• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Petis

2.3.2 Persyaratan mutu petis

Sebagai referensi Syarat Mutu dan Keamanan Pangan Petis berdasarkan SNI 2326:2010. Standar ini meliputi sfesifikasi teknis petis.

Pengujian yang dilakukan terhadap petis : Sensori, abu, Cemaran mikroba, Cemaran logam, dan Kimia. Dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Persyaratan mutu dan keamanan pangan petis

Jenis uji Satuan Pesyaratan

a Sensori Angka (1-9) Minimal 7

b Cemaran mikroba

- ALT Koloni/g Maks 5,0x103

- Escherichia coli APM/g <3

- Salmonella Per 25 g Negatif

- Staphylococcus aureus Koloni/g Maks 1x103

- Vibrio cholerae* Per 25 g Negatif

- Kapang* Koloni/g Maks 5,0x101

Salah satu limbah hasil pengolahan perikanan yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan petis adalah tulang dan duri ikan bandeng, limbah kepala udang, cangkang kepiting, dan lainnya.

Pemanfaatan limbah tulang dan duri ikan bandeng sebagai bahan baku pembuatan petis akan mengurangi pencemaran lingkungan dan meningkatkan nilai ekonomis dari tulang/duri ikan bandeng. Petis Dapat dimanfaatkan sebagai penyedap rasa pada beberapa masakan seperti rujak cingur, nasi goreng, sambel udang dan tahu campur. Petis berpeluang menjadi pengganti terasi selain itu penggunaan petis sebagai bahan penyedap rasa masakan akan mengurangi penggunaan monosodium glutamat (MSG) yang kurang baik bagi kesehatan. Oleh karena itu petis ini memiliki peluang pasar yang potensial dalam negeri.

2.4. Analisis Mutu 2.4.1. Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).

Sifat dari metode analisa kadar air dengan menggunakan metode oven berdasarkan pada gravimetri, yaitu berdasarkan pada selisih berat sebelum pemanasan dan setelah pemanasan. Sehingga sebelum dilakukan analisa, terlebih dahulu dilakukan penimbangan cawan yang akan dipergunakan untuk mengeringkan sample. Penimbangan dilakukan sampai berat cawan konstan, yaitu dengan memanaskan cawan dalam oven pada suhu 100-105oC selama 1 jam (Anonim, 2011).

2.4.2. Kadar Protein

Protein adalah molekul yang sangat vital untuk organisme dan terdapat di semua sel yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida.

Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor (Santoso 2008). Struktur & fungsi ditentukan oleh kombinasi, jumlah dan urutan asam amino sedangkan sifat fisik dan kimiawi dipengaruhi oleh asam amino penyusunnya (Page 1997).

Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon (Santoso 2008).

2.4.3. Kadar Lemak

Lemak atau minyak (lipid) adalah senyawa yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik atau pelarut non polar seperti ether, benzena, dan khloroform (Setiasih & Sukarti, 2008, hal. 1). Berdasarkan sumbernya, lemak dibedakan menjadi dua, yaitu lemak nabati (misalnya kelapa, margarin, kacang tanah, kemiri, buah avokad, minyak goreng nabati), serta lemak hewani (misalnya daging, minyak ikan, susu, keju, mentega dan gajih atau lemak hewan) (Widmer, 2006, hal. 11).

Penentuan kadar minyak atau lemak suatu bahan padat dapat dilakukan dengan menggunakan alat Soxhlet. Cara ini dapat juga digunakan untuk ekstraksi minyak dari suatu bahan yang mengandung minyak.

Ektraksi dengan alat Soxhlet merupakan cara ekstraksi yang efisien karena dengan alat ini pelarut yang digunakan dapat diperoleh kembali (Setiasih &

Sukarti, 2008, hal. 23).

Penentuan kadar lemak yang terkandung dalam suatu bahan pangan perlu dilakukan untuk mengetahui kandungan lemak pada bahan pangan agar dapat memperbaiki sifat untuk beberapa keperluan tertentu dengan pengolahan.

2.4.4. Kadar Abu

Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organic dan air. Sisanya terdiri dari unsur- unsur mineral. Unsur mineral juga di kenal sebagai zat organic atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu.

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu :

1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat., pektat dan lain-lain.

2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logam alkali (Anonim, 2010).

2.4.5. Kadar karbohidrat

Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi tubuh manusia. Manusia memenuhi kebutuhan karbohidrat setiap harinya dari makanan pokok yang dikonsumsi, seperti dari beras, jagung, sagu, ubi, dan lain sebagainya. Akan tetapi bukan berarti karbohidrat hanya terdapat pada golongan bahan makanan yang telah disebutkan di atas, pada golongan buah dan beberapa jenis sayur dan kacang- kacangan juga terdapat kandungan karbohidrat meskipun kandungannya tidak sebanyak golongan serealia dan umbi. Karbohidrat dapat digolongan menjadi dua macam yaitu karbohidrat sederhana dengan karbohidrat kompleks atau dapat pula menjadi tiga macam, yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida.

2.5. Uji Organoleptik

Uji organoleptik atau uji indera atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari produk.

Syarat agar dapat disebut uji organoleptik adalah:

1. Ada contoh yang diuji yaitu benda perangsang.

2. Ada panelis sebagai pemroses respon.

3. Ada pernyataan respon yang jujur, yaitu respon yang spontan, tanpa penalaran, imaginasi, asosiasi, ilusi, atau meniru orang lain.

Dalam penilaian bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat indrawinya. Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati,

dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut. Indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi suatu produk yaitu :

1. Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta bentuk bahan.

2. Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus.

3. Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang menandakan produk tersebut telah mengalami kerusakan.

4. Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa , maka rasa manis dapat dengan mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah, rasa asam pada pinggir lidah dan rasa pahit pada bagian belakang lidah.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2017, bertempat di Laboratorium Miniplant Program Studi Agroindustri Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

Pengujian komposisi kimia dilaksanakan pada Laboratorium Nutrisi dan Kimia Jurusan Budidaya Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain; Pisau stainless stell, loyang, baskom plastik, panci presto, saringan halus, kain saring, wajan talenan,

timbangan, blender, spatula, kompor gas dan tabung

Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain; Cangkang kepiting rajungan, rumput laut K. alvarezii, tepung tapioka, gula merah, garam, dan gula pasir.

3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan konsentrasi penambahan rumput laut pada taraf yaitu 12%, 15%, dan 18%. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 2 kali ulangan dan dibandingkan dengan kontrol (tanpa penambahan rumput laut). Pengamatan dilakukan terhadap parameter yang menjadi indikator mutu petis yang meliputi analisis proksimat dan mutu organoleptik.

3.3.2. Prosedur Pengolahan Petis Ekstrak Cangkang Kepiting yang Difortifikasi dengan Rumput Laut K. alvarezii

1. Cangkang kepiting rajungan dicuci bersih.

2. Cangkang kepiting rajungan dimasak menggunakan panci presto sampai lunak dengan lama pemasakan Β± 1,5 jam. Perbandingan cangkang kepiting rajungan dengan air yang digunakan adalah 1 : 4.

3. Cangkang kepiting rajungan dipisahkan dengan air pemasakan dengan cara disaring. Kemudian cangkang dihancurkan dan dihaluskan menggunakan blender. Sisa air pemasakan disimpan untuk digunakan sebagai air pemasakan petis.

4. Cangkang kepiting yang telah halus disaring menggunakan kain saring dan diambil ekstraknya kemudian dicampur dengan sisa air pemasakan dan dimasukkan ke dalam wajan.

5. Wajan yang telah berisi campuran air sisa pemasakan dan ekstrak cangkang kepiting rajungan dipanaskan sampai mendidih. Kemudian nyala api kompor dikecilkan.

6. Campuran tepung tapioka sebanyak 1,5% (b/b) dari cangkang kepiting rajungan disiapkan dengan cara dilarutkan dalam air

7. Larutan ekstrak cangkang kepiting ditambahkan tepung tapioka yang telah dilarutkan.

8. Kemudian adonan petis ditambahkan gula merah sebanyak 3,5% (b/b) dari cangkang kepiting rajungan yang sebelumnya telah diencerkan,

9. Adonan petis dimasak sampai mendidih.

10. Saat adonan mulai mengental, dilakukan penambahan rumput laut sesuai konsentrasi perlakuan yang diterapkan yaitu 12, 15 dan 18%.

11. Adonan petis dipanaskan sampai terbentuk pasta yang kental, jika sudah mengental ditambahkan garam sebanyak 0,15% dan gula pasir sebanyak 0,25%.

12. Petis yang telah mengental diangkat sambil tetap diaduk dan dikipasi.

13. Setelah dingin petis kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik.

14. Petis yang dihasilkan dianalisa komposisi kimianya dan tingkat kesukaan konsumen (mutu organoleptik)

Proses pengolahan ekstrak cangkang kepiting yang difortifikasi dengan rumput laut K. alvarezii disajikan pada diagram alir berikut.

Gambar 4. Alur proses pembuatan petis ektrak cangkang kepiting Cangkang

3.4. Prosedur Pengujian

3.4.1. Kadar Air (AOAC, 1995)

Cawan porselen dikeringkan pada suhu 105oC selama 1 jam.

Kemudian didinginkan dan ditimbang, contoh yang akan ditentukan kadar airnya ditimbang sebanyak 5 gram. Cawan yang telah berisi contoh dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC sampai beratnya konstan. Kadar air dihitung berdasarkan persamaan berikut :

100%

Sejumlah 0.02-0.05 gram sampel dimasukkan dalam labu Kjeldahl 100 ml kemudian ditambah 2-3 gram katalis (1.2 gram Na2SO4 dan 1 gram CuSO4) dan 2-3 ml H2SO4 pekat, lalu dilakukan destruksi hingga larutan menjadi jernih. Setelah itu didinginkan kemudian sampel didestilasi dan ditambah 35 ml aquades dan 10 ml NaOH 50%. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer berisi 5 ml H3BO3 dan indikator merah metil dan metil biru kemudian dititrasi dengan HCl 0.02N. Kadar protein ditentukan dengan rumus:

Kadar Nitrogen(%) = π‘šπ‘™ π»πΆπΏβˆ’π‘šπ‘™ π΅π‘™π‘Žπ‘›π‘˜π‘œ π‘₯ π‘π‘œπ‘Ÿπ‘šπ‘Žπ‘™π‘–π‘‘π‘Žπ‘  𝐻𝐢𝐿 π‘₯ 14.007

π‘šπ‘” πΆπ‘œπ‘›π‘‘π‘œ β„Ž π‘₯100%

Protein Kasar(%) = πΎπ‘Žπ‘‘π‘Žπ‘Ÿ π‘π‘–π‘‘π‘Ÿπ‘œπ‘”π‘’π‘› π‘₯ 5.46 3.4.3. Kadar Lemak (Apriyantono et al, 1989)

Sebanyak 5 gram sampel dibungkus dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam labu soxhlet (labu sebelumnya dikeringkan dalam oven, dimasukkan ke dalam desikator lalu ditimbang). Dimasukkan pelarut hexana kemudian dilakukan reflux selama 6 jam. Lalu labu berisi hasil reflux dipanaskan dalam oven dengan suhu 105oC. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar lemak ditentukan dengan rumus :

%

Cawan porselen yang telah dicuci bersih, dikeringkan di dalam oven sekitar 1 jam pada temperatur 105o C. kemudian didinginkan dalam eksikator sekitar 10-20 menit dan ditimbang dengan teliti (a). Sampel ditimbang dengan teliti sebanyak 3 gram untuk sampel hijauan atau 5 gram untuk kosentrat (b) dan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Pijarkan sampel yang terdapat dalam cawan porselen hingga berasap. Bakar cawan porselen berisi sampel dan tanur bersuhu 600oC. biarkan sampel terbakar selama 3-4 jam atau sampai warna sampel berubah menjadi putih semua.

Setelah sampel bewarna putih semua, kemudian dinginkan dalam tanur pada suhu 120oC sebelum dipindahkan ke dalam eksikator. Setelah dingin

Kadar karbohidrat dilakukan dengan menghitung sisa (by difference):

Kadar Karbohidrat (%) = 100%- [Kadar (air)+(protein)+(lemak)+(abu)]

3.4.6. Uji Organoleptik (SNI 01-2346-2006)

Uji organoleptik yang meliputi rasa, aroma, warna dan kekenyalan dilakukan dengan menggunakan metode β€œUji Hedonik”, dimana bahan disajikan secara acak dengan memberi kode tertentu pada skala hedonik.

Panelis dipilih minimal 15 orang dan hasilnya dinyatakan dalam angka dari 1 sampai 5 yang menunjukkan nilai dengan urutan sebagai berikut :

Sangat suka : 5

Suka : 4

Agak suka : 3

Tidak suka : 2

Sangat tidak suka : 1

3.4.7. Analisa Data

Data hasil pengamatan komposisi kimia petis ekstrak cangkang kepiting diolah dengan analisis sidik ragam (analysis pf variance) menggunakan software SPSS V.16. Untuk perlakuan yang berpengaruh nyata (sig. <

0,05), maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji beda nyata terkecil atau LSD (Least Squere Difference).

Dokumen terkait