• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Akta yang Mengandung

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP

C. Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Akta yang Mengandung

Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat negara tidak terlepas dari tanggung jawab secara perdata dimana notaris selalu berpedoman dan/atau mengacu pada kitab undang-undang hukum perdata, Undang-undang No. 30

Tahun 2004 tentang jabatan notaris dan peraturan perundang-undangan lainnya. Pertanggungjawaban yang diminta kepada notaris bukan hanya dalam pengertian sempit yakni membuat akta, akan tetapi pertanggungjawabannya dalam arti yang luas, yakni tanggung jawab pada saat pra akta, tanggung jawab pada saat fase akta dan tanggung jawab pada saat pasca penandatanganan akta.69

Adapun yang dimaksud dengan tanggung jawab notaris pada saat pra akta adalah notaris sebelum membuat akta harus mematuhi dan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku baik UUJN maupun perundang- undangan lainnya. Sebelum notaris menuangkan materi-materi berdasarkan keterangan para penghadap kedalam akta notaris wajib meneliti secara seksama semua surat-surat/dokumen-dokumen yang diberikan oleh para penghadap.70

Tanggung jawab notaris pada saat fase akta maksudnya adalah setelah semua kewajiban dalam pra akta dilakukan yaitu segala kehendak para pihak (penghadap) telah dituang sebagai isi / materil akta, maka notaris wajib membacakan akta tersebut lalu ditandatangani oleh para pihak, saksi-saksi dan notaris.71

Tanggung jawab notaris pada saat pasca penandatanganan akta maksudnya adalah notaris wajib membuat dan menyimpan akta sebagai minuta akta dan melaksanakan kewajiban-kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 16 UUJN, sebab pada suatu saat akan berguna untuk kepentingan proses penyelidikan oleh aparat hukum.72

69

Syahril Sofyan, Intisari Kuliah TPA I, 2006

70 Ibid. 71 Ibid. 72 Ibid.

Suatu kesalahan dalam melaksanakan profesi dapat disebabkan karena: 1. Kekurangan pengetahuan (onvoldoende kennis)

2. Kekurangan pengalaman (onvoldoende evearing) 3. Kekurangan pengertian (onvoldoende inzicht)73

Oleh karena itu notaris harus dapat memposisikan dirinya sebagai penunjuk arah dari berbagai perubahan dan tuntutan zaman. Notaris harus mempunyai kualitas dengan selalu mengikuti perkembangan hukum dan mampu untuk meningkatkan penguasaan hukum positif dan aspek-aspek ilmu hukum. Hal ini diharapkan agar dalam rangka menghadapi masa depan dengan perkembangan secara global terdapat figur-figur notaris yang professional dan mempunyai integritas yang utuh dalam mengemban pekerjaan pelayanan hukum kepada masyarakat.

Dalam penelitian ini sebagai contoh kasus tindak pidana pemalsuan dalam akta otentik yang dilakukan oleh pihak penghadap yang dibuat dihadapan notaris yaitu dapat dilihat dalam putusan Pengadilan Negeri Medan dalam putusannya yaitu No. 2.831/pid.B/2003/PN.Mdn yang terdakwanya adalah FAUZIAH.

Dan putusan Pengadilan Negeri Medan dalam putusannya yaitu No.2.832/pid.b/2003/PN.Mdn yang Terdakwanya adalah Abdul Hakim Saleh Bashel

dan Mubarak Salim Baswel, bahwa Terdakwa tersebut diatas baik secara bersama- sama dan bersekutu dengan Fauziah (yang perkaranya disidangkan secara terpisah).

73

Posisi Kasus :

Pemalsuan terhadap akta otentik dalam perkara pidana No. 2.831/pid.B/2003/PN.Mdn yang diajukan oleh H. Abdullah Salim Baswel (pelapor) terhadap terdakwa Fauziah .

Tuan Salim bin Aboed Baswel (orang tua saksi korban) adalah pemilik tanah seluas 33M2 berikut bangunan permanen yang terletak di Jalan Kereta Api Nomor : 6/18-B, Kelurahan Kesawan, Kecamatan Medan Barat, Kotamadya Medan berdasarkan Akta Jual Beli Nomor : 22 tanggal 14 September 1963 dengan alas hak atas tanah Sertifikat Hak Pakai Nomor : 13 atas nama Tuan Mangara Hutapea.

Pada hari selasa tanggal 1 Desember 1981 Tuan Salim bin Aboed Baswel menghibahkan tanah tersebut kepada H. Abdullah Salim Baswel (Saksi Korban) dengan Akta Nomor : 2 tanggal 1 Desember 1981 yang dibuat dihadapan Notaris Marah Sutan Nasution. Pada tanggal 4 Oktober 1987 Salim bin Aboed Baswel meninggal dunia, dan Surat Surat Tanah disimpan oleh Aisyah binti Salim Baswel (Kakak saksi korban). Ketika Aisyah binti Salim Baswel akan berangkat ke Arab Saudi maka semua surat-surat tanah dan uang, serta rumah beserta isinya yang terletak di Jalan Biawak No. 152 Kodya Medan dititipkan pada Saleh bin Ahmad Bashel, delapan bulan kemudian Saleh bin Ahmad Bashel meninggal dunia, surat- surat tersebut disimpan oleh Mubarak Salim Baswel (Adik kandung saksi korban). Pada Tahun 1990 Mubarak Salim Baswel menyerahkan surat tanah tersebut pada Abdul Hakim Saleh Bashel (Saudara sepupu saksi korban) tanpa sepengetahuan saksi korban. Mubarak bermaksud hendak menjual tanah berikut bangunan tersebut pada orang lain. Agar tanah bisa dijual dan membuat surat kuasa, maka KTP H. Abdullah

Salim Baswel direkayasa/dipalsukan dengan mengganti pasphoto saksi korban dengan pasphoto Mubarak SB.

Pada hari Jum’at 13 November 1992, Abdul Hakim SB dan Mubarak SB dihadapan Notaris Pagit Maria Tarigan, SH memberi keterangan dan mengaku bernama H. Abdullah SB (saksi korban) dan memberi kuasa pada Abdul Hakim SB untuk menyewakan, menjual, memindahkan dan menyerahkan hak atas tanah tersebut (atas nama saksi korban) dengan menyerahkan KTP No : 1.04218/0020/001/KM/91 berisi identitas H. Abdullah SB sedang fotonya adalah foto Mubarak SB. Dihadapan Notaris Pagit Maria Tarigan, SH dibuatlah akta kuasa No 54 tanggal 13 November 1992 dan ditandatangani serta diberi cap jempol oleh Abdul Hakim SB dan Mubarak SB dengan meniru tanda tangan H.Abdullah. Untuk melengkapi surat kuasa tersebut dibuat konsep surat persetujuan tersendiri dibawah tangan dan diberi materai, oleh Fauziah (terdakwa) yang mengaku sebagai istri H. Abdullah SB dan ditandatangani lalu dijahitkan pada minut akta kuasa tersebut.

Pada hari Selasa, tanggal 16 Februari 1993 Abdul Hakim SB selaku Pihak I telah menjual kepada Abu Bakar Zein selaku Pihak II atas sebidang tanah (miliki saksi korban) seharga Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah), berdasarkan akta jual beli Nomor 62 tanggal 16 Februari 1993 dengan alas hak atas tanah asli Grant Sulthan atas nama H. Abdullah SB yang dibuat dihadapan Notaris Pagit Maria Tarigan, SH. Oleh Abdul Hakim SB diserahkan surat tanah berupa Grant Sulthan dan bangunan dalam keadaan kosong, lalu ditandatangani minut akta dan diserahkan uang sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah), pada Mubarak SB. Berdasarkan hasil pemeriksaan sesuai dengan Berita Acara dari Dinas Identifikasi Polda Sumut No :

Polisi.Pidana.05/IX/2002/Ident tanggal 23 September 2002, sidik jari pada akta kuasa No 54 tanggal 13 Nopember 1992 atas nama H. Abdullah SB dinyatakan tidak identik/tidak sama dengan sidik jari yang sebenarnya pada kartu AK 23 atas nama H. Abdullah SB tanggal 14 Juni 2002. dan saksi korban tidak pernah memberi kuasa pada Abdul Hakim SB, dan tidak pernah menghadap Notaris Pagit Maria Tarigan, SH. Begitu juga dengan KTP yang tercantum dalam surat kuasa tersebut bukan KTP saksi korban. Sebab KTP saksi korban dikeluarkan dan bertempat tinggal di Jakarta selama 25 tahun dan istri saksi korban adalah Habsyah Saleh Baswel bukan Fauziah. Dan tidak pernah menghadap Notaris Pagit Maria Tarigan, SH untuk memberikan persetujuan tertulis sebagai pelengkap surat kuasa sebagaimana tersebut diatas.

Berdasarkan hasil penelitian pada kantor-kantor notaris di Kota Medan, Pengadilan Negeri Medan, dan Majelis Pengawas Daerah (MPD) Medan mengenai pertanggungjawaban notaris terhadap akta otentik yang mengandung keterangan palsu adalah sebagai berikut:74

Adapun yang dimaksud dengan keterangan palsu yang tercantum didalam akta otentik adalah suatu keterangan-keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang bertentangan atau yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya

Keterangan palsu yang terdapat dalam suatu akta otentik umumnya berasal dari para pihak/ penghadap yang meminta untuk dibuatkan akta yang bertujuan untuk menguntungkan dirinya dan merugikan pihak lain. Perbuatan ini dilakukan oleh para pihak/penghadap dengan cara sengaja yakni pada saat para pihak/penghadap datang dan menghadap kepada notaris untuk meminta dibuatkan akta, dimana para

74

pihak/penghadap tersebut memberikan keterangan-keterangan dan identitas yang tidak benar serta surat-surat/dokumen-dokumen yang tidak benar. Seperti dengan menyerahkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang telah direkayasa dan juga surat- surat palsu untuk memenuhi syarat-syarat agar diterbitkan suatu akta. Berdasarkan keterangan-keterangan dan surat-surat/dokumen-dokumen yang tidak benar ini dari para pihak/penghadap maka notaris membuat akta otentik sesuai dengan kehendak dari para pihak/penghadap tersebut. Setelah akta selesai dibuat oleh notaris lalu ditandatangani oleh para pihak/penghadap, saksi-saksi dan notaris. Maka dengan demikian lahirlah akta otentik yang mengandung keterangan palsu.

Pada dasarnya notaris dalam membuat akta selalu dengan penuh kehati-hatian dan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni Undang-undang Jabatan Notaris dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagaimana diketahui bahwa tugas notaris adalah membuat akta otentik yang fungsinya untuk membuktikan kebenaran tentang telah dilakukannya suatu perbuatan hukum oleh para pihak/penghadap dan mencantumkan identitas masing-masing dari para pihak/penghadap tersebut. Notaris hanya mengkonstatir apa yang terjadi, apa yang dilihat, dan dialaminya serta menuangkannya didalam akta. Notaris pada dasarnya hanya mencatat apa yang dikemukakan oleh para pihak/penghadap lalu dituangkannya kedalam akta, disini dapat dikatakan bahwa notaris hanya bertanggung jawab secara materiil dalam kerangka formil, artinya notaris berwenang untuk menyesuaikan keterangan-keterangan yang diberikan para pihak/penghadap berikut surat-surat/dokumen-dokumen yang diberikan dengan surat-surat/dokumen-dokumen yang asli atau yang sebenarnya sehingga notaris dapat menuangkan yang formil

kemateriil akta. Disini juga notaris memberikan penyuluhan hukum untuk memberi arah dalam menemukan solusi yang benar dan tepat kepada para pihak/penghadap sehubungan dengan akta yang akan dibuat.

Notaris mungkin dapat berbuat salah mengenai isi akta karena informasi yang salah, sengaja atau tidak dari para pihak/penghadap. Dalam hal ini notaris tidak mempunyai kewajiban untuk menyelidiki kebenaran tentang informasi tersebut secara bathiniah, akan tetapi hanya sebatas lahiriah. Dengan demikian kesalahan yang terjadi pada materiil akta bukanlah tanggung jawab notaris, melainkan para pihak/penghadap.

Berdasarkan uraian tersebut diatas apabila akta otentik yang mengandung keterangan palsu tersebut dapat menjadi sengketa dan diperkarakan di depan sidang pengadilan maka dalam proses persidangan tersebut hakim akan melakukan pembuktian dengan menilai dapat tidaknya diterima suatu alat bukti dan menilai kekuatan pembuktiannya. Sehubungan dengan hal ini maka akta otentik yang dibuat oleh notaris tersebut akan menjadi bukti bahwa adanya suatu perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh para pihak/penghadap yang oleh notaris perbuatan hukum dari para pihak/penghadap tersebut dituangkan sebagai materiil dalam suatu akta. Hal ini berarti akta otentik itu sendirilah yang membuktikan bahwa telah terjadi suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak/penghadap, bukan oleh notaris. Oleh karenanya maka notaris dalam hal ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Akan tetapi dengan adanya sengketa dan menjadi perkara di Pengadilan sehubungan dengan akta otentik yang dibuat oleh notaris tersebut maka notaris dalam

hal ini akan diperiksa/dipanggil sebagai saksi guna proses pembuktian. Pemanggilan terhadap notaris sebagai saksi untuk memberikan keterangan di depan sidang pengadilan adakalanya membuat seorang notaris enggan untuk hadir dalam persidangan tersebut. Sebab sebagian orang berpendapat bahwa notaris tidak perlu hadir dalam sidang pengadilan untuk menjadi saksi mengingat akta yang dibuatnya adalah akta otentik yang merupakan alat bukti yang mengikat dan sempurna. Artinya adalah apa yang ditulis di dalam akta itu harus dipercaya oleh hakim, yaitu harus di anggap sebagai benar selama ketidakbenarannya itu tidak dibuktikan, dan akta itu sudah tidak memerlukan penambahan pembuktian.

Menurut undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 140, Pasal 141, dan Pasal 148 HIR bahwa memberikan kesaksian adalah merupakan suatu kewajiban, seseorang yang tidak memenuhi panggilan untuk menjadi saksi di depan persidangan akan berakibat sebagai berikut75 :

1. Dihukum untuk membayar biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memanggil saksi.

2. Secara paksa akan dibawa ke muka Pengadilan 3. Dimasukkan ke dalam penyanderaan (gijzeling).

Sebenarnya kehadiran seorang notaris sebagai saksi di depan sidang pengadilan sangat berguna untuk menerangkan duduk perkara yang sebenarnya atas akta otentik yang dibuat oleh notaris tersebut. Sebab notaris adalah orang yang mengetahui secara pasti kebenaran dari akta yang dibuatnya maka sebagai saksi

75

Hari Sasangka,Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata, Mandar Maju, Bandung, 2005, hal 80.

notaris akan menerangkan tentang apa yang dilihatnya atau dialaminya. Selain dari pada itu seorang notaris apabila dipanggil sebagai seorang saksi harus datang dan hadir di persidangan, sebab pada waktu kehadirannya itulah notaris akan menentukan apakah dia akan mempergunakan hak ingkarnya (hak untuk mengundurkan diri sebagai saksi) yang diatur dalam Pasal 1909 ayat (3e) KUH Perdata yaitu ”segala siapa yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya menurut Undang- undang, diwajibkan merahasiakan sesuatu, namun adalah semata-mata mengenai hal- hal yang pengetahuannya dipercayakan kepadanya sebagai demikian”. Karena untuk mempergunakan hak ingkar harus dinyatakan dengan tegas dan hal ini hanya bisa dilakukan dengan hadirnya notaris. Dapat dikatakan bahwa hak ingkar adalah merupakan perwujudan dari perlindungan hukum/immunitas hukum bagi notaris untuk kepentingan masyarakat dan kewajiban untuk merahasiakan isi aktanya maupun hal-hal yang diketahuinya karena jabatannya.

Apabila notaris mengemukakan hak ingkar dalam pemeriksaan di kepolisian biasanya pihak kepolisian akan membantah dan melanjutkan proses pemeriksaan dengan mencatat semua keterangan-keterangan yang dikemukakan oleh notaris dalam berita acara pemerikasaan.

Dalam mempergunakan hak ingkar didepan persidangan notaris harus mengemukakannya secara tegas dengan mengajukan bukti-bukti yaitu minimal dua orang saksi yang benar-benar mengetahui mengenai pembuatan akta otentik tersebut yang sebenarnya. Saksi-saksi yang dimaksudkan disini adalah saksi yang mendukung bahwa keterangan yang dikemukakan oleh notaris tersebut adalah benar, dan saksi-

saksi ini membantah keterangan-keterangan yang tidak benar sehubungan dengan pembuatan akta tersebut.

Namun ada kalanya hak ingkar yang dimiliki oleh notaris di tolak oleh hakim pengadilan dengan alasan sebagai berikut :

- Menurut penilaian hakim bahwa dalam hal pembuktian, keterangan-keterangan yang dikemukakan oleh notaris tidak dapat dibuktikan sesuai dengan peristiwa yang sebenarnya sehubungan dengan pembuatan akta tersebut.

- Bahwa keterangan-keterangan notaris masih dibutuhkan yaitu perlu dikonfrontir atau di crosscek dengan pemeriksaan yang dilakukan terhadap keterangan- keterangan dari saksi-saksi yang lain.

- Bahwa kepentingan justicia atau kepentingan umum lebih tinggi nilainya dari pada kepentingan pribadi.

Notaris selaku pejabat umum yang melaksanakan pelayanan terhadap publik selain mendapat pengawasan dari Majelis Pengawas juga memerlukan perlindungan hukum, yaitu76 :

1. Dalam hal menjadi saksi di pengadilan sehubungan dengan akta yang dibuatnya.

2. Dalam hal menjadi tergugat di pengadilan menyangkut akta yang dibuatnya.

3. Dalam hal sebagai terdakwa dalam perkara pidana sehubungan dengan akta yang dibuatnya.

76

Paulus Effendie Lotolung, Dalam Makalahnya tentang Perlidungan Hukum Terhadap Notaris, pada Kongres XVII di Jakarta, 2000.

4. Dalam hal penyitaan terhadap bundel minuta yang disimpannya.

Menurut P.E.Lotulung, hak immunitas/kekebalan hukum bagi notaris dapat diberikan dalam hal kewajiban untuk menolak memberikan keterangan yang menyagkut rahasia jabatannya, dan terhadap kesalahan yang diperbuat oleh seorang notaris haruslah dibedakan antara kesalahan yang bersifat peribadi dengan kesalahan didalam menjalankan tugasnya. Secara pribadi, notaris dapat dituntut dan di hukum sama seperti masyarakat biasa lainnya, namun sebagai seorang pejabat umum yang melaksanakan kepentingan publik, maka terhadap kesalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya atau hasil pekerjaannya, otentisitas akta-aktanya tetap dapat dijamin, dan terhadap notaris perlu diberikan perlindungan hukum yang berbeda mekanismenya dengan anggota masyarakat biasa. Hal ini tentunya akan membuat para notaris menjadi lebih kondusif dan terlindungi di dalam menjalankan tugasnya77.

Seorang notaris yang melakukan kesalahan diluar jabatannya atau secara peribadi, misalnya melakukan perbuatan seperti berjudi, mabuk-mabukan, menyalahgunakan narkoba, dan melakukan perbuatan zina. Dengan demikian maka notaris tersebut dapat dikatakan telah melanggar ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Profesi Notaris. Sedangkan notaris yang melakukan kesalahan dalam jabatannya selaku pejabat umum adalah apabila notaris dengan sengaja melakukan suatu kesalahan atau kelalaian dalam pembuatan akta maka ia dapat dituntut atau bertanggung jawab secara perdata maupun pidana. Akan tetapi seorang notaris dapat juga dikatakan melanggar Kode Etik Notaris pada saat melakukan tugas dan jabatannya, misalnya melakukan kesalahan etika terhadap sesama rekan notaris.

77

Apabila notaris dalam tindak pidana pemalsuan surat menjadi aktor intelektualnya atau notaris turut serta dalam melakukan tindak pidana tersebut maka secara yuridis tidak dapat ditolelir bukan hanya berdasarkan ketentuan pidana saja, tetapi juga oleh Peraturan Jabatan Notaris. dalam pasal 13 UUJN ada dinyatakan bahwa notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Dengan adanya ketentuan tersebut maka notaris langsung dipecat/diberhentikan oleh Menteri. Dan hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 10 KUHP sub b yang mengatur mengenai hukuman-hukuman tambahan yaitu berbentuk pencabutan hak-hak tertentu dimana notaris yang diberhentikan dari jabatannya adalah merupakan pencabutan hak notaris untuk menjalankan tugas dan jabatannya selaku notaris.

Apabila terbukti notaris terlibat dalam suatu tindak pidana, maka akibatnya adalah sebagai berikut :

- Akta notaris dapat dibatalkan atau batal demi hukum.

- Notaris wajib untuk membayar ganti kerugian kepada para pihak yang dirugikan.

- Notaris dapat diberhentikan dari jabatannya.

- Notaris dapat dijerat dengan pasal-pasal pemalsuan surat yang sanksinya adalah berupa pidana penjara.

Dokumen terkait