• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS ( INFORMED CONSENT )

Dalam dokumen PEDOMAN REKAM MEDIS 2005-2010 (Halaman 103-114)

PROSEDUR TETAP/STANDAR OPERATING PROCEDURE A. STANDAR PENDAFTARAN PASIEN BARU

KERAHASIAAN REKAM MEDIS

C. PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS ( INFORMED CONSENT )

Setiap pasien yang datang ke Rumah Sakit harus mengikuti peraturan yang berlaku pada Rumah Sakit tersebut. Bilamana pasien hanya datang untuk berobat jalan maka aspek hukum yang diterimanya

relatif lebih sederhana dari pada bilamana pasien itu harus dirawat. Dari hubungan ini terlihat bahwa setiap pasien yang mendapat pelayanan tersebut mempunyai hak untuk memperoleh atau menolak pengobatan. Bial pasien dalam perwalian maka walilah yang mengatas namakan keputusan hak tersebut pada pasien.

Didalam Rumah Sakit hal ini mengenai keputusan pasien (atau wali) dapat ditemukan dengan dua cara, yang lazim dikenal dengan persetujuan yang meliputi :

− Persetujuan langsung, berarti pasien/wali segera menyetujui usulan pengobatan yang ditawarkan piahk Rumah Sakit. Persetujuan dalam bentuk lisan atau tulisan. − Persetujuan secara tak langsung, tindakan pengobatan

dilakukan dalam keadaan darurat atau ketidak mampuan mengingat ancaman terhadap nyawa pasien.

Selain kedua jenis persetujuan diatas terdapat pula suatu jenis persetujuan khusus dalam hal mana pasien/wali wajib mencantumkan pernyataan bahwa kepadanya telah dijelaskan suatu informasi terhadap apa yang akan dilakukan oleh tim medis, resiko dan akibat yang akan terjadi bilamana suatu tindakan diambil. Persetujuan ini dikenal dengan istilah informed consent, hanya diperlukan bilamana pasien akan dioperasi atau akan menjalani prosedur pembedahan tertentu. Pemberian persetujuan atau penolakan terhadap perlakuan yang akan diambil tersebut menjadi bukti yang syah bagi rumah sakit , pasien dan dokter.

Demi menjaga kemungkinan–kemungkinan yang akan timbul maka sebaiknya rumah sakit melakukan dua kali pengambilan persetujuan (apabila ternyata kemudian ada tindakan khusus), yaitu :

a. Disaat pasien akan dirawat : Penanda Tanganan dilakuan setelah pasien mendapat penjelasan dari petugas penerima pasien di tempat pendaftaran. Penanda tanganan persetujuan disini adalah untuk pemberian persetujuan dalam pelaksanaan prosedur diagnostik, pelayanan rutin Rumah Sakit dan pengobatan medis umum.

b. Persetujuan khusus (Informed Consent). Sebelum dilakukannya suatu tindakan medis diluar prosedur a. diatas , misalnya pembedahan.

Dokter yang menangani pasien harus menjelaskan hal–hal yang akan dilakukan secara jelas. Dalam hal ini, dokter jangan sekali–sekali memberi garansi kesembuhan kepada pasien, tetapi didiskusikan dan jelaskan keuntungan yang diharapkan sehingga pasien dapat dapat berfikir dan menetapkan keputusannya. Dokter dapat meminta persetujuan kepada suami/istri pasien. Apabila pasien karena mempengaruhi fungsi seksual dan reproduksi pasien atau tindakan yang dapat mengakibatkan kematian janin dalam kandungan. Keputusan ini diambil sebagai upaya hubungan kemanusiaan dan tidak muktlak untuk mengobati pasien.

Dalam masalah persetujuan ini rumah sakit sering menghadapi permasalahan seperti untuk kasus otopsi dan adopsi. Pada dasarnya otorisasi dan otopsi. Adopsi adalah sama seperti untuk operasi/pembedahan. Dalam hal ini rumah sakit harus betul–betul terjamin keselamatannya melalui bukti tanda tangan bagi orang yang berhak. Berkas dari pada pasien yang akan di otopsi harus memiliki lembaran peritah otopsi.

Perintah pelaksanaan otopsi dapat ditinjau dalam dua kejadian :

a. Otopsi atas permintaan keluarga pasien, dimana didalamnya terdapat tanda tangan keluarga pasien. b. Otopsi atas permintaan polisi untuk pembuktian.

Adanya permintaan jenazah pasien, bagian tubuh tertentu, kremasi ataupun pernyataan bahwa jenazah tidak diambil keluarga dan lain sebagainya harus senantiasa dikuatkan oleh tanda tangan dari berbagai pihak termasuk didalamnya saksi I, II sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dalam kaitan ini selain intansi kamar jenazah maka dalam berkas rekam medis pun juga harus memilik dasar penguat dalam bentu formulir persetujuan yang telah ditanda tangani oleh pihak -pihak yang bersangkutan tersebut. Dlam hal ini kasus adopsi pihak–pihak yang bersangkutan harus benar–benar bertanggung jawab untuk segera menandatangani formulir atau keterangan adopsi. Pihak rumah sakit harus melibatkan unsur saksi sebagai penguat disamping adanya pernyataan resmi secara tertulis dari pihak yang menerima. Dalam hal mana seorang anak tidak diambil oleh keluarganya maka pihak rumah sakit dapat meneruskannya kepada yayasan atau badan resmi yang berwewenang dan dianggap syah oleh negara. Segala korespondensi yang terjadi dalam hal adopsi harus dijaga kerahasiannya. Pihak Unit Rekam Medis harus dapat menjamin bahwa berkasnya telah lengkap. Bilamana perlu dirasakan untuk menyendirikan laporan adopsi dari berkas pencatatan pasien maka Kepala Unit Rekam Medis harus dapat mengambil kebijaksanaan tersebut dan memberi kode tertetu dalam berkas rekam medis pasien tersebut. Selanjutnya surat adopsi tersebut disimpan dalam tempat khusus yang terkunci.

Berbicara tentang pemberian informasi kadang–kadang membingungkan bagi seorang petugas rekam medis karena harus mempertimbangkan setiap situasi bagi pengungkapan suatu informasi dari rekam medis ini permintaan terhadap informasi banyak datang dari pihak ketiga yang akan membayar biaya seperti: asuransi, perusahaan yang pegawainya mendapat perawatan dirumah sakit. Dan lain-lain. Disamping itu pasien dan keluarganya. Dokter dan staf medis. Dokter dan rumah sakit lain yang turut merawat serang pasien lembaga pemerintahan dan badan–badan lain juga sering meminta informasi tersebut. Meskipun kerahasiaan menjadi faktor terpenting dalam hal pengelolaan rekam medis, akan tetapi harus diingat bahwa hal tersebut bukanlah faktor satu-satunya yang menjadi dasar kebijaksanaan dalam pemberian informasi. Hal yang sama pentingnya ialah dapat selalu menjaga/memelihara hubungan baik dengan masyarakat oleh karena itu perlu adanya ketentuan-ketentuan yang wajar dansenan tiasa dijaga bahwa hal tersebut tidak merangsang hak peminta informasi untuk mengajukan tuntutan lebih jauh kepada rumah sakit.

Seorang pasien dapat memberikan persetujuan untuk memeriksa isi rekam medisnya dengan memberi surat kuasa. Orang-orang yang membawa surat kuasa ini harus menunjukan tanda pengenal (identitas) yang syah kepada pimpinan rumah sakit, sebelum mereka diijinkan meneliti isi rekam medis yang diminta. Badan-badan pemerintah sering kali Meminta informasi rahasia tentang seorang pasien. Apa bila tdak ada undang-undang yang menetapkan hak satu badan pemerintah untuk

menerima informasi tentang pasien, mereka hanya dapat memperoleh inpormasi atas persetujuan (persetujuan) dari pihak yang bersangkutan sebagaimana yang berlaku bagi badan-badan swasta. Jadi patokan yang perlu dan harus senantiasa diingat oleh petugas rekam medis adalah; “surat persetujuan untuk memberikan informasi yang ditanda tangani oleh seorang pasien atau pihak yang bertanggung jawab, selalu diperlakukan untuk setiap pemberian infdrmasi dari rekam medis terutama dalam keadaan belum adanya peraturan perundangan yang mengatur hak tersebut”. Pada saat ini makin banyak usaha-usaha yang bergerak dibidang asuransi, diantaranya ada asuransi sakit, kecelakaan, pengobatan asuransi tenaga kerja dan lain-lain. Untuk dapat membayar klaim asuransi dari pemengang polisnya perusahaan asuransi tersebut dahulu memperoleh informasi tertentu yang dapat dalam rekam medis seorang pasien selama mendapat pertolongan perawatan di rumah sakit. Informasi banyak dapat memberikan apabila ada surat kuasa/persetujuan tertulis yang ditanda tangani oleh pasien yang bersangkutan. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan jasa asuransi sehingga makin banyak jumlah pemegang polis, rumah sakit harus mampu mengadakan satu formulir standart yang memberikan perlindungan maksimum kepada pasien dan mempercepat waktu pengisiannya oleh petugas rumah sakit . Untuk melengkapi persyaratan bahwa surat kausa/persetujuan harus ditanda tanganani oleh yang bersangkutan, rumah sakit menyediakan formulir surat kuasa, dengan

demikian tanda tangan dapat diperoleh pada saat pasien tersebut masuk dirawat.

Pimpinan rumah sakit, setelah berkonsultasi dengan bagian Rekam Medis dan Komite Rekam Medis, menetapkan suatu peraturan yang mengatur pemberian informasi yang berasal dari rekam medis itu. Peraturan–peraturan tersebut hendaklah diseberluaskan kedalam lingkungan kerja rumah sakit maupun perorangan atau organisasi– organisasi yang sering berhubungan dengan bagian rekam medis untuk meminta informasi yang berkaitan dengan rekam medis.

Ketentuan–ketentuan berikut secara umum dapat dijadikan pedoman bagi saetiap rumah sakit, kecuali jika ada ketentuan–ketentuan khusus yang ditetapkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.

1. Setiap informasi yang bersifat medik yang di miliki oleh rumah sakit tidak boleh disebarkan oleh pegawai rumah sakit itu, kecuali bila ada pimpinan rumah sakit mengijinkan.

2. Rumah sakit tidak boleh dengan sekehendaknya menggunakan rekam medis dengan cara yang dapat membahayakan kepentingan pasien, kecuali jika rumah sakit itu sendiri akan menggunakan rekam medis tersebut bila perlu untuk melindungi dirinya atau mewakilinya.

3. Para asisten dan dokter yang bertanggung jawab boleh dengan bebas berkonsultasi dengan bagian rekam medis dengan catatan yang ada hubungannya dengan pekerjaanya. Andaikata ada keragu–raguan di pihak staf Rekam Medis, maka persetujuan masuk ke tempat rekam medis itu boleh di tolak dan persoalanya hendaknya diserahkan kepada keputusan pimpinan rumah sakit. Bagaimanapun salinan rekam medis tidak boleh dibuat tanpa persetujuan khusus dari kepala bagian rekam medis, yang akan bermusyawarah dengan pimpinan dengan pimpinan rumah sakit jika ada keragu–raguan. Tidak seorangpun boleh memberikan informasi lisan atau tertulis kepada seorang diluar organisasi rumah sakit tanpa persetujuan tertulis dari pihak pimpinan rumah sakit (perkecualian : mengadakan diskusi mengenai kemajuan dari pada kasus dengan keluarga atau wali pasien yang mempunyai kepentingan yang syah).

4. Dokter tidak boleh memberikan persetujuan kepada perusahaan asuransi atau badan lain untuk memperoleh rekam medis.

5. Badan–badan sosial boleh mengetahui isi data sosial dari rekam medis, apabila mempunyai alasan–alasan yang syah untuk memperoleh informasi, namun untuk data medisnya tetap diperlukan surat persetujuan dari pasien yang bersangkutan.

6. Permohonan pasien untuk memperoleh informasi mengenai catatan dirinya diserahkan kepada dokter yang bertugas merawat.

7. Permohonan secara lisan, permintaan informasi sebaiknya di tolak, karena cara permintaan harus ditulis.

8. Informasi rekam medis hanya dikeluarkan dengan surat kuasa yang ditanda tangani dan diberi tanggal oleh pasien (walinya jika pasien tersebut secara mental tidak kompeten). Atau keluarga terdekat kecuali jika ada ketentuan lain dalam peraturan. Surat kuasa hendaklah juga ditanda tangani dan diberi tanggal oleh orang yeng mengeluarkan rekam medis dan disimpan di dalam berkas rekam medis tersebut.

9. Informasi di dalam rekam medis boleh diperlihatkan kepada perwalian rumah sakit yang syah untuk melindungi kepentingan rumah sakit dalam hal–hal yang bersangkutan dengan pertanggung jawaban.

10. Informasi boleh diberikan kepada rumah sakit lain ,tanpa surat kuasa yang ditanda tangani oleh pasien berdasarkan permintaan dari rumah sakit itu yang menerangkan bahwa sipasien sekarang dalam perawatan mereka.

11. Dokter dari luar rumah sakit yang mencari keterangan mengenai pasien pada suatu rumah sakit, harus memiliki surat kuasa dari pasien tersebut. Tidak boleh seorang beranggapan bahwa karena pemohon seorang dokter ia seolah–olah lebih berhak untuk memperoleh informasi dari pemohon yang bukan dokter. Rumah sakit dalam hal ini akan berusaha memberikan segala pelayanan yang pantas kepada dokter luar, tetapi selalu berusaha lebih memperhatikan kepentingan pasien dan rumah sakit.

12. Ketentuan ini tidak saja berlaku bagi bagian Rekam Medis , tetapi juga berlaku bagi bagi semua orang yang menangani rekam medis di bagian perawatan, bangsa–bangsa dan lain–lain.

13. Rekam medis yang asli tidak boleh dibawa keluar rumah sakit, kecuali bila atas permintaan pengadilan, dengan surat kuasa khusus tertulis dari pimpinan rumah sakit.

14. Rekam medis tidak boleh diambil dari penyimpanan untuk dibawa kebagian lain dari rumah sakit, kecuali jika diperlukan untuk transaksi dalam kegiatan rumah sakit itu. Apabila mungkin rekam medis ini hendaknya diperiksa dibagian setiap waktu dapat dikeluarkan bagi mereka yang memerlukan.

15. Dengan persetujuan pimpinan rumah sakit, pemakaian rekam medis untuk keperluan riset diperbolehkan. Mereka yang bukan dari staf medis rumah sakit, apabila ingin melakukan riset harus memperoleh persetujuan tertulis dari pimpinan rumah sakit.

16. Bila suatu rekam medis diminta untuk dibawa kepengadilan segala ikhtiar hendaklah dilakukan supaya pengadilan menerima salinan foto statik rekam medis yang dimaksud. Apabila hakim meminta

yang asli, tanda terima harus diminta dan disimpan di folder jangan sampai rekam medis yang asli tersebut kembali.

17. Fakta bahwa seorang majikan telah membayar atau telah menyetujui untuk membayar ongkos rumah sakit bagi seorang pegawainya, tidak dapat dijadikan alasan bagi rumah sakit untuk memberikan informasi medis pegawai tersebut kepada tadi tanpa surat kuasa /persetujuan tertulis dari pasien atau walinya yang syah.

18. Pengesahan untuk memberikan informasi hendaklah berisi indikasi mengenai periode–periode perawatan tertentu. Surat kuasa/persetujuan itu hanya berlaku untuk informasi medis termasuk dalam jangka waktu /tanggal yang ditulis didalamnya.

D. REKAM MEDIS DI PENGADILAN

Penyuguhan informasi yang diambil dari rekam medis sebagai bukti dalam suatu sidang pengadilan, atau didepan satu badan resmi lainnya, senantiasa meruoakan proses yang wajar. sesungguhnya rekam medis disimpan dan dijaga baik bukan semata–mata untuk keperluan medis dan administratif, tetapi juga karena isinya sangat diperlukan oleh individu dan organisasi yang secara hukum berhak mengetahuinya. Rekam medis ini adalah catatan kronologis yang tidak disangsikan kebenarannya tentang pertolongan, perawatan, pengobatan, seorang pasien selama mendapatkan pelayanan di rumah sakit. Penyimpanan dan pemeliharaan merupakan satu bagian dari keseluruhan kegiatan rumah sakit.

Sebagai satu dalil yang umum dapat dikatakan setiap informasi di dalam rekam medis dapat di pakai sebagai bukti, karena rekam medis adalah dokumen resmi dalam kegiatan rumah sakit. Jika pengadilan dapat memastikan bahwa rekam medis itu tidak dapat disangkal kebenarannya dan dapat dipercayai, maka keseluruhan atau sebagian dari informasi dapat dijadikan bukti yang memenuhi persyaratan. Apabila salah satu

pihak bersengketa dalam satu acara pengadilan menghendaki pengungkapan isi rekam medis di dalam sidang, ia meminta perintah dari pengadilan kepada rumah sakit yang menyimpan rekam medis tersebut. Rumah sakit yang menerima perintah tersebut wajib mematuhi dan melaksanakannya. Apabila ada keragu–raguan tentang isi perintah tersebut dapat diminta penjelasan dari pengadilan yang bersangkutan. Dengan surat tersebut diminta seorang sanksi untuk datang dan membawa rekam medis yang dimintanya atau memberikan kesaksian di depan sidang. Apabila diminta rekam medisnya saja pihak rumah sakit dapat membuat copy dari rekam medis yang diminta mengirimkan kepada bagian Tata Usaha Pengadilan, setelah dilegalisasi oleh pejabat yang berwewenang (dalam hal ini pimpinan rumah sakit). Namun harus ditekankan bahwa rekam medis tersebut benar–benar hanya diperlukan untuk keperluan pengadilan. Dalam suatu kasus mungkin sebagian dari rekam medis atau mungkin seluruh informasi dari rekam medis dipergunakan. Hakimdan pembela bertanggung jawab untuk mengatasi setiap perbedaan ketentuan perundangan dalam hal pembuktian. Tanggung jawab seorang ahli rekam medis adalah berperan sebagai saksi yang obyektif.

Pihak Rumah Sakit tidak dapat memperkirakan setiap saat, rekam medis yang mana yang akan diminta oleh pengadilan. Oleh karena itu, rekam medis kita anggap dapat sewaktu–waktu dilihat/diperlukan untuk keperluan pemeriksaan oleh hakim dipengadilan. Konsekuensinya, terhadap rekam medis pasien yang telah keluar dari rumah sakit harus

dilakukan analisa kuantitatif secara seksama. Selain isian/tulisan didalam rekam medis yang dihapus, tanpa paraf, dan setiap isi yang ditanda tangani ataupun tidak sesuai dengan ketentuan rumah sakit harus di tolak dan dikembalikan kepada pihak yang bersangkutan untuk diperbaiki/dilengkapi. Kedudukan kepala unit rekam medis memberikan tanggung jawab/kepercayaan khusus di suatu rumah sakit, dengan demikian harus senantiasa menjaga agar rekam medis semuanya benar– benar lengkap. Materi yang buktian bersifat medis harus ditinggal apabila rekam medis diminta untuk keperluan pengadilan, kecuali jika diminta. E. ADOPSI : Asal kata adop artinya Mengangkat Anak Pedoman rekam medis menghadapi rekam medis dengan kasus adopsi

sbb :

a. Adopsi telah mengakibatkan orang tua kandung melepaskan hak mereka untuk memeriksa berkas rekam medis anaknya telah diangkat. Sebab, dengan pengangkatan itu seluruh hak orang tua telah berakhir.

b. Adopsi telah mengakibatkan orang tua baru menerima hak sebagai orang tua asli berarti berhak untuk memeriksa berkas rekam medis anak angkatnya hingga mencapai dewasa . Namun orang tua baru tidak boleh melihat berkas rekam medis masa lampau sianak. Dalam hal ini petugas rekam medis wajib mengeluarkan semua identitas masa lampaunya yang berkaitan dengan orang tua asli sewaktu orang tua baru memeriksa berkas rekam medis anak angkat yang telah menjadikan anak kandung. c. Anak angkat mempunyai hak untuk membaca berkas rekam medis

dirinya pada saat mencapai usia dewasa namun petugas rekam medis harus menurut identitas orang tua aslinya, seperti pada keterangan diatas.

BAB VII

PENGEMBANGAN REKAM MEDIS

Dalam dokumen PEDOMAN REKAM MEDIS 2005-2010 (Halaman 103-114)

Dokumen terkait