• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PETIS EKSTRAK CANGKANG KEPITING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) YANG DIFORTIFIKASI RUMPUT LAUT JENIS KAPPAPHYCUS ALVAREZII SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TEKNOLOGI PENGOLAHAN PETIS EKSTRAK CANGKANG KEPITING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) YANG DIFORTIFIKASI RUMPUT LAUT JENIS KAPPAPHYCUS ALVAREZII SKRIPSI"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PETIS EKSTRAK

CANGKANG KEPITING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) YANG DIFORTIFIKASI RUMPUT LAUT JENIS

KAPPAPHYCUS ALVAREZII

SKRIPSI

OLEH :

CHERLYTA NOVITA 1322060110

PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI

JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP

2017

(2)
(3)
(4)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini

Nama mahasiswa : Cherlyta Novita

NIM : 1322060110

Program studi : Agroindustri Sarjana Terapan

Perguruan tinggi : Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis dengan

judul : “Teknologi Pengolahan Petis Ekstrak Cangkang Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) yang Difortifikasi Rumput Laut Jenis

Kappaphycus Alvarezii” adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Pangkep, agustus 2017

Yang menyatakan

CHERLYTA NOVITA

(5)

RINGKASAN

CHERLYTA NOVITA. 13 22 060 110. Teknologi Pengolahan Petis Ekstrak Cangkang Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) Yang Difortifikasi Rumput Laut Jenis K. alvarezii. Dibimbing oleh Arham Rusli dan Imran Muchtar

Petis adalah pengolahan kaldu/sari udang, ikan dan kepiting yang diberi bumbu-bumbu, sehingga berbentuk pasta yang berwarna cokelat kehitaman dan mempunyai aroma yang khas. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis proksimat dan tingkat penerimaan konsumen terhadap petis ekstrak cangkang kepiting rajungan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2017, bertempat di Laboratorium Mini Plant Program Studi Agroindustri Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Pengujian komposisi kimia (analisis proksimat) dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Kimia Jurusan Budidaya Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Kepiting rajungan yang diperoleh dari kabupaten pangkep dapat diolah menjadi petis. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu melakukan pengolahan petis ekstrak cangkang kepiting rajungan dengan penambahan rumput laut. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan konsentrasi penambahan rumput laut pada taraf yaitu 12%, 15%, dan 18%.

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 2 kali ulangan dan dibandingkan dengan kontrol (tanpa penambahan rumput laut), sehingga jumlah satuan percobaan pada penelitian adalah 8 sampel. Pengolahan data dilakukan di program Statistical Package Science (SPSS) versi 16.0 dengan metode Univariate Analysis of Variance (ANOVA) dan untuk uji lanjut dengan metode LSD dan dilakukan uji organoleptik yang dilakukan oleh 15 panelis. Parameter yang diamati adalah uji organoleptik berupa warna, aroma, rasa, tekstur dan analisis proksimat adalah kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, dan kadar karbohidrat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi rumput laut pada pembuatan petis berpengaruh nyata pada beberapa parameter mutu petis yaitu kadar air 60.08%, kadar protein 1.82%, kadar lemak 0.03%, kadar abu 5.79%, kadar karbohidrat 35.08%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik adalah konsentrasi 12% nilai masing-masing adalah kadar air 62.15%, kadar protein 1.82, kadar lemak 0.04, kadar abu 5.79%, kadar karbohidrat 30.21%.

Kata kunci : Analisis proksimat, Petis, Rajungan, Rumput laut.

(6)

SUMMARY

CHERLYTA NOVITA 13 22 060 110. Petroleum Processing Technology Extracts of Crab Shells (Pelunik pelagicus) Seaweed Differentiated. Guided by Arham Rusli and Imran Muchtar.

Petis is a food broth / shrimp extract, fish and crabs are given spices, so the pasta-shaped blackish brown and has a distinctive aroma. This study aims to analyze the chemical composition and the level of consumer acceptance of crab pet crab pet crab extract. This research was conducted on May-June 2017, held at Mini Plant Program Study Laboratory of Agroindustry Department of Fishery Products Processing Technology. Testing of chemical composition (proximate study) conducted at Lumberatorium Nutrition and Chemistry Department of Agriculture Polytechnic Cultivation Pangkep. Crab crab obtained from Pangkep district can be processed into petis. Research method used in this research is processing method. Processing petition extract shrimp crab shell with the addition of seaweed. The design used was Completely Randomized Design (RAL) with treatment of additional seaweed concentrations at levels of 12%, 15%, and 18%.

Each treatment was repeated 2 replicates and control (without seaweed support), so the number of experimental units in the study were 8 samples. The parameters observed were compound, aroma, taste, texture and proximate analysis were air, protein content, fat content, ash content, and carbohydrate content.

The results showed nutrient levels in some types of petis that is 60.0805% moisture content, protein content 1.8155%, fat content 0.032%, ash 5.7925%, carbohydrate 34.6025%. The results showed that the best intake was 12% concentration respectively are air content 62,1515%, protein level 1,8155, fat content 0,036, ash level 5,7925%, carbohydrate level 30,2055%.

Keywords : Chemical Composition, Crab, Petis, Seaweed.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Teknologi Pengolahan Petis Ekstrak Cangkang Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) Yang Difortifikasi Rumput Laut Jenis

Kappaphycus Alvarezii” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Diploma IV (D4) Program studi Agroindustri jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari adanya bantuan beberapa pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Teristimewa penulis hanturkan terima kasih kepada kedua orang tua saya Almarhum Miskala dan Johani beserta segenap keluarga besar atas segala dukungannya baik secara materil maupun doa restunya bagi keberhasilan penulis dalam menuntut ilmu. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Arham Rusli, S.Pi., M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Ir. Imran Muchtar, M.Si selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya memberikan pengarahan, petunjuk serta bimbingan kepada penulis. Penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Darmawan MP. Selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep, beserta seluruh jajarannya.

2. Ibu Ir. Nurlaeli Fattah, M.Si. selaku Ketua Jurusan Tekonologi Pengolahan Hasil Perikanan.

3. Ibu Zulfitriany Dwiyanti Mustaka, SP., MP. Selaku ketua program studi agroindustri.

4. Seluruh staf teknisi dan pegawai Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

5. Sahabat tercinta Ledya Monica, Hasni, Iin Nandaeni, Jamilah, Citra Darwis, Anisah Anggraini, A.Alkanarianti.P.Megah.A.

(8)

6. Rekan-rekan seperjuangan Agroindustri angkatan XXVI dan rekan sealmamater yang tidak saya sebut namanya satu persatu, semoga persamaan yang tidak terlupakan seumur hidup dan akan selalu ada.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki skripsi ini. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat memberikan konstribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terkhususnya di bidang pangan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada pembaca sekaligus permohonan maaf bila dalam penulisan skripsi ini terdapat kekeliruan.

Wabillahi taufik walhidayah

Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatu.

Pangkep, 10 juli 2017

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ... ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

RINGKASAN ... iv

SUMMARY ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Manfaat ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) ... 4

2.1.1 Deskripsi dan klasifikasi kepiting rajungan ... 4

2.1.2 Morfologi kepiting rajungan ... 6

2.1.3 Limbah cangkang kepiting rajungan ... 6

2.1.4 Komposisi kimia cangkang kepiting rajungan ... 7

2.1.5 Manfaat cangkang kepiting rajungan ... 7

2.2 Rumput Laut (K. alvarezii) ... 8

2.2.1 Deskripsi rumput laut (K. alvarezii) ... 8

2.2.2 Komposisi kimia rumput laut (K. alvarezii) ... 11

2.2.3 Kandungan nutrisi rumput laut (K. alvarezii) ... 12

2.3 Petis ... 13

2.3.1 Kandungan gizi petis ... 14

(10)

2.3.2 Persyaratan mutu petis ... 15

2.3.3 Potensi pasar petis ... 16

2.4 Analisi Mutu ... 16

2.4.1 Kadar air ... 16

2.4.2 Kadar protein ... 17

2.4.3 Kadar lemak ... 17

2.4.4 Kadar abu ... 18

2.4.5 Kadar karbohidrat ... 18

2.5 Uji Organoleptik ... 18

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ... 20

3.2 Alat dan Bahan ... 20

3.3 Prosedur Penelitian ... 20

3.3.1 Rancangan penelitian ... 20

3.3.2 Prosedur kerja ... 20

3.4 Prosedur Pengujian ... 23

3.4.1 Kadar air ... 23

3.4.2 Kadar protein ... 23

3.4.3 Kadar lemak ... 23

3.4.4 Kadar abu ... 24

3.4.5 Kadar karbohidrat ... 25

3.4.6 Uji organoleptik ... 25

3.4.7 Analisa data ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar air ... 26

4.2 Kadar protein ... 27

4.3 Kadar lemak ... 28

4.4 Kadar abu ... 30

4.5 Kadar karbohidrat ... 31

4.6 Uji organoleptik ... 33

(11)

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

LAMPIRAN ... 39

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Kepiting rajungan (Portunus pelagicus) ... 4

2. Rumput Laut (K. Alvarezii) ... 10

3. Petis ... 13

4. Alur proses petis ekstrak cangkang kepiting ... 22

5. Grafik kadar air berdasarkan perlakuan konsentrasi ... 26

6. Grafik kadar protein berdasarkan perlakuan konsentrasi ... 28

7. Grafik kadar lemak berdasarkan perlakuan konsentrasi ... 29

8. Grafik kadar abu berdasarkan perlakuan konsentrasi ... 31

9. Grafik kadar karbohidrat berdasarkan perlakuan konsentrasi ... 32

10. Hasil uji organoleptik warna, aroma, rasa, tekstur ... 34

(13)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Komposisi kimia cangkang rajungan ... 7 2. Komposisi kimia rumput laut K. alvarezii ... 11 3. Persyaratan mutu dan keamanan pangan petis ... 15

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Lampiran 1 Analisis sidik ragam terhadap kadar air petis ... 41 2. Lampiran 2 Analisis sidik ragam terhadap kadar protein petis .... 42 3. Lampiran 3 Analisis sidik ragam terhadap kadar lemak petis ... 43 4. Lampiran 4 Analisis sidik ragam terhadap kadar abu petis ... 44 5. Lampiran 5 Analisis sidik ragam terhadap kadar karbohidrat petis 45 6. Lampiran 6 Data hasil pengolahan uji organoleptik ... 46 7. Lampiran 8 Dokumentasi kegiatan penelitian ... 48

(15)

I.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis organisme laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Rajungan di Indonesia merupakan komoditas yang memilliki nilai ekonomis tinggi yang diekspor terutama ke negara Amerika, yaitu mencapai 60% dari total hasil tangkapan rajungan (Haryati, 2005). Berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan (2005), ekspor rajungan beku sebesar 2813,67 ton tanpa kulit (dagingnya saja), dan rajungan tidak beku (bentuk segar maupun dalam kaleng) sebesar 4312,32 ton per tahun.

Kegiatan pengolahan rajungan menghasilkan limbah padat berupa limbah cangkang yang cukup banyak (Haryati, 2005). Hal ini memberikan gambaran bahwa semakin besar pengolahan rajungan maka semakin banyak pula limbah yang dihasilkan, maka diperlukan upaya serius untuk menanganinya agar dapat bermanfaat dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Multazam (2002) menyatakan bahwa dalam satu ekor rajungan dengan bobot tubuh berkisar antara 100-350 g, terdapat cangkang sekitar 51-177 g. Selama ini limbah padat rajungan hanya dimanfaatkan sebagai salah satu campuran makanan ternak dengan cara diolah menjadi tepung melalui berbagai proses pengolahan. Hasil analisis tepung limbah cangkang rajungan menunjukkan kadar kalsium (bk) sebesar 39,32%.

Namun sebagian besar limbah cangkang rajungan hanya dibuang ke lingkungan. Salah satu pemanfaatan limbah cangkang kepiting adalah diolah menjadi petis.

Petis berasal dari cairan tubuh ikan, udang yang telah terbentuk selama proses penggaraman kemudian diuapkan melalui proses perebusan lebih lanjut sehingga menjadi lebih padat seperti pasta. Ciri-ciri petis yang baik adalah berwarna cerah (tidak kusam), umumnya coklat kehitaman karena ada penambahan gula merah, pewarna buatan, ataupun cairan tinta cumi, berbau sedap, kental tetapi sedikit lebih encer dari margarin. Petis

(16)

yang terlalu liat dapat dicurigai terlalu banyak mengandung tepung. Selain itu rasa dan bau ikan, udang atau kepiting pada petis masih dapat dikenali dengan mudah serta teksturnya halus dan mudah dioleskan.

Petis merupakan salah satu bumbu masak yang cukup populer di Jawa Timur. Aneka hidangan seperti rujak cingur dan tahu campur menggunakan bumbu ini sebagai salah satu bahan penyedap. Petis adalah pengolahan kaldu/sari udang, ikan dan kepiting yang diberi bumbu-bumbu, sehingga berbentuk pasta yang berwarna cokelat kehitaman dan mempunyai aroma yang khas. Petis sebenarnya merupakan hasil samping dari proses pengolahan masakan yang mengandung ikan yang dipanasi hingga airnya habis dan bemtuknya menjadi seperti pasta atau lebih padat lagi. Petis merupakan produk pangan yang awet, karena kadar gulanya cukup tinggi.

Umur simpan petis antara 6 – 12 bulan, tergantung dari proses pengemasan dan penyimpanannya dan tidak terkontaminasi oleh air (Irawan,2004).

Penggunaan rumput laut sebagai bahan pengisi pada pengolahan petis belum banyak dilakukan, padahal rumput laut sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan pengisi karena sifatnya yang dapat membentuk gel (gelling agent). Rumput laut sebagai bahan pangan memiliki kandungan utama karbohidrat. Selain berpengaruh terhadap tekstur petis, jenis bahan tambahan yang digunakan pada pengolahan petis sangat menentukan komposisi kimia petis yang dihasilkan.

Fortifikasi rumput laut sebagai bahan tambahan dalam pengolahan petis ekstrak cangkang kepiting rajungan diharapkan dapat memperbaiki komposisi kimia petis terutama kandungan mineral, karena rumput laut kaya mineral seperti iodium, selenium, dan calcium (Jaspars & Folmer, 2013;

Damongilala et al, 2013). Rumput laut jenis Kappaphycus juga mengandung asam amino, asam lemak, vitamin, carotenoid, beta carotene, chlorophyll dan polyphenol (Rajasulochana et al. 2010; Abirami &

Kowsalya, 2011). Penelitian ini mengkaji tentang fortifikasi rumput laut pada pengolahan petis dengan bahan baku cangkang kepiting rajungan.

(17)

1.2. Rumusan Masalah

1. Berapa konsentrasi terbaik penambahan rumput laut K. alvarezii pada pengolahan petis ekstrak cangkang kepiting rajungan (Portunus pelagicus)?

2. Bagaimana komposisi kimia petis ekstrak cangkang kepiting rajungan (Portunus pelagicus) yang difortifikasi dengan rumput laut jenis

K

. alvarezii?

3. Bagaimana tingkat kesukaan konsumen terhadap olahan petis ekstrak cangkang kepiting rajungan (Portunus pelagicus) dengan penambahan rumput laut jenis K. alvarezii?

1.3.Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Untuk menentukan konsentrasi terbaik penambahan rumput laut K.

alvarezii pada pengolahan petis ekstrak cangkang kepiting rajungan (Portunus pelagicus).

2. Menganalisis komposisi kimia petis ekstrak cangkang kepiting rajungan (Portunus pelagicus) yang difortifikasi dengan rumput laut K. alvarezii.

3. Menganalisis tingkat kesukaan konsumen terhadap produk petis ekstrak cangkang kepiting rajungan (Portunus pelagicus) dengan penambahan rumput laut K. alvarezii.

1.4. Manfaat

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan informasi tentang :

1. Konsentrasi terbaik penambahan rumput laut K. alvarezii pada pengolahan petis ekstrak cangkang kepiting rajungan (Portunus pelagicus).

2. Komposisi kimia dan tingkat penerimaan konsumen produk petis ekstrak cangkang kepiting yang difortifikasi rumput laut K. alvarezii. Selain itu penelitian juga diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis dari limbah pengolahan kepiting rajungan (Portunus pelagicus).

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus)

2.1.1. Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus)

Rajungan adalah salah satu anggota filum crustacea yang memiliki tubuh beruas-ruas. Klasifikasi rajungan (Portunus pelagicus) menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Sub kelas : Malacostraca Ordo : Eucaridae Sub ordo : Decapoda Famili : Portunidae Genus : Portunus

pesies : Portunus pelagicus dan Portunus trituberculatus

Gambar 1. Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus)

Rajungan memiliki karapas yang sangat menonjol dibandingkan dengan abdomennya. Lebar karapas pada rajungan dewasa dapat mencapai ukuran 18,5 cm. Abdomennya berbentuk segitiga (meruncing pada jantan dan melebar pada betina), tereduksi dan melipat ke sisi ventral karapas.

Kedua sisi muka karapas terdapat 9 buah duri yang disebut sebagai duri marginal. Duri marginal pertama berukuran lebih besar daripada ketujuh duri belakangnya, sedangkan duri marginal ke-9 yang terletak di sisi karapas

(19)

merupakan duri terbesar. Kaki rajungan berjumlah 5 pasang, pasangan kaki pertama berubah menjadi capit (cheliped) yang digunakan untuk memegang serta memasukkan makanan ke dalam mulutnya, pasangan kaki ke-2 sampai ke-4 menjadi kaki jalan, sedangkan pasangan kaki jalan kelima berfungsi sebagai pendayung atau alat renang, sehingga sering disebut sebagai kepiting renang (swimming crab). Kaki renang pada rajungan betina juga berfungsi sebagai alat pemegang dan inkubasi telur (Susanto.2010).

Salah satu limbah padat yang dihasilkan adalah cangkang, dan jumlahnya cukup banyak, dapat mencapai sekitar 40-60% dari total berat rajungan. Cangkang rajungan ini dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak, tetapi pemanfaatannya belum dapat mengatasi limbah cangkang rajungan secara maksimal. Padahal limbah cangkang rajungan masih mengandung senyawa kimia yang cukup banyak, diantaranya ialah protein 3040%; mineral (CaCO3) 30-50%; dan khitin 20-30% (Srijanto 2003). Satu ekor rajungan dengan bobot tubuh berkisar antara 100-350 g, terdapat cangkang sekitar 51-177 g. Hal ini berarti bobot cangkang rajungan kurang lebih setengahnya atau 50% dari bobot tubuhnya.

Cangkang rajungan mempunyai kandungan mineral yang cukup tinggi, diantaranya P, Ca, Cu, Fe, Zn, Mn dan Mg dan mengandung sejenis polisakarida berupa kitin (Lestari 2005). Mineral merupakan bagian dari unsur pembentuk tubuh yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Di samping itu, mineral berperan pula dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim (Almatsier 2003).

Cangkang rajungan merupakan limbah padat yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan sehingga memerlukan penanganan yang serius dan sekaligus memberikan nilai tambah. Selama ini nilai tambah cangkang rajungan hanya diperoleh dari industri pakan. Mengingat limbah cangkang rajungan kaya akan kandungan mineralnya, maka dalam

(20)

penelitian ini cangkang rajungan dimanfaatkan sebagai bahan baku utama pembuatan petis

2.1.2. Morfologi Kepiting Rajungan

Menurut Juwana dan Romimohtarto (2000) bahwa karapas rajungan mempunyai pinggiran samping depan yang bergerigi dan jumlah giginya sembilan buah. Abdomen terlipat kedepan dibawah karapas. Abdomen betina melebar dan membulat penuh dengan embelan yang berguna untuk menyimpan telur. Rajungan berkembang biak dengan cara bertelur setelah disimpan didalam lipatan abdomen. Rajungan berwarna kebiru-biruan dan bercak-bercak putih terang pada jantan, sedangkan betina berwarna dasar kehijau-hijauan dengan bercak putih agak suram, perbedaan warna ini terlihat jelas pada rajungan dewasa. Sumpitnya kokoh, dan berduri biasanya jantan mempunyai ukuran yang lebih besar dan lebih panjang dari betina.

Rajungan dapat tumbuh mencapai 18 cm (Cholik.2005).

2.1.3. Limbah Cangkang Kepiting Rajungan

Kegiatan pengolahan rajungan menghasilkan limbah padat berupa limbah cangkang yang cukup banyak (Haryati, 2005). Hal ini memberikan gambaran bahwa semakin besar pengolahan rajungan maka semakin banyak pula limbah yang dihasilkan, maka diperlukan upaya serius untuk menanganinya agar dapat bermanfaat dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Multazam (2002) menyatakan bahwa dalam satu ekor rajungan dengan bobot tubuh berkisar antara 100-350 g, terdapat cangkang sekitar 51-177 g. Selama ini limbah padat rajungan hanya dimanfaatkan sebagai salah satu campuran makanan ternak atau hanya dibuang. Menurut Haryati (2005), Pengolahan limbah tersebut tentunya belum mempunyai nilai tambah yang besar karena masih terbatas dari segi harga maupun jumlah produksinya.

(21)

Hasil limbah perikanan seperti rajungan mempunyai nilai gizi yang tinggi. Cangkang rajungan mempunyai kandungan mineral yang tinggi, terutama kalsium (19,97%) dan fosfor (1,81%) (Haryati, 2005). Menurut Rochima (2005), Hasil limbah rajungan mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi dan dapat diolah menjadi tepung melalui berbagai proses pengolahan, dan hasil analisis tepung limbah rajungan menunjukkan kadar kalsium (bk) sebesar 14,87% pada tepung limbah bagian dalam dan 39,32% pada tepung cangkang rajungan.

2.1.4. Komposisi Kimia Cangkang Kepiting Rajungan

Cangkang merupakan bagian terkeras dari semua komponen rajungan dan selama ini baru dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau pupuk organik mengingat kandungan mineral, terutama kalsiumnya cukup tinggi.

Cangkang rajungan mengandung protein, CaCO3 serta sedikit MgCO3 dan pigmen astaxanthin. Komposisi kimia cangkang rajungan beserta daging yang masih melekat pada cangkang dapat dilihat pada Tabel 1. Golongan krustase seperti rajungan pada umumnya mengandung 25% bahan padat yang sebagian besar terdiri atas kitin, 20–25% daging yang dapat dimakan, dan sekitar 50–60% berupa hasil buangan (Angka dan Suhartono 2000).

Hasil pengolahan limbah rajungan pada PT. Philips Seafood terdiri dari 23% daging yang melekat pada cangkang dan organ pencernaan, 57%

cangkang dan 20% sisanya adalah whey.

Tabel 1. Komposisi kimia cangkang rajungan dan daging yang masih melekat pada cangkang

Parameter Jumlah

Air (%) 8,10

Protein (%) 15,58

Lemak (%) 0,19

Abu (%) 53,38

Karbohidrat (%) 22,75

Sumber: Fawzya et al. (2004)

(22)

2.1.5. Manfaat Cangkang Kepiting Rajungan

1. Kandungan protein yang tinggi bermanfaat sebagai pembentuk enzim, pembentukan sel organ dan otot, pembentuk hormon, perbaikan sel yang rusak, pengatur metabolisme, serta pembentuk sistem kekebalan tubuh.

2. Vit B12, berfungsi untuk menghasilkan energi dan membantu pertumbuhan, meningkatkan metabolisme asam amino dan asam lemak, memproduksi sel darah merah, serta meningkatkan kesehatan syaraf dan kulit.

3. Kandungan asam lemak omega-3 pada kepiting berfungsi untuk menurunkan kadar kolesterol jahat dalam darah, sehingga dapat mencegah penyakit kardiovaskular (jantung). Selain itu juga berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan fungsi sistem syaraf dan kesehatan mata, serta meningkatkan kecerdasa n otak bila diberikan sejak dini.

4. Mineral Selenium, berperan sebagai antioksidan yang berguna untuk mencegah kerusakan sel dari radikal bebas penyebab kanker dan penyakit jantung. Selain itu, juga membantu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi virus dan bakteri serta mencegah peradangan.

5. Mineral Copper, berfungsi sebagai komponen enzim redox, membantu pembentukan selda rah merah, otot, syaraf, tulang dan otak, serta mencegah penyakit tulang dan syaraf.

6. Mineral Zinc, berfungsi sebagai komponen pembentuk enzim-enzim tubuh, sel darah merah, sistem kekebalan tubuh, mencegah pembesaran prostat, serta mencegah kerontokan rambut.

7. Kandungan lemak jenuhnya yang sangat rendah (0,2 gram/

100gram) sangat cocok bagi perempuan yang sedang dalam program diet.

(23)

2.2. Rumput Laut (K. alvarezii)

2.2.1.Deskripsi Rumput Laut (K. alvarezii)

Rumput laut atau sea weeds merupakan komoditi hasil laut yang melimpah di Indonesia. Pada mulanya orang menggunakan rumput laut hanya untuk sayuran tanpa tahu kandungan zat-zat yang terdapat didalamnya. Seiring dengan perkembangan pengetahuan dan peradaban yang semakin maju akhirnya diketahui kandungan zat-zat yang terdapat didalam rumput laut tersebut sehingga pemanfaatannya akan dapat dioptimalkan tidak hanya sebagai bahan pangan yang dikonsumsi langsung secara sederhana tetapi juga merupakan bahan dasar pembuatan produk pangan rumah tangga maupun industri makanan skala besar (Anggadireja, dkk., 2008).

Rumput laut dapat menghasilkan devisa serta pendapatan masyarakat terutama masyarakat pesisir. Karena rumput laut yang utamanya dari kelas rhodophyceae (ganggang merah) selain mengandung karaginan dan agar-agar juga

mempunyai kandungan gizi yang penting yaitu yodium. Salah satu jenis rumput laut merah yang bernilai ekonomis penting yaitu rumput laut K. alvareziii.

K. alvareziii adalah rumput laut penghasil karaginan (carragenophyte). Jenis karaginan yang dihasilkan dari rumput laut ini adalah kappa karagenan (Winarno,2008).

Ciri-ciri K. alvareziii yaitu thallus silinder; permukaan licin;cartilageneus (menyerupai tulang rawan/muda); serta berwarna hijau terang, hijau olive dan cokelat kemerahan. Percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan) dan duri lunak/tumpul untuk melindungi gametangia. Percabangan bersifat dichotomus (percabangan dua-dua) atau trichotomus (sistem percabangan tiga-tiga). Habitat rumput laut K. alvareziii memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Oleh karena itu, rumput laut ini hanya mungkin

(24)

hidup pada lapisan fotik, yaitu kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya (Anggadireja, et al., 2008).

K. alvareziii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karaginan. Maka jenis ini secara

taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii. Klasifikasi K. alvareziii adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieracea Genus : Eucheuma

Gambar 2. Rumput Laut K. alvareziii

Ciri fisik K. alvareziii adalah mempunyai thallus silindris, permukaan licin, cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang- kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan.

Beberapa jenis K. alvarezii mempunyai peranan penting dalam dunia perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar

(25)

karaginan dalam setiap spesies K. alvarezii berkisar antara 54 – 73 % tergantung pada jenis dan lokasi tempat tumbuhnya. Karaginan sangat penting peranannya sebagai stabilizer (penstabil), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya . Selain itu juga berfungsi sebagai penstabil, pensuspensi, pengikat, protective (melindungi kolid), film former (mengikat suatu bahan), syneresis inhibitor (mencengah terjadinya pelepasan air) dan flocculating agent (mengikat bahan-bahan).

Umumnya K. alvareziii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu (reef). Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap, variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati (Aslan, 1998).

Yunizal et al. (2000) menyatakan bahwa sebagai bahan baku pengolahan, rumput laut harus dipanen pada umur yang tepat. Rumput laut jenis Gracilaria pemanenan dilakukan setelah berumur 3 bulan, sedangkan jenis K. alvarezii dipanen setelah berumur 1,5 bulan atau lebih.

2.2.2. Komposisi Kimia Rumput Laut (K. alvarezii)

Komponen serat makanan dalam rumput laut umumnya tergolong serat makanan yang bersifat larut dalam air (Soluble dietary fiber) yang dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Hal ini desebabkan serat makanan mampu mengikat asam empedu yaitu suatu produk akhir dari metabolisme kolesterol.

Tabel 2. Komposisi kimia rumput laut k. alvarezii

Komposisi Nilai

Air (%) 13,90

Protein (%) 2,69

Lemak (%) 0,37

(26)

Abu (%) 17,09

Serat Kasar (%) 0,95

Mineral Ca (ppm) 22,39

Mineral Fe ( ppm) 0,121

Mineral Cu ( ppm) 2,763

Riboflavin ( mg/100 g) 2,7

Vitamin C ( mg/100 g) 12

Karagenan (%) 61,52

2.2.3. Kandungan Nutrisi Rumput Laut (K. alvarezii)

Beberapa jenis K. alvarezii mempunyai peranan penting dalam dunia perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan dalam setiap spesies K. alvarezii berkisar antara 54 – 73 % tergantung pada jenis dan lokasi tempat tumbuhnya (Atmadja,et.,al, 1996).

Karaginan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water) atau larutan alkali pada temperatur tinggi dan penting untuk pangan (Glicksman, 1983 dalam Samsuari 2006). K. alvarezii sebagai penghasil karaginan mempunyai kandungan serat yang tinggi. Kadar serat makanan dari rumput laut K.

alvarezii mencapai 67,5% yang terdiri dari 39,47% serat makanan yang tak larut air dan 26,03% serat makanan yang larut air sehingga karaginan berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan makanan yang menyehatkan. Hal Ini didasarkan pada banyak penelitian bahwa makanan berserat tinggi mampu menurunkan kolesterol darah dan gula darah (Kasim, 2004).

Karaginan sangat penting peranannya sebagai penstabil, bahan pengentalan, pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya (Winarno, 2008). Karaginan mempunyai sifat pembentuk gel. Sifat dasar karaginan terdiri dari tiga tipe karaginan yaitu

(27)

kappa, iota dan lambda karaginan. Tipe karaginan yang paling banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa karaginan. K. alvarezii dapat menghasilkan kappa karaginan. Kemampuan membentuk gel adalah sifat terpenting dari kappa karaginan. Kemampuan pembentukan gel pada kappa karaginan terjadi pada saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena memiliki gugus sulfat yang paling sedikit dan mudah untuk membentuk gel (Doty, 1987 dalam Samsuari, 2006). Rumput laut merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomi penting karena penggunaannya yang luas.

Menurut Anggadiredja, et al., (2008), ada beberapa manfaat dari rumput laut antara lain : 1) Rumput laut sebagai bahan pangan Rumput laut sebagai bahan pangan umumnya dikonsumsi dalam bentuk lalapan, dibuat acar, dimasak sebagai sayur, dibuat urap atau ditumis. 2) Rumput laut dalam industri farmasi Beberapa jenis rumput laut digunakan sebagai obat-obatan tradisional seperti antiseptik, obat cacing, bronchitis, asma, batuk, bisul, mimisan, gangguan pencernaan, gangguan kekurangan iodium dan obat penyakit urinari. Metabolit primer dari rumput laut merupakan senyawa polisakarida yang bersifat hidrokoloid seperti agar-agar, alginat, karagenan dan fulcelaran. 3) Rumput laut dalam industri makanan Hasil ekstrak rumput laut seperti karagenan, agar dan alginat banyak digunakan dalam industri makanan. Misalnya karagenan sebagai bahan suspense dalam yohgurt, penstabil dalam es krim dan pencegah sineresis dalam keju. Agar- agar dapat digunakan dalam pembuatan jelly, es krim dan permen.

2.3. Petis

Petis merupakan salah satu bumbu penyedap rasa masakan asli Indonesia yang berbentuk semi padat. Petis dapat dibuat dari limbah hasil pengolahan perikanan seperti tulang ikan dan kepala udang dengan penambahan bumbu dan bahan pengisi. Bumbu-bumbu yang ditambahkan adalah gula merah, gula putih dan garam. Untuk mempercepat proses pengentalan dan memperbaiki konsistensi atau tekstur petis yang dihasilkan

(28)

maka ditambahkan bahan-bahan pengental (bahan pengisi), seperti tepung beras, tepung tapioka atau air tajin. Petis yang baik dapat disimpan selama 3-6 bulan pada suhu kamar. Petis umumnya digunakan sebagai bahan penyedap rasa pada pembuatan rujak, nasi goreng dan masakan lainnya.

Penggunaan petis sebagai bahan penyedap rasa masakan akan mengurangi penggunaan monosodium glutamat (MSG) yang kurang baik bagi kesehatan.

Petis udang, petis ikan baik maupun petis kupang seringkali ditambahkan gula merah yang sudah dijadikan karamel dalam proses pembuatannya, oleh karena itu warna petis menjadi coklat kehitaman dan rasanya agak manis. Petis merupakan produk pangan yang awet karena memiliki kadar gula cukup tinggi (seperti halnya kecap). Umur simpan petis dapat mencapai 3-12 bulan, bergantung pada proses pengemasan dan penyimpanannya (Prayitno dan Susanto 2001).

Gambar 3. Petis

Ciri-ciri petis yang baik adalah berwarna cerah (tidak kusam), umumnya coklat kehitaman, berbau sedap, kental tetapi sedikit encer dari margarin. Petis yang terlalu liat dapat dicurigai terlalu banyak mengandung tepung kanji. Selain itu rasa dan bau ikan atau udang pada petis masih dapat dikenali dengan mudah serta teksturnya halus dan mudah dioleskan. Cita rasa gurih pada petis berasal dari dua komponen utama, yaitu dari peptida dan asam amino yang terdapat pada ekstrak serta dari komponen bumbu yang digunakan. Asam amino glutamat pada ekstrak merupakan asam amino yang paling dominan menentukan rasa gurih. Sifat asam glutamat

(29)

yang terdapat pada ekstrak ikan, udang atau daging sama dengan asam glutamat yang terdapat pada MSG yang berbentuk bumbu penyedap rasa.

Limbah hasil pengolahan perikanan yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan petis seperti tulang duri ikan bandeng, kepala udang dan cangkang kepiting. Pemanfaatan limbah tersebut sebagai bahan baku pembuatan petis akan mengurangi pencemaran lingkungan dan meningkatkan nilai ekonomis yang menguntungkan.

2.3.1. Kandungan Gizi Petis

Komposisi gizi pada petis yang ada di pasaran sangat bervariasi tergantung dari bahan baku yang digunakan dan cara pembuatannya.

Kandungan unsur gizi dalam petis udang dan petis ikan : Energi 151,0 kkal Air 56,0% Protein 20%, Lemak 0.2% Karbohidrat 24%, Kalsium 37(mg), Fosfor, 36 (mg), Besi 2.8 (mg) (Direktorat Gizi, 1996).

2.3.2. Persyaratan Mutu Petis

Sebagai referensi Syarat Mutu dan Keamanan Pangan Petis berdasarkan SNI 2326:2010. Standar ini meliputi sfesifikasi teknis petis.

Pengujian yang dilakukan terhadap petis : Sensori, abu, Cemaran mikroba, Cemaran logam, dan Kimia. Dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Persyaratan mutu dan keamanan pangan petis

Jenis uji Satuan Pesyaratan

a Sensori Angka (1-9) Minimal 7

b Cemaran mikroba

- ALT Koloni/g Maks 5,0x103

- Escherichia coli APM/g <3

- Salmonella Per 25 g Negatif

- Staphylococcus aureus Koloni/g Maks 1x103

- Vibrio cholerae* Per 25 g Negatif

(30)

- Kapang* Koloni/g Maks 5,0x101 c Cemaran logam*

- Kadmium (Cd) mg/kg Maks 1,0

- Timbal (Pb) mg/kg Maks 0,5

- Merkuri (Hg) mg/kg Maks 1,0

- Arsen (Sn) mg/kg Maks 1,0

- Timah (Sn) mg/kg Maks 40,0

d Kimia*

- Kadar air % 30 – 50

- Kadar abu tak larut dalam asam

% Maks 1

- Kadar garam % Maks 5

- Kadar protein % Min 15

CATATAN*) Bila diperlukan Sumber: SNI 2326:2010 2.3.3. Potensi Pasar Petis

Salah satu limbah hasil pengolahan perikanan yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan petis adalah tulang dan duri ikan bandeng, limbah kepala udang, cangkang kepiting, dan lainnya.

Pemanfaatan limbah tulang dan duri ikan bandeng sebagai bahan baku pembuatan petis akan mengurangi pencemaran lingkungan dan meningkatkan nilai ekonomis dari tulang/duri ikan bandeng. Petis Dapat dimanfaatkan sebagai penyedap rasa pada beberapa masakan seperti rujak cingur, nasi goreng, sambel udang dan tahu campur. Petis berpeluang menjadi pengganti terasi selain itu penggunaan petis sebagai bahan penyedap rasa masakan akan mengurangi penggunaan monosodium glutamat (MSG) yang kurang baik bagi kesehatan. Oleh karena itu petis ini memiliki peluang pasar yang potensial dalam negeri.

2.4. Analisis Mutu 2.4.1. Kadar Air

(31)

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).

Sifat dari metode analisa kadar air dengan menggunakan metode oven berdasarkan pada gravimetri, yaitu berdasarkan pada selisih berat sebelum pemanasan dan setelah pemanasan. Sehingga sebelum dilakukan analisa, terlebih dahulu dilakukan penimbangan cawan yang akan dipergunakan untuk mengeringkan sample. Penimbangan dilakukan sampai berat cawan konstan, yaitu dengan memanaskan cawan dalam oven pada suhu 100-105oC selama 1 jam (Anonim, 2011).

2.4.2. Kadar Protein

Protein adalah molekul yang sangat vital untuk organisme dan terdapat di semua sel yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida.

Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor (Santoso 2008). Struktur & fungsi ditentukan oleh kombinasi, jumlah dan urutan asam amino sedangkan sifat fisik dan kimiawi dipengaruhi oleh asam amino penyusunnya (Page 1997).

Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon (Santoso 2008).

(32)

2.4.3. Kadar Lemak

Lemak atau minyak (lipid) adalah senyawa yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik atau pelarut non polar seperti ether, benzena, dan khloroform (Setiasih & Sukarti, 2008, hal. 1). Berdasarkan sumbernya, lemak dibedakan menjadi dua, yaitu lemak nabati (misalnya kelapa, margarin, kacang tanah, kemiri, buah avokad, minyak goreng nabati), serta lemak hewani (misalnya daging, minyak ikan, susu, keju, mentega dan gajih atau lemak hewan) (Widmer, 2006, hal. 11).

Penentuan kadar minyak atau lemak suatu bahan padat dapat dilakukan dengan menggunakan alat Soxhlet. Cara ini dapat juga digunakan untuk ekstraksi minyak dari suatu bahan yang mengandung minyak.

Ektraksi dengan alat Soxhlet merupakan cara ekstraksi yang efisien karena dengan alat ini pelarut yang digunakan dapat diperoleh kembali (Setiasih &

Sukarti, 2008, hal. 23).

Penentuan kadar lemak yang terkandung dalam suatu bahan pangan perlu dilakukan untuk mengetahui kandungan lemak pada bahan pangan agar dapat memperbaiki sifat untuk beberapa keperluan tertentu dengan pengolahan.

2.4.4. Kadar Abu

Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organic dan air. Sisanya terdiri dari unsur- unsur mineral. Unsur mineral juga di kenal sebagai zat organic atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu.

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu :

1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat., pektat dan lain-lain.

(33)

2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logam alkali (Anonim, 2010).

2.4.5. Kadar karbohidrat

Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi tubuh manusia. Manusia memenuhi kebutuhan karbohidrat setiap harinya dari makanan pokok yang dikonsumsi, seperti dari beras, jagung, sagu, ubi, dan lain sebagainya. Akan tetapi bukan berarti karbohidrat hanya terdapat pada golongan bahan makanan yang telah disebutkan di atas, pada golongan buah dan beberapa jenis sayur dan kacang- kacangan juga terdapat kandungan karbohidrat meskipun kandungannya tidak sebanyak golongan serealia dan umbi. Karbohidrat dapat digolongan menjadi dua macam yaitu karbohidrat sederhana dengan karbohidrat kompleks atau dapat pula menjadi tiga macam, yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida.

2.5. Uji Organoleptik

Uji organoleptik atau uji indera atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari produk.

Syarat agar dapat disebut uji organoleptik adalah:

1. Ada contoh yang diuji yaitu benda perangsang.

2. Ada panelis sebagai pemroses respon.

3. Ada pernyataan respon yang jujur, yaitu respon yang spontan, tanpa penalaran, imaginasi, asosiasi, ilusi, atau meniru orang lain.

Dalam penilaian bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat indrawinya. Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati,

(34)

dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut. Indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi suatu produk yaitu :

1. Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta bentuk bahan.

2. Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus.

3. Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang menandakan produk tersebut telah mengalami kerusakan.

4. Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa , maka rasa manis dapat dengan mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah, rasa asam pada pinggir lidah dan rasa pahit pada bagian belakang lidah.

(35)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2017, bertempat di Laboratorium Miniplant Program Studi Agroindustri Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

Pengujian komposisi kimia dilaksanakan pada Laboratorium Nutrisi dan Kimia Jurusan Budidaya Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain; Pisau stainless stell, loyang, baskom plastik, panci presto, saringan halus, kain saring, wajan talenan,

timbangan, blender, spatula, kompor gas dan tabung

Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain; Cangkang kepiting rajungan, rumput laut K. alvarezii, tepung tapioka, gula merah, garam, dan gula pasir.

3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan konsentrasi penambahan rumput laut pada taraf yaitu 12%, 15%, dan 18%. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 2 kali ulangan dan dibandingkan dengan kontrol (tanpa penambahan rumput laut). Pengamatan dilakukan terhadap parameter yang menjadi indikator mutu petis yang meliputi analisis proksimat dan mutu organoleptik.

3.3.2. Prosedur Pengolahan Petis Ekstrak Cangkang Kepiting yang Difortifikasi dengan Rumput Laut K. alvarezii

1. Cangkang kepiting rajungan dicuci bersih.

(36)

2. Cangkang kepiting rajungan dimasak menggunakan panci presto sampai lunak dengan lama pemasakan ± 1,5 jam. Perbandingan cangkang kepiting rajungan dengan air yang digunakan adalah 1 : 4.

3. Cangkang kepiting rajungan dipisahkan dengan air pemasakan dengan cara disaring. Kemudian cangkang dihancurkan dan dihaluskan menggunakan blender. Sisa air pemasakan disimpan untuk digunakan sebagai air pemasakan petis.

4. Cangkang kepiting yang telah halus disaring menggunakan kain saring dan diambil ekstraknya kemudian dicampur dengan sisa air pemasakan dan dimasukkan ke dalam wajan.

5. Wajan yang telah berisi campuran air sisa pemasakan dan ekstrak cangkang kepiting rajungan dipanaskan sampai mendidih. Kemudian nyala api kompor dikecilkan.

6. Campuran tepung tapioka sebanyak 1,5% (b/b) dari cangkang kepiting rajungan disiapkan dengan cara dilarutkan dalam air

7. Larutan ekstrak cangkang kepiting ditambahkan tepung tapioka yang telah dilarutkan.

8. Kemudian adonan petis ditambahkan gula merah sebanyak 3,5% (b/b) dari cangkang kepiting rajungan yang sebelumnya telah diencerkan,

9. Adonan petis dimasak sampai mendidih.

10. Saat adonan mulai mengental, dilakukan penambahan rumput laut sesuai konsentrasi perlakuan yang diterapkan yaitu 12, 15 dan 18%.

11. Adonan petis dipanaskan sampai terbentuk pasta yang kental, jika sudah mengental ditambahkan garam sebanyak 0,15% dan gula pasir sebanyak 0,25%.

12. Petis yang telah mengental diangkat sambil tetap diaduk dan dikipasi.

13. Setelah dingin petis kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik.

14. Petis yang dihasilkan dianalisa komposisi kimianya dan tingkat kesukaan konsumen (mutu organoleptik)

(37)

Proses pengolahan ekstrak cangkang kepiting yang difortifikasi dengan rumput laut K. alvarezii disajikan pada diagram alir berikut.

Gambar 4. Alur proses pembuatan petis ektrak cangkang kepiting Cangkang

kepiting (1 kg)

Pencucian (10 Liter air)

Pemasakan selama 1 jam (menggunakan panci presto)

Penyaring an

Penambahan tepung tapioka (30 g)

Penambahan gula merah yang telah diencerkan

(70 g)

Pemasakan selama 1 jam (menggunakan wajan)

Adonan hampir kental

Penambaha n rumput

laut (12,15,

18%) Adonan kental

Petis ekstrak cangkang kepiting-rumput laut

(38)

3.4. Prosedur Pengujian

3.4.1. Kadar Air (AOAC, 1995)

Cawan porselen dikeringkan pada suhu 105oC selama 1 jam.

Kemudian didinginkan dan ditimbang, contoh yang akan ditentukan kadar airnya ditimbang sebanyak 5 gram. Cawan yang telah berisi contoh dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC sampai beratnya konstan. Kadar air dihitung berdasarkan persamaan berikut :

100%

contoh x Berat

A) - (%) (B

air

Kadar 

Keterangan : A = berat cawan + contoh kering (g) B = berat cawan + contoh basah (g) 3.4.2. Kadar Protein (AOAC, 1995)

Sejumlah 0.02-0.05 gram sampel dimasukkan dalam labu Kjeldahl 100 ml kemudian ditambah 2-3 gram katalis (1.2 gram Na2SO4 dan 1 gram CuSO4) dan 2-3 ml H2SO4 pekat, lalu dilakukan destruksi hingga larutan menjadi jernih. Setelah itu didinginkan kemudian sampel didestilasi dan ditambah 35 ml aquades dan 10 ml NaOH 50%. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer berisi 5 ml H3BO3 dan indikator merah metil dan metil biru kemudian dititrasi dengan HCl 0.02N. Kadar protein ditentukan dengan rumus:

Kadar Nitrogen(%) = 𝑚𝑙 𝐻𝐶𝐿−𝑚𝑙 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 𝑥 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐻𝐶𝐿 𝑥 14.007

𝑚𝑔 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜 ℎ 𝑥100%

Protein Kasar(%) = 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑁𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛 𝑥 5.46 3.4.3. Kadar Lemak (Apriyantono et al, 1989)

Sebanyak 5 gram sampel dibungkus dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam labu soxhlet (labu sebelumnya dikeringkan dalam oven, dimasukkan ke dalam desikator lalu ditimbang). Dimasukkan pelarut hexana kemudian dilakukan reflux selama 6 jam. Lalu labu berisi hasil reflux dipanaskan dalam oven dengan suhu 105oC. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar lemak ditentukan dengan rumus :

(39)

% sampel 100

berat lemak berat

%lemak  x

3.4.4. Kadar abu (AOAC, 1995)

Cawan porselen yang telah dicuci bersih, dikeringkan di dalam oven sekitar 1 jam pada temperatur 105o C. kemudian didinginkan dalam eksikator sekitar 10-20 menit dan ditimbang dengan teliti (a). Sampel ditimbang dengan teliti sebanyak 3 gram untuk sampel hijauan atau 5 gram untuk kosentrat (b) dan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Pijarkan sampel yang terdapat dalam cawan porselen hingga berasap. Bakar cawan porselen berisi sampel dan tanur bersuhu 600oC. biarkan sampel terbakar selama 3-4 jam atau sampai warna sampel berubah menjadi putih semua.

Setelah sampel bewarna putih semua, kemudian dinginkan dalam tanur pada suhu 120oC sebelum dipindahkan ke dalam eksikator. Setelah dingin timbang dengan teliti (c).

Perhitungan :

C - A %Kadar Abu =

B - A Keterangan :

A = Berat cawan kosong

B = Berat sampel + Berat cawan kosong C = Berat residu + Berat cawan kosong

3.4.5. Kadar Karbohidrat

Kadar karbohidrat dilakukan dengan menghitung sisa (by difference):

Kadar Karbohidrat (%) = 100%- [Kadar (air)+(protein)+(lemak)+(abu)]

3.4.6. Uji Organoleptik (SNI 01-2346-2006)

Uji organoleptik yang meliputi rasa, aroma, warna dan kekenyalan dilakukan dengan menggunakan metode “Uji Hedonik”, dimana bahan disajikan secara acak dengan memberi kode tertentu pada skala hedonik.

(40)

Panelis dipilih minimal 15 orang dan hasilnya dinyatakan dalam angka dari 1 sampai 5 yang menunjukkan nilai dengan urutan sebagai berikut :

Sangat suka : 5

Suka : 4

Agak suka : 3

Tidak suka : 2

Sangat tidak suka : 1

3.4.7. Analisa Data

Data hasil pengamatan komposisi kimia petis ekstrak cangkang kepiting diolah dengan analisis sidik ragam (analysis pf variance) menggunakan software SPSS V.16. Untuk perlakuan yang berpengaruh nyata (sig. <

0,05), maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji beda nyata terkecil atau LSD (Least Squere Difference).

Gambar

Gambar 4. Alur proses pembuatan petis ektrak cangkang kepiting  Cangkang

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, metode presipitasi dilakukan dengan cara melarutkan komponen kalsium cangkang rajungan ke dalam pelarut asam (HCl) dengan berbagai konsentrasi,

Hasil uji Krukal wallis menunjukkan bahwa penambahan daging ikan layang pada kerupuk berbahan ubi jalar dan rumput laut memberikan pengaruh nyata pada kenampakan

Rerata organoleptik berdasarkan kerenyahan kerupuk onggok singkong dengan penambahan tepung cangkang rajungan.

Metode yang digunakan dalam pengambilan data pengujian bebas protein hewani pada tepung cangkang rajungan (Portunus pelagicus) adalah metode deskriptif dengan cara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung sebagai bahan pengisi dalam pembuatan petis rajungan berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar asam

Hasil uji kimiawi dan analisis sidik ragam (ANSIRA) menunjukan bahwa penambahan rumput laut berpengaruh nyata terhadap kadar air, tetapi tidak berpengaruh nyata

Hasil penelitian tentang kepadatan populasi kepiting rajungan (Portunus pelagicus L.) di Teluk Buo Kecamatan Bungus Teluk Kabung Padang Sumatera Barat pada lima

Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi terbaru mengenai varietas rumput laut terutama varietas hijau dan varietas coklat pada metode penanaman rumput laut