• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjuangan diplomasi bangsa Indonesia merebut kembali Irian Barat (1950-1963).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perjuangan diplomasi bangsa Indonesia merebut kembali Irian Barat (1950-1963)."

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

viii

ABSTRAK

PERJUANGAN DIPLOMASI BANGSA INDONESIA MEREBUT KEMBALI IRIAN BARAT (1950-1963)

Oleh : Choryna Dewi Usna Nim : 091314022

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan: 1) Perjuangan diplomasi bangsa Indonesia merebut Irian Barat, 2) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perjuangan diplomasi bangsa Indonesia merebut Irian Barat, 3) Hasil perjuangan diplomasi Indonesia merebut kembali Irian Barat.

Penulisan makalah ini menggunakan metode sejarah yang meliputi: heuristik, verifikasi, interprestasi dan historiografi, sedangkan pendekatan yang dipakai adalah: historis, politik, ekonomi dan militer. Makalah ini merupakan penulisan yang bersifat deskripif analitis.

(2)

ix

ABSTRACT

THE INDONESIA DIPLOMATIC STRUGGLE SEIZED BACK WEST IRIAN (1950-1963)

By : Choryna Dewi Usna Student number : 091314022

The research a was conducted in order to explain: 1) The diplomatic struggle of Indonesia in seizing West Irian, 2) The factors which affected Indonesia's diplomacy in seizing West Irian, 3) The result of Indonesian diplomatic struggle in seizing West Irian.

The writing this paper used historical methods a that include: heuristic, verification, interpretation and historiography, while the approach used is: historical, political, economic and military. This paper a written in analytical writing is descriptive model.

(3)

i

PERJUANGAN DIPLOMASI BANGSA INDONESIA MEREBUT

KEMBALI IRIAN BARAT (1950-1963)

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

CHORYNA DEWI USNA

091314022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Ku persembahkan makalah ini untuk:

Kedua orang tua saya yang telah membesarkan, mendidik dan

membimbing saya dengan penuh cinta kasih, kesabaran dan kasih sayang

serta pengertian.

Abangku Albert yang selalu memberikan motivasi dan semangat.

(7)

v

MOTTO

 Pergunakanlah kesempatan kedua yang telah diberikan dengan sebaik-baiknya karena belum tentu ada kesempatan ketiga.

 Biarlah Tuhan yang bekerja atas hidup ku, dalam nama-Nya ku percaya setiap perbuatan ada balasannya karena siapa yang menabur benihnya akan menuai buahnya.

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa makalah yang saya tulis ini tidak memuat karya atau sebagian karya orang lain, kecuali yang telah saya sebutkan dalam kutipan dan daftarpustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 5 Februari 2015 Penulis

(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Choryna Dewi Usna

Nomor Mahasiswa : 091314022

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

“PERJUANGAN DIPLOMASI BANGSA INDONESIA MEREBUT KEMBALI

IRIAN BARAT (1950-1963)”.

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

(10)

viii

ABSTRAK

PERJUANGAN DIPLOMASI BANGSA INDONESIA MEREBUT KEMBALI IRIAN BARAT (1950-1963)

Oleh : Choryna Dewi Usna Nim : 091314022

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan: 1) Perjuangan diplomasi bangsa Indonesia merebut Irian Barat, 2) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perjuangan diplomasi bangsa Indonesia merebut Irian Barat, 3) Hasil perjuangan diplomasi Indonesia merebut kembali Irian Barat.

Penulisan makalah ini menggunakan metode sejarah yang meliputi: heuristik, verifikasi, interprestasi dan historiografi, sedangkan pendekatan yang dipakai adalah: historis, politik, ekonomi dan militer. Makalah ini merupakan penulisan yang bersifat deskripif analitis.

(11)

ix

ABSTRACT

THE INDONESIA DIPLOMATIC STRUGGLE SEIZED BACK WEST IRIAN (1950-1963)

By : Choryna Dewi Usna Student number : 091314022

The research a was conducted in order to explain: 1) The diplomatic struggle of Indonesia in seizing West Irian, 2) The factors which affected Indonesia's diplomacy in seizing West Irian, 3) The result of Indonesian diplomatic struggle in seizing West Irian.

The writing this paper used historical methods a that include: heuristic, verification, interpretation and historiography, while the approach used is: historical, political, economic and military. This paper a written in analytical writing is descriptive model.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan, atas segala berkat dan kasih karunia-Nya yang

begitu berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan maklah ini. Atas terselesaikannya makalah ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama proses penyusunan makalah ini.

Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan khususnya kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Dr. Anton Haryono, M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

3. Ibu Dra. Theresia Sumini, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan arahan dalam terselesaikannya makalah ini. 4. Seluruh Dosen Pendidikan Sejarah yang telah banyak memberikan ilmu

kepada penulis selama menuntut ilmu di Universitas Sanata Dharma. 5. Staf Sekretariat Pendidikan Sejarah, Staf dan karyawan dekanat FKIP

yang telah membantu memberikan pelayanan.

(13)

xi

7. Kedua orang tua saya yang tidak pernah berhenti memberikan dukungan moral dan materil serta selalu memberikan doa, nasehat yang tidak pernah putus kepada saya.

8. Saudara saya Albert, sahabat-sahabat karib saya Karyono, Claudya, Kristina yang selalu membantu memberikan motivasi dan semangat. 9. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih

atas dukungan dan doanya.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Yogyakarta, 5 Februari 2015 Penyusun

(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

BAB II USAHA-USAHA DIPLOMASI BANGSA INDONESIA MEREBUT KEMBALI IRIAN BARAT ... 10

A. Usaha Diplomasi melalui Kabinet-Kabinet (1950-1954) ... 10

B. Usaha Diplomasi Melalui Forum Organisasi Internasional ... 20

C. Usaha Diplomasi Indonesia Merebut Kembali Irian Barat di Era Demokrasi Terpimpin (1959-1960) ... 23

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERJUANGAN DIPLOMASI BANGSA INDONESIA MEREBUT IRIAN BARAT ... 28

A. Faktor Politik Pemerintah Indonesia ... 29

B. Faktor Politik Pemerintah Belanda ... 40

C. Faktor Perubahan Politik Luar Negeri Amerika Serikat ... 43

(15)

xiii

A. Persetujuan New York ... 52

B. Masa Pemerintahan Transisi UNTEA ... 56

C. Irian Barat Kembali Kepangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia ... 62

BAB V PENUTUP ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 71

LAMPIRAN ... 73

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Silabus ... 74

Lampiran Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 78

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia yang baru merdeka tanggal 17 Agustus 1945, sudah dihadapkan pada permasalahan politik dan perekonomian yang tidak stabil. Selain itu juga harus berjuang mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya. Bangsa Belanda belum dapat menerima kemerdekaan Indonesia, kemudian berusaha memecah belah negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah Irian Barat yang kemudian menjadi Irian Jaya dan sekarang menjadi Papua, merupakan daerah terakhir bekas jajahan Belanda yang kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi pada tahun 1963. Pengembalian daerah ini diperoleh melalui perjuangan panjang baik dalam bentuk diplomasi maupun kekuatan militer. Pada akhirnya konflik Indonesia dengan Belanda dimediasi oleh PBB (Persrikatan Bangsa-Bangsa) dalam bentuk United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA).

(17)

tidak mau lagi.1 Terhambatnya penyelesaian Irian Barat karena faktor perbedaan persepsi masing-masing negara, dan berakibat timbulnya ketegangan-ketegangan baru yang mempengaruhi kebijaksanaan politik luar negeri kedua negara.

Belanda menolak dimasukkannya Irian Barat sebagai bagian Republik Indonesia Serikat yang akan menerima “penyerahan” kedaulatan dari Belanda.

Delegasi Belanda berpendapat, bahwa masalah Irian Barat perlu mendapatkan status khusus. Dalam bidang ekonomi, wilayah Irian Barat dianggap tidak mempunyai hubungan dengan wiayah-wilayah Indonesia.2 Sebaliknya Irian Barat mempunyai hubungan politik yang khusus dengan Belanda untuk mengusahakan kemajuan melalui pendidikan rakyatnya serta mengembangkan perekonomiannya. Adapun motif lain Belanda tidak bersedia menyerahkan kedaulatan Irian Barat kepada Indonesia, mulanya berasal dari keinginan untuk menjamin suatu daerah sendiri bagi kaum Indo-Eropa.3

Delegasi Indonesia berpendapat bahwa Irian Barat harus tetap diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan alasan bahwa selama ini telah terjalin hubungan etnologis, ekonomi, dan agama. Sejak dari persetujuan Linggarjati dan Denpasar telah ditetapkan bahwa kedaulatan akan diserahkan atas wilayah Hindia Belanda. Dalam Konferensi Denpasar, Van Mook menyatakan bahwa Irian Barat akan digabungkan dengan negara

1

Sartono Kartodirjo, Dkk, Sejarah Nasional Indonesia VI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1975, Hal. 111

2

Ridhani, P, Mayor Jendrral Soeharto Panglima Komand Mandala Pembebasan Irian Barat, Jakarta, Sinar Harapan, 2009, Hal 11-12

3

(18)

Indonesia Timur (NIT) sebagai salah satu bagiannya dengan memberikan hak otonomi pada daerah-daerah secara bertahap.4

Selain itu, pihak Indonesia berpendapat bahwa Irian Barat merupakan bagian mutlak karena apabila ditinjau dari segi politis, berdasarkan perjanjian international 1896 yang diperjuangkan oleh Prof. Van Vollen Houven (pakar hukum adat Indonesia) di sepakati bahwa ”Indonesia” meliputi seluruh wilayah bekas kekuasaan Hindia Belanda. Sedangkan Irian Barat walaupun dikatakan oleh Belanda secara kesukuan berbeda dengan bangsa Indonesia, tetapi secara sah merupakan wilayah Hindia Belanda oleh sebab itu pemerintah Indonesia berusaha untuk menegakkan kedaulatannya dan berkewajiban untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Pengertian tentang seluruh tumpah darah Indonesia ialah keutuhan wilayah Indonesia tanpa mengecualikan suatu bagiannya, termasuk daerah Irian Barat. Hal ini diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Status Irian Barat sesudah proklamasi kemerdekaan masih dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda. Untuk mendapatkan Irian Barat, pemerintah Indonesia melakukan upaya diplomasi. Pada akhirnya pemerintah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia setelah melalui Konferensi Meja Bundar (KMB). Akan tetapi wilayah Irian Barat masih dikuasai oleh pihak Belanda dan akan diserahkan satu tahun setelah KMB. Ini jelas merupakan trik politik Belanda untuk menguasai Irian Barat.5

4

Saleh. A dkk, Tri Komando Rakyat Edisi Ke, Semarang, Yayasan Telapak, 2000, Hal5-6 5

(19)

Kebijakan Belanda menganeksasi Irian Barat bertujuan untuk memisahkan Irian Barat dari wilayah kekuasaan Indonesia secara permanen. Kebijakan tersebut memunculkan reaksi dari pihak Indonesia untuk menyelesaikan permasalahan dengan Belanda dengan menempuh jalan diplomasi. Pada masa Kabinet Natsir, pemerintah berusaha melakukan perundingan untuk menyelesaikan masalah Irian Barat namun gagal. Belanda semakin meningkatkan pertahanan militernya di Irian Barat. Bahkan secara politik wilayah Irian Barat dimasukkan ke dalam wilayah kerajaan Belanda. Kebijakan Belanda tersebut tidak dapat diterima oleh pihak Indonesia. Pada tanggal 21 April 1953, Kabinet Wilopo menghapuskan Missie Military

Belanda di Indonesia. Kabinet Ali I melakukan upaya diplomasi untuk menyelesaikan masalah Irian Barat dalam forum Sidang Umum PBB tahun 1954. Namun usahan ini juga mengalami kegagalan karena pihak diplomat Indonesia hanya mendapatkan dukungan 34 negara.

Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk mengajak Belanda menyelesaikan masalah Irian Barat secara damai dengan jalan perundingan, baik secara bilateral maupun melalui PBB namun upaya-upaya tersebut tidak memberikan hasil yang menguntungkan pihak Indonesia.6 Kemudian pemerintah Indonesia mengambil tindakan politik yang tegas dengan membatalkan perjanjian KMB.

Pada mulanya Indonesia berharap permasalahan Irian Barat dapat diselesaikan dengan cara diplomasi namun demikian usaha tersebut selalu

6

(20)

gagal. Ketidakberhasilan itu disebabkan oleh sikap Belanda yang selalu menolak untuk membicarakan status ketatanegaaraan Irian Barat. Ambisi koloniallah yang menyebabkan Belanda tidak mengindahkan lagi norma-norma hukum Internasional (norma-norma-norma-norma the law of treaties dari pada KMB). Belanda tetap pada sikapnya tidak mau melakukan perundingan dengan Indonesia untuk mencari penyelesaian masalah Iran Barat. Menghadapi sikap politik Belanda yang keras kepala, pihak Indonesia memutuskan untuk mengubah kebijakan politik mengenai penyelesaian masalah Irian Barat. Kebijkan baru itu bersikap ofensif dan berubah dari meminta menjadi memaksa Belanda untuk mau berunding. Penyelesaian dilakukan lebih menekankan perjuangan militer namun demikian usaha-usaha diplomasi Indonesia terus dilakukan.

Lazimnya hubungan antarnegara diwarnai oleh pasang surut dan dipengaruhi kebijakan politik luar negeri masing-masing negara. Politik luar negeri tiap negara adalah lanjutan dan merupakan refleksi dari politik dalam negeri. Konflik Irian Barat selain menjadi ganjalan hubungan diplomatik kedua negara, juga mengancam perdamaian dunia saat puncak persaingan perang dingin. Dengan keterlibatan internasional, konflik Irian Barat menjadi sangat kompleks dan banyak faktor kepentingan yang berpengaruh di dalamnya.

(21)

mengerahkan segenap potensi negara yang tidak sedikit. Perjuangan diplomasi yang melibatkan berbagai unsur internasional juga telah memberikan andil untuk mengantarkan keberhasilan pemerintah Indonesia dalam membebaskan Irian Barat. Secara prinsip yang menjadi faktor penentu dalam pembebasan Irian Barat adalah perjuangan diplomasi yang dipadukan dengan kekuatan militer.7 Selain itu berkaitan dengan konteks sejarah modern, perjuangan pembebasan Irian Barat tidak lepas dari pengaruh konflik Perang Dingin antara ideologi Barat (kapitalis) dengan ideologi Timur (komunis). Hal ini tampak ketika pengerahan kekuatan militer dalam Tri Komando Rakyat (Trikora) pembebasan Irian Barat, Indonesia mengandalkan persenjataan perang dari Blok Timur (Uni Soviet), hal tersebut telah membuat cemas Blok Barat (Amerika Serikat) akan bahaya komunis di Asia Tenggara. Dengan tekanan Amerika Serikat, Belanda akhirnya mau menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia lewat perantara Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Diplomasi internasional yang dilakukan pihak Indonesia memberi dampak yang besar untuk mendapatkan bantuan politik maupun militer. Indonesia melakukan pendekatan kepada negara-negara lain seperti Uni Soviet dan Amerika Serikat. Pendekatan diplomasi kepada negara-negara Adikuasa tersebut berdampak positif bagi Indonesia, terbukti bantuan yang diberikan pemerintah Amerika kepada Indonesia telah mampu membantu penyelesaian konflik Irian Barat, sebab tanpa perjuangan Diplomasi mustahil jikalau perjuangan Militer saja dapat menarik simpati negara-negara lain di PBB.

7

(22)

Berdasarkan gambaran di atas penulis ingin membahas bagaimana sejarah pembebasan Irian Barat dari segi perjuangan diplomasi, karena secara realitas awal dan akhir perjuangan pembebasan Irian Barat ditentukan lewat jalur perundingan damai (peace-keeping operations), meskipun pada momen tertentu juga didukung oleh perjuangan militer.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada bagian latar belakang, maka permasalahan dalam penulisan ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana perjuangan diplomasi Bangsa Indonesia merebut kembali Irian Barat?

2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap usaha-usaha diplomasi Bangsa Indonesia dalam merebut kembali Irian Barat ?

3. Bagaimana hasil perjuangan diplomasi Indonesia merebut kembali Irian Barat?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

(23)

b. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis Faktor-faktor penghambat apa saja yang dihadapi Bangsa Indonesia dalam perjuangan diplomasi untuk merebut kembali Irian Barat.

c. Untuk mendeskripsikan hasil perjuangan diplomasi Indonesia merebut kembali Irian Barat.

2. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah ini adalah:

a. Bagi civitas Akademika Universitas Sanata Dharma

Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah koleksi kepustakaan khususnya karya ilmiah dan dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiswa lain dalam melakukan penulisan historis dan sebagai bahan dasar bagi penelitian lanjutan mengenai Perjuangan Diplomasi Indonesia Merebut Kembali Irian Barat.

b. Bagi Ilmu Sejarah

(24)

c. Bagi Program Studi Pendidikan Sejarah

Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah referensi lanjutan mengenai Perjuangan Diplomasi Indonesia Merebut Kembali Irian Barat. khususnya mata kuliah Sejarah Indonesia Baru dan di harapkan dapat menambah pengetahuan pembaca tentang bagaimana perjuangan diplomasi Bangsa Indonesia merebut kembali Irian Barat pada masa lampau, yang kini sekiranya dapat di contoh bagaimana semangat perjuangan untuk mengisi kemerdekaan seluruh Indonesia termasuk Papua.

d. Bagi Penulis

(25)

10

BAB II

USAHA-USAH DIPLOMASI

BANGSA INDONESIA MEREBUT KEMBALI IRIAN BARAT

Konflik bersenjata antara pihak Indonesia dengan militer Belanda yang berusaha menjajah kembali Indonesia diakhiri dengan persetujuan perdamaian. Kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB), diantaranya Belanda akan membahas masalah wilayah Irian Barat dengan pihak Indonesia satu tahun setelah penyerahan kedaulatan. Akan tetapi ini hanyalah siasat politik Belanda untuk mempertahankan Irian Barat. Sementara itu pihak Indonesia tetap berpegang teguh pada isi perjanjian KMB. Setelah satu tahun perjanjian KMB, pihak Indonesia berupaya untuk mendapatkan kejelasan tentang status masalah Irian Barat. Pemerintah Indonesia mengedepankan pendekatan politik dengan melakukan perundingan secara langsung dengan pemerintah Belanda. Namun upaya ini tidak berhasil karena pemerintah Belanda tetap berpegang teguh untuk menguasai Irian Barat. Berikut usaha-usaha diplomasi yang dilakukan pemerintah Indonesia:

A. Usaha Diplomasi melalui Kabinet-Kabinet (1950-1954)

1. Usaha Diplomasi Kabinet Mohammad Natsir

(26)

segera direalisasikan. Mohammad Natsir memerintahkan kepada Menteri Luar Negeri Mr. Moh. Roem untuk memimpin delegasi Indonesia ke negeri Belanda. Pada tanggal 4 Desember 1950 berlangsung perundingan antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda di Den Haag. Perundingan politik ini ternyata diwarnai dengan perbedaan pendapat yang cukup mencolok antar kedua belah pihak.8

Pihak pemerintah Belanda tetap bersikeras mempertahankan wilayah Irian Barat. Sedangkan pihak Indonesia berusaha secara diplomatis dalam penyelesaian untuk mendapatkan Irian Barat. Mr. Moh. Roem kemudian menawarkan sebuah konsesi politik kepada pihak pemerintah Belanda untuk menyerahan Irian Barat secara de jure. Konsesi politik yang ditawarkan pihak Indonesia antara lain:9

a. Dalam lingkungan kerjasama antara Indonesia dengan Belanda di lapangan ekonomi, pemerintah Indonesia mengakui hak dan konsesi yang sekarang ada dan diberi perhatian yang istimewa kepada Belanda mengenai pemberian konsensi baru dan menempatkan kapital. Selanjutnya dalam mengembangkan sumber-sumber di Irian Barat akan diberi perhatian khusus kepada kepentingan-kepentingan Belanda di sana, antara lain dalam mengusahakan dan mengelola kekayaan tanah. Pada umumnya pemerintahan Indonesia bersedia memajukan Irian Barat di lapangan ekonomi, memperhatikan dengan sepenuhnya kepentingan Belanda di lapangan perdagangan, perkapalan, dan industri.

8

Ridhani, op.cit, hlm.22. 9

(27)

b. Dalam aparat administrasi Irian Barat akan dipergunakan tenaga-tenaga Belanda.

c. Pensiunan pegawai-pegawai Belanda Irian Barat akan dijamin seperti dalam persetujuan KMB.

d. Imigrasi rakyat Belanda akan diperbolehkan oleh pemerintah Indonesia. Selanjutnya akan diperhatikan benar-benar supaya diadakan tenaga buruh yang diperlukan untuk Irian Barat.

e. Pemerintah Indonesia akan memajukan supaya Irian Barat dimasukkan dalam sistem perhubungan Pemerintah Indonesia (perhubungan udara, laut, telepon, telegraf dan radio) dengan memperhatikan konsensi-konsensi yang sudah diperoleh Maskapai Belanda.

f. Kemerdekaan beragama akan dijamin sepenuhnya dan usaha-usaha dari zeding dan missi dalam lapangan kemanusian, seperti pengajaran dan pemeliharan orang sakit dapat diteruskan. Dalam usaha kemanusiaan itu jika diperlukan missi dan zending akan dapat bantuan dari pemerintah Indonesia.

g. Di Irian Barat akan diusahakan supaya pemerintahannya berjalan dengan cara demokrasi yang penuh. Kepada daerah akan diberikan otonomi dan hak ikut memerintah (medebewind) segera akan diraih dengan pembentukan badan perwakilan sendiri.

(28)

pemerintah Belanda kemudian menawarkan usulan kepada delegasi Indonesia yang berbunyi:

a. Bahwa rakyat “Nederland Nieuw Guinea” mempunyai hak untuk menentukan hari depannya sendiri.

b. Pembentukan Dewan Irian dan Belanda tetap memerintah Irian.

Menanggapi usulan dari pihak Belanda tersebut, pimpinan delegasi Indonesia Mr. Moh Roem dengan tegas menolaknya. Delegasi Indonesia tetap berpegang teguh pada pendirian politiknya yaitu Irian Barat harus diserahkan oleh Belanda kepada Indonesia. Perundingan ini ternyata tidak menghasilkan kesepakatan tentang penyelesaian masalah Irian Barat. Delegasi pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Mr. Moh.Roem gagal.10

Kegagalan diplomasi yang dilakukan oleh Mr. Moh. Roem ternyata tidak menyurutkan pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan perundingan secara damai. Pada bulan Desember 1951, Prof. Dr. Supomo memimpin delegasi Indonesia untuk melakukan perundingan dengan pihak Belanda. Perundingan kali ini juga mengalami kegagalan. Pemerintah Kerajaan Belanda mengeluarkan kebijakan politik yang mengejutkan pemerintah Indonesia. Pada pertengahan Agustus 1952, parlemen Belanda menyetujui wilayah Irian Barat dimasukan ke dalam wilayah lingkungan Kerajaan Belanda. 11

Kebijakan pemerintah Belanda ini jelas sangat provokatif tanpa meminta persetujuan pihak pemerintah Indonesia. Menindaklanjuti aksi provokatif tersebut, pemerintah Indonesia menyampaikan nota protes kepada

10

Ibid, hlm. 12. 11

(29)

pemerintah Belanda. Pemerintah Indonesia sangat keberatan atas tindakan parlemen Belanda karena masalah Irian Barat masih dalam status sengketa. Permasalahan ini kemudian dibawa ke Sidang Umum PBB, namun usaha ini juga mengalami kegagalan. Kebijakan parlemen Belanda yang menyetujui aneksasi wilayah Irian Barat telah mengakibatkan ketegangan antara Indonesia dengan Belanda.12

Perkembangan hubungan antara Indonesia dengan Belanda semakin memanas. Kolonialis Belanda di Irian Barat telah memobilisasi para pemuda pribumi untuk memasuki dinas militer. Rakyat Indonesia kemudian melakukan desakan kepada pemerintah supaya mengambil tindakan yang tegas terhadap pihak Belanda. Kemudian pemerintah Indonesia mengambil kebijakan politik dengan meningkatkan upaya diplomatik lewat forum internasional untuk menekan pemerintah Belanda. Upaya tersebut ternyata mendapat dukungan dari negara-negara lain yang simpatik terhadap perjuangan bangsa Indonesia.13

Tahun 1951 Kabinet Natsir jatuh hal ini dikarenakan persoalan yang lebih berat, yang menyangkut persoalan Irian Barat dan peraturan pemerintahan daerah.14 Kegagalan kabinet Natsir dalam menyelesaikan Irian Barat menyebabkan presiden Soekarno secara terang-terangan menyatakan bahwa ia ingin menggunakan kesempatan yang ditimbulkan oleh kegagalan perundingan tersebut. Untuk menentang kepentingan ekonomi Belanda di

12

Saleh A. Djamhari, op.cit, hlm. 13. 13Idem

14

(30)

Indonesia dan juga menentang Uni Indonesia-Belanda yang dianggap sebagai simbol provokatif atas suatu kemerdekaan yang terbatas.

Keinginan presiden Soekarno yang disampaikan dalam pidato umumnya ditolak oleh Perdana Menteri Mohamad Natsir dengan menyatakan bahwa hanya kabinetlah yang berhak menentukan apakah Presiden yang mengemukakan secara umum kebijakan luar negeri yang terpenting atau tidak. Pertentangan konsitusional ini dimenangkan oleh Mohamad Natsir, tetapi presiden Soekarno berhasil menggunakan pengaruhnya kepada kekuatan oposisi di parlemen untuk menjatuhkan kabinet Natsir. Oleh karena itu, pengganti kabinet Natsir mengambil posisi yang lebih keras terhadap pemerintahan Belanda.15

2. Usaha Diplomasi Kabinet Ali Sastroamijoyo I

Pada tanggal 30 Juli 1953, Ali Sastroamijoyo diangkat menjadi Perdana Menteri menggantikan Mohammad Natsir yang mengundurkan diri. Kabinet Ali I mempunyai 4 program pokok, yaitu:16

a. Dalam negeri (meningkatkan keamanan dan kemakmuran dan segera melaksanakan pemilu)

b. Pembebasan Irian Barat secara cepat

c. Luar Negeri (melakukan politik bebas aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB).

d. Penyelesaian pertikaian politik. 15

Baharuddin Lopa, op.cit, hlm. 58. 16

(31)

Dalam masalah Irian Barat Perdana Menteri Ali Sastroamijoyo I menerapkan kebijakan politik luar negeri Indonesia yang kuat. Perjuangan diplomasi untuk mendapatkan Irian Barat kepangkuan Indonesia menjadi prioritas kerja pemerintahannya. Perdana Menteri Ali berusaha keras mencari dukungan internasional untuk membantu Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Negara Belanda yang tetap bersikeras atas masalah Irian Barat yang tetap dianggapnya sebagai internal question. Sikap keras pemerintah Belanda yang tetap bersikukuh bahwa Irian Barat merupakan wilayahnya telah mendorong pemerintah Indonesia untuk bertindak lebih tegas.17

Perundingan Bilateral yang dilakukan antara pemerintah Indonesia dengan Belanda di Den Haag tidak pernah mendapatkan suatu kemajuan yang berarti. Perdana Menteri Ali Sastroamijoyo I kemudian membawa masalah Irian Barat dalam Sidang Umum PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Pada tahun 1954, PBB mengadakan Sidang Umum yang ke IX dan membahas permasalahan Irian Barat yang disengketakan antara Indonesia dan Belanda. Akan tetapi usaha diplomasi ditingkat internasional ini tidak berjalan lancar karena Sidang Umum PBB tidak mencapai suara mayoritas 2/3 dari anggota yang ada. Walaupun mengalami kegagalan, namun usaha Perdana Menteri Ali Sastroamijoyo I mampu mendapatkan simpatik dari negara-negara lain dan mempengaruhi Belanda.18

17

Baharuddin Lopa, op.cit, hlm. 60. 18

(32)

3. Usaha Diplomasi Kabinet Burhanuddin Harahap

(33)

tetapi hanya mau membahas sebatas soal keuangan dan bukan hakekat masalah utama.19

Pemerintah Indonesia masih mengedepankan upaya diplomasi untuk mendapatkan Irian Barat, maka Van Krieken dibebaskan. Akan tetapi pembebasan ini dijadikan kesempatan goodwill untuk membuka perundingan dengan Belanda di Jenewa.20 Perundingan Indonesia-Belanda berlangsung di Jenewa pada tanggal 10 Desember 1955 s/d 11 Februari 1956. Perundingan ini membahas permasalahan tentang keinginan pemerintah Indonesia untuk membubarkan Uni Indonesia-Belanda. Keberadaannya ini sangat memberatkan Indonesia dalam bidang ekonomi dan keuangan sesuai kesepakatan Konferensi Meja Bundar. Kesepakatan sementara tentang pembubaran Uni berhasil disepakati, namun pada perkembangannya dimentahkan lagi oleh delegasi Belanda. Masalah Irian Barat mengalami jalan buntu. Akhirnya perundingan mengalami deadlock dan delegasi pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Ida Anak Agung Gede mengalami kekecewaan.21

Pada tanggal 13 Februari 1956, pemerintah Indonesia secara sepihak mengumumkan pengunduran diri dari Uni Indonesia-Belanda. Langkah ini merupakan pelanggaran legalitas yang pertama kali dari pihak pemerintah Republik Indonesia terhadap Belanda sejak revolusi. Ketegasan dan keberanian pemerintah Indonesia dalam kebijakan politik luar negeri ini merupakan pukulan pertama terhadap Belanda. Tindakan yang dilakukan oleh

19

Baharuddin Lopa, op.cit, hlm. 61. 20

Ibid, hlm. 62 21

(34)

Perdana Menteri Burhanuddin Harahap ini ternyata menimbulkan pro dan kontra di dalam negeri. Pihak yang kontra menganggap bahwa tindakan pemerintah tidak mempunyai legalitas konstitusional yang tetap. Akan tetapi langkah politik ini merupakan tindakan pendobrak terhadap sikap politik pemerintah Belanda yang keras.22

4. Usaha diplomasi Kabinet Ali Sastroamijoyo II

Tak lama setelah kabinet Burhanuddin jatuh, Presiden Sukarno pada tanggal 8 Maret 1956 menunjuk formatur Ali Sastroamidjojo untuk membentuk Kabinet baru.23 Pada masa pemerintahannya yang kedua ini tetap memprioritaskan untuk menyelesaikan masalah Irian Barat. Langkah awal yang dilakukannya adalah memperjuangkan penerimaan oleh parlemen dan presiden agar menyetujui suatu undang-undang yang membatalkan keseluruhan persetujuan Konferensi Meja Bundar. Pada tanggal 3 Mei 1956, Perdana Menteri Ali Sastroamijoyo II menyatakan bahwa pemerintah Indonesia tidak terikat lagi dengan perjanjian Konferensi Meja Bundar. Dasar kekuatan hukum kebijakan politik ini adalah UU No. 13 Tahun 1956.24

Adapun program pokok kabinet Ali II ialah:25 a. Pembatalan KMB

b. Perjuangan Irian Barat

22

Baharuddin Lopa, op.cit, hlm. 63. 23

Sartono Kartodirjo, dkk, op.cit, hal. 95 24 Idem.

25

(35)

c. Memulihkan keamanan dan ketertiban pembangunan ekonomi, keuangan industri, pertanian, perhubungan, pendidikan, pertahanan.

d. Melaksanakan keputusan Konferensi Asia Afrika (KAA)

Dengan demikian telah terjadi perubahan dasar perjuangan bangsa Indonesia untuk mendapatkan kembali Irian Barat. Pemerintah Indonesia menggunakan dasar perjanjian Konferensi Meja Bundar untuk menyelesaikan masalah Irian Barat telah berganti dengan menggunakan dasar kekuatan yang lebih tegas dan revolusioner yaitu: Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan Undang-Undang Dasar 1945. Keduanya menjadi dasar pokok perjuangan baik secara hukum dan politik bangsa Indonesia untuk mendapatkan Irian Barat ke pangkuan wilayah Indonesia.26

B. Usaha Diplomasi Melalui Forum Organisasi Internasional

Usaha Indonesia untuk memperoleh dukungan internasional dalam rangka memperjuangkan Irian Barat, mulai ditempuh lewat forum Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955. Indonesia mulai memasukkan permasalahan Irian Barat sebagai perjuangan dari sisa-sisa kolonialisme dan imperialisme dunia, yang menjadi isu utama waktu itu. Hasilnya, Indonesia mendapat dukungan dan spirit dalam memperjuangan pembebasan Irian Barat dari kolonialisme Belanda. Dukungan dan spirit dari peserta KAA itu membuka jalan bagi Indonesia untuk memperjuangkan masalah Irian Barat di forum organisasi internasional PBB.

26

(36)

Setelah dukungan Internasional semakin meluas, rakyat Indonesia mulai bangkit dengan menyelenggarakan rapat-rapat umum untuk membebaskan Iran Barat. Akibatnya sikap anti Belanda semakin meningkat, buruh-buruh yang bekerja pada perusahaan Belanda melakukan pemogokan, majalah dan film yang menggunakan bahasa Belanda dilarang, kapal-kapal terbang Belanda (KLM) juga dilarang mendarat dan terbang di atas wilayah Indonesia, bahkan semua kegiatan konsuler Belanda di Indonesia juga diminta untuk berhenti. 27

Perjuangan diplomasi juga dilakukan lewat Sidang Umum (SU) PBB. Usaha Indonesia untuk membawa persoalan Irian Barat ke forum PBB mendapat reaksi keras dan penolakan dari pihak Belanda. Belanda menganggap bahwa PBB tidak berhak atau tidak competent ikut campur dalam persoalan Irian Barat, dan menilai Indonesia melakukan ekspansi untuk mendapatkan Irian Barat. Walaupun begitu, akhirnya Indonesia berhasil membawa masalah Irian Barat di forum internasional tersebut. Perdebatan soal Irian Barat di forum Sidang umum PBB mulai dari tahun 1954 sampai Tahun 1956 mengalami kegagalan, karena tidak memenuhi forum persetujuan 2/3 anggota yang hadir. Atas kegagalan di forum PBB itu strategi perjuangan Indonesia dalam membebaskan Irian Barat berubah dari diplomasi secara damai menjadi diplomasi tekanan dengan konfrontasi di segala bidang. 28

Kegagalan usaha-usaha penyelesaian secara damai konflik Irian Barat melalui perundingan-perundingan, baik dengan bilateral maupun lewat

27

Wiharyanti, A.K, Sejarah Indonesia dari Proklamasi Sampai Pemilu 2009, Yogyakarta: Univ. Sanata Dharma, 2011, hal. 98.

28

(37)

perantaran PBB, telah menyebabkan perubahan sikap perjuangan Indonesia yaitu dari defensif ke ofensif dari meminta Belanda untuk berunding, menjadi memaksa Belanda untuk berunding. Setelah berkali-kali mengalami kegagalan, Indonesia akhirnya memutuskan untuk mencapai penyelesaian Irian Barat di luar PBB.29

Indonesia kemudian menjalankan politik konfrontasi total terhadap Belanda, bukan saja secara politis tetapi juga secara ekonomis dan militer. Tindakan-tindakan tegas diambil terhadap kepentingan-kepentingan ekonomi Belanda di Indonesia, antara lain menasionalisasikan perusahaan-perusahaan Belanda. Menyangkut hubungan luar negeri, Indonesia melakukan tindakan sepihak dengan memutuskan hubungan diplomatik dengan negeri Belanda Tahun 1960. Tindakan tersebut merupakan upaya tekanan terhadap Belanda agar mau segera menyelesaikan masalah Irian Barat dan dikembalikannya wilayah itu kepada Indonesia.

C. Usaha Diplomasi Indonesia Merebut Kembali Irian Barat di Era

Demokrasi Terpimpin (1959-1960)

Dengan pergantian sistem pemerintahan dari demokrasi parlementer ke demokrasi terpimpin tahun 1959, arah perjuangan pembebasan Irian Barat menjadi radikal. Jika sistem pemerintah sebelumnya banyak ditentukan di meja perundingan yang ditandai dengan jatuh bangunnya kabinet yang berkuasa, maka sejak tampilnya Soekarno sebagai pengendali utama

29

(38)

pemerintahan, arah perjuangan pembebasan Irian Barat banyak ditentukan oleh manuver-manuver strategi diplomasi dengan kekuatan militer. Presiden Soekarno mempunyai keyakinan bahwa pemerintah Belanda tidak berhasrat untuk menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia melalui perundingan dan cara-cara damai. Soekarno menyimpulkan bahwa Indonesia hanya akan dapat memperoleh Irian Barat melalui cara-cara yang menegangkan dan eksplosif. Cara ini akan melibatkan negara-negara besar, dan akan memberikan hasil yang positif. Alat pertama yang dipakai untuk melaksanakan strategi itu ialah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). 30

Pada pidato pertemuan di Sidang Majelis Umum PBB yang kelima belas Tahun 1960, di hadapan para pemimpin dunia, Presiden Sukarno mengajukan tantangan kepada pemerintah Belanda, bahwa Indonesia bertekat bulat untuk membebaskan Irian Barat dengan cara apapun. Dalam pidatonya yang berjudul “Membangun Dunia Kembali”, strategi Soekarno telah berhasil

mendapatkan simpati dunia, terutama menyangkut penghapusan kolonialisme dan imperialisme di dunia, termasuk masalah Irian Barat. Banyak yang bersimpati akan pidato Soekarno, ada yang sangat terkesan untuk bertemu, yaitu Perdana Menteri Harold Mac Millan dari Inggris dan Pangeran Norodom Sihanouk dari Kamboja. Efek pidatonya menjadi sangat berarti yaitu undangan Kerajaan Inggris kepada Soekarno, oleh karena itu muncul kekecewaan Belanda pada sekutunya yang dianggap besimpati pada musuh. Meskipun dunia internasional mulai bersimpati pada perjuangan Indonesia,

30

(39)

Belanda justru membangun kekuatan militernya di Irian Barat. Pemerintah Belanda mengadakan move-move politik dengan mengundang utusan peninjau dari PBB untuk menyaksikan pelantikan Dewan Papua ciptaan Belanda di Irian Barat dengan maksud mendirikan sebuah negara Papua merdeka. Terhadap hal ini pemerintah Indonesia mengatakan bahwa tiap urusan atau misi yang dikirim ke Irian Barat tanpa persetujuan Indonesia dianggap sebagai tindakan ilegal dan tidak bersahabat.31

Pada saat puncak konflik Irian Barat, karena terpojok oleh simpati dunia internasional terhadap claim Indonesia atas Irian Barat, Belanda mengadakan manuver membentuk negara Papua merdeka di Irian Barat dan membentuk seperangkat unsur untuk sebuah negara, seperti menentukan nama negara menjadi West Papua, bangsa Papua, bendera Bintang Kejora dan lagu kebangsaan Papua “Hai Tanahku Papua”. Lebih lanjut Menteri luar negeri

Belanda Joseph Luns, mengajukan usul kepada PBB mengenai dekolonialisasi wilayah Niew Guinea. Tindakan itu membuat kemarahan dari pihak Indonesia terutama Presiden Sukarno dan mencap usaha Belanda itu sebagai memperkukuh kolonialisme dan imperialisme.

Presiden Soekarno sebagai Panglima Tertinggi Militer melihat bahwa rakyat Irian bersama Belanda telah menaikkan bendera Papua dan menyanyikan lagu kebangsaan Papua serta persiapan lain menuju kemerdekaan de jure. Maka pada peringatan hari proklamasi 17 Agustus 1961, dengan terang-terangan Soekarno menjawab ancaman Belanda itu dengan

31

(40)

mengadakan konfrontasi total pembebasan Irian Barat yang lebih dikenal dengan “Trikora”. Selanjutnya atas tindakan itu dibentuk Komando Mandala

Pembebasan Irian Barat yang akan merencanakan dan melaksanakan operasi militer terhadap Belanda.32

Gagalnya Indonesia memperoleh persenjataan militer dari Amerika Serikat (AS), telah berakibat condongnya haluan politik Soekarno (Indonesia) ke arah Blok Timur (komunis), dan mendapat dukungan yang luas dari seluruh lapisan masyarakat maupun pemimpin dan organisasi-organisasi massa. Dari sini arah kebijakan politik Indonesia menyangkut pembebasan Irian Barat juga berubah, dari diplomasi damai lewat organisasi internasional PBB berhaluan ke arah konfrontasi dengan kekuatan militer dan isu perang dingin.

Pemerintah Indonesia kemudian memanfaatkan situasi perang dingin untuk mendapatkan dukungan dari salah satu blok. Indonesia menyadari bahwa di belakang Belanda ada kepentingan yang sangat besar yang berpengaruh, yaitu Amerika Serikat dengan Blok Baratnya yang selalu mendukungnya. Sedangkan di Blok Timur ada Uni Soviet (US) sebagai kekuatan rivalnya. Untuk itu awal strategi diplomasi Indonesia ialah mendekatkan diri pada negara-negara Komunis (US dan Eropa Timur) yang sedang mengekspansi ideologi komunisme di dunia untuk memperoleh dukungan agar memenangkan suara terbanyak dalam konflik Irian Barat di Sidang Umum PBB. Akan tetapi pada tingkat akhir perjuangan dalam resolusi

32

(41)

Sidang Umum PBB 1957 mengalami kegagal karena tidak mencapai forum dua per tiga suara anggota sidang.33

Tindakan Indonesia tidak berhenti sampai di situ, dengan aksi Presiden Soekarno untuk mengadakan lawatan ke berbagai negara yang sangat berpengaruh, seperti ke Amerika Serikat (AS), Uni Soviet (US) dan Republik Rakyat Cina (RRC) telah memperoleh dampak yang positif bagi perjuangan pembebasan Irian Barat. Kunjungan Soekarno ke AS telah membuat kecewa Soekarno karena dalam kunjungan itu tidak diterima secara baik. Hal ini karena telah tertanam dalam hati Presiden AS Eisenhower, sikap anti Soekarno yang dianggap sangat komunis selain itu Eisenhower bersikap netral dan pasif dalam sengketa Indonesia-Belanda mengenai Irian Barat.34

Pada kunjungan selanjutnya ke Uni Soviet Presiden Soekarno mendapat sambutan yang luar biasa dari rakyat Uni Soviet layaknya pemimpin besar dunia.35 Sebaliknya Amerika telah menolak kunjungan balasan dari Indonesia. Hal ini merupakan kesalahan besar AS karena saat itu Indonesia telah berpaling ke Timur (Uni Soviet) dan segala macam kekuatan baik bidang sosial-ekonomi, politik dan militer diarahkan ke Blok Timur. Puncak dari hubungan itu ditandai pembelian secara besar-besaran persenjataan militer dari negara-negara Blok Timur. Dengan demikian ada pembagian keuntungan kedua belah pihak, Indonesia memperoleh kekuatan persenjataan modern

33

Smith. C, op.cit, Hal 52 34

Darnoto. Dkk, op.cit, Hal 140. 35

(42)
(43)

28

BAB III

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERJUANGAN

DIPLOMASI BANGSA INDONESIA

MEREBUT IRIAN BARAT

Kebijakan pemerintah Belanda yang berusaha untuk memisahkan Irian Barat dari wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia terlihat nyata dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). Dalam KMB yang berlangsung tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949, pihak Indonesia menginginkan masalah Irian Barat juga masuk pembahasan untuk diselesaikan. Akan tetapi pihak pemerintah Belanda menolak usul dari pihak Indonesia. Sikap keras pihak Belanda ini tidak menyurutkan pihak Indonesia untuk mendapatkan Irian Barat. Pemerintah Indonesia terus aktif untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan jalan damai lewat berbagai perundingan baik bilateral maupun melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).36

Berbagai upaya diplomasi yang dilakukan sejak tahun 1950 sampai tahun 1957 tidak memberikan hasil yang memuaskan bagi pemerintah Indonesia. Menghadapi sikap pemerintah Belanda yang tidak mau menyelesaikan masalah dengan cara damai telah mengubah kebijakan politik pemerintah Indonesia. Jalan konfrontasi harus ditempuh untuk menekan pihak Belanda. Perubahan kebijakan politik itu dipengaruhi oleh banyak faktor. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perjuangan diplomasi Indonesia merebut kembali Irian Barat ialah:

36

(44)

A. Faktor Politik Pemerintah Indonesia

1. Menggalang kekuatan nasional

Melihat kenyataan bahwa Belanda melakukan program Papuanisasi di Irian Barat dengan tujuan utama memisahkan Irian Barat dari Indonesia, pihak Indonesiapun melakukan usaha-usaha untuk menggagalkan tipu muslihat Belanda. Melalui Menteri Luar Negeri Subandrio di sidang XVI MU PBB 19 Oktober 1961, pihak Indonesia membuat pernyataan yang berhasil menarik simpatik para anggota PBB, terutama negara Barat dan Afrika. Pihak Indonesia pun membuka kedok Belanda yang tidak mau berunding menyelesaikan masalah Irian Barat. Pernyataan tersebut antara lain:37

a. Dalam perundingan-perundingan bilateral yang diadakan sejak tahun1950 sampai 1954, Belanda selalu menolak penyelesaian sengketa Indonesia-Belanda mengenai Irian Barat.

b. Ketika Indonesia mengajukan masalah Irian Barat ke MU PBB untuk mengupayakan penyelesaian masalah Irian Barat dari 1954-1957, Belanda juga selalu menolak melakukan pembicaraan dengan Indonesia untuk menyelesaikan sengketanya mengenai Irian Barat.

c. Setiap kali masalah Irian Barat dibicarakan dalam MU PBB 1954-1957, Belanda selalu menolak campur tangan PBB dalam masalah Irian Barat. Belanda bahkan mengajukan masalah Irian Barat ke MU PBB dengan dalih “dekolonisasi”.

37

(45)

Walaupun pernyataan Menteri Subandrio dapat menarik simpatik anggota PBB tetapi hal tersebut masih tidak membuahkan hasil Belanda masih enggan melakukan perundingan.

Berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya cara diplomasi merupakan cara yang terbaik akan tetapi diplomasi belum menjamin kepastian terhadap penyelesaian masalah secara tuntas. Berbagai usaha diplomatik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan pemerintah Belanda untuk mendapatkan Irian Barat mengalami kegagalan. Itikad baik dari pihak Indonesia ditanggapi dengan sikap keras oleh pihak Belanda yang tetap bersikukuh terhadap penguasaan atas Irian Barat. Gagalnya pengembalian Irian Barat ke dalam pangkuan wilayah Indonesia melalui jalan perundingan damai mengakibatkan pemerintah Indonesia mengakhiri politik damai dengan pihak Belanda.38

Adapun cara lain adalah dengan konfrontasi dalam hal ini tidak menutup kemungkinan jalan konfrontasi militer. Konfrontasi militer pastinya akan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan harta benda. Cara ini akan lebih memberikan jaminan dan kepastian untuk memperoleh hasil yang memuaskan untuk mendapatkan Irian Barat. Pemerintah Indonesia kemudian mengambil kebijakan politik dengan cara menggalang dan menghimpun seluruh potensi nasional dan juga dari pihak luar negeri. Hal ini dilakukan

38

(46)

untuk mensukseskan opsi operasi militer di Irian Barat melawan militer Belanda.39

Penggalangan kekuatan nasional inilah yang kemudian berkembang menjadi politik konfrontasi total terhadap pemerintah Belanda. Konfrontasi total ini tidak hanya sebatas pada aspek politik melainkan juga pada bidang ekonomi dan militer. Pengalaman selama perang kemerdekaan melawan kekuatan militer Belanda telah menyadarkan bangsa Indonesia tentang politik kolonial. Belanda tidak akan mundur selama dia belum yakin bahwa dia kalah. Kebijakan pemerintah Belanda yang memperkuat posisi militernya di Irian Barat telah menunjukkan kekuatannya atas Indonesia.40

Sementara itu tuntutan nasional untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan wilayah Indonesia semakin kuat. Untuk mewujudkan tuntutan nasional tersebut diperlukan kekuatan-kekuatan politik, sosial, ekonomi dan militer sebagai landasan perjuangan yang kuat. Kemudian pemerintah Indonesia membentuk organisasi FNPIB (Front Nasional Pembebasan Irian Barat) yang langsung dipimpin oleh Presiden Soekarno. Dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh sekretariat Pengurus Besar Front Nasional (PBFN) yang bertugas:

a. Menyusun dan membina potensi nasional untuk pembebasan Irian Barat. b. Merencanakan aksi-aksi dan tindakan-tindakan untuk pembebasan Irian

Barat.

39

Ridhani, op,cit, hlm. 37. 40

(47)

Semua kekuatan nasional harus disatukan sehingga mampu memberi tekanan kepada pihak Belanda. Pemerintah Indonesia mempunyai kewajiban untuk memperjuangkan pengembalian Irian Barat yang merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat bahwa wilayahnya meliputi semua bekas jajahan Belanda.41

Presiden Soekarno kemudian mengintensifkan perjuangan untuk mendapatkan Irian Barat kembali ke pangkuan wilayah Indonesia secara fisik. Perjuangan secara fisik dilakukan dengan cara mengirimkan sukarelawan dan sukarelawati Indonesia ke daratan Irian Barat. Hal ini ditempuh untuk menentang setiap kekuasaan asing yang ingin menguasai Irian Barat. Disamping itu juga untuk mempersiapkan kantong-kantong gerilya sebagai inti kekuasaan de facto pemerintah Republik Indonesia. Presiden Soekarno dengan cepat membangun kekuatan militer Indonesia untuk mengimbangi kekuatan militer Belanda.42

2. Dukungan Politik dan Militer dari Uni Soviet

Pada bulan Februari 1960 Ketua Dewan Menteri Uni Soviet Nikita S. Khruschev melakukan kunjungan ke Denspasar. Selama kunjungan Khruschev diadakan pula pembahasan mengenai hubungan dan kerjasama antara Indonesia dan Uni Soviet, salah satunya mengenai sengketa Irian Barat. Dalam pidato kenegaraannya yang berbunyi “satukan kembali Irian Barat dengan Indonesia” Khruschev menyatakan dukungannya kepada Indonesia.

41 Idem. 42

(48)

Selanjutnya pernyataan dukungan Uni Soviet pada perjuangan merebut kembali Irian Barat dicantumkan dalam Deklarasi bersama Indonesia-Uni Soviet. Deklarasi tersebut menyatakan kedua pemerintahan menegaskan kembali bahwa dalam segala manifestasinya harus dihapuskan dan bahwa penghapusan kolonialisme itu adalah sesuai dengan kepentingan-kepentingan perdamaian dunia. Dalam hubungan ini, Uni Soviet mendukung sepenuhnya hak dan tuntutan Republik Indonesia atas Irian Barat.43

Pernyataan dukungan yang berasal dari salah satu negara adikuasa dalam suasana perang dingin itu mempunyai arti politis yang sangat penting yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia dalam perjuangan diplomatik selanjutnya untuk memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Indonesia, dengan tetap mempertahankan poitik luar negeri yang bebas aktif.44

Pada bulan Oktoer 1960, Presiden Soekarno memerintahkan Jenderal A.H. Nasution untuk membeli persenjataan ke Amerika Serikat. Misinya ke Amerika Serikat ini ternyata tidak membuahkan hasil. Kemudian, pemerintah Indonesia menjalin hubungan dengan Uni Soviet untuk mendapatkan peralatan militer. Perdana Menteri Uni Soviet Khrushchev pernah menawarkan bantuan militer kepada Presiden Soekarno.45 Dalam memberikan dukungan politis kepada Indonesia dalam masalah Irian Barat sudah tentu Uni Soviet mempunyai pertimbangan, kepentingan dan tujuannya sendiri. Sebaliknya dukungan politis Uni Soviet itu dimanfaatkan oleh Indonesia untuk kepentingan nasionalnya. Dukungan dari Uni Soviet dipergunakan oleh

43

Enny Soeprapto, op.cit, hal 144-145. 44

Idem 45

(49)

Indonesia untuk meningkatkan perhatian internasional pada masalah Irian Barat sebagai masalah yang dapat memicu konflik antara kedua blok di dunia yang sedang berada dalam perang dingin dan perebutan pengaruh ideologi, jika masalah Irian Barat tidak terselesaikan dengan baik.

Pada tanggal 28 Desember 1960, Presiden Soekarno mengutus Jenderal A.H. Nasution ke Moskow untuk membicarakan dan merundingkan pembelian persenjataan dari pemerintah Uni Soviet. Pembicaraan tersebut memberikan isyarat tentang kebutuhan Indonesia di bidang persenjataan, antara lain pesawat yang dapat terbang dari Jawa membawa bom ke Irian Barat dan kembali ke pangkalan Jawa.46 Khruschev mengindikasi kesedian pemerintahannya untuk memberikan bantuan militer kapan saja Indonesia memerlukannya.

Sebelumnya Indonesia memang tidak pernah secara ekspansip menyatakan kemungkinan digunakannya kekuatan militer untuk merebut kembali Irian Barat. Namun dalam pidato Presiden Soekarno 17 Agustus 1960 yang menyatakan Indonesia akan menggunakan seluruh kekuatan nasionalnya baik politik, ekonomi, sosial dan militer.47 Negosiasi tentang pembelian persenjataan dari Uni Soviet berlangsung pada tanggal 2 sampai 6 Januari 1961. Misi militer yang diemban Jenderal A.H. Nasution ternyata berhasil dengan mendapatkan bantuan kredit sebesar 450 juta dolar untuk membeli segala macam persenjataan dari Uni Soviet. Seluruh pembelian itu dilakukan

46

Nasution, A.H, op.cit, Hal. 51. 47

(50)

secara kredit selama 12 tahun dengan bunga 2,5% pertahun.48 Dari hasil kesepakatan tersebut, kemudian peralatan militer dalam jumlah yang besar mulai mengalir ke Indonesia. Adapun jenis peralatan yang didatangkan oleh pemerintah Indonesia antara lain:49

a. Untuk angkatan udara antara lain: 1) 41 Helikopter MI-4

2) 9 Helikopter MI-6 3) 30 pesawat jet MiG-15

4) 49 pesawat buru sergap MiG-17 5) 10 pesawat buru sergap MiG-19

6) 20 pesawat pemburu supersonik MiG-21

7) Sistem radar udara lengkap dengan persenjataannya b. Untuk angkatan laut antara lain:

1) 12 kapal selam kelas Whiskey 2) Puluhan korvet buah

3) Kapal penjelajah kelas Sverdlov

c. Kapal penjelajah kelas Untuk angkatan darat antara lain: 1) Tank

2) Roket Launcher

3) Peluru kendali ke udara dan ke darat

Pembelian persenjataan dari Uni Soviet itu merupakan pembelian terbesar yang dilakukan Indonesia saat itu. Tujuannya tidak lain adalah

48

Nasution, A.H, op.cit, hal 70. 49

(51)

mempersiapkan potensi militer Indonesia dengan kekuatan yang dapat diperhitungkan, jika perlu untuk membebaskan Irian Barat dengan kekuatan bersenjata. Dengan demikian Belanda mulai menyadari apabila Irian Barat tidak diserahkan secara damai kepada Indonesia dalam waktu tertentu, maka Indonesia akan berusaha membebaskannya dengan kekuatan militer.50

3. Tri Komando Rakyat

Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengambil kebijakan politik tentang komando rakyat untuk membebaskan Irian Barat yang diberi nama Trikora (Tri Komando Rakyat). Kebijakan ini diambil dalam rangka untuk mengakomodasi semangat rakyat Indonesia yang sangat kuat untuk mengusir Belanda dari Irian Barat. Trikora ini merupakan jawaban pemerintah Republik Indonesia terhadap Belanda yang membentuk dan menyetujui Komite Nasional Papua untuk membentuk Negara Papua. Trikora yang dikomandokan oleh Presiden Soekarno secara revolusioner di Yogyakarta berisikan tiga perintah, yaitu:

a. Gagalkan pembentukan Negara boneka Papua buatan Belanda kolonial b. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia

c. Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa

Komando Trikora ini merupakan bentuk ketegasan Presiden Soekarno untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan wilayah Indonesia sekalipun

50

(52)

dengan jalan perang.51 Implementasi dari Trikora banyak rakyat Indonesia yang dimobilisasi menjadi sukarelawan dan dilatih kemiliteran untuk kesiapan berperang. Home front juga diperkuat dengan gerakan dan peningkatan produksi bahan makanan untuk mendukung perang. Hal ini dilakukan untuk mensukseskan Trikora pembebasan Irian Barat. Kemudian Angkatan Perang Republik Indonesia mengambil gerak cepat untuk melakukan tindakan di Irian Barat. Pengamanan dan pengintaian secara intensif dilakukan oleh militer Indonesia di perbatasan wilayah Irian Barat yang dikuasai oleh Belanda.52

Trikora telah meyakinkan Belanda dan Amerika Serikat bahwa rencana menggunakan kekuatan militer membebaskan Irian Barat bukanlah sebagai gertakan belaka. Mengingat berbagai kondisi tersebut maka tidaklah ada pilihan lain bagi Amerika Serikat, baik demi kepentingan strategisnya di Asia-Pasifik maupun demi kepentingan globalnya, untuk mengintensifkan upaya diplomatiknya guna membantu tercapainya penyelesaian secara damai dalam masalah Irian Barat.

4. Komando Mandala Pembebasan Irian Barat

Untuk menjamin koordinasi dan kelancaran Trikora, kemudian dibentuk Staf Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat yang langsung dipimpin oleh Presiden Soekarno sebagai Panglima Besar. Presiden Soekarno memerintahkan kepada Jenderal A.H. Nasution selaku KSAD untuk menyusun operasi gabungan. Perintah ini mengandung arti bahwa tingkat

51

Baharuddin lopa, op.cit, hlm. 87 52

(53)

perjuangan pembebasan Irian Barat telah memasuki perjuangan bersenjata. Pemerintah Indonesia telah menyiapkan kemampuan militernya untuk menghadapi perang terbuka melawan militer Belanda di Irian Barat. Pada tanggal 15 Januari 1962 telah terjadi kontak senjata antara militer Indonesia dengan militer Belanda di laut Arafuru.53

Dalam kontak senjata tersebut, kapal perang Republik Indonesia yang bernama MTB RI Macan Tutul yang dikomandani oleh Komodor Yosaphat Sudarso tenggelam. Presiden Soekarno yang mendapat berita tentang gugurnya Deputi Kepala Staf Angkatan Laut Komodor Yosaphat Sudarso menjadi marah. Presiden Soekarno kemudian memerintahkan Mayor Jenderal Soeharto selaku Panglima Komando Mandala untuk segera mengadakan operasi militer di Irian Barat. Mayor Jenderal Soeharto, kemudian menyusun strategi pembebasan Irian Barat dengan tahapan infiltrasi, exploitasi dan konsolidasi. Pelaksanaan operasi Komando Mandala dengan berbagai sandi operasi ternyata berhasil menekan posisi militer Belanda di Irian Barat. Mayor Jendral Soeharto terkejut adanya perintah dari Presiden Soekarno untuk menghentikan operasi militer karena adanya kesepakatan perdamaian dengan Belanda. Adanya kesepakatan penghentian permusuhan tidak mengurangi kewaspadaan militer Indonesia untuk tetap siaga penuh. Hal ini dilakukan untuk menjaga hasil diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Pada tanggal 28 Agustus 1962, Panglima Mandala Mayjend Soeharto mengeluarkan sebuah gagasan strategi baru. Strategi baru ini dilakukan

53

(54)

berdasarkan perkembangaan politik yang sudah berubah. Kebijakan strategi baru ini berisikan:

a. Kebijaksanaan pelaksanaan strategi sampai 1 Oktober 1962:

1) Menghentikan semua infiltrasi ke daratan Irian Barat.

2) Merencanakan dan mempersiapkan perebutan sasaran terbatas.

3) Merencanakan dan mempersiapkan penyelenggaraan penambahan untuk pasukan yang telah didaratkan.

4) Mengkonsolidasikan dan mempersiapkan pasukan yang berada di Irian Barat untuk tugas penguasaan wilayah.

b. Kebijaksanaan pelaksanaan strategi setelah 1 Oktober 1962:

1) Mengkonsolidasikan keamanan dalam negeri untuk menghadapi offensive

Belanda dengan dalih lalu lintas bebas

2) Merencanakan dan melaksanakan operasi penguasaan wilayah daratan Irian Barat.

3) Mempersiapkan unsur-unsur Kodam, Kodamar, Korud. Komisariat Kepolisian dan Pemerintahan Sipil serta alat-alat kekuasan Republik Indonesia untuk mengawasi penyerahan administrasi pemerintahan sementara PBB kepada Indonesia.

c. Kebijaksanaan pelaksanaan strategi setelah tanggal 1 Mei 1963:

1) Menegakan kekuasaan Republik Indonesia.

2) Memajukan kesejahteraan lahir dan batin bagi rakyat Irian Barat

(55)

Pada tanggal 31 Oktober 1962, Panglima Komando Mandala memerintahkan pelaksanaan Operasi Sadar. Hal ini dilakukan untuk:54

i. Mengamankan pelaksanaan persetujuan New York, bahwa pada tanggal 31 Desember 1962 akan dilakukan penurunan bendera Belanda dan bendera Indonesia dikibarkan.

ii. Pengamanan unsur-unsur pemerintahan dan melakukan tugas pengawasan di wilayah Irian Barat.

Sebagai petunjuk dari Operasi Sadar ini, kemudian diperintahkan untuk mempersiapkan menghadapi penyerahan administrasi pemerintahan Irian Barat dai UNTEA kepada Indonesia tanggal 1 Mei 1963. Operasi ini juga dilakukan untuk melaksanakan operasi bakti untuk menanamkan kesadaran mental terhadap penduduk Irian Barat.55

B. Faktor Politik Pemerintah Belanda

Pada bulan Oktober 1959, Pemerintah Belanda mengadakan pembicaraan dengan pemerintah Australia membahas penggabungan Irian Barat dengan Irian Timur yang dikuasai Australia. Diplomasi politik yang dilakukan pemerintah Belanda ini jelas menunjukkan kepada pihak pemerintah Indonesia tentang pengukuhan pemisahan Irian Barat. Upaya-upaya yuridis dan politis yang dilakukan oleh pihak Belanda sejak 1950 untuk memisahkan Irian Barat dari Indonesia diperkuat dengan dukungan militer. Disamping itu, pemerintah Belanda juga mengajak Jerman Barat dan Amerika

54

Ridhani, op,cit, hlm. 228. 55

(56)

Serikat untuk membangun perekonomian di Irian Barat. Sejak bulan Mei 1960, pihak Belanda telah melakukan ekspedisi militer dengan melakukan pengiriman kapal-kapal perang, pesawat militer dan pasukan untuk memperkuat posisinya di Irian Barat.56

Perkembangan politik internasional ternyata telah mempengaruhi kebijakan politik pemerintah Belanda. Pada tahun 1960, Majelis Umum PBB menerima deklarasi tentang dekolonisasi. Melihat perkembangan politik ini, pemerintah Belanda kemudian mengubah siasatnya mengenai Irian Barat. Belanda mendukung dekolonisasi dan mempromosikan hak penentuan nasib sendiri di Irian Barat. Langkah pemerintah Belanda ini hanya untuk menciptakan kesan baik kepada masyarakat internasional. Akan tetapi ini hanyalah taktik politik belaka untuk memisahkan Irian Barat dari bagian Indonesia dan sebagai daya upaya dekolonisasi.57 Di Irian Barat, pemerintah Belanda membentuk Dewan Papua yang dimaksudkan sebagai badan perwakilan sementara. Disamping itu, dibentuk pula partai politik dengan nama Partai Nasional. Kebijakan politik ini merupakan langkah persiapan bagi pelaksanaan penentuan nasib sendiri di Irian Barat. Pembentukan Dewan Papua, Partai Nasional dan Komite Nasional Papua bertujuan untuk memisahkan Irian Barat dari wilayah Indonesia.58

(57)

Nasional Papua yang diresmikan tanggal 19 Oktober 1961, menyampaikan manifest politiknya yang berisi tentang:

a. Penentuan bendera Papua

b. Penentuan lagu kebangsaan Papua

c. Penggantian nama West Nieuw Guinea menjadi Papua Barat d. Penentuan nama bangsa di wilayah itu sebagai bangsa Papua e. Penentuan tanggal pengibaran bendera Papua 1 November 1961.

Pemerintah Belanda akhirnya memutuskan tanggal pengibaran bendera Papua jatuh pada 1 Desember 1961 dan sekaligus memberikan kemerdekaan. Tindakan ini merupakan manuver politik sebagai manifesto suara rakyat Irian Barat yang menghendaki kemerdekaan.59

Tindakan Belanda untuk menginternasionalkan masalah Irian Barat dan langkah-langkah Papuanisasi dipandang oleh Indonesia sebagai provokasi. Tindakan-tindakan Belanda itu telah memaksa Indonesia memilih jalan lain yaitu jalan kekerasan. Indonesiapun mulai meningkatkan kekuatan militer dan persenjataan. Melihat keadaan gawat tersebut Amerika yang khawatir akan dampak konflik persenjataan antara Indonesia-Belanda, sangat aktif melakukan kegiatan-kegiatan diplomatik dengan Indonesia dan Belanda, yang mendorong kedua negara ini mau melakukan perundingan.

Tiga belas tahun lamanya diperlukan Belanda untuk mengubah sikapnya sejak 1949. Baru Juni 1962 Belanda bersedia menerima

59

(58)

kemungkinan penempatan Irian Barat di bawah pemerintahan Indonesia. Perubahan sikap itu disebabkan oleh faktor sebagai berikut:60

a. Kegagalan usaha Belanda di PBB untuk menginternasioanlkan masalah Irian Barat dengan mengundang campur tangan PBB.

b. Kegagalan memperoleh dukungan internasional atas program “Negara

Papua”

c. Tekanan Amerika Serikat terhadap Belanda untuk menerima kenyataan bahwa penyelesaian masalah Irian Barat hanya mungkin akan tercapai bilamana Indonesia menerima kondisi-kondisi penyelesaian itu.

d. Meningkatnya tekanan-tekanan terhadap kedudukan Belanda di Irian Barat sebagai akibat meningkatnya operasi-operasi yang dilancarkan angkatan bersenjata Indonesia dalam melaksanakan Trikora.

C. Faktor Perubahan Politik Luar Negeri Amerika Serikat

Pada tahun 1961 masa jabatan kedua President Eisenhower berakhir. Penggantinya adalah Presiden John F. Kennedy yang mengambil kebijakan berbeda dari pendahulunya Presiden Eisenhower. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden John F. Kennedy memegang kendali atas kebijakan politik luar negeri secara langsung. Ia lebih menghargai keinginan negara-negara yang baru merdeka untuk bersikap netral dalam antagonisme internasional. Dalam hal ini, akan terjalin hubungan kerja sama yang saling menguntungkan antara Amerika dengan negara-negara tersebut. Pemerintah

60

(59)

Kennedy yakin kerjasama semacam itu dalam jangka panjang akan lebih efektif dalam mencegah negara-negara tersebut menjadi komunis.61

Presiden Kennedy dalam merumuskan kebijakan politik luar negerinya ada dua kelompok pembantunya yang berseberangan. Kelompok yang pertama bersikap anti Presiden Soekarno, sedangkan kelompok yang kedua lebih menganut cara pendekatan yang positif terhadap Indonesia. Para penasehat yang berasal dari kelompok pertama cenderung berpandangan Eropa-sentris. Orang-orang dari kelompok ini mendasarkan pandangan mereka atas persahabatan yang sudah lama terjalin antara Amerika dan Belanda. Alasan lain adalah pentingnya posisi Belanda sebagai sekutu Amerika Serikat dalam pakta pertahanan NATO di Eropa Barat. Berdasarkan pertimbangan itu para penasehat dari kelompok ini cenderung mendukung posisi Belanda atas Irian Barat. Mereka juga curiga bahwa pemerintahan Indonesia itu cenderung condong ke blok komunis dan oleh karena itu tidak selayaknya mendapat dukungan dari Amerika.62

Sedangkan kelompok penasehat yang kedua cenderung membela Indonesia. Menurut mereka, dukungan terhadap Indonesia itu penting untuk mencegah ketidakstabilan politik yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok komunis. Dengan maksud agar Indonesia tidak menjadi sumber krisis internasional baru yang akan menguntungkan Blok Komunis. Mereka mengusulkan supaya Presiden Kennedy menjalankan kebijakan politik yang mendukung kepentingan Indonesia. Pemerintahan Kennedy berusaha

61

Baskara T Wardaya, Indonesia Melawan Amerika Konflik Perang Dingin 1953-1963, Yogyakarta, Galang Press, 2008, hlm. 230.

62

(60)

membangun kembali hubungan Amerika dengan pemerintahan Presiden Soekarno yang sebelumnya renggang. Amerika juga mempunyai tujuan untuk mencegah supaya dalam konteks perseteruan perang dingin Indonesia tidak makin erat dengan blok komunis. Dengan kata lain kebijakan Kennedy terhadap Indonesia merupakan discontinuity tetapi sekaligus continuity atas kebijakan pemerintahan sebelumnya. Dua aspek ini tampak sangat jelas dalam kebijakan pemerintahan Kennedy atas permasalahan Indonesia dengan Belanda soal Irian Barat.63

Betapapun banyaknya tekanan, pemerintahan Kennedy tetap menolak untuk memberikan dukungan kepada Belanda dalam sengketa Irian Barat. Kebijakan politik Amerika Serikat ini sangat berbeda dari sikap yang diambil pemerintahan sebelumnya. Kebijakan pemerintahan Kennedy terhadap Indonesia banyak didasarkan pada keinginan untuk mencari solusi terbaik atas masalah Irian Barat. Kebijakan ini menyiratkan adanya keinginan dari pemerintahan Kennedy untuk membangun kembali hubungan baik dengan pemerintahan Indonesia. Presiden Kennedy kemudian segera mengambil kebijakan politik untuk membawa persoalan Irian Barat ke forum PBB. Presiden Soekarno menanggapinya dengan pesimis karena kebijakan politik Amerika sebelumnya selalu mendukung Belanda. Kesabaran Presiden Soekarno sudah habis untuk melakukan diplomasi, salah satu jalan untuk mendapatkan Irian Barat hanya dengan kekuatan militer.

63

Referensi

Dokumen terkait

Dari Tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa varietas ubi jalar yang mengandung β-karoten paling besar adalah umbi ubi jalar yang berwarna oranye kemudian umbi ubi jalar

 Spesifikasi minimum ini adalah merujuk kepada jadual spesifikasi yang dikeluarkan oleh KPM kepada syarikat kontrak bermasa bagi Tender Membekal, Menghantar,

Indikator lain dalam penanggulangan kusta di Indonesia adalah angka proporsi cacat tingkat 2 dan proporsi anak (kurang dari 15 tahun). Di antara kasus baru sebesar 5%.

public services are oft en deeply root ed in their polit ical and social cont ext s. These effect s rem ain st atist ically robust across all regression specifications.

[r]

Dengan demikian, untuk mengantisipasi dampak signifikan yang ditimbulkan dari ancaman tersebut maka organisasi perlu menerapkan suatu rencana pemulihan yang

Capaian indicator pada Tri Wulan I tahun 2016 sudah mencapai standar yaitu 100%.

3valuasi ini dilakukan pada tahap persiapan, meliputi jumlah DM, Perlengkapan yang diperlukan, rencana acara yang akan dilaksanakan, jumlah anggaran yang dibutuhkan,