• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban pelaku kejahatan di dalam hukum pidana dilandasi oleh

adanya kesalahan (schuld) di dalam perbuatan melawan hukum (wederechtelijk)120

sebagai syarat untuk pengenaan pidana (grenzen van delictsomschrijving,

wederechtelijk is en aan schuld te wijten). Perbuatan pidana adalah suatu perbuatan manusia yang termasuk dalam rumusan delik, melawan hukum dan kesalahan yang

dapat dicelakan kepadanya). Kantorowicz121

Kesalahan (schuld) sangat erat kaitannya dengan suatu kejahatan yang

dilakukan oleh subjek hukum manusia alamiah yang mengandung arti bahwa dapat menyatakan, untuk adanya penjatuhan pidana terhadap pelaku diperlukan terlebih dahulu pembuktian adanya perbuatan

pidana, kemudian diikuti dengan dibuktikannya schuld atau kesalahan subjektif

pembuat, sehingga untuk pertanggungjawaban suatu perbuatan pidana di dalam paham KUHP diperlukan adanya beberapa syarat : pertama, adanya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh kealpaan. Kedua, adanya unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan.Ketiga, adanya pembuat yang mampu bertanggungjawab dan tidak ada alasan pemaaf.

120

Jan Remmelink, Hukum Pidana Komentar Atas Pasal-Pasal Terpenting Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya Dalam Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003,hal. 86.

121

Pendapat Kantorowiczyang dikutip oleh Andi Hamzah, “Korupsi di Indonesia, Masalah dan Pemecahannya”, Gramedia, Jakarta, 1991, hal. 98.

dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau sifat melawan hukum.Meskipun perbuatannya memenuhi rumusan tindak pidana dalam undang-undang dan tidak dapat dibenarkan, namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana karena penjatuhan pidana memerlukan adanya syarat bahwa orang yang melakukan

perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah (subjective guilt)122

(1) “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (Empat) tahun dan paling lama 20 (Dua Puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (Dua Ratus Juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (Satu Milyar Rupiah)”.

.

Delik korupsi yang berkaitan dengan perbuatan memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan (korporasi) yang dapat merugikan keuangan negara dengan cara melawan hukum, tercantum dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 yang berbunyi :

Pasal 2 Undang-undang ini menyatakan sebagai berikut :

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) di atas dapat dijelaskan beberapa unsur yang terkandung di dalamnya antara lain:

a. Setiap orang;

Pasal 2 ayat (1) tidak ditentukan adanya suatu syarat, misalnya seperti syarat pegawai negeri yang harus menyertai setiap orang yang melakukan tindak pidana

122

korupsi yang dimaksud. Oleh karena itu, pelaku tindak pidana korupsi yang terdapat

dalam pasal ini adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.123 Bahwa istilah setiap

orang dalam konteks hukum pidana juga harus dipahami sebagai orang perorangan (persoonlijkheid) dan badan hukum (rechtspersoon).124

b. Secara melawan hukum;

Perbuatan melawan hukum dapat dipahami secara formil dan materil. Secara formil, berarti perbuatan yang disebut tindak pidana korupsi adalah perbuatan yang melawan atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan, secara materil berarti tindak pidana korupsi adalah perbuatan yang walaupun tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat

dipidana.125

Sifat melawan hukum dalam tindak pidana korupsi mempunyai arti ganda, baik yang berarti melawan hukum materiil maupun melawan hukum formil. Penjelasan seperti ini dapat mempermudah pembuktian tentang pembuktian tentang keberadaan sifat tercelanya dari suatu perbuatan yang nyata memperkaya. Apabila suatu perbuatan tertentu sebagai wujud dari memperkaya yang tidak terlarang menurut hukum tertulis, akan tetapi apabila diukur dari sudut nilai-nilai seperti keadilan, kepatutan yang hidup di masyarakat sebagai perbuatan yang tercela.

123

R. Wiyono,Op.Cit., hal. 27.

124Ibid.

Dengan demikian, celaan menurut nilai masyarakat tersebut termasuk dalam pengertian sifat melawan hukum atas perbuatan memperkaya menurut pasal 2 di

atas.126

c. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi;

Memperkaya menunjukkan perbuatan setiap orang untuk bertambah kaya atau adanya pertambahan kekayaan. Memperkaya diri sendiri artinya diri si pembuat sendirilah yang memperoleh atau bertambah kekayaannya secara tidak sah. Memperkaya orang lain adalah sebaliknya, yaitu orang yang kekayaanya bertambah atau memperoleh kekayaannya adalah orang lain selain pembuat. Memperkaya suatu korporasi, bukan si pembuat yang memperoleh atau bertambah kekayaannya oleh

perbuatannya tetapi suatu korporasi.127

Unsur

2 (dua) rumusan penting dalam memahami persoalan tindak pidana korupsi tersebut,

antara lain:128

1. Melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau korporasi

dan dapat merugikan keuangan negara adalah korupsi;

2. Menyalahgunakan kewenangan dan/atau jabatan untuk menguntungkan diri

sendiri atau orang lain atau korporasi dan dapat merugikan keuangan negara adalah korupsi.

126

Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi Di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, 2005, hal. 44.

127Ibid., hal. 41.

128

Perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai delik korupsi jika telah memenuhi hal-hal, antara lain:

1. Perbuatan

dengan cara melawan hukum;

2. Perbuatan tersebut menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara atau

perekonomian negara.

Perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi adalah perbuatan-perbuatan tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana. Sementara yang dimaksud dengan “merugikan keuangan negara” adalah sama artinya dengan menjadi ruginya keuangan negara atau berkurangnya keuangan negara.

“Perbuatan”, yang menjadi persoalan adalah apakah yang dimaksudkan itu adalah perbuatan aktif saja atau perbuatan pasif (atau tidak berbuat). Memperhatikan rumusan mengenai “memperkaya diri sendiri atau orang lain”, yang merupakan kata kerja maka dapat dipastikan bahwa yang dimaksud itu adalah perbuatan aktif.129

129

Adami Chazawi, Op. Cit., hal. 25.

Perbuatan seseorang baru dikategorikan korupsi apabila melakukan perbuatan aktif saja dan tidak termasuk perbuatan pasif. Artinya, jika terjadi kerugian negara yang menguntungkan seorang pejabat negara atau orang lain dan dipastikan bukan karena perbuatan aktif dari pejabat negara tersebut, maka si pejabat negara itu tidak melakukan perbuatan korupsi. “Perbuatan” itu juga harus memperkaya diri sendiri atau orang lain, karena penggunaan kata “atau” antara diri sendiri dan orang lain

maka rumusan ini bersifat alternatif. Memperkaya orang lain saja walaupun tidak memperkaya diri sendiri adalah termasuk dalam pengertian korupsi.

Unsur memperkaya diri sendiri menurut Martiman Prodjohamidjojo adalah sama pengertian dengan menguntungkan diri sendiri yang tercantum dalam Pasal 378

KUHP.130 Meskipun tidak ada unsur melawan hukum, akan tetapi unsur itu ada

secara diam-diam, sebab setiap perbuatan delik selalu ada unsur melawan hukum. Unsur menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum berarti menguntungkan diri sendiri tanpa hak. Unsur melawan hukum ini tidak diatur secara tegas dalam Pasal 3, sebgaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1), namun unsur melawan hukum termasuk dalam keseluruhan perumusan yaitu dengan menyalahgunakan

kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya.131

Maksud memperkaya diri sendiri dapat ditafsirkan suatu perbuatan bahwa si pelaku bertambah kekayaannya atau menjadi lebih kayak karena perbuatan tersebut. Perbuatan memperkaya dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan membeli, menjual, mengambil, memindahbukukan rekening, menandatangani kontrak serta perbuatan lainnya sehingga si pelaku jadi bertambah kekayaannya.

Perumusan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum, oleh karena itu penuntut umum tidak perlu secara tegas mencantumkannya dalam dakwaan maupun dalam tuntutannya.

132

130

Martiman Prodjohamidjojo, Op. Cit., hal. 69.

131

Andi Hamzah, Op. Cit., hal. 192.

132

UUPTPK, pengertian “memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi” dapat dikaitkan dengan Pasal 37A ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 : “(1) Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang didakwakan. (2) Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan, yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau sumber penambahan kekayaannya, maka keterangan tersebut dapat digunakan untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi”.

Pasal 37A ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah alat bukti “petunjuk” dalam perkara korupsi, setiap orang yang didakwa sebagai pelaku korupsi wajib membuktikan sebaliknya terhadap harta benda miliknya yang belum didakwakan, tapi juga diduga berasal dari tindak pidana korupsi. (1) Sehingga, jika terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta benda tersebut diperoleh bukan karena tindak pidana korupsi, maka harta benda tersebut dianggap diperoleh dari tindak pidana korupsi. Ketentuan undang-undang ini merupakan beban pembuktian terbalik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 B ayat (2) undang-undang nomor 20 tahun 2001: (2) Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diperoleh bukan karena tindak pidana korupsi, harta benda tersebut dianggap diperoleh juga dari tindak pidana korupsi dan hakim berwenang memutuskan seluruh atau sebagian harta benda tersebut dirampas untuk negara. Menurut ketentuan hukum, hanya rumusan delik yang berunsurkan atau

bagian intinya ada kerugian negara atau perekonomian negara saja yang dapat

dikenakan uang ganti rugi dari perampasan harta benda tersebut (oleh pengadilan).133

Unsur

bahwa pelaku tindak pidana korupsi berpola hidup mewah dalam kehidupan sehari harinya dalam hal ini, dapat dibuktikan tentang bertambahnya kekayaan pelaku korupsi sebelum dan sesudah perbuatan korupsi dilakukan.

d. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.134

Merugikan adalah sama artinya dengan menjadi rugi atau menjadi berkurang, sehingga dengan demikian yang dimaksudkan dengan unsur merugikan keuangan negara adalah sama artinya dengan menjadi ruginya keuangan negara atau berkurangnya keuangan negara. Merugikan perekonomian negara sama artinya dengan perekonomian negara menjadi rugi atau perekonomian negara menjadi kurang berjalan.

Keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau tidak dipisahkan termasuk segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena yaitu :

1. Dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat negara baik

ditingkat pusat maupun daerah serta dalam pengurusan;

133

Dominggus Silaban, “Pemahaman Unsur Memperkaya dan atau Menguntungkan pada

Tindak Pidana Korupsi”,

pidana-korupsi.html, di Akses Tanggal 5 Mei 2014.

134

2. Dalam pengurusan dan pertanggungjawaban BUMN/BUMD yaysan, badan hukum, perusahaan yang menyertakan modal negara perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.

Perekonomian negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan atau usaha masyarakat secara mandiri yang berdasarkan kebijakan pemerintah, baik di pusat/ daerah berdasar penataran perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberi manfaat, kemakmuran dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan masyarakat.

Pasal 2 ayat (1) secara khusus mengatur mengenai unsur “memperkaya”, dan pada Pasal 3 mengenai unsur “menguntungkan”, jika melihat ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut. Bagian penjelasan atas undang-undang korupsi tersebut sama sekali tidak menjelaskan kriteria dari pada unsur “memperkaya” dan atau unsur “menguntungkan” sehingga dapat berdampak multitafsir saat interpretasinya. Bagian penjelasannya hanya menyatakan bahwa dalam rangka mencapai tujuan yang lebih efektif untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi, undang-undang korupsi ini memuat ketentuan pidana yang menentukan ancaman pidana minimum khusus, pidana denda

yang lebih tinggi, dan ancaman pidana mati.135

135

Penjelasan Umum Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korupsi Yang Merugikan Keuangan