• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NARKOTIKA

F. Pertanggungjawaban Pidana pecandu Narkotika Menurut Hukum

Narkotika dengan segala jenis dan turunannya, sering diserupakan dengan

khamar atau sesuatu yang memabukkan. Dalam padangan ajaran Islam, mengkonsumsi narkoba itu sama dengan meminum khamar (memabukkan). Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,

"Setiap yang memabukkan adalah khamar, dan setiap yang memabukkan Adalah haram. " (HR. Muslim).

Dalam al-Qur‟an khamar (minuman atau makanan memabukkan), berjudi, berhala, dan undian diannggap perbuatan keji dan sama dengan perbuatan Syetan, seperti yang terdapat dalam surah al-Maidah ayat 90:

58

ع ۡ م ٞس ۡج مٰ ۡ ۡۡٱ ص ۡۡٱ سۡي ۡٱ ۡ ۡٱ إ ْآ ماء ي ٱ يأٰٓي

ح ۡفت ۡم ع ت ۡجٱف ٰطۡيش ٱ

٠٩

90. Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

Tujuan dirumuskannya hukum Islam adalah untuk mewujudkan dan memelihara lima sasaran pokok, yaitu agama, jiwa, akal, kehormatan dan keturunan, serta harta. Lima hal pokok ini wajib diwujudkan dan dipelihara jika seseorang menghendaki kehidupan yang berbahagia di dunia dan di hari kemudian. Segala upaya untuk mewujudkan dan memelihara lima pokok tadi merupakan amalah saleh yang harus dilakukan oleh umat Islam.

Dalam arti lain, segala tindakan yang bisa mengancam keselamatan salah satu dari pokok tersebut dianggap sebagai tindakan kejahatan yang dilarang. Siapa saja yang mengamati seluk beluk hukum Islam akan mengakui bahwa setiap rumusannya mengarah kepada perwujudan atau pemeliharaan dari lima pokok tersebut. Dari gambaran ini, tindakan kejahatan dapat dikategorikan ke dalam lima kelompok, yaitu kejahatan terhadap agama, kejahatan terhadap jiwa atau diri, kejahatan terhadap akal, kejahatan terhadap kehormatan dan keturunan, dan kejahatan terhadap harta benda. Masing-masing kejahatan itu diuraikan secara panjang lebar dalam literatur-literatur fiqh dalam berbagai

mazhab. Kejahatan-kejahatan besar terhadap lima pokok ini diatur dalam bab

jinâyat. 43

Menurut pandangan hukum fiqih,44 hukum yang terkait dengan tindakan

Jinâyah atau Jarîmah yaitu tindak pidana di dalam hukum Islam berupa larangan-larangan syara yang diancam oleh Allah dengan hukuman had atau

ta‟zîr. Yang dimaksud hukuman had adalah hukuman yang ditetapkan melalui wahyu yang merupakan hak Allah sebagai syâri‟. Sedangkan hukuman ta‟zîr adalah hukuman yang tidak ada nasnya, dan ditetapkan berdasarkan pertimbangan hakim (qâdhi).

Pertimbangan hukum tadi, muncul mengingat ketidakseimbangan antara manfaat yang ditimbulkan oleh narkotika pada satu sisi dan besarnya bahaya yang ditimbulkan pada sisi yang lain, maka hukum Islam secara tegas menyatakan bahwa penyalahgunaan narkotika harus diberikan hukuman yang sesuai dengan apa yang dilakukannya.

43

. Satria Effendi M. Zein, Kejahatan terhadap Harta dalam Perspektif Hukum Islam, h. 107.

44

. Hukum Fiqh sering juga disebut dengan Hukum Islam atau Hukum Syariah. Hukum Islam muncul untuk membedakannya dengan hukum lain. Dalam kitab usul fiqh klasik kata Hukum Islam tidak populer, hanya ditemukan sekali dalam kitab al-Nubdzat al-Kafiyah karya ibn Hazm al-Zahiri, dalam al-Furuq karya As‟ad ibn Muhammad ibn Husain disebutkan tiga kali, dan pada kitab al-Matsur fi al-Qawaid karya Muhammad ibn Mahadur al-Zarkasyi disebutkan sekali. Sedangkan istilah syariah diambil dari kata syara‟a yang maknanya mengambil air dengan mulut, tempat lalunya air, dan tempat lewat minuman yang diteguk orang. Menurut Ali al-Jurjani (740- 816 H) syar‟u secara bahasa artinya bayan, audah dan izhar. Sementara al-Qurtubi mengatakan (w. 671 H) isyara‟a bernakna jalan besar, jalan menuju ketempat air, dan jalan keselamatan. Sebagaimana istilah syariah terdapat dalam al-Qur‟an surah al-Maidah [5]: 48:

untuk tiap-tiap umat diantara kamu kami beritakan aturan dan jalan yang terang

Untuk mengeluarkan suatu putusan hukum syariah (hukum Islam), para ulama sepakat bahwa landasan utamanya adalah al-Quran, sekaligus sebagai sumber utama hukum Islam, sedangkan sunnah adalah penjelasan dari nabi Muhammad Saw dalam bentuk praktek dan perkataan (kalangan ahli hukum memakai istilah sunnah untuk hadis-hadis dari nabi Muhammad Saw yang berkaitan dengan hukum). Lihat Junaidi lubis, (2010), IslamDinamis Model Ijtihad al-Khulafa al- Rasyidun dalam Konteks Perubahan Masyarakat. Jakarta, Dian Rakyat: 26

60

Secara bahasa, Narkotika dalam istilah bahasa Arab setidaknya ditemui ada tiga term yang mengertiannya hampir sama, yaitu al-Mukhaddirât, al- aqâqir, dan hasyîsy. Narkotika al-Mukhaddirât, secara etimologi berarti

sesuatu yang terselubung, kegelapan atau kelemahan. Kata ini, diambil dari kata al-Khidr yang berarti tirai yang terjurai di sudut ruangan seorang gadis. Kata tersebut biasanya digunakan sebagai penirai rumah. Kata al-Mukhaddirât

dapat juga terambil dari kata al-Khadar yang berarti kemalasan dan kelemahan. Al-Khadir bentuk fâ‟il atau subyek dari kata al-Khadar artinya orang yang lemah dan malas. 45

Narkotika dengan berbagai jenis, bentuk dan nama yang telah diidentifikasi pengaruhnya terhadap akal pikiran dan fisik, maka sanksi hukumannya dikategorikan ke dalam khamr, yang secara tegas dan keras dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Sementara yang berkaitan dengan ringan beratnya hukuman bagi pemakai khamr tidak disebutkan dalam Alquran tetapi hanya disebutkan dalam petunjuk al-Sunnah Nabi Muhammad, yaitu:

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu „anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

ع ْ إف

ْج ف س ا إ

ق ع ا ب ْض ف ع ْ إف عبا ا يف ق مث

ْج ف ع ْ إف

ْج ف

.

45

Ahmad Warson al-Munawir, al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Agustus, 1984), h. 351, lihat pula Muhammad al-Hawari, Narkoba Kesalahan dan Keterasingan, (Riyadh: 1408 H. ), h. 156. ). lihat juga Acep Saifullah, Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif: Sebuah Studi Perbandingan, AL-„ADALAH Vol. XI, No. 1 Januari 2013, Universitas Ibnu Khaldun (UIK), Bogor.

Apabila ada seseorang yang mabuk, maka cambuklah ia, apabila ia

mengulangi, maka cambuklah ia.‟ Kemudian beliau bersabda pada kali keempat, „Apabila ia mengulanginya, maka penggallah lehernya.46

Sedangkan menurut pandangan Tsaur ibn Zaid al-Daili berkata bahwa

„Umar bin Khattab meminta pendapat tentang khamr yang dikonsumsi

manusia. „Ali bin Abi Thalib berkata:“Hendaknya engkau mencambuknya

sebanyak 80 kali, karena ia meminum yang memabukan. Jika ia telah mabuk, maka ia bicara tidak karuan dan sudah bicara tidak karuan maka ia

berbohong”. Kemudian „Umar bin Khattab menentukan bahwa hukuman bagi

peminum khamr adalah 80 kali cambuk. Hadis dari Ibn „Umar, bahwasannya Rasulullah bersabda:

Ibnu „Umar Radhiyallahu „anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

م ح ، ع تْ م عئ ب ، صتْعم ص ع ْيعب جْ أ ْشع ى ع ْ ْ ا ت ع

يق س ب ش ، ث كآ ، ْي إ

ْح ْ ا

.

Khamr dilaknat pada sepuluh hal; (1) pada zatnya, (2) pemerasnya, (3) orang yang memerasnya untuk diminum sendiri, (4) penjualnya, (5) pembelinya, (6) pembawanya, (7) orang yang meminta orang lain untuk membawanya, (8) orang yang memakan hasil penjualannya, (9) peminumnya, dan (10) orang yang menuangkannya. 47

46

Ibn Mâjah, Sunan Ibnu Mâjah, (Bayrut: Dâr al Fikr, 1415 H. /1995 M. ), h. 61.

47

62

Menyikapi hadis di atas, para ulama bersepakat bahwa bagi para peminum

khamr dikenakan had berupa hukuman dera atau cambuk, baik sedikit ataupun banyak. 48 Namun, merespon bunyi hadis tadi para ulama memeprdebatkan dan berbeda pendapat mengenai berat ringannya sanksi hukum tersebut. Baik kalangan mazhab Maliki maupun kalangan mazhab Hanafi berpendapat bahwa peminum khamr dikenakan sanksi 80 kali cambuk, sementara itu dari mazhab

Syâfi‟iyah menyatakan bahwa peminum khamr diberikan sanksi cambuk 40 kali. Sedangkan dari mazhab Hanbali terjadi perbedaan pendapat, yaitu ada yang berpendapat 80 kali cambuk dan yang lainnya berpendapat hanya 40 kali cambuk. 49

Sementara dalam kasus peminum khamar yang di tangani oleh Ali bin Abi

Thalib yaitu dengan mencambuk Walîd bin „Uqbah dengan 40 kali cambuk,

hal ini pula merupakan sanksi hukum yang diperintahkan Rasulullah yang dilaksanakan pada saat Abû Bakar al-Shiddiq menjabat khalifah. Sebagaimana dalam sebuah hadis:

“Dari Ali pada kisah Walîd bin Uqhah Rasulullah Saw. mencambuk bagi

peminum khamr/pecandu Narkoba 40 kali, Abû Bakar mencambuk 40 kali,

dan „Umar mencambuk 80 kali, kesemuannya itu sunnah dan inilah yang

lebih saya senangi (yaitu 80 kali)”. (HR. Muslim).

Sementara putusan hukum yang dikemukakan Abu Hanifah, Malik dan Ahmad, mengatakan bahwa hukuman bagi peminum khamr 80 kali cambuk.

48

. Ibn Rusyd, Bidâyatul Mujtahid, II, (Bayrut: Dâr al-Fikr, 1995), h. 364

49

Hal ini didasarkan pada tindakan Umar bin Khattab, di mana menurut mereka

sudah menjadi ijma‟ pada masa khalifah Umar bin Khattab karena tidak

seorangpun dari sahabat mengingkarinya.

Dalam hal iniUmar berpendapat, yaitu yang menetapkan 80 kali cambuk sebagai hukuman bagi peminum khamr, Imam Syâfi‟î, menanggapai bahwa sanksi 80 kali cambuk itu merupakan had. 50 Namun, ada juga para ulama yang berpendapat bahwa peminum khamar hanya sebagai ta‟zîr.

Yaitu, hukuman yang didasarkan atas pertimbangan hakim (imam) yang dilaksanakan karena dipandang perlu untuk memberikan pelajaran kepada palakunya demi menjaga kemaslahatan umat manusia itu sendiri) karena hukuman had bagi peminum khamr sebanyak 40 kali cambuk seperti yang dipraktikkan oleh Rasulullah.

Perbedaaan hukuman ta‟zîr dengan hukuman had, menurut Imam al- Mawârdi, yaitu memberikan sanksi ta‟zîr kepada orang yang sering melakukan kejahatan, sedangkan dalam hukuman had tidak ada perbedaan. Dalam hukuman had tidak boleh diberikan maaf, sedangkan dalam ta‟zîr ada kemungkinan pemberian maaf. (Hukuman had itu memungkinkan bisa menimbulkan kerusakan tubuh dan jiwa terhukum, sedangkan dalam hukuman

ta‟zîr terhukum tidak boleh sampai mengalami kerusakan itu. 51

Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan penyalahgunaan narkotika, seperti diketahui mempunyai akibat dan dampak yang lebih luas dan bahkan

50

Had merupakan hukuman yang ditetapkan oleh Syâri‟ yaitu Allah.

51

Lihat H. A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), h. 220- 221 dari Al- Mawardi, Al- Ahkam Al- Sulthaniyyah, h. 237-238.

64

lebih berbahaya dari khamr itu sendiri. Apalagi jika over dosis akan mengakibatkan kematian bagi pemakainya. Selain itu pula akan menimbulkan tindakan-tindakan pidana yang destruktif, seperti pencurian, perkosaan, pembunuhan dan sebagainya.

Berdasarkan ketentuan hukum di atas, baik had maupun ta‟zîr, penyalahgunaan narkoba dengan segala pertimbangan yang diakibatkannya cukup kompleks. Sehingga menurut analisis penulis melalui analisa qiyas dengan khamr, maka penyalahgunaan narkoba dapat dikenakan gabungan sanksi hukuman yaitu hukuman had dan ta‟zîr. Mengenai penggabungan antara had dan ta‟zîr ini, para ulama pada umumnya membolehkan selama memungkinkan. Seperti dalam mazhab Maliki dan Syafii. 52

52

. H. A. Djazuli, Fiqh Jinâyah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), h. 162. ). lihat Acep Saifullah, Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif: Sebuah Studi Perbandingan, AL-„ADALAH Vol. XI, No. 1 Januari 2013, Universitas Ibnu Khaldun (UIK), Bogor.

Dokumen terkait