• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perspektif petani terhadap pembentukan lembaga pengaturan hasil hutan rakyat

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.8 Kesatuan Unit Pengelolaan Hutan Rakyat

5.8.1 Perspektif petani terhadap pembentukan lembaga pengaturan hasil hutan rakyat

Pengaturan hasil merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam pengelolaan hutan rakyat yang memiliki andil yang besar dalam menentukan keberhasilan pengelolaan hutan rakyat. Dengan kata lain, usaha pengelolaan hutan rakyat dapat terwujud dengan baik apabila dimensi hasil dapat dicapai melalui serangkain strategi dan kegiatan manajemen yang tepat. Namun Sangat disayangkan, kegiatan pengaturan hasil hutan rakyat yang dilakukan oleh petani selama ini tidak mempertimbangkan kelestarian hasil. Oleh karena itu dalam unit kelembagaan pengelolaan hutan rakyat masalah yang berkaitan dengan pengaturan hasil hutan rakyat perlu mendapat perhatian yang serius.

Salah satu solusi yang dilakukan adalah dengan mendirikan semacam koperasi simpan pinjam. Dengan adanya koperasi tersebut bisa memberikan pinjaman lunak kepada petani yang membutuhkan uang. Dengan demikian, para petani tersebut tidak perlu untuk menebang pohon mereka yang belum “masak tebang” atau tidak termasuk dalam rencana pemanenan. Sebaliknya, pohon/ hutan

milik petani yang sebenarnya sudah siap tebang, namun para pemiliknya belum merasa perlu untuk menebangnya, bisa dianjurkan untuk tetap ditebang dan uang yang dihasilkan bisa disimpan dalam koperasi. Selain itu pula dalam koperasi ini juga akan mengatur sistem pemasaran hasil hutan secara bersama-sama diantara petani hutan rakyat. Namun hal ini akan sulit dilaksanakan jika tidak ada komitmen yang kuat diantara anggota kelompok tani. Oleh karena itu, diperlukan pendampingan-pendampingan yang intensif baik dari pemerintah, LSM dan kalangan akademik untuk mendorong terbentuknya kelembagaan yang solid.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden, sebanyak 67 orang (74,44%) responden setuju jika dibentuk lembaga pengaturan hasil hutan rakyat secara berkelompok, untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 33 dan 34.

Tabel 33 Distribusi jawaban responden terhadap pembentukan lembaga pengaturan hasil hutan rakyat secara berkelompok

Pembentukan lembaga pengaturan hasil hutan rakyat

secara berkelompok dalam satu desa Frekuensi Persentase(%)

Setuju 67 74,44

Tidak setuju 23 25,56

Jumlah 90 100

Alasan responden setuju untuk membentuk lembaga pengaturan hasil hutan rakyat secara berkelompok, antara lain: adanya rasa saling percaya, harga jual kayu tidak jatuh, keuntungan yang diperoleh lebih besar, mempermudah pemasaran, dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pemanenan menjadi lebih sedikit.

Tabel 34 Alasan petani setuju untuk membentuk lembaga pengaturan hasil hutan rakyat secara berkelompok

Alasan setuju pengaturan hasil secara berkelompok dalam satu desa

Frekuensi Persentase (%)

Adanya rasa saling percaya 3 3,33

Harga jual kayu tidak jatuh 32 35,55

Keuntungan yang diperoleh lebih besar 10 11,11

Mempermudah pemasarannya 14 15,56

Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pemanenan

lebih sedikit 8 8,89

1. Adanya rasa saling percaya

Rasa saling percaya antara masyarakat di Daerah pedesan masih cukup kuat sehingga hal tersebut menjadi salah satu alasan sebanyak 3 orang (3,33%) responden menyatakan setuju untuk membentuk suatu lembaga pengaturan hasil secara berkelompok. Dengan adanya rasa percaya antara orang yang satu dengan yang lainnya membuat beberapa responden tersebut yakin akan terbentuk lembaga pengaturan hasil secara berkelompok yang kompak dan serasi nantinya karena pada dasarnya antara orang yang satu dengan orang yang lainnya mempunyai tujuan yang sama. Dengan adanya lembaga tersebut diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat desa sehingga dapat membawa masyarakat pada kehidupan yang lebih baik dan sejahtera.

2. Harga jual kayu tidak jatuh

Sebanyak 32 orang (35,55%) responden menyatakan setuju untuk membentuk lembaga pengaturan hasil hutan rakyat secara berkelompok dengan alasan agar harga jual kayu nantinya tidak jatuh. Dalam kegiatan penjualan kayu pihak yang paling menentukan harga jual kayu adalah para pembeli/tengkulak akibatnya petani tidak mempunyai bargaining position yang cukup tinggi. Hal tersebut karena petani biasanya menjual kayu dalam jumlah yang sedikit sehingg harga tawar yang diberikan oleh tengkulak masih rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlu dibentuk kelompok usaha pengaturan hasil yang dapat menghimpun komoditas hasil kayu hutan rakyat dalam jumlah yang lebih banyak.

3. Keuntungan yang diperoleh lebih besar

Sebanyak sepuluh orang (11,11%) responden menyatakan setuju untuk membentuk lembaga pengaturan hasil hutan rakyat secara berkelompok dengan alasan agar keuntungan yang diperoleh dari hasil hutan rakyat yang diperoleh semakin besar. Selama ini petani hutan rakyat menebang pohon miliknya pada umur yang relatif muda untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu menyebabkan keuntungan yang diperoleh petani hutan rakyat dari dari hasil penjual kayu belum optimal. Dengan adanya kelompok usaha pengaturan hasil ini para anggotanya nanti tidak perlu menebang pohon pada umur yang masih muda

agar keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan kayu menjadi lebih optimal/besar.

4. Mempermudah pemasarannya

Sebanyak 14 orang (15,56%) responden menyatakan setuju untuk membentuk lembaga pengaturan hasil hutan rakyat secara berkelompok dengan alasan agar pemasaran hasil hutan rakyat menjadi lebih mudah untuk dipasarkan. Selama ini para petani biasanya menjual hasil kayu dari hutan rakyat kepada pedagang pengumpul/tengkulak dalam bentuk pohon berdiri sebab jumlah hasil kayu dari hutan rakyat yang dijual hanya sedikit. Dengan adanya kelompok usaha pengaturan hasil hutan rakyat kayu yang dihimpun dari para anggotanya bisa langsung dijual kepada pedagang besar maupun ke industri-industri kayu dalam bentuk log maupun kayu gergajian.

5. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pemanenan lebih sedikit

Sebanyak delapan orang (8,89%) responden menyatakan setuju untuk membentuk lembaga pengaturan hasil hutan rakyat secara berkelompok dengan alasan agar biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pemanenan menjadi lebih sedikit. Selama ini kebanyak petani menjual hasil kayu dari hutan rakyat dalam bentuk pohon berdiri kepada para pedagang pengumpul/tengkulak karena mahalnya biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pemanenan, sedangkan bila kayu dijual dalam bentuk pohon berdiri semua biaya pemanenan ditanggung oleh pedagang/tengkulak. Dalam hal ini sangat disayangkan harga jual untuk pohon berdiri masih murah sehingga keuntungan yang diperoleh petanipun terbilang masih rendah. Dengan adanya kelompok usaha pengaturan hasil hutan rakyat, komoditi dari hutan rakyat tersebut dijual dalam bentuk log maupun kayu gergajian. Oleh karena itu biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pemanenan langsung ditanggung sendiri oleh sekumpulan anggota yang ingin menjual kayu dari hutan rakyat nya. Semakin banyak anggota yang ingin menjual kayu maka biaya pemanenan yang dikelurakan bisa ditanggung bersama-sama dan menjadi lebih murah.

Namun selain itu pula, ada beberapa responden yang merasa tidak perlu dibentuk lembaga pengaturan hasil hutan rakyat secara berkelompok (Tabel 35)

dengan alasan tidak bisa bebas menjual hasil kayu dari hutan rakyat miliknya kapan saja (13,33%) dan terlalu banyak aturan-aturan yang mengikat (12,23%).

Tabel 35 Alasan petani tidak setuju untuk membentuk lembaga pengaturan hasil hutan rakyat secara berkelompok

Alasan tidak setuju pengaturan hasil secara berkelompok dalam satu desa

Frekuensi Persentase (%)

Tidak bisa bebas menjual hasil kayunya kapan saja 12 13,33

Terlalu banyak aturan-aturan yang mengikat 11 12,23

Jumlah 23 25,56

1. Tidak bisa bebas menjual hasil kayu dari hutan rakyat miliknya secara bebas Sebanyak 12 orang (13,33%) responden tidak setuju untuk membentuk lembaga pengaturan hasil hutan rakyat secara berkelompok dengan alasan jika nanti ingin menjual kayu tidak bebas lagi menjualnya kapan saja sebab setiap orang mempunyai kebutuhan yang berbeda antar orang yang satu dengan orang yang lain sehingga jika sistem penebangan disepakati dan dibatasi seperti itu takutnya jika tiba-tiba ada keperluan mendesak tidak bisa menjual kayu dari hutan rakyat miliknya.

2. Terlalu banyak aturan-aturan yang mengikat

Sebanyak 12 orang (13,33%) responden tidak setuju untuk membentuk lembaga pengaturan hasil hutan rakyat secara berkelompok dengan alasan jika dibentuk suatu lembaga pengaturan hasil nantinya pastinya akan ada banyak peraturan-peraturan yang mengikat bagi anggotanya. Beberapa responden tersebut tidak mau di repotkan atau dibatasi dengan aturan-aturan yang ada dalam kelembagaan tersebut.

Dokumen terkait