. Berdasarkan Undang-Undang nomor 16 tahun 2006, dinyatakan bahwa pendekatan penyuluhan dalam upaya alih teknologi inovasi pertanian adalah dengan sistem LAKU. Beberapa hal yang terkait dengan sistem LAKU antara lain kunjungan penyuluh ke petani yang terjadual dan teratur, latihan yang terjadual di BPP dan menjembatani keterkaitan hasil penelitian dengan kegiatan penyuluhan dilapangan.

Inti dari pendekatan LAKU adalah ; (1) mendisiplinkan penyuluh dalam bekerja melalui kunjungan ke petani yang terjadual dan teratur; (2) meningkatkan kualitas penyuluh melalui latihan terjadual di BPP dan konsultasi masalah yang dihadapi penyuluh di lapangan ; (3) menjembatani keterkaitan hasil penelitian dengan kegiatan penyuluh pertanian dilapangan. Melaui sistem LAKU ini diharapkan manajemen penyuluhan dapat berjalan lebih efektif, berdayaguna dan berhasil guna.

Dari Tabel 18 dapat diketahui, bahwa frekuensi LAKU belum sepenuhnya terlaksana , hal ini dapat terlihat dari intensitas LAKU ke kelompok tani yang pada umumnya dilakukan lebih dari 1 minggu untuk 1 kelompok tani. Hal ini selain disebabkan karena keterbatasan tenaga penyuluh juga karena kurangnya pengawasan bahkan di kota Pekanbaru yang tidak lagi mewajibkan penyuluh

melakukan pembinaan kepada kelompok tani kondisi ini semakin dipersulit dengan tidak bermukimnya penyuluh di wilayah kerjanya.

Mengingat jumlah penyuluh yang terbatas dan cukup luasnya wilayah binaan, maka pendekatan WKPP berdasarkan hamparan dan domisili petani perlu ditinjau kembali. Mengkombinasikan luas hamparan dan domisili melalui kesamaan unit produksi dan kesamaan jenis komoditas hasil pertanian unggulan (spesifik lokalita) merupakan salah satu alternatif pendekatan yang perlu dipertimbangkan.

Tabel 18. Sistem Kerja Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Pelalawan, Kampar dan Kota Pekanbaru Tahun 2008.

No Aspek / Uraian Pelalawa

n Kampar Pekanbaru

a. Intensitas LAKU ke kel.tani binaan (%)

Setiap hari 26 41 6

Seminggu sekali 49 53 44

> 1 minggu 25 6 50

b. Kesesuaian materi pertemuan penyuluhan dengan urgensi masalah yg dihadapi petani (%)

Sesuai 71 78 67

Kurang sesuai 22 19 29

Tidak sesuai 7 3 4

c. Ketepatan metode penyuluhan (%)

Tepat 71 81 79

Kurang tepat 20 15 16

Tdk tepat 9 4 5

d. Pembuatan perencanaan kel.tani

Ada 61 79 47

Tidak ada 39 21 53

e. Frekuensi Latihan/Pertemuan yang diikuti penyuluh di BPP

2 minggu sekali 0 96 52

Sebulan sekali 91 4 48

> 1 bulan 9 0 0

f. Kemampuan BPP dlm memecahkan masalah penyuluh dan petani (%)

Mampu 61 76 60

Kurang mampu 34 22 35

g Kesesuaian materi pertemuan BPP dg urgensi masalah yang dihadapi PPL/ptn (%)

Sesuai 63 75 60

Kurang sesuai 28 22 31

Tidak sesuai 9 3 9

h. Ketersediaan sumber informasi teknologi di BPP (%)

Tersedia 67 86 65

Kurang tersedia 29 12 26

Tidak tersedia 4 2 9

Keterangan: Angka dalam tabel adalah persentase pernyataan responden (Penyuluh)

Kurangnya tingkat kesesuaian materi penyuluhan dengan urgensi masalah yang dihadapi petani disebabkan karena terbatasnya wawasan pengetahuan Penyuluh Pertanian Lapangan akibat kurangnya informasi iptek yang dikuasainya. Mempertemukan penyuluh dengan sumber teknologi mutlak diperlukan. Tim Komisi Teknologi yang beranggotakan Dinas lingkup sub sektor Pertanian, Balai Penelitian Teknologi Pertanian dan Perguruan Tinggi yang pada masa lalu diketuai oleh Kanwil Deptan, kiranya keberadaanya perlu dihidupkan kembali. Karena dari lembaga inilah rekomendasi teknologi dihasilkan. Teknologi yang akan direkomendasikan kepada petani sebelumnya telah dilakukan uji spesifik lokalitanya dan selanjutnya diinformasikan kepada penyuluh pertanian dilapangan. Dalam melakukan diseminasi hasil-hasil penelitian kepada penyuluh pertanian dilapangan, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau selaku sumber informasi teknologi inovasi merasa kesulitan dalam memberikan informasi teknologi kepada penyuluh khususnya Kabupaten yang tidak mempunyai lembaga penyuluhan. Sering bahan hasil – hasil penelitian yang dikirimkan ke Dinas sub sektor pertanian tidak sampai lagi kepada penyuluh dilapangan dan tertumpuk di kantor unit kerja Kabupaten. Tidak terdistribusinya bahan- bahan informasi

pertanian ini antara lain karena tidak berfungsinya BPP yang biasanya dimanfaakan untuk pertemuan penyuluh dan petani yang dilakukan setiap 2 minggu sekali.

Metode penyuluhan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur apakah informasi teknologi yang disampaikan oleh penyuluh dapat diterima oleh petani. Ketepatan metode penyuluhan harus disesuaikan dengan karakteristik petani binaan. Metode diskusi dan praktek langsung dilapangan harus dilakukan secara seimbang sehingga informasi teknologi yang disampaikan dapat dicerna oleh petani. Uji coba yang dilakukan Penyuluh di lahan usahatani serta sekolah lapang (SL) yang langsung melibatkan petani secara partisipatif merupakan salah satu cara yang efektif dalam memberikan informasi teknologi kepada petani. Selain itu diklat untuk petani seperti pola pembinaan P4K dengan pendekatan kebutuhan petani sesuai dengan potensi wilayah dapat dijadikan salah satu metode penyuluhan karena petani merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap perencanaan dan pelaksanaan usaha yang mereka rencanakan bersama-sama kelompoknya.

Pembuatan perencanaan kelompok tani merpakan tolok ukur dalam menentukan eksistensi manajemen kelompok tani. Dibeberapa Kabupaten yang diamati, perencanaan kelompok tani bervariasi . Ada penyuluh yang membuat perencanaan kelompok tani dan ada pula yang tidak membuatnya tergantung dari kewajiban yang diminta oleh unit kerjanya. Rendahnya persentase kemampuan kelompoktani dalam menyusun Rencana Definitif Kelompok (RDK) dan Rencana Definitif Kerja Kelompok (RDKK ) mengindikasikan bahwa dalam menyusun perencanaan usahatani ditingkat petani, kemampuan petani masih rendah. Petani

belum terbiasa menyusun perencanaan kelompok sendiri tanpa di bantu oleh Petugas. Hal ini antara lain disebabkan karena pembinaan yang dilakukan selama ini mengacu kepada kepentingan sepihak (top down), sehingga petani kurang terdidik untuk lebih aspiratif.

Bagi Kabupaten yang memiliki institusi penyuluhan sendiri, aktifitas petermuan di BPP cukup tinggi, hal ini terlihat di Kabupaten Kampar, dimana frekuensi latihan/ pertemuan di BPP dilakukan 2 kali sebulan. Sedangkan di Kabupaten lainnya, hampir tidak terlihat lagi aktifitas BPP. Kondisi BPP saat ini yang dapat dikemukakan adalah bahwa telah terjadi perubahan fungsi BPP dari yang semula sentra kegiatan penyuluhan di Kecamatan sekarang hanya menjadi penunjang kegiatan penyuluhan.

Mengaktifkan kembali peranan dan fungsi BPP sebagai sarana komunikasi, informasi dan pertemuan petani dengan petugas dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi petani, perlu dilakukan jika kita menghendaki perubahan dan peningkatan kesejahteraan petani. Oleh karena itu perlu kiranya melakukan revitalisasi penyuluhan termasuk kelembagaannya sehingga kepentingan petani sebagai garda utama pembangunan pertanian tetap dapat dipertahankan.

Tingkat kemampuan BPP dalam memecahkan masalah penyuluh dan petani berkaitan dengan aksesibilitas BPP dalam menerima kegiatan dan program Dinas lingkup sub sektor pertanian. Ketersediaan sumber informasi teknologi di BPP sangat erat kaitannya dengan aktifitas BPP dalam mencari informasi ke berbagai sumber informasi. Informasi teknologi inovasi selain diperoleh dari Balai

Penelitian dan Pusat Penelitian dapat juga diperoleh dari berbagai media lainnya seperti media elektronik dan media cetak.

Dalam menjembatani arus informasi teknologi inovasi dari sumber teknologi kepada petani, peranan penyuluh sangat diperlukan karena penyuluh tidak hanya sebagai pemberi informasi secara langsung kepada petani tetapi juga pengawal teknologi yang akan diterapkan oleh petani. Berkaitan dengan hal tersebut perlu ditumbuhkan kembali jaringan informasi yang mengakomodir kerjasama petani, penyuluh dan peneliti dalam merancang usahatani- nelayan yang responsif terhadap kemampuan wilayah dan permintaan pasar. Melalui wadah ini diharapkan penyuluh pertanian mempunyai kemapuan dan wawasan dalam memperoleh informasi teknologi baru.

5.2.4. Ikhtisar

Perubahan fungsi pranata sosial dan pengorganisasian kelembagaan penyuluhan pertanian akibat paradigama desentralisasi, mengakibatkan perbedaaan pada sistem penyuluhan, persepsi penyuluh terhadap keberadaan kelembagaan penyuluhan dan sistem kerja penyuluhan pertanian. Perbedaan ini muncul karena perbedaan interpretasi dalam memberikan wewenang kepada kepala satuan kerja lembaga penyuluhan (regulative) dan masalah yang dihadapi masing-masing daerah (normative). Sistem kerja penyuluhan pertanian pada kelembagaan penyuluhan pertanian di Kabupaten Kampar lebih baik pelaksanaanya dibanding kabupaten lainnya.

Frekuensi LAKU belum sepenuhnya terlaksana, hal diakibatkan keterbatasan tenaga penyuluh juga karena kurangnya pengawasan. Mengingat jumlah penyuluh yang terbatas dan cukup luasnya wilayah binaan, maka

pendekatan WKPP berdasarkan hamparan dan domisili petani perlu ditinjau kembali. Mengkombinasikan luas hamparan dan domisili melalui kesamaan unit produksi dan kesamaan jenis komoditas hasil pertanian unggulan (spesifik lokalita) merupakan salah satu alternatif pendekatan yang perlu dipertimbangkan. Restruturisasi kelembagaan penyuluhan pertanian telah menyebabkan perubahan terhadap sistem penyelenggaraan penyuluhan pertanian yaitu perubahan terhadap mekanisme dan manajemen penyuluhan. Fungsi pelayanan dan fungsi pengaturan masih mendominasi sistim kerja penyuluhan. Berdasarkan kondisi tersebut, terdapat dua hal penting yang perlu dipikirkan dan dilaksanakan dengan baik agar penyuluhan di bidang pertanian, perikanan dan kehutanan dimasa depan dapat berjalan dengan efektif secara berkelanjutan. Dua hal penting itu adalah : (1) dibangunnya sistem penyuluhan yang komprehensif, dan (2) diadopsinya pengembangan program-program penyuluhan yang berbasis penelitian dan ilmu pengetahuan.

5.3. Dampak Penyelenggaraan Penyuluhan Terhadap Kinerja Penyuluh dan