• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV INTERPRETASI DATA

4.2. Usia Pertama Pacaran

Dalam pergaulan selalu ada target tertentu yang harus dicapai para remaja baik itu menjadi sebuah kelompok atau pasangan yang paling perhatikan atau menjadi kelompok atau pasangan yang yang memang selalu menjadi acuan bagi kelompok atau pasanagn lainnya. Hal inilah yang cenderung terjadi dilingkungan sekolah. Banyak para remaja yang menganggap bahwa teman dan pacar itu sama pentingnya walaupun berbeda porsinya. Ina Sari (19) seorang responden yang merasa pada saat masih remaja bukanlah remaja yang mudah bergaul karena dia merasa ada kesulitan tersendiri dalam berteman karena dia memiliki kriteria tertentu dalam menentukan teman dan juga pacar. untuk melihatnya lebih jelas,

dapat dilihat pada tabel 4 dimana di tabel ini telah di bagi bagian-bagian usia pertama pacaran yang dilakukan remaja hamil di luar nikah.

Tabel 4: Usia Pertama Pacaran Pada Remaja Di Luar Nikah

Umur Pacaran Jumlah

1-3 Orang 4-6 0rang 7-9 Orang 10-13 Orang

11-13 tahun 1orang - - -

14-16 tahun - - - 10 orang

17-19 tahun - - 1 orang -

20-22 tahun - - - -

Lainnya 1 orang - - -

Dari 13 reponden yang ada, hampir kebanyakan mengalami pertama kali pacaran itu di usia antara 14-16 tahun. Dalam pembagiannya, ada empat orang yang pertama kali pacaran di usia 14 tahun dan ada enam orang yang berpacaran di usia 15 tahun. Sedangkan sisanya, satu orang mengalami pacaran pertama kali di usia 11 tahun dan satulagi kurang dapat mengingat kapan pertama kali ia pertama kali pacaran. Ada banyak pemahaman yang dimiliki para remaja tentang konsep berpacaran dimana pemahaman ini mereka dapat dari berbagai macam media. Jika dirata-ratakan, maka para remaja ini memulai berpacaran di saat masih di Sekolah Menengah Pertama. Jika dilihat dari media televisi, usia pertama mereka pacaran itu adalaah sangat wajar dan sudah pantas. Paling tidak itulah menurut mereka setelah melihat tayangan di televisi.

Leni (19) mengatakan bahwa ia pertama kali berpacaran adalah pada usia 14 tahun dimana pacar pertamanya memiliki usia lebih tua darinya. Ia mengatakan memilih pacar yang lebih tua karena menurutnya usia menentukan hubungan yang dia bangun. Karena usia sangat menetukan pengalaman dan menurutnya semakin lebih tua pacarnya akan lebih bisa mengarahkan kehubungan yang lebih baik. Untuk lebih dipahami pada usia 14 tahun menurut Leni usia yang lebih tua menurutnya adalah sekitar usia 15-17 tahun dimana ini juga menjadi usia yang masih sangat labil bagi seorang remaja laki-laki. Usia 14 tahu adalah dimana pada usia itu ia masih berada di bangku Sekolah Menengah Pertama yang jelas sangat masih muda terlebih hal tersebut terjadi di pedesaan dan usia 15-17 tahun adalah usia yang juga rawan dalam terjadinya kenakalan pada remaja.

Tidak adanya perbedaan yang menonjol antara desa dan kota dalam mendapatkan sumber informasi seperti internet, televisi, dan komunikasi. Hal ini jugalah yang mendorong para remaja lebih aktif mengakses semua informasi yang mereka cari dan butuhkan. Warung internet yang mulai tumbuh di daerah pedesaan, fitur Handphone yang semakin maju, tayangan Televisi yang beragam manjadikan para remaja seakan tidak membutuhkan orang lain dalam hal mendapatkan informasi. Itulah yang di paparkan oleh Ina Sari (19) saat ditanya persoalan pemahamannya tentang pacaran.

Dari 13 orang responden remaja yang mengalami kehamilan diluar nikah memang hampir sama dalam pemilihan kriteria pacar yang mereka inginkan. Dalam hal usia, hampir seluruhnya sama untuk mamiliki pacar sedikit lebih tua dari mereka. Ini akan menjadi jalan lain dari terjadinya kehamilan diluar nikah. Remaja SMP cenderung ingin memiliki pacar dari anak SMA, sedangkan anak SMA selalu mencari pacar yang sudah diatas mereka baik itu secara kelas atau pun statusnya bisa dari yang telah bekerja maupun yang kuliah.

Dengan cara berpacaran yang telah mereka lakukan memang sangat rentan terjadinya kehamilan diluar nikah. Ini terjadi karena bagi responden, tidak ada lagi jarak ketika bersama. Tidak ada lagi rasa takut dan sungkan para remaja untuk berpegangan tangan didepan umum, tidak ada lagi rasa segan untuk merangkul pasangan didepan umum, ini jelas memperlihatkan bahwa ada pergeseran budaya yang terjadi di Kecamatan Sipispis yang bisa dikatakan sangat lekat kehidupannya dengan kegiatan keagamaan. Sebagian orang tua mengatakan apa yang terjadi pada anaknya adalah hasil dari kemajuan teknologi informasi seperti yang

dikatakan Pak Ngatiman (46) yang anak ketiganya mengalami hal ini. Namun ada juga orang tua yang mengatakan bahwa ini adalah dampak dari sitem pendidikan yang salah karena kurangnya pendidikan moral, namun Pak Warno (50) juga melihat bahwa semua juga berperan dalam banyaknya fenomena kehamilan diluar nikah ini, mulai dari kurangnya kegiatan remaja dalam hal keagamaan, kreatifitas, dan lain sebagainya.

Dampak dari pergaulan yang begitu tidak terkontrol ini memang sangat negatif berupa keadaan yang tidak satu pun orang yang menginginkannya terutama orang tua. Orang tua harus menanggung bertumpuk masalah akibat dari apa yang terjadi pada anaknya mulai dari rasa malu, sakit hati, kecewa, sedih, dan harus mengubur mimpinya untuk memiliki anak yang berprestasi secara pendidikan dan mampu kuliah dan membanggakan orang tuanya.

Dari banyak kejadian kehamilan diluar nikah yang terjadi di Kecamatan Sipispis, orang tua dari 13 orang remaja yang menjadi responden memilih untuk menikahkan remaja mereka untuk mengurangi rasa malu kepada lingkungan. Walau pun tidak akan mengurangi pergunjingan antara masyarakat tentang pernikahan yang mendadak tersebut dan masih dalam keadaan masih sekolah, namun jalan keluar yang satu ini memang jadi pilihan yang paling banyak di pilih oleh orang tua yang anaknya mengalami hamil diluar nikah. Namun tidak hanya menikahkan yang menjadi pilihan, salah seorang remaja yang mengalami kasus serupa yang tidak dapat di jadikan responden karena sedang berada ditempat saudaranya yang jauh dari orang tuanya yang tinggal di salah satu desa di Kecamatan Sipispis. Ia di kirim orang tuanya jauh dari desa karena memilih tidak

ingin menikahkan anaknya yang mengalami kasus hamil di luar nikah. Namun sejauh observasi yang dilakukan, hanya satu kasus inilah yang penanggulangan kehamilannya dilakukan dengan cara menjauhkan pelakunya dari lingkungan tempat tinggalnya. Dan untuk yang menggugurkan kehamilan, ini tidak ada di temukan kasusnya. Walau pun sangat minim pengetahuan tentang kehamilan karena usia yang masih sangat belia, namun kebanyakan dari mereka memilih untuk tetap menjalankan kehamilannya dan melahirkan anak mereka.

Dokumen terkait