• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perspektif Ulama Salaf dan Khalaf Tentang Keluarga Berencana

LANDASAN TEORI

A. Fatwa MUI Terhadap Vasektomi Dan Tubektomi Dalam Keluarga Berencana

3. Perspektif Ulama Salaf dan Khalaf Tentang Keluarga Berencana

Ber - KB dalam pengertian untuk mecegah kehamilan akibat hubungan badan suami-istri telah dikenal sejak masa Nabi dengan perbuatan 'Azl yang sekarang dikenal dengan coitus-interuptus, yakni jima’ terputus, yaitu melakukan ejakulasi di luar vagina ( faraj ) sehingga sperma tidak bertemu dengan indung telur istri. Dengan demikian tidak mungkin terjadi kehamilan karena indung telur tidak dapat dibuahi oleh sperma suami.

36Hadist Musnad Ahmad dalam kitab Muwatha’ Malik No Alamiyah : 1117 / Daar Al-Ma’rifah Libanon : 1328, Kitab Penyusuan, Bab Himpunan Pengetahuan Penyusuan, Ensiklopedi Hadits. Hal. 968

Mengenai ‘Azl telah diungkapkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim.

ﻲﺒﻧ ﻚﻟذ ﻎﻠﺒﻓ ﻢﻠﺳو ﻪﻴﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر ﺪﻬﻋ ﻰﻠﻋ لﺰﻌﻧ ﺎﻨﻛ لﺎﻗ ﺮﺑﺎﺟ ﻦﻋ ﺎﻨﻬﻨﻳ ﻢﻠﻓ ﻢﻠﺳو ﻪﻴﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﷲا لﺰﻨﻳ نآﺮﻘﻟا ﺔﻳاوﺮﻟا ﻲﻓو

.

Artinya :

“Dari Jabir dia berkata : “Kami melakukan 'Azl di masa Rasulullah SAW, kemudian hal itu disampaikan kepada Nabi SAW, namun beliau tidak melarang kami".37

Dalam hadits lain dari sahabat Jabir yang diriwayatkan oleh Sunan Abu Daud disebutkan :

ﺮﺑﺎﺟ ﻦﻋ : لﺎﻘﻓ ﻢﻠﺳو ﻪﻴﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر ﻰﻟإ رﺎﺼﻧﻷا ﻦﻣ ﻞﺟر ءﺎﺟ : لﺎﻗ ,

ﻪﻧﺈﻓ , ﺖﺌﺷ نإ ﺎﻬﻨﻋ لﺰﻋا : لﺎﻘﻓ , ﻞﻤﺤﺗ نأ ﻩﺮﻛأ ﺎﻧأو ﺎﻬﻴﻠﻋ فﻮﻃأ ﺔﻳرﺎﺟ ﻲﻟ نإ , ﺖﻠﻤﺣ ﺪﻗ ﺔﻳرﺎﺠﻟا نإ : لﺎﻘﻓ , ﻩﺎﺗأ ﻢﺛ ﻞﺟﺮﻟا ﺚﺒﻠﻓ : لﺎﻗ ﺎﻬﻟ رﺪﻗ ﺎﻣ ﺎﻬﻴﺗﺄﻴﺳ ﺪﻗ ﺎﻣ ﺎﻬﻴﺗﺄﻴﺳ ﻪﻧأ ﻚﺗﺮﺒﺧأ ﺪﻗ : لﺎﻗ .ﺎﻬﻟ ر

Artinya :

"Dari sahabat Jabir berkata : salah seorang dari kalangan Ashar datang menemui Rasulullah SAW lalu ia berkata : sungguh aku memiliki seorang jariah sedang aku sendiri menggaulinya, akan tetapi aku tidak mengingikannya hamil. Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan lakukanlah ‘Azl jika engkau menghendaki karena dengan begitu hanya

37Imam Muslim, dalam kitab Sahih Muslim, Bab Hukum ‘Azl. Juz IV, hal.160.

akan masuk sekedarnya saja. Atas dasar itulah kemudian ia melakukan

‘Azl. Kemudian ia mendatangi rasul dan berkata : sungguh jariah itu telah hamil, maka Rasulullah SAW pun berkata : aku telah beritahu kamu bahwasanya sperma akan masuk sekedarnya ( ke rahimnya ) dan akan membuahi".38

Kedua hadits di atas merupakan hadits taqriri yang menunjukkan bahwa berbuatan ‘Azl yang dilakukan dalam rangka upaya menghindari kehamilan dapat dibenarkan ( tidak ada larangan ). Jika ‘Azl dilarang maka akan dijelaskan dalam Al-qur’an yang masih turun pada waktu itu atau ditegaskan oleh nabi sendiri. Nabi hanya mengingatkan ‘Azl hanya ikhtiar manusia untuk menghindari kehamilan, sedangkan kepastiannya berada ditangan Allah SWT. Demikian pula alat-alat kontrasepsi atau cara-cara lainnya, tidak menjamin sepenuhnya berhasil.

Secara esensial dan sharih, kedua hadits di atas inilah yang dijadikan dasar hukum dan nash tentang dibolehkannya ber-KB menurut hukum Islam, sekaligus sebagai dalil untuk mengkiaskan penggunaan alat kontrasepsi seperti kondom dan sejenisnya sebagaimana akan dijelaskan nantinya. Meskipun demikian dalil-dalil yang sharih tentang KB tidaklah ditemukan dalam Al-qur’an, kecuali hanya terdapat dalam beberapa ayat yang dapat diambil pengertian secara umum saja seperti, ketika Allah memberikan peringatan kepada manusia supaya tidak meninggalkan cucu-cucu yang lemah sehingga dikhawatirkan kesejahteraan hidupnya dikemudian hari,39 sama juga halnya ketika Allah menganjurkan bagi para ibu supaya menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh yang

38Abu Daud, dalam kitab Sunan Abu Daud, Bab ‘Azl Juz II, hal.252.

39Kementrian Agama RI, AMCF Al-Qur’an dan terjemah, ( cet : Adhwaul bayan 2015 ), lihat ( QS. An-Nisaa; 9 ). Hal. 78

diartikan sekaligus sebagai anjuran menjarangkan kehamilan, tanggung jawab suami-istri dan menjaga resiko yang ditimbulkan oleh anak-anak.40 Mengenai resiko dan kesusahan bagi seorang ibu akibat mengandung dan melahirkan anak-anak ini, ditegaskan pula dalam surah Al-luqman ayat 14, surah Al-Ahqaf ayat 15 dan beberapa ayat lain tentang fitnah yang disebabkan oleh anak yang banyak.

Mengenai Keluarga Berencana atau setidak-tidaknya mencegah kehamilan “Keluarga Berencana”, dikenal sekarang terjadi silang pendapat ulama di antara mereka ada yang membolehkan dan ada pula yang melarangnya.

1) Pendapat Ulama Salaf

Melihat macam-macam metode kontrasepsi pada umumnya : a. Kontrasepsi hormonal

b. Diafragma dan cervical cap c. Spermisida

d. IUD ( spiral )

e. Perencanaan keluarga alami

f. Penarikan penis sebelum terjadinya ejakulasi g. Metode amenorea menyusui.41

h. Kontrasepsi darurat i. Sterilisasi

40 Kementrian Agama RI, AMCF Al-Qur’an dan terjemah, ( cet : Adhwaul bayan 2015 ), Lihat ( QS. Al-Baqarah; 233 ). hal. 37

41 Amenore laktasi adalah sebuah metode alat kontrasepsi alami yang didasarkan oleh fakta bahwa laktasi atau menyusui dapat menyebabkan ibu mengalami amenore ( berhentinya menstruasi ). Amenore laktasi juga dapat dikatakan sebagai waktu di mana menyusui dapat menekan menstruasi dan kesuburan.

Dari kesembilan jenis kontrasepsi ini para ulama memberikan fatwa dengan banyak rincian. Mana saja dari kesembilan macam di atas memiliki kesamaan dengan yang disampaikan dalam fatwa, maka hukumnya pun sebagaimana yang ditetapkan.

Keputusan Haiah Kibar Ulama No.42 tanggal 13 / 4 / 1396 H dari kitab fatawa yang berkaitan dengan pengobatan, halaman 309.

“Dalam pertemuan ke delapan yang laksanakan oleh Haiah Kibar Ulama, yang diadakan pada paruh pertama dari bulan Rabi’ul Awal 1369 H. Majelis membahas masalah menunda kehamilan, membatasi keturunan dan mengaturnya. Berdasarkan keputusan yang ditetapkan pada pertemuan ketujuh yang dilaksanakan pada paruh pertama dari bulan Sya’ban pada tahun 1395 H yang memasukkan judul tersebut dalam agenda kegiatan pertemuan ke delapan. Majelis mempelajari makalah yang disiapkan oleh Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmu dan Fatwa.

Dan setelah bertukar pendapat dan berdiskusi di antara anggota dan mendengarkan sudut pandang masing-masing, Majelis menetapkan sebagai berikut :

Melihat bahwa syariat Islam menginginkan bertambah banyak dan tersebarnya keturunan. Keturunan merupakan nikmat yang besar dan karunia yang agung dari AllahSWT kepada hamba-hambanya.

Ulama yang membolehkan seperti Imam al-Ghazali dalam kitabnya,

“Ihya 'Ulumuddin” dinyatakan, bahwa ‘Azl tidak dilarang, karena kesukaran yang dialami si ibu disebabkan sering melahirkan. Motifnya

antara lain; untuk menjaga kesehatan si ibu, untuk menghindari kesulitan hidup, karena banyak anak, dan untuk menjaga kecantikan si ibu.42

Kemudian Syekh Al-Hariri ( Mufti Besar Mesir ).43 Beliau berpendapat bahwa menjalankan KB bagi perorangan ( individu ) hukumnya boleh dengan beberapa ketentuan seperti, untuk menjarangkan anak, untuk menghindari suatu penyakit bila ia mengandung, untuk menghindari kemudharatan bila ia mengandung dan melahirkan dapat membawa kematiannya ( secara medis ) untuk menjaga kesehatan si ibu, karena setiap hamil selalu menderita suatu penyakit kandungan, dan untuk menghindari anak dari cacat fisik bila suami atau istri mengindap penyakit kotor.

Selanjutnya adalah Mahmud Syaltut berpendapat, bahwa pembatasan keluarga ( ﻞﺴﻨﻟا ﺪﻳﺪﺤﺗ ) bertentangan dengan sayriat Islam.

umpamanya membatasi keluarga hanya 3 anak saja dalam segala macam situasi dan kondisi. Atau dalam bahasa inggrisnya “Birth control”

sedangkan pengaturan kelahiran ( ﻞﺴﻨﻟا ﻢﻴﻈﻨﺗ ), menurut beliau tidak bertentangan dengan ajan Islam, umpamanya menjarangkan kelahiran karena situasi dan kondisi khusus, baik yang ada hubungannya dengan keluarga yang bersangkutan, maupun ada kaitanya dengan kepentingan masyarakat dan negara. Alasan lain yang membolehkan adalah

suami-42 Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin (Beirut : Dar Ma’rifah,t.th.),Juz II, Hal.52.

43 Beliau adalah Andullah bin Muhammad bin Yusuf, berasal dari Harar berketurunan asy-Syaibi dan al-Abdari beliau juga merupakan seorang mufti dan pakar ilmu fiqih di Harar sebelum berumur 18 tahun. Dan wafat pada tahun 2008 silah di rumahnya Beirut tepat pada usia 105 tahun.

istri yang mengindap penyakit berbahaya dan dikhawatirkan menular kepada anaknya.44

Adapun beberapa ulama-ulama yang melarang ber-KB adalah sebagai berikut Madkour Guru Besar Hukum Islam pada fakultas Hukum, dalam tulisannya; “Islam and Family Planning” dikemukakan antara lain

“bahwa beliau tidak menyetujui KB jika tidak ada alasan yang membenarkan perbuatan itu. Beliau berpegang pada prinsip hal-hal yang mendesak membenarkan perbuatan terlarang”. Abul ‘Ala Al-Maududi ia adalah salah seorang ulama yang menentang pendapat orang yang membolehkan pembatasan kelahiran. Menurut beliau Islam satu agama yang berjalan sesuai dengan fitrah manusia. Dikatakannya “ barang siapa yang mengubah perbuatan Tuhan dan menyalahi undang-undang fitrah, adalah mematuhi perintah setan”. Menurut Al-Maududi salah satu tujuan pernikahan adalah mengekalkan jenis manusia dan mendirikan suatu kehidupan yang beradab.45

Di samping pendapat-pendapat di atas, ada juga para ulama yang menggunakan dalil-dalil yang pada prinsipnya menolak KB, di antaranya adalah : surah al-An’am; 151, surah al-Isra’; 31. Maksud dari dua ayat ini adalah tidak memberi kesempatan untuk hidup, sama halnya dengan membunuh walaupun tidak secara langsung, alasannya karena takut melarat (miskin). Padahal Allah telah menjamin rizki hamba-hamba-Nya.

44Abd Salam, Pembaharuan Pemikiran Islam Antara Fakta dan Realita ( Yogyakarta; Les fi,2003 ), hal. 170.

45 Ali Hasan, Masalah Kontemporer Hukum-Hukum Islam ( Jakarta; Raja Grafindo Persada,t.th. ) hal. 37 - 38.

Sebagaimana RasulullahSAW bersabda :

ﻲﻧﺈﻓ دﻮﻟﻮﻟا دودﻮﻟا ا جوﺰﺗ .ﻢﻣﻷا ﻢﻜﺑ ﺮﺛﺎﻜﻣ

Artinya :

“Kawinlah kalian dengan wanita yang mempunyai sifat kasih sayang dan banyak anak, karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya kamu dengan ummat-ummat yang lain”.46

Dari hadis di atas dapat dipahami, bahwa Nabi Muhammad SAW sangat merasa bangga apabila umat beliau banyak. Menjalankan KB berarti memperkecil jumlah umat, secara lahiriyah memang demikian tetapi tentu yang dikehendaki adalah umat yang banyak dan berkualitas, sebagai pengikut setia beliau, bukan penentang ajaran Islam yang dibawahnya.47

Syaikh Ibnu Bazz menasehatkan dalam fatwanya, “Maka wajib untuk meninggalkan perkara ini ( membatasi kelahiran ), tidak membolehkannya dan tidak menggunakannya kecuali darurat. Jika dalam keadaan darurat maka tidak mengapa, seperti :

a) Sang istri tertimpa penyakit di dalam rahimnya, atau anggota badan yang lain, sehingga berbahaya jika hamil, maka tidak mengapa (menggunakan pil-pil tersebut) untuk keperluan ini.

b) Demikian juga, jika sudah memiliki anak banyak, sedangkan istri keberatan jika hamil lagi, maka tidak terlarang mengonsumsi pil-pil

46 Abu Daud, Sunan Abu Daud, Juz II, h.220. Lihat juga Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi Juz 1,h.6. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah Juz 1, hal. 592.

47Hasan, Masalah Kontemporer Hukum-Hukum Islam, hal. 37-39.

tersebut dalam waktu tertentu, seperti setahun atau dua tahun dalam masa menyusui, sehingga ia merasa ringan untuk kembali hamil, sehingga ia bisa mendidik dengan selayaknya.48

C. Pandangan Medis Tentang Vasektomi dan Tubektomi Pada

Dokumen terkait