• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PERJUANGAN DIPLOMASI INDONESIA MEREBUT

A. Persetujuan New York

Setelah serangkaian manuver diplomasi di antara semua pihak yang berkepentingan, akhirnya Jakarta dan Den Haag sepakat untuk berunding. Perundingan ini langsung di bawah pengawasan PBB untuk mencari penyelesaian masalah Irian Barat. Perundingan ini dimediasi oleh Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia menuntut pengalihan pemerintahan atas wilayah Irian Barat kepada Indonesia sebagai syarat mendasar untuk pembicaraan lebih jauh. Sedangkan pihak Belanda menekankan bahwa syarat untuk berunding tentang pengalihan pemerintahan adalah tercapainya kesepakatan yang memuaskan dalam hal penentuan nasib sendiri rakyat Papua.

Menanggapi penangguhan tersebut, para pejabat di Amerika Serikat merumuskan sebuah usulan penyelesaian masalah Irian Barat. Dalam hal ini, bahwa pihak Belanda dan Indonesia dapat menerimanya sebagai landasan perundingan damai. Pada tanggal 29 Maret, Departemen luar negeri Amerika Serikat mengajukan sebuah usulan kompromi yang dikenal dengan nama Formula Bunker. Adapun pokok-pokok formula Bunker antara lain:71

1. Pemerintah Indonesia dan Belanda akan menandatangani suatu persetujuan yang diajukan kepada pejabat sekretaris PBB

2. Pemerintah Belanda menyetujui penyerahan pemerintahan di Irian Barat kepada suatu badan eksekutif sementara di bawah PBB yang akan

71

mengangkat kepala pemerintahan sementara dan disetujui oleh kedua belah pihak.

3. Penyelenggaraan pemerintahan akan berlangsung tidak kurang satu tahun, tetapi tidak lebih dari dua tahun. Pada tahun ke dua pemerintahan mulai diganti oleh pejabat-pejabat Indonesia, sehingga pada akhir tahun ke dua kekuasaan telah di tangan Indonesia kecuali tenaga teknik khusus dari PBB akan tetap pada kedudukannya sebagai penasihat.

4. Indonesia menyetujui memberikan kesempatan kepada rakyat di Irian Barat untuk menyatakan pilihannya secara bebas, selambat-lambatnya tujuh tahun setelah pemerintahan berada ditangan Indonesia.

5. Indonesia dan Belanda setuju untuk secara bersama-sama memikul biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pembentukan pemerintahan sementara PBB. 6. Setelah persetujuan ditandatangani, kedua pemerintahan Indonesia dan

Belanda membuka kembali hubungan diplomatiknya.

Secara terperinci pihak Indonesia yang diwakili Menteri Luar Negeri (Menlu) Subandrio kurang dapat menerima usul dari Elsworth Bunker. Akan tetapi secara keseluruhan dapat menerima terutama mengenai prinsip penyerahan pemerintahan dari Belanda kepada Indonesia secara tidak langsung. Sedangkan mengenai pemerintahan sementara selama dua tahun tidak dapat menyetujuinya. Hal ini dinilai terlalu lama dan membuang waktu yang tidak berguna. Menlu Subandrio menginginkan pemerintahan transisi PBB dalam waktu yang singkat.72

72

Pihak Indonesia juga mengusulkan supaya personil militer Indonesia yang sudah ada di Irian Barat tetap menjalankan tugas militernya. Tuntutan Indonesia ini ditolak pihak Belanda, kemudian Menlu Subandrio mengancam akan meninggalkan perundingan. Atas peran Robert Kennedy akhirnya ketegangan dapat diredakan. Sedangkan pihak Belanda pada dasarnya menerima pokok-pokok yang diusulkan oleh Elsworth Bunker. Di antara kedua belah pihak ada ketidaksamaan penafsiran mengenai syarat-syarat pertahanan dan penentuan nasib sendiri.73

Menghadapi adanya perbedaan cara pandang antar kedua belah pihak yang saling bertikai ini, Elsworth Bunker segera bertindak cepat untuk menjembataninya. Sebagai seorang diplomat yang berpengalaman, ia menjawab dua hambatan utama perundingan dengan suatu solusi yang langgeng. Indonesia akan dipenuhi tuntutan dasarnya, yakni soal peralihan kekuasaan. Pada saat yang sama keinginan kuat Belanda supaya rakyat Papua diberi hak untuk menentukan nasibnya sendiri juga terakomodasi. Meskipun demikian sebenarnya esensial formula perdamaian ini lebih menguntungkan pada posisi Indonesia. Pihak pemerintah Indonesia dan Belanda sama-sama menerima pokok-pokok perdamaian yang diusulkan oleh Elsworth Bunker. Ini merupakan suatu langkah diplomatik yang cerdik dan piawai dari diplomat Elsworth Bunker untuk menyelesaikan sengketa Irian Barat.74

73

Idem. 74

Pada tanggal 31 Juli 1962, setelah adanya kesesuaian pendapat antar kedua belah pihak yang saling bertikai maka tercapai kesepakatan sementara yang berisi:

1. Pada tanggal 1 Oktober 1962 utusan dari PBB akan mengoper pemerintah Irian Barat dari Belanda dan bendera Belanda akan diturunkan dan diganti dengan bendera PBB.

2. Penguasa PBB akan menggunakan tenaga-tenaga Republik Indonesia bersama-sama dengan alat-alat yang sudah ada di Irian Barat yang terdiri atas penduduk Irian Barat.

3. Pasukan Indonesia yang sudah ada di sana akan tetap tinggal di Irian Barat di bawah kekuasaan PBB.

4. Angktan Perang Belanda berangsur-angsur akan dipulangkan ke negeri Belanda.

5. Antara Irian Barat dan daerah Republik Indonesia lainya akan dibuka lalu lintas bebas

6. Pada tanggal 31 Desember 1963 bendera Indonesia akan dikibarkan di Irian Barat di samping bendera PBB.

7. Pada tanggal 1 Mei 1963 pemerintah Indonesia secara resmi akan mengoper pemerintahan Irian Barat dari PBB.

8. Pada tahun 1969 akan diadakan pemungutan suara untuk menentukan apakah Irian Barat akan tetap di dalam atau keluar dari Republik Indonesia.

Nota Sekjen PBB ini diterima oleh kedua belah pihak yang saling bertikai. Pada tanggal 15 Agustus 1962, bertempat di Markas Besar PBB di New York ditandatangani persetujuan antara pihak Republik Indonesia dengan Kerajaan Belanda tentang Irian Barat. Pihak Indonesia di wakili oleh Menteri Luar Negeri Subandrio sedangkan pihak Belanda di wakili oleh Menteri Luar Negeri Luns. Persetujuan perdamaian ini kemudian disahkan dalam Sidang Majelis Umum PBB, dan dikenal dengan persetujuan New York.75

Presiden Soekarno menerima persetujuan New York, karena didalam persetujuan tersebut jelas dan tegas bahwa administrasi Irian Barat diberikan kepada Indonesia melalui sebuah tim PBB. Kemudian, ia juga menekankan bahwa bangsa ndonesia yang cinta damai akan menghormati persetujuan New York. Ini merupakan kemenangan bangsa Indonesia karena mulai 1 Oktober kolonialis Belanda akan meninggalkan Irian Barat. Presiden Soekarno juga menegaskan untuk tetap waspada terhadap Belanda jangan sampai terjadi penghianatan perjanjian New York. Angkatan Perang Republik Indonesia harus tetap siaga penuh untuk menghadapi hal-hal yang sangat merugikan pemerintah Indonesia.76

Dokumen terkait